Share

4. panik

"aku sudah jelaskan kalau Cantika hanya pegawai magang dan aku selalu bersikap baik padanya. Mungkin dia salah mengartikan sikapku."

"Dia bukan anak kecil mas. Dia pasti bisa bedakan mana kebaikan yang biasa dan mana hal yang disebutnya sebagai hubungan. Hai jujur saja sebelum aku lelah mendengarnya," ujarku sambil masih tetap tenang, kutatap wajah lelaki itu dengan seksama, ia terlihat terintimidasi dengan cara pandangku.

"Penjelasan Apa yang kau harapkan?"

"Untuk apa ditutup-tutupi, rutinitas akhir pekan yang selalu kau anggap sebagai hiburan pribadi dan me time adalah perselingkuhan Mas?"

"Aku mohon Haifa ..." Lelaki itu langsung duduk di hadapanku dan mencoba menggenggam tangan ini. Cincin pernikahan yang melingkar di jariku masih berkilauan, dan membuatnya tertegun sesaat seolah menyadari sesuatu. Dia memandangku dan jemariku secara bergantian lalu dia duduk dengan ekspresi putus asa.

"Aku telah mengenalmu selama 20 tahun terakhir, tak lucu rasanya menyembunyikan kebohongan, sementara semuanya terlihat jelas di wajahmu."

"Aku hanya sering memberikannya makanan, dia pegawai yang baik jadi aku juga bersikap baik padanya."

"Ucapan bertele-tele itu hanya buang waktu, setiap akhir pekan kau selalu bertemu dan menghabiskan waktu, juga mengambil manfaat dari wanita itu."

"Manfaat Apa maksudmu?"

"Kini kau berpura-pura bodoh Mas!"

"Wanita itu menganalogikan dirinya sebagai ampas yang sudah diambil sarinya, Jadi apa yang telah kau ambil darinya? Sebenarnya aku tidak memerlukan jawabanmu, tapi akan lebih jelas jika aku mendengarnya dari bibirmu secara langsung."

"Ah, aku minta maaf," lelaki itu mendesah lemah sambil memijiti keningnya.

"Jadi kenapa dia sampai nekat ke sini, Kenapa kau mengabaikannya?"

Lelaki mengangkat wajahnya kemudian menghela nafas kasar, lalu menunduk lagi dan kembali memijiti kepalanya.

"Kamu tidak penasaran, apa yang terjadi, bagaimana aku mengenalnya dan. ..."

"Tidak perlu! tahu lebih banyak akan menyakitkan hati. Katakan saja kenapa Wanita itu sampai mencarimu ke sini?"

"Aku hendak menjaga jarak dan tidak mau bergaul dengannya lagi."

"Kenapa?"

Dia hanya mengangkat bahu sambil menggiling pelan.

"Merasa mulai khawatir dan terintimidasi? Rasa takut ketahuan dan rusak reputasi, merasa terancam Karena Wanita itu cukup berani dan nekat?!"

"Iya, kau betul."

Astaga aku langsung tertawa, rasanya ingin bersikap dramatis dengan cara mengamuk dan memukulinya atau memecahkan beberapa barang berharga. Tapi itu terlalu drama. Umurku sudah 40 dan aku cukup dihargai karena sikapku yang tenang dan citra diriku yang baik di kalangan warga komplek ini. Rasanya, jadi topik tertawaan orang lain bukanlah bagian hidup yang kuharapkan.

"Kau jangan marah padaku ya...."dia menggenggam tanganku dan berlutut.

"Jika kau berkomitmen ingin putus denganya maka akan kuberikan kau kesempatan,"jawabku sambil bangkit dari kursi.

"Hanya seperti itu?" Pria itu terheran-heran dengan sikapku yang tenang

Aku langsung berdiri dari tempat dudukku dan melangkah menuju ke kamar. Aku tahu di matanya aku terlihat naif dan tolol, tapi sebenarnya aku tidak sesimpel itu dalam menanggapi masalah ini.

Aku harus bertemu dengan wanita itu agar dia tidak datang ke rumahku dan mengganggu anak-anakku, aku harus mendesak suamiku agar Dia memutuskan hubungannya dan mengakhiri segalanya. Tapi kesannya ...

"Kok jadi aku yang harus turun tangan atas perbuatan Mas Hengki?"

"Oh ya Mas?"

"Ada apa?"

Suamiku segera menjawab diri ini dan menunggu apa kelanjutan ucapanku. Aku ingin minta uang dan segera memindahkan aset tapi tapi itu klise dan mencurigakan, aku harus menyusun alasan agar aku bisa memperbarui perjanjian pernikahan dan mengubah hal-hal kecil yang sebelumnya aku lewatkan.

Bila Cantika nekat ingin menikahi Mas Hengky, maka harta akan dibagi dua setelah perceraian, Mas Hengky masih punya banyak aset yang akan jadi modal hidupnya bersama wanita itu. Jadi, Jalan manakah yang akan kutempuh agar aku bisa memenangkan semua itu dan tidak meninggalkan sisa apapun?

"Aku rela memberikan segalanya yang kumiliki asalkan kau memaafkanku!"seolah memahami isi kepalaku pria itu langsung mengatakannya secara gamblang

"Kenapa kau bilang begitu!"

"Sudah lumrah wanita yang merasa dikhianati akan segera mengumpulkan dukungan dan mengalihkan semua aset lalu menggugat perceraian. Aku ingin kau tetap bertahan, dan akan kuberikan apapun yang kau minta tanpa harus merusak keluarga kita."

Bicara tentang merusak keluarga, dia adalah penjahat yang berdiri dengan segala kemunafikannya di hadapanku. Dua tahun terakhir, dia mulai sibuk dengan rutinitas mingguan, main golf, rapat dadakan, memancing bersama klien, keluar kota dan masih banyak hal lain yang ia jadikan alasan agar aku membiarkannya terbebas dan jauh dari tatapanku.

Sekarang dia ingin bernegosiasi.

"Jadi kau ingin bernegosiasi?"aku masih tertawa dengan datar

"Aku membuat dosa, apa yang bisa ku tawarkan agar kau melupakan perbuatanku?"

Dasar tidak tahu malu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status