"aku sudah jelaskan kalau Cantika hanya pegawai magang dan aku selalu bersikap baik padanya. Mungkin dia salah mengartikan sikapku."
"Dia bukan anak kecil mas. Dia pasti bisa bedakan mana kebaikan yang biasa dan mana hal yang disebutnya sebagai hubungan. Hai jujur saja sebelum aku lelah mendengarnya," ujarku sambil masih tetap tenang, kutatap wajah lelaki itu dengan seksama, ia terlihat terintimidasi dengan cara pandangku. "Penjelasan Apa yang kau harapkan?" "Untuk apa ditutup-tutupi, rutinitas akhir pekan yang selalu kau anggap sebagai hiburan pribadi dan me time adalah perselingkuhan Mas?" "Aku mohon Haifa ..." Lelaki itu langsung duduk di hadapanku dan mencoba menggenggam tangan ini. Cincin pernikahan yang melingkar di jariku masih berkilauan, dan membuatnya tertegun sesaat seolah menyadari sesuatu. Dia memandangku dan jemariku secara bergantian lalu dia duduk dengan ekspresi putus asa. "Aku telah mengenalmu selama 20 tahun terakhir, tak lucu rasanya menyembunyikan kebohongan, sementara semuanya terlihat jelas di wajahmu." "Aku hanya sering memberikannya makanan, dia pegawai yang baik jadi aku juga bersikap baik padanya." "Ucapan bertele-tele itu hanya buang waktu, setiap akhir pekan kau selalu bertemu dan menghabiskan waktu, juga mengambil manfaat dari wanita itu." "Manfaat Apa maksudmu?" "Kini kau berpura-pura bodoh Mas!" "Wanita itu menganalogikan dirinya sebagai ampas yang sudah diambil sarinya, Jadi apa yang telah kau ambil darinya? Sebenarnya aku tidak memerlukan jawabanmu, tapi akan lebih jelas jika aku mendengarnya dari bibirmu secara langsung." "Ah, aku minta maaf," lelaki itu mendesah lemah sambil memijiti keningnya. "Jadi kenapa dia sampai nekat ke sini, Kenapa kau mengabaikannya?" Lelaki mengangkat wajahnya kemudian menghela nafas kasar, lalu menunduk lagi dan kembali memijiti kepalanya. "Kamu tidak penasaran, apa yang terjadi, bagaimana aku mengenalnya dan. ..." "Tidak perlu! tahu lebih banyak akan menyakitkan hati. Katakan saja kenapa Wanita itu sampai mencarimu ke sini?" "Aku hendak menjaga jarak dan tidak mau bergaul dengannya lagi." "Kenapa?" Dia hanya mengangkat bahu sambil menggiling pelan. "Merasa mulai khawatir dan terintimidasi? Rasa takut ketahuan dan rusak reputasi, merasa terancam Karena Wanita itu cukup berani dan nekat?!" "Iya, kau betul." Astaga aku langsung tertawa, rasanya ingin bersikap dramatis dengan cara mengamuk dan memukulinya atau memecahkan beberapa barang berharga. Tapi itu terlalu drama. Umurku sudah 40 dan aku cukup dihargai karena sikapku yang tenang dan citra diriku yang baik di kalangan warga komplek ini. Rasanya, jadi topik tertawaan orang lain bukanlah bagian hidup yang kuharapkan. "Kau jangan marah padaku ya...."dia menggenggam tanganku dan berlutut. "Jika kau berkomitmen ingin putus denganya maka akan kuberikan kau kesempatan,"jawabku sambil bangkit dari kursi. "Hanya seperti itu?" Pria itu terheran-heran dengan sikapku yang tenang Aku langsung berdiri dari tempat dudukku dan melangkah menuju ke kamar. Aku tahu di matanya aku terlihat naif dan tolol, tapi sebenarnya aku tidak sesimpel itu dalam menanggapi masalah ini. Aku harus bertemu dengan wanita itu agar dia tidak datang ke rumahku dan mengganggu anak-anakku, aku harus mendesak suamiku agar Dia memutuskan hubungannya dan mengakhiri segalanya. Tapi kesannya ... "Kok jadi aku yang harus turun tangan atas perbuatan Mas Hengki?" "Oh ya Mas?" "Ada apa?" Suamiku segera menjawab diri ini dan menunggu apa kelanjutan ucapanku. Aku ingin minta uang dan segera memindahkan aset tapi tapi itu klise dan mencurigakan, aku harus menyusun alasan agar aku bisa memperbarui perjanjian pernikahan dan mengubah hal-hal kecil yang sebelumnya aku lewatkan. Bila Cantika nekat ingin menikahi Mas Hengky, maka harta akan dibagi dua setelah perceraian, Mas Hengky masih punya banyak aset yang akan jadi modal hidupnya bersama wanita itu. Jadi, Jalan manakah yang akan kutempuh agar aku bisa memenangkan semua itu dan tidak meninggalkan sisa apapun? "Aku rela memberikan segalanya yang kumiliki asalkan kau memaafkanku!"seolah memahami isi kepalaku pria itu langsung mengatakannya secara gamblang "Kenapa kau bilang begitu!" "Sudah lumrah wanita yang merasa dikhianati akan segera mengumpulkan dukungan dan mengalihkan semua aset lalu menggugat perceraian. Aku ingin kau tetap bertahan, dan akan kuberikan apapun yang kau minta tanpa harus merusak keluarga kita." Bicara tentang merusak keluarga, dia adalah penjahat yang berdiri dengan segala kemunafikannya di hadapanku. Dua tahun terakhir, dia mulai sibuk dengan rutinitas mingguan, main golf, rapat dadakan, memancing bersama klien, keluar kota dan masih banyak hal lain yang ia jadikan alasan agar aku membiarkannya terbebas dan jauh dari tatapanku. Sekarang dia ingin bernegosiasi. "Jadi kau ingin bernegosiasi?"aku masih tertawa dengan datar "Aku membuat dosa, apa yang bisa ku tawarkan agar kau melupakan perbuatanku?" Dasar tidak tahu malu."akan kualihkan seluruh harta dan penghasilanku kepadamu, tapi jangan beritahu anak-anak dan keluarga. Tolong jagalah rahasia?""Hanya itu?""Ya."Jadi kau hanya memikirkan kemaslahatan dirimu, reputasi nama baik dan kehormatanmu?"Lelaki mendesah tidak berdaya. Aku terkejut karena dia sama sekali tidak memikirkan hatiku, dia sama sekali tidak berusaha agar aku memaafkannya, memberiku penjelasan yang layak kuterima dan bisa kupercayai adanya. Dia menganggap semuanya remeh. "Aku memang mencintaimu, aku tidak pernah marah atau berteriak padamu, tapi jangan manfaatkan kebaikanku! Aku bersikap lembut karena itulah sifatku, bukan karena takut padamu!""Aku tak bermaksud melunjak tapi...""Harusnya kau minta maaf atas perbuatanmu yang menjijikkan! kau menghancurkan hati dan menghianati keluarga ini. Kau juga mematahkan perasaanku." Aku pun mulai tersulut emoji."Maafkan aku, aku mohon Haifa.""Terima kasih, terima kasih untuk kejutan hari ini yang sangat luar biasa. Aku berdoa agar kesada
Terbangun di pagi hari dan menyadari kalau tempat tidurku sudah sepi, hanya jejak bekas tidur Mas Hengki yang masih terasa, aroma tubuh dan parfumnya masih tertinggal di bantal. Entah kenapa, setiap kali meninggalkan tempat tidur, tiap kali meninggalkan rumah, dia tak lagi berpamitan dan mencium diri ini. Aku meringkuk sambil merangkul diri, kasur ini terasa dingin, dengan gaun tidur yang masih melekat, aku tetap merasa dingin dan kesepian. Jujur saja, aku merindukan kasih sayang. Aku merindukan suamiku, bukan hanya sosoknya... aku merindukan dia yang dulu, yang romantis dan penuh cinta.Kupejam mata sembari mencoba mengingat kembali kapan terakhir kali ranjang kami memanas oleh cinta dan pergumulan penuh kasih antara aku dan dia. Dan ya, itu sudah lama, lama sekali bahkan, sampai aku lupa bahwa aku juga wanita biasa yang memerlukan perhatian dan cinta. Andai kami tidak terlalu sibuk dengan rutinitas masing-masing, mungkin ini tidak akan terjadi. Andai aku mampu mengisi kekosongan
Setelah Gadis itu pergi, suamiku terlihat menghela nafas, pria yang terlihat masih tegang itu, mengajak rambutnya sambil menggerutu frustasi. "Arrrggg, sial!"Tapi betapa terkejutnya dia saat lelaki itu membalikkan badan karena aku tepat berada di belakangnya sambil membawa kotak bekal. Pria itu terperanjat, kaget dan langsung pucat."Eh, umi, sejak kapan umi di situ?""Sejak tadi.""Se-sejak kapan?""Sejak kau bertengkar dengan Cantika!""Ta-ta-tapi kenapa tidak memanggilku?" Tanya lelaki gugup itu dengan gagap, dia kelabakan dan gemetar, khawatir kalau aku akan berteriak dan memarahinya. "Aku sudah mengusirnya, aku sudah bilang jangan mencariku ke sini tapi dia terus datang.""Aku tidak khawatir tentang diriku sendiri tapi aku tapi memikirkan penilaian orang lain dan apa yang akan dibicarakan mereka tentang dirimu. Kupikir, saat seorang pria paruh baya, dikejar oleh gadis yang jauh lebih muda bahkan seumuran anaknya. Kira kira ... Itu karena apa?""Dia sendiri yang gila Haifa, aku
Aku pulang, membawa hati dengan sejuta luka yang menyakitkan. Karena tak sanggup menahan kesedihan kuhentikan motor di salah satu tempat sepi, kutumpahkan tangis yang sejak tadi menggumpal di dada sepuasnya."Ah, ya Allah, kenapa harus sesakit ini?"Betapa teganya suamiku, teganya dia mengkhianati dan memperlihatkan hubungannya pada orang tuanya, sementara aku sama sekali tak tahu apa apa." Aku merutuk dan menangisi kemalanganku.Selepas melegakan hati dan mengusap air mataKutemui ibuku yang sejak tadi nampak gelisah menunggu di rumah."Bagaimana?" tanya beliau dengan ekspresi penuh penasaran."Hhmm, hubungan mereka sudah jauh Bu, seserahan sudah siap, mereka akan menikah." Kuhenyakkan diri di sofa sambil menyandar lesu dan menyeka air mataku."Apa?! kurang ajar ...." Ibu langsung memberingas dan memberikan Hafiz padaku."Biar Ibu yang menemui mereka, dasar kurang ajar!"Ibu menyinsingkan lengan baju dan mengambil dompetnya bersiap pergi."Tapi, Bu, pergi dan membuat keributan ak
Tanpa sengaja air mataku berderai, lututku gemetar dan aku berusaha membekap mulutku dengan kedua tangan, menghalau tangisanku agar tidak pecah dan terdengar oleh penghuni rumah. Aku tidak kuasa melihat benda berwarna merah marun yang teronggok di lantai kamarku itu. Aku merasa jijik menyentuhnya dan segera kulempar tapi aku tak bisa menepis fakta bahwa mereka memang melakukan sesuatu sebelum jam pulang kerja dan sebelum aku memukul wanita itu di tepi hutan. Aku rasa ini kan berusaha memprovokasi dan cari gara-gara denganku sehingga dia punya celah untuk masuk dan memanasi suamiku sehingga hubungan kami keruh.Ada tabir tipis antara penipuan dan rasa cinta yang sesungguhnya. Jika diperhatikan saat suamiku mengutarakan cinta padaku dia mengatakannya dengan begitu tulus jujur dan tatapan matanya benar-benar menunjukkan kalau dia mengatakan yang dia rasakan. Tapi saat aku menyaksikan dia mengatakan hal yang sama kepada Niken, maka aku tersadar, bahwa suamiku memang pandai bersandiwa
Setelah berakhir berbalas pesan dengan Cantika, kebetulan saat itu suamiku pulang, dia masuk ke dalam rumah dengan gontai. Setelah kejadian perselingkuhan itu terungkap jarang sekali aku dan Mas Hengki saling tersenyum bahagia dan merangkul. Dulu kehidupan kami penuh cinta, romantis dan sarat canda tawa. Sekarang, rumah ini sangat hening dan bahkan aku dan dia lebih banyak saling mendiamkan. Saat aku dan Mas Hengky saling bertatapan, dia yang gontai dan aku yang cemberut, saling mengalihkan pandangan kami ke arah lain. Situasi kehadiran Cantika dalam kehidupan kami merubah segalanya. Dulunya harmonis sekarang bermusuhan. "Dia menolak bujukanku, meski aku telah memberinya pengertian bahwa aku dan dia tidak bisa saling memaksa untuk bersama, tapi wanita itu malah meraung!"Lucu, suamiku curhat padaku tentang pacarnya, tentang rubiknya hubungan mereka yang ingin segera diakhirnya. Tentang segalanya yang makin kacau saja. "Hahaha." Aku tertawa, bola mataku sakit dan memanas, aku i
Mas Hengky terkejut mendengar anaknya kenal dengan Cantika. Pria yang hampir paruh baya itu kehilangan kata-kata. Sementara Nathan terus mencecarnya dengan pertanyaan suamiku nampak panik dan kebingungan. "Abi, Kenapa Abi menyeret mba Cantika?" "Eh, ada salah paham. Kami pikir dia salah alamat dan salah cari orang," jawabku."Meski begitu apakah pantas memperlakukan orang lain dengan kasar dan tidak manusiawi? Apa ini yang selalu Abi ajarkan padaku?" tanya Nathan pada ayahnya. Pria itu hanya menggelengkan kepala lalu masuk ke dalam rumah. Sementara Nathan mengajak Cantika duduk di teras."Kamu baik-baik aja Mbak?""Iya, nathan, Maaf ya karena sudah datang ke rumahmu tanpa memberitahu." "Tapi kamu tahu dari mana rumahku?""Hanya mencarinya dengan random lalu aku iseng-iseng mampir. Aku sangka aku akan disambut dengan cara seperti itu. Aku kaget sekali.""Maaafkan orang tuaku ya Mbak, mereka mungkin nggak tahu kalau kamu adalah temanku.""Ya ampun aku malu sekali," jawab Cantika sam
Setelah pertengkaran dengan ayahnya kedua anakku sama sekali tidak turun untuk makan malam, begitu juga sarapan pagi emang mereka memilih untuk langsung berangkat saja tanpa bergabung ke meja makan bersama ayahnya. Sikap dingin antara ayah dan anak membuatku tidak nyaman, sebagai ibu dan pengurus rumah tangga, qku benar-benar khawatir kalau situasi ini akan berlanjut da menghancurkan kami.Demi meredakan gejolak yang terus mendidih di dalam rumah kami. Aku berusaha untuk mencari nomor kontak Cantika dan ingin bicara padanya. Ku hubungi nomor wanita itu Dan Dia segera mengangkatnya. "Apa ini Cantika?""Betul.""Boleh aku bertemu dengan bicara padamu?""Hahaha, akhirnya Mbak Haifa menelepon aku. Maaf mbak aku nggak bisa ketemu kamu sekarang karena aku lagi di kampus! Aku masih ada jam pelajaran untuk anak-anak!" "Bagaimana kalau pulang kerja?""Boleh juga tapi jangan tawari aku untuk berpisah dari Mas Hengky, Aku tidak akan setuju dengan ide itu!"Kurang ajar sekali wanita itu, ber