Share

3. suamiku kaget

"Mi, Siapa tadi yang kedengaran nangis?" Betari yang baru saja bangun turun dari kamarnya dan mendekati diri ini yang masih duduk di ruang makan.

Kaget yang melanda hati membuatku tidak fokus dan lupa apa yang harus kukerjakan, biasanya rutinitasku di pagi hari cukup padat, mulai dari membersihkan rumah menyiapkan makanan dan menyiram tanaman. Tapi di sinilah aku sekarang, duduk menyendiri dan mencoba menata hatiku yang terus berdebar.

Menanggapi kenyataan bahwa tiba-tiba seorang wanita cantik mencari suamiku dan mengaku sebagai kekasihnya, aku tak serta-merta menangis dan histeris, aku butuh penjelasan lebih logis dan konfirmasi ulang, apakah benar suamiku memang punya hubungan ataukah wanita itu hanya datang dan mengaku-ngaku demi merusak hubungan kami.

Tapi, Jika dia memang seniat itu untuk merusak keluarga orang, apa keuntungannya? Mustahil dia berbohong apalagi sampai bersujud dan memelas menangis. Aku kasihan padanya, dalam konteks bagi wanita cantik dan terlihat berpendidikan dia rela menggadaikan dirinya demi rayuan dan cinta seorang pria paruh baya.

Mas Hengki bukanlah lelaki yang masih muda, umurnya 48 tahun meski pria itu masih terlihat awet dan gagah. Aku terkejut, tapi aku harus memastikan Apakah kabar yang dibawa wanita itu benar atau salah.

"Mi, kok umi diam saja. Tadi aku dengar ada yang nangis?. Apa anak tetangga berantem lagi sama suaminya?"

"Engga sayang, itu cuman salah dengar."

"Ga mungkin mi, kamar aku tepat berada di atas teras, aku bisa dengar dengan jelas. Apa Mbak Kiki anak tante Priska sedang berantem dengan suaminya?"

"Mungkin juga, umi nggak dengar jelas karena lagi cuci piring," jawab memberi alasan padahal kejadian yang sebenarnya sangat mengerikan. Andai Betari menyaksikan kedatangan Cantika dia pasti akan menjambak dan memukuli wanita itu. Dia akan sedih jika ibunya disakiti apalagi dengan kehadiran wanita lain sebagai orang ketiga dalam keluarga kami.

"Kalau gitu aku mandi dulu."

"Oke."

Dia yang punya jadwal sekolah di siang hari, terbiasa bangun siang di pagi hari karena butuh lebih banyak istirahat. Tugas sekolah dan les tambahan membuat pikiran dan tenaga anakku terkuras. Putri bungsuku itu cukup cantik, sekilas sedikit mirip dengan siluet wajah ayahnya yang mancung dan punya mata indah.

Tapi kelebatan bayangan Mas Hengky bergantian dengan kelebatan wajah Cantika, Wanita itu sangat cocok dengan namanya, cantik serta menarik.

*

Pukul 09.00 Mas Hengky pulang. Sejak pagi, dia keluar dengan alasan mau olahraga, masih menggunakan training saat lelaki itu menyeret Cantika dan pergi entah kemana.

Begitu dia kembali dan suasana rumah sudah sepi, aku tidak melewatkan waktu untuk segera bertanya pada suamiku.

"Assalamualaikum."

Aku tidak menjawab hanya kuperhatikan ekspresi wajahnya yang gugup dan tak nyaman. Lagi pula aku sakit hati padanya.

"Wanita itu... Apa dia benar-benar pacarmu?"

"Hmm, dia hanya salah satu dari pegawai magang yang tertarik padaku. Dia salah paham tentang kebaikanku. Kuharap kau tidak salah mengerti dan membuat hubungan kita rusak."

"Aku tidak semudah itu untuk goyah dan merusak rumah tangga kita. Tapi, Kenapa wanita itu meraung dan terlihat begitu meyakinkan. Masihkah disebut naif dan bodoh jika aku mempercayaimu?"

"Apakah pantas menyebut kepercayaan kepada suami sebagai kebodohan? Kenapa ucapanmu menyakitkan hati?" tanya Mas Hengki masakan izin memutarbalikkan kenyataan dan seolah aku tidak boleh bertanya padanya.

"Mas... Aku tidak pernah meragukanmu selama ini. Tolong jujurlah, sejak kapan kau berkencan dengan wanita itu?"

"Aa-aku ti-tidak...."

"Cukup Mas!"

Suamiku terdiam, dia nampak ingin berbohong tapi kebohongannya akan terlihat dengan ucapannya yang tergagap dan terpotong-potong. Aku tahu persis seperti apa ekspresinya saat dia tertangkap basah dan ketahuan belangnya.

Aku masih berusaha tenang, meski sebenarnya aku ingin berteriak dan memecahkan seluruh perabot rumah. Siapa yang akan mengira kesetiaanku dinodai begitu saja oleh kedatangan gadis muda.

"Sejak kapan kau bercinta dengannya? Saat kau menyentuhnya apa sama sekali tidak mengingatku? Jika iman mencegah dari perbuatan dosa, lalu kemanakah sisi religius yang selama ini selalu kau banggakan?"

Pria itu terduduk di kursi makan dan mulutnya terbungkam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status