Share

185

Penulis: Dentik
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mbak Dea. Semua baju sudah saya lipat. Apa perlu saya masukkan ke kamar utama?" tanya Lastri pada majikannya. Dea yang sedang mengoreksi hasil ulangan siswa siswinya segera menoleh. "Biar aku aja."

Ia langsung beranjak dari tempat duduknya. Selama Lastri bekerja di rumahnya, dia tidak pernah mengizinkan wanita itu masuk ke kamar utama kecuali urgent seperti dia sakit, atau insiden tragis beberapa waktu lalu. Dea bisa menghitung jari berapa kali wanita itu masuk ke kamarnya.

Karena baju yang terlipat bejibun, Lastri meletakkan di keranjang agar Dea bisa mudah membawanya.

"Makasih Mbok," ujar Dea mengangkat keranjang tersebut. Dengan langkah tertatih karena keranjangnya sangat berat, ia membuka pintu.

Sejenak wanita itu merenung melihat kamarnya yang porak poranda. Handuk di atas kasur, beberapa gelas di atas nakas, plastik Snack yang berserakan.

"Astaghfirullahaladzim..." desis Dea. Perlahan ia masuk ke kamar yang tidak ia tempat berhari-hari. Ia mulai memasukkan semua baju ke dalam l
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   186

    "Aku akan menunggunya 15 menit lagi. Kalau Levi tidak muncul juga, lebih baik aku pulang," pasrah Gito yang kesabarannya menipis. Ia menyandarkan kepalanya dengan lemas. Matanya menerawang jauh mencari peluang yang bisa mendatangkan rezeki untuk anak besannya. "Alhamdulillah..." syukurnya setelah mendapat beberapa ide. "Ada beberapa pekerjaan yang bisa dilakukan anak itu untuk menyelesaikan masalah ini." Gito menyeka wajahnya.Dari dalam rumah yang sedang diintai lelaki itu ada seseorang tergopoh-gopoh membuka gerbang. Sosoknya menjadi kelegaann untuk Gito. Dengan pakaian tidur, Levi berlari kecil ke arah mobil Gito. Dengan segera lelaki itu keluar menyambut seseorang yang ia cari."Maaf Pak Gito, saya baru bangun. Semalam saya lembur." Levi langsung menunduk, mencium tangan pria di depannya. Gito tersenyum simpul kemudian menepuk pundaknya lembut."Tidak apa-apa Levi. Untungnya saya belum pergi." Dengan mata yang berair karena merasa bersalah, Levi mempersilakan tamunya masuk ke da

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   187

    Kevin mulai memutar kunci yang cocok dengan silinder laci, jantungnya berdegup kencang seakan lari maraton. Bahkan ketika benda berbahan besi itu berhasil melepaskan cengkeraman deadbolt, ia segera menariknya. Tangan kekar berwarna kecoklatan tersebut mulai memporak-poranda isi penyimpanan tersebut berkali-kali. Kepalanya yang tak gatal tergaruk kasar karena tak menemukan benda yang dia cari."Di mana dia menyembunyikan kunci kotak sialan itu," geram Kevin dengan bibir meringis. Setelah menggeledah isi kamar, hanya dua kunci ini yang ia temukan. Sedangkan tempat penyimpanan yang ia duga sebagai area kunci gembok, ternyata salah besar."Hah! Sulit sekali memecahkan teka-teki ini. Di mana dia menyimpannya."Lelaki itu terdiam cukup lama memikirkan kemungkinan istrinya mengamankan benda sakti tersebut. Tak berselang lama, tiba-tiba pintu kamar terketuk."Mas..." panggil istrinya dari luar. Matanya melotot mendengar suara tersebut. Buru-buru Kevin mengunci laci, dan lemari seperti semula.

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   188

    "Levi sedang kesusahan. Jadi Papa bilang sama dia untuk membantu mengurus bisnis baru Papa. Nah, sebenarnya bisnis ini udah Papa tolak karena membutuhkan effort yang besar, Papa tidak sanggup. Nah, tadi Levi bilang kalau mau jalanin bisnis ini di luar waktu kerjanya sebagai notaris. Tapi..." Gito memotong kalimatnya untuk menghirup udara sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya. Ia kemudian berdeham merelakskan tenggorokan. "Tapi bisnis ini perlu orang yang banyak, jadi Papa pengen kamu membantu Levi. Hanya sebagian pekerjaan saja, lainnya Levi yang urus.""Memang bisnis apa Pa?" tanya Kevin. "Distributor sembako sama produk kecantikan."Kevin langsung membulatkan bibir. "Kamu kan sudah berpengalaman soal bisnis. Meskipun sedikit berbeda dengan cafe, tapi secara garis besar kan sama saja. Bantu dia.""Kan jadi distributor mudah Pa. Memangnya Kevin harus bantu apa?" "Ya mudah bagi kamu. Tapi Levi kan belum pernah terjun di dunia bisnis. Dia mana tau masalah gini. Papa kasih opsi ini

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   189

    Dea sangat bersyukur memiliki mertua Rita dan Gito. Mereka menjadi cahaya di tengah kepelikan hidupnya. Entah berapa kali ia merasa sungkan saat menerima bantuan dari kedua orang tersebut. Apalagi keluarga kandungnya pun mendapat uluran tangan yang tak terkira jumlahnya. Masalah Levi membuat wanita itu semakin runyam. Meskipun sudah mempunyai jalan keluar, tetapi beban di pundak Dea belum juga lepas. Ia justru semakin berat hati karena rencananya tak berjalan lancar. “Bagaimana cara aku lepas dari Kevin? Tapi aku tidak rela melepas Mama dan Papa,” sesalnya dalam hati. Dalam pikirannya ia tak ingin bersama suaminya, tetapi kalau bercerai itu sama saja memutuskan hubungan dengan Rita dan Gito. “Belum tentu aku bisa mendapatkan mertua seperti mereka. Tapi, kalau terus bersama Kevin rasanya sangat sesak.” Dia hanya bisa mengeluh dalam hati. Di dalam ketidaksadaran dirinya dan pandangan yang membaur, ada gerakan pelan di depan netranya. Perlahan tahan berkulit putih tersorot dalam retin

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   190

    Mentari menyembul dari ufuk timur, silauan cahaya yang masuk merangsang pergerakan pupil Dea. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali.“Astaga, sudah jam berapa ini?” tanyanya serak. Bersamaan dengan itu, Rita menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Bibir merah mengembang membuat matanya berbentuk bulan sabit.“Sudah bangun Sayang?” tanya Rita dengan nada yang lembut.“Sekarang jam berapa Ma?” Dea berusaha mengumpulkan kesadarannya.“Jam 6.”“Ya ampun!” kejut Dea yang langsung terduduk.Rita mulai melangkahkan kaki mendekatinya.“Cepat mandi. Ini seragammu.” Wanita itu meletakkan setelan baju berwarna khaki di tepi ranjang. “Apa Mama ambilkan make-up juga?” tawar Rita dengan mata berbinar. Dea segera menggelengkan kepalanya, “Tidak Ma. Ada make up di tas kerja Dea.” Wanita itu segera masuk ke kamar mandi.“Mama tunggu di ruang makan ya!” teriak Rita ketika menantunya sudah menghilang dari pandangan. Ia langsung keluar menghampiri suaminya yang sibuk dengan buku catatan harian. Selain

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   191

    Suara lembut itu terasa tajam di telinga Dea. Entah kenapa dadanya terasa panas melihat kedua orang tersebut. Tanpa pikir panjang, ia langsung membalikkan badan dan masuk ke ruang kantor. Salah satu tangan Andre sempat terangkat melihat kepergiannya, Dea pun menyadari itu. Namun hatinya berkata jika lebih baik ia tidak berurusan dengan mereka.“Sepertinya aku tidak sopan karena melengos begitu saja. Tapi ini pilihan terbaik, aku tidak mau ikut campur,” sesal Dea dalam hati. Ia menghela napasnya panjang. “Sayang? Apa dia kekasih Pak Andre? Pengheliatanku tidak salah kemarin lusa, aku kan liat dia lagi sama wanita itu. Jadi ini langkah yang dia ambil setelah buat aku merasa bersalah karena dia pikir aku menggantungnya. Ternyata semua cowok sama aja!” Ia meronta-ronta di dalam batinnya. Entah kenapa ada kekesalan sendiri di dalam sanubari wanita itu. Bahkan sedari tadi Dea meremas ujung hijabnya. Ketika ia sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba Sinta menyenggol pundaknya. “Stt! Bu Dea!” pang

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   192

    “Boleh duduk sini?” tanya wanita itu pada Dea. Wajah putih dan rambut lurus berwarna hitam membuat orang di depannya terpaku. Dea segera berdeham mengatur tenggorokannya yang tercekat.“Boleh, silakan,” jawab Dea. Ia memberikan senyum tipis pada tamu yang tak diundang tersebut.“Kenalin, aku Michelle.” Wanita pemilik nama Michelle itu menangkat tangannya untuk berjabat tangan dengan Dea.“Dea.” Ia menyambut jabatan tangan tersebut dengan kaku. Michelle sedari tadi melihatnya dengan senyum tipis dan mata berbinar. “Kamu cantik Dea,” pujinya tulus.Alis Dea terangkat sejenak. Ia tak menduga langsung mendapatkan pujian dari orang yang baru dikenalnya. “Terimakasih, kamu juga cantik.”Michelle menundukkan kepalanya seakan tersipu malu. Dea pun melanjutkan kegiatannya menyemili makanan. “Mau?” Ia menyondorkan salah satu snack ke arah Michelle. Dengan cepat wanita itu langsung memberikan penolakan gelengan kepala. “Tidak. Aku tidak bisa makan snack begini.”“Ah... sorry.” Dea langsung menar

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   193

    “Ish! Wanita itu kenapa sih!” kesal Sinta yang baru saja duduk di samping Dea. Siang ini Dea memakan bekal yang dibuatkan mertuanya.“Siapa?” tanya Dea setelah menelan makanan yang ia kunyah.“Itu, perempuan yang sama Pak Andre. Masa dia sinis banget ke aku.”“Oh Michelle,” sahut Dea paham orang yang dimaksud rekan kerjanya.“Loh Mbak Dea kok bisa tau,” kaget Sinta.“Tadi sempat ngobrol di kantin.”“Mbak Dea ajak dia?”“Enggak. Dia tiba-tiba samperin aku di kantin.”“Ohh...” Sinta mengganggukkan kepala beberapa kali. “Gimana Mbak?” tanya Sinta penasaran.Alis Dea berkerut, tangannya sibuk memotong sosis di dalam kotak bekal. “Gimana apanya?”“Itu Michelle. Minta dikit.” Sinta mencicip capjaynya.“Biasa aja. Nih salad.” Dea menyodorkan kotak makan berisi salad buah yang dilumuri yogurt.“Masa biasa aja? Thanks.”“Ya nggak juga. Orangnya ramah, em... tapi nggak bisa dikatain ramah juga sih.” Dea menyipitkan mata mengoreksi penilaiannya tetang Michell.“Lah... terus gimana?” Sinta bingun

Bab terbaru

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   337 END

    "Perutku sakit banget, Sayang. Seperti kontraksi," jawab Dea dengan suara gemetar.Andre segera memeriksa jam tangannya. "Tapi ini belum waktunya, kan? Masih beberapa minggu lagi!" Namun, melihat ekspresi Dea yang pucat, ia tak berani menunda. "Kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu sebentar, aku ambil kunci mobil."Dea mengangguk, meski tubuhnya terus menggeliat karena rasa sakit. Andre kembali dengan mantel dan payung, membantunya bangun dengan hati-hati.Di perjalanan menuju rumah sakit, Dea terus mencengkeram lengan suaminya. Pria itu pun dibuat kalap dengan satu tangan memegang kemudi. "Aduh, Mas sakit banget. Aku nggak kuat," keluhnya.Andre berusaha tetap tenang, meskipun dadanya terasa sesak melihat istrinya kesakitan. "Sayang, bertahan ya. Kita sebentar lagi sampai," katanya sambil mempercepat laju mobil.Setibanya di rumah sakit, para perawat langsung membawa Dea ke ruang bersalin. Andre mendampingi dengan wajah penuh kecemasan. Dokter masuk dan memeriksa kondisi Dea dengan ce

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   336

    “Waalaikumsalam,” jawab Icha cepat-cepat sambil membuka pintu. Berdiri di sana, Kevin dengan setelan kerjanya yang rapi, wajahnya tampak lelah, tetapi ada senyum tipis yang terukir.“Kamu baru pulang?” tanya Icha langsung, nada suaranya sedikit tajam meski ia mencoba menahannya. Evan yang masih dalam gendongannya mulai merengek lagi, membuatnya semakin frustasi.Kevin mengangguk sambil melepas sepatu. “Iya, maaf lama. Ada kerjaan tambahan tadi. Stok baju menumpuk dan harus di display. Ditambah, aku juga menambah manekin sesuai idemu. Aku sudah memasang banyak setelan yang kamu atur.” Ia mendekati mereka, mengusap kepala Evan yang langsung melenguh kecil, tetapi tetap rewel.“Aku hampir gila sendiri di rumah, tahu nggak?” keluh Icha sambil membawa Evan ke ruang tamu. Namun, ada kebahagiaan sendiri karena ide yang sempat ia katakan pada Kevin, sekarang telah teralisasikan. Dia yang dulunya suka shopping dan selalu memakai outfit kece, ternyata bisa merembak ke bisnis toko baju yang mere

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   335

    Beberapa hari setelah kabar kehamilan itu, Andre dan Dea memutuskan untuk mengundang kedua keluarga mereka untuk makan malam di rumah. Andre telah mengatur semuanya, dari makanan hingga dekorasi sederhana yang akan digunakan untuk menyampaikan kabar gembira tersebut.Dea berdiri di depan cermin, mengenakan gaun longgar yang sengaja dipilih karena ia mulai merasa tak nyaman dengan pakaian yang ketat di perut. Ia menyentuh perutnya yang masih datar dengan perasaan takjub, seolah tak percaya bahwa kehidupan baru tengah tumbuh di dalamnya.“Kamu cantik,” komentar Andre yang muncul dari balik pintu kamar. Ia mendekat, melingkarkan lengannya di pinggang Dea.“Kamu yakin mereka akan senang?” tanya Dea sambil menatap Andre lewat pantulan cermin.Andre tertawa kecil, mencium kening Dea dengan lembut. “Ayah dan Mama pasti akan sangat senang. Apalagi Oma. Dia sudah lama menunggu kabar seperti ini.”Dea mengangguk, meski hatinya tetap berdebar. Ia masih merasa gugup untuk menyampaikan kabar terse

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   334

    Setelah hampir dua minggu menikmati bulan madu yang penuh kenangan di Maldives, Dea dan Andre akhirnya kembali ke rumah mereka yang megah. Malam itu, mereka tiba di bandara dengan suasana hati yang lelah tetapi bahagia.“Welcome home, Pak Andre, Bu Dea,” sapa seorang pelayan ketika mereka melangkah masuk ke dalam rumah. Bagi Dea rumah itu terasa lebih besar dari tempat yang selama ini ia tinggali, tetapi kehangatan dari staf yang menyambut mereka membuat Dea merasa nyaman.“Terima kasih,” jawab Andre singkat. Ia menoleh ke arah Dea, yang terlihat sedikit pucat. “Kamu capek? Mau langsung istirahat?”Dea mengangguk sambil tersenyum kecil. “Sepertinya begitu. Perjalanan panjang tadi bikin aku sedikit mual.”Andre mengernyit, menunjukkan kekhawatirannya. “Kamu yakin cuma capek? Jangan-jangan kamu sakit.”Wanita itu hanya tertawa kecil. “Nggak kok, mungkin hanya masuk angin. Besok juga pasti sembuh.”Andre menghela napas, tapi akhirnya mengangguk. “Kalau gitu, ayo naik. Aku bawakan kopermu

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   333

    Tanpa menunggu lagi, sepasang pengantin yang baru saja melakukan malam pertama segera terbang ke luar negeri."Mas, kita mau ke mana?" tanya Dea. Ia sedari tadi hanya mengekori suaminya. Semua keperluan sudah diatur Andre dan staffnya. Jadi, wanita itu tidak tau mereka akan terbang ke mana. Suaminya pun hanya membalasnya dengan senyuman kecil. "Nanti juga tau," ujar lelaki itu sembari menoel hidung Dea.Namun, jawaban atas rasa penasaran wanita itu langsung terjawab ketika jet yang ia tumpangi landing di salah satu bandara yang ada di Maldives. Dea tak menyangka dan tak terpikirkan akan berada di negara ini. Pagi pertama mereka di Maldives dimulai dengan sinar matahari lembut yang menerobos tirai kamar villa di atas laut. Dea membuka mata perlahan, menghirup aroma udara laut yang menyegarkan. Ia merasakan kain lembut selimut yang menyelimuti tubuhnya dan ketenang di sekitarnya.Ketika ia menoleh, Andre sudah duduk di teras luar, hanya memakai kemeja santai berwarna putih dan celana p

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   332

    Kevin kehilangan kata-kata. Zahra hanya berdiri di tempatnya, matanya kembali berkaca-kaca, tetapi tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun.Icha mengusap air matanya dengan kasar, sambil tetap memeluk Evan. Suaranya gemetar saat ia melanjutkan, “Aku meninggalkan keluargaku demi kamu, Kevin. Aku melawan dan menghadapi dunia sendirian, bahkan saat aku melahirkan anak ini. Apa balasanmu? Kamu bawa perempuan lain masuk ke rumah kita!”“Icha, aku tahu aku salah,” Kevin berkata dengan nada putus asa. “Tapi aku ingin memperbaikinya. Demi Evan. Tolong beri aku kesempatan-”Kata-kata itu seperti palu godam yang menghantam Icha. Tubuhnya terasa lemas, dan ia hanya terpaku. Suaminya hanya memikirkan putra mereka, bukan dirinya. Zahra yang tak sanggup melihat perseteruan mereka, berbalik dan melangkah pergi tanpa berkata apa-apa.Icha menunduk, menatap bayi kecil di pelukannya yang akhirnya berhenti menangis. Ia mengusap lembut kepala Evan sambil berbisik, “Kita pergi dari sini, Nak. Kita tid

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   331

    Kevin berdiri terpaku, jantungnya berdegup kencang. Kata-kata Icha tadi seperti pisau yang terus-menerus mengirisnya. Ia ingin mengejar wanita itu, tetapi tubuhnya terasa kaku. Di sebelahnya, Zahra menggenggam tangan di depan dada, matanya berkaca-kaca, penuh rasa bersalah.“Mas, mungkin aku seharusnya tidak datang ke sini,” Zahra berbisik pelan. “Kehadiranku hanya memperburuk keadaan.”Kevin menoleh, pandangannya gelap. “Zahra, ini bukan salahmu. Semua ini salahku. Aku yang mengambil keputusan bodoh, dan sekarang aku harus menanggung akibatnya.”Sebelum Zahra bisa menjawab, suara pintu yang dibanting terdengar keras dari arah kamar. Icha muncul kembali dengan sebuah koper besar di tangannya. Tanpa menoleh sedikit pun ke arah Kevin atau Zahra, ia berjalan cepat menuju pintu depan.“Cha, tunggu!” Kevin akhirnya bergerak, berusaha menghentikan istrinya. Ia memegang lengan Icha, tetapi wanita itu menepisnya dengan kasar.“Jangan sentuh aku, Kevin!” seru Icha dengan air mata yang masih me

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   330

    Kevin menatap Zahra sejenak. Pikirannya bergemuruh, tetapi bibirnya akhirnya lolos begitu saja mengungkapkan kenyataan yang selama ini dia sembunyikan. "Zahra adalah istriku, Cha. Dia madumu. Kami sudah menikah secara sah baik di mata hukum maupun agama."Pernyataan itu jatuh seperti petir di siang bolong. Icha menatap Kevin dengan mata membelalak, wajahnya memerah karena amarah yang langsung memuncak. Tubuhnya gemetar, hampir tak mampu berdiri.“Apa?!” jerit Icha dengan suara yang pecah. “Kamu bilang dia MADUKU?! Kamu sudah menikah lagi tanpa bilang apa-apa padaku?!”Pria itu menatap Icha selembut mungkin, berusaha menenangkan. Namun, kata-kata yang ia siapkan tak mampu menahan badai yang jelas sudah datang. “Cha, aku bisa jelaskan. Seharusnya bilang dari awal. Tapi-”“JELASKAN APA?!” potong Icha dengan teriakan melengking. “Kamu menikah lagi di belakangku, Kevin! Kamu mengkhianatiku! Kamu membawanya ke sini, dan kamu pikir aku akan menerima begitu saja?!”Zahra yang berdiri di sampi

  • DENDAM ISTRI TARUHAN   329

    Di ruang tamu, seorang wanita bergamis duduk dengan tenang. Sosok itu membuat darah Icha mendidih seketika.“Kamu?!” seru Icha dengan nada tinggi, tanpa mencoba menyembunyikan kemarahannya.Zahra, yang mengenakan gamis hitam bangkit perlahan. Meski matanya tampak tenang, tubuhnya sedikit gemetar karena situasi yang ia tahu akan sulit.“Iya, Mbak Icha,” jawab Zahra pelan. “Saya diminta Mas Kevin datang.”"Dasar perempuan gatel! Apa-apaan kamu tiba-tiba nggak pake cadar gitu. Mau menggoda suami saya, ya!" Icha melirik Kevin dengan tatapan penuh emosi. “Mas, kamu tega banget bawa dia ke sini?! ngapain kamu suruh datang ke rumah kita?!”“Cha, tenang dulu. Aku cuma—”“Tenang?!” potong Icha tajam. “Kamu mau aku tenang sementara kamu bawa perempuan ini ke rumah kita?! Aku istrimu, Kevin! Dia itu cuma... cuma-”“Saya cuma apa, Mbak?” Zahra menyela lembut, tetapi nadanya tegas. “Kalau saya hanya dianggap sebagai masalah, saya mohon maaf. Tapi saya di sini untuk menyelesaikan semuanya, biar ng

DMCA.com Protection Status