"Hari ini aku berangkat sama Mas Kevin Ma," ucap Dea pada Rita yang sedari tadi mengomel memperhatikan setiap anggota keluarga. Dea dan Kevin akan berangkat kerja, sedangkan Gito akan bertemu dengan Levi sesuai diskusi semalam."Iya Sayang. Ini bekal sama obatmu." Rita menyerahkan tas kecil dan mencium kening Dea dengan lembut."Makasih Ma.""Punyaku mana?" tanya Kevin yang memamerkan tangan kosong. "Beli aja.""Ya ampun Ma.""Sstt! Sana berangkat, keburu siang," usir Rita mendorong anak menantunya menjauh. Dea dan Kevin hanya saling melirik dan masuk ke dalam mobil. Gito yang baru keluar dari rumah pun segera mencium kening istrinya. Lelaki paruh baya itu menenteng berbagai berkas di tangan kirinya. Sedangkan tangan kanan sibuk membuka pintu mobil."Semua sudah Mas serahkan ke Papa?" tanya Dea pada suaminya. Kevin menoleh ke arahnya dan menjawab, "Sudah.""Em..." Gumam tersebut menarik perhatian Kevin."Kenapa?" "Tidak.""Hm... hari ini jadi tidur sama Mas kan?""Liat nanti saja
"Ma-maaf Pak. Saya belum bisa menerimanya," jawab Dea dengan menundukkan kepala.Andre mengerutkan alis. "Kenapa? Bukankah masalah Bu Dea sudah selesai?" "I-itu..." Wanita itu tak kuasa melanjutkan kalimatnya. Masalah seakan sudah usai dan Dea juga memutuskan tetap bertahan dengan pernikahannya sesuai permintaan mertuanya. Namun di dalam lubuk hatinya ada sesuatu yang mengganjal. Ia tidak merasa semua masalahnya sudah terselesaikan dengan baik, dia tidak ouas dengan hasil seperti ini."Lalu kapan kamu mau nerima ini De?" tahya Andre membuang statusnya sebagai kepala sekolah di hadapan wanita yang dicintai nya.Dea hanya menggelengkan kepala. Mata beriris coklat perlahan basah. Ia bahkan mengeratkan kedua bibirnya yang merah mudah."Jangan gantung aku seperti ini De," keluh Andre menatap sendu kepadanya. Dea langsung mendongakkan kepala seakan tak percaya dengan kalimat yang keluar dari mulut kepala sekolahnya."G-gantung?" tanyanya tak percaya. Andre masih terdiam."Kapan saya gantun
Kevin yang menyadari sesuatu aneh terjadi pada istrinya segera melompat keluar. Raut wajah menegang dengan mata sedikit memerah membuat emosi Kevin membuncah. Ia mencengkeram erat kedua lengan Dea. Napas yang terengah-engah membuatnya mengedarkan pandangan, mencari tau apa yang terjadi.Sudut netranya menangkap sosok lelaki yang ia benci, Andre. Kevin melirik sinis ke arahnya, dan disambut dengan tatapan sendu."Ada apa? Kenapa kamu seperti ini?" tanya Kevin kepada Dea. Wanita itu menghembuskan napas panjang untuk menetralisir kegugupannya."Tidak ada. Aku capek Mas. Pengen pulang.""Beneran hanya itu? Apa gara-gara lelaki itu?" Alis Dea langsung berkerut, ia menoleh ke belakang menuju arah pandangan suaminya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah kumpulan murid baru keluar dari lobi, tapi setelah itu dia baru mengetahui jika Andre menatapnya dengan murung.Tenggorokan Dea seakan tercekat melihat pemandangan tersebut. "Benar gara-gara dia?" tunjuk Kevin yang bersiap mendekati And
Pagi pun tiba, Rita sekali lagi berusaha bernegoisasi dengan menantunya. "Bagaiaman kalau diantar Papa?""Tidak. Papa kan harus urus bisnisnya." Dea sibuk memasang helm."Tidak masalah kalau mengantarmu sebentar Sayang.""Tidak Ma... Nanti ribet kalau harus nunggu Papa. Lebih enak berangkat sendiri, sekalian ke rumah Mas Levi lebih cepat." Sekarang Dea menaiki sepeda motor dan menstaternya. "Dea berangkat Ma. Assalamualaikum."Ia tak ingin berlama-lama mengobrol dengan mertuanya. Bisa-bisa urusannya makin runyam kalau terus meladeni Rita. Meskipun ada rasa bersalah karena membangkang, tapi ia tak ingin menambah masalah lagi. Apalagi Levi akan membahas sesuatu yang sensitif, meskipun dia tidak tau masalah apa. Tapi dia sudah berniat untuk menanyakan kelanjutan masalah Nina pada kakaknya tersebut."Huft... oke. Sekarang fokus kerja, jangan alihkan pandangan ke hal lain," ucap wanita itu ketika sampai di depan sekolah tempatnya mengajar. Ia cukup waspada dengan Andre. Sementara waktu dia
"Pak Gito kemarin ke sini. Kevin serahin cafenya ke kamu Dik?" tanya Levi membuka percakapan. Ia mengulur waktu untuk menjawab pertanyaan adiknya mengenai tujuan pertemuan mereka."Iya." Dea kembali duduk dengan nyaman di atas sofa. Ia cukup malas berbasa-basi."Hm... Bisnis mertuamu berkembang sangat pesat. Ternyata dia lagi bangun beberapa bisnis. Kemarin aku disuruh mengurus beberapa hal, terutama kontrak dan perjanjian kerjasama dengan koleganya.""Mas bisa langsung ke topik kita nggak? Aku harus segera pulang, capek," keluh Dea dengan wajah masam. Dia sangat mengenal kakaknya, jadi ketika Levi berusaha menyembunyikan sesuatu atau memiliki maksud lain Dea bisa menyadarinya dengan cepat. Dan kali ini dia akan memotongnya secepat mungkin agar tidak melebar kemana-mana.Lelaki itu menghela napasnya bentar. "Ini." Dia menyodorkan tas yang ia tenteng.Dea menatap sebentar itu dengan penuh tanda tanya. "Ini apa?""Ini warisan dari Oma yang dia berikan ke kamu. Sekarang aku kembalikan se
Dea menatap kakaknya dengan datar. Pengakuan yang diberikan lelaki itu seakan berada di luar nalar. Bagaiaman bisa dia mempertahankan wanita murahan itu yang jelas-jelas sudah mengkhiantinya. Meskipun dia sendiri masih bertahan di pernikahan toxic dengan Kevin, tetapi suaminya itu tergoda oleh wanita licik karena terpaksa. Sedangkan Nina sedari awal sudah berniat memanfaatkan Levi bahkan memiliki lelaki lain."Jadi? Kamu tetap bertahan?" tanya Dea mengonfirmasi intisari pertanyaan kakaknya. Levi menganggukkan kepala."Kenapa?" Ia tak terima dengan keputusan tersebut. "A-aku cinta Nina."Mulut Dea melongo. "Cinta?""Iya. Bagaimanapun juga, aku yang memilihnya untuk menjadi istriku. Bukankah aku harus menanggung semua ini sebagai bayaran karena mengikatnya dalam pernikahan." Dea mendengkus tak percaya dengan jawaban yang diberikan kakaknya."Bagaimana kasusmu denganku ada perbedaan Mas. Setidaknya dari awal Mas Kevin tidak mendua, dia terpaksa menikahi Icha." Dea benci mengatakannya,
"Dea mau menitipkan ini." Wanita itu menyerahkan tas kepada Mamanya. Nala menerima barang itu tanpa mengecek apa isinya."Apa ini Nak?" tanya David mencari tau."Warisan dari Oma. Mas Levi baru memberiku sekarang."Alis lelaki itu langsung berkerut. Ia menatap istrinya penuh tanda tanya. "Baru hari ini?" Nala mencari tau kebenarannya. Dea menganggukkan kepala.Kedua orangtuanya membisu."Padahal Mama dan Ayah menyuruh dia untuk memberikan bagianmu secepat mungkin. Tapi kenapa baru sekarang dia berikan," renung Nala."Yang penting sudah diberikan Ma. Dari pada diraib orang lain."Jawaban Dea terdengar penuh makna. David dan istrinya sekali berpandangan, hati mereka terasa ganjal."Apa ada masalah antara kamu dan Levi?" telisik David yang merasakan frekuensi putrinya menghitam.Dea menatap lekat ayahnya. "Em... tidak tau. Sepertinya sudah selesai." Ia mengendikkan pundaknya."Hm... Apa kamu menangis gara-gara Levi?" Lelaki itu berusaha mencari informasi mengenai alasan perilaku Dea yan
Rita yang baru saja menelpon menantunya segera memanggil Kevin. Sebagai orangtua ia merasa khawatir karena Dea pulang sendiri malam ini. Gito yang ada di sampingnya pun sampai terkejut mendengar lengkingan wanita itu."Kevin~!" panggil Rita.Kevin yang ada di kamar pun langsung keluar mencari tau apa yang membuat mamanya berteriak seperti itu. Ia melihat papanya tengah menutup kedua telinga dengan tangan, wajah yang meringis menandakan ada hal serius."Iya Ma?" tanya Kevin begitu tiba di samping mamanya.Rita langsung menoleh ke arahnya. "Dea lagi perjalanan pulang dari rumah orangtuanya. Coba kamu jemput ikutin dia!""Dia kan mau pulang Ma. Kenapa harus Kevin ikutin.""Hih! tunggu saja di mana gitu! Masa kamu tega biarin istrimu pulang sendiri malam-malam begini!" sahut Rita dengan otot wajah yang menegang. Ia risih mendengar jawaban putranya yang tidak bertanggung jawab."Tapi kan Kevin tidak tau dia lewat mana."Kekesalan wanita itu semakin memuncak karena Kevin memberi alasan yang