"Pak Gito kemarin ke sini. Kevin serahin cafenya ke kamu Dik?" tanya Levi membuka percakapan. Ia mengulur waktu untuk menjawab pertanyaan adiknya mengenai tujuan pertemuan mereka."Iya." Dea kembali duduk dengan nyaman di atas sofa. Ia cukup malas berbasa-basi."Hm... Bisnis mertuamu berkembang sangat pesat. Ternyata dia lagi bangun beberapa bisnis. Kemarin aku disuruh mengurus beberapa hal, terutama kontrak dan perjanjian kerjasama dengan koleganya.""Mas bisa langsung ke topik kita nggak? Aku harus segera pulang, capek," keluh Dea dengan wajah masam. Dia sangat mengenal kakaknya, jadi ketika Levi berusaha menyembunyikan sesuatu atau memiliki maksud lain Dea bisa menyadarinya dengan cepat. Dan kali ini dia akan memotongnya secepat mungkin agar tidak melebar kemana-mana.Lelaki itu menghela napasnya bentar. "Ini." Dia menyodorkan tas yang ia tenteng.Dea menatap sebentar itu dengan penuh tanda tanya. "Ini apa?""Ini warisan dari Oma yang dia berikan ke kamu. Sekarang aku kembalikan se
Dea menatap kakaknya dengan datar. Pengakuan yang diberikan lelaki itu seakan berada di luar nalar. Bagaiaman bisa dia mempertahankan wanita murahan itu yang jelas-jelas sudah mengkhiantinya. Meskipun dia sendiri masih bertahan di pernikahan toxic dengan Kevin, tetapi suaminya itu tergoda oleh wanita licik karena terpaksa. Sedangkan Nina sedari awal sudah berniat memanfaatkan Levi bahkan memiliki lelaki lain."Jadi? Kamu tetap bertahan?" tanya Dea mengonfirmasi intisari pertanyaan kakaknya. Levi menganggukkan kepala."Kenapa?" Ia tak terima dengan keputusan tersebut. "A-aku cinta Nina."Mulut Dea melongo. "Cinta?""Iya. Bagaimanapun juga, aku yang memilihnya untuk menjadi istriku. Bukankah aku harus menanggung semua ini sebagai bayaran karena mengikatnya dalam pernikahan." Dea mendengkus tak percaya dengan jawaban yang diberikan kakaknya."Bagaimana kasusmu denganku ada perbedaan Mas. Setidaknya dari awal Mas Kevin tidak mendua, dia terpaksa menikahi Icha." Dea benci mengatakannya,
"Dea mau menitipkan ini." Wanita itu menyerahkan tas kepada Mamanya. Nala menerima barang itu tanpa mengecek apa isinya."Apa ini Nak?" tanya David mencari tau."Warisan dari Oma. Mas Levi baru memberiku sekarang."Alis lelaki itu langsung berkerut. Ia menatap istrinya penuh tanda tanya. "Baru hari ini?" Nala mencari tau kebenarannya. Dea menganggukkan kepala.Kedua orangtuanya membisu."Padahal Mama dan Ayah menyuruh dia untuk memberikan bagianmu secepat mungkin. Tapi kenapa baru sekarang dia berikan," renung Nala."Yang penting sudah diberikan Ma. Dari pada diraib orang lain."Jawaban Dea terdengar penuh makna. David dan istrinya sekali berpandangan, hati mereka terasa ganjal."Apa ada masalah antara kamu dan Levi?" telisik David yang merasakan frekuensi putrinya menghitam.Dea menatap lekat ayahnya. "Em... tidak tau. Sepertinya sudah selesai." Ia mengendikkan pundaknya."Hm... Apa kamu menangis gara-gara Levi?" Lelaki itu berusaha mencari informasi mengenai alasan perilaku Dea yan
Rita yang baru saja menelpon menantunya segera memanggil Kevin. Sebagai orangtua ia merasa khawatir karena Dea pulang sendiri malam ini. Gito yang ada di sampingnya pun sampai terkejut mendengar lengkingan wanita itu."Kevin~!" panggil Rita.Kevin yang ada di kamar pun langsung keluar mencari tau apa yang membuat mamanya berteriak seperti itu. Ia melihat papanya tengah menutup kedua telinga dengan tangan, wajah yang meringis menandakan ada hal serius."Iya Ma?" tanya Kevin begitu tiba di samping mamanya.Rita langsung menoleh ke arahnya. "Dea lagi perjalanan pulang dari rumah orangtuanya. Coba kamu jemput ikutin dia!""Dia kan mau pulang Ma. Kenapa harus Kevin ikutin.""Hih! tunggu saja di mana gitu! Masa kamu tega biarin istrimu pulang sendiri malam-malam begini!" sahut Rita dengan otot wajah yang menegang. Ia risih mendengar jawaban putranya yang tidak bertanggung jawab."Tapi kan Kevin tidak tau dia lewat mana."Kekesalan wanita itu semakin memuncak karena Kevin memberi alasan yang
"Pucuk dicinta ulam pun tiba," ujar Kevin penuh rasa puas. Bibirnya tersungging menampakkan gigi taring seperti vampire. Ia sangat senang melihat pemandangan di seberang jalan. Meskipun dia tak tau bagaimana ekspresi istrinya sekarang, tapi dengan adegan tersebut tujuan yang baru saja ia ranjang langsung terealisasikan tanpa harus mengeluarkan tenaga lebih."Siapa sangka targetku sendiri yang mendongkrak tujuanku. Semoga saja setelah ini tidak ada pengganggu lagi!" semangat lelaki itu memacu sepeda motornya mengikuti Dea yang sudah berjalan duluan. Dea melirik sebentar pada sosok yang sering terngiang di kepalanya. Laki-laki yang dikenalnya penuh wibawa sekarang bersama seorang wanita yang tak dia kenal. Bahkan netranya menangkap mereka sedang bergandengan satu sama lain dan saling menatap dengan sorot mata yang tajam."Huft. Padahal kemarin dia bilang aku menggantungnya. Siapa sangka sekarang sudah menggandeng perempuan lain," hela Dea sembari menggelengkan kepala. "Sepertinya aku t
Setelah kepulungan putrinya. David meminta istrinya untuk menutup pintu rumah dan mematikan semua lampu menyisakan kamar utama. Hatinya terasa mengganjal ketika melihat kondisi Dea. Ia melirik tas yang dititipkan putrinya beberapa waktu lalu."Ma... hitung uang itu. Perasaanku kok gak enak."Tanpa banyak bicara Nala langsung membuka tas jinjing tersebut dan mengeluarkan semua uang. Kedua orang tersebut mulai menghitung lembaran berwarna merah dan biru saru persatu. Kemudian menumpuknya menjadi beberapa kelompok dengan kelipatan 50juta." Ini 50 juta. Ini juga 50 juta," ucap David."ini 50 juta. Terus ini 3 juta 200." Nala melaporkan hasil hitungannya di lembaran uang yang tidak terbendel.Alis David langsung berkerut. "Coba hitung lagi Ma."Nala yang ada di sampingnya kembali mengecek uang yang ada di dalam tas. Sudah setengah jam ia menghitung uang tersebut berkali-kali. "Hanya 153 juta 700 ribu Yah," ucap Nala dengan mata berair. "Seharusnya Dea dapat berapa?""Kurang lebih tiga r
Setelah mendapat telepon dari ayahnya Dea langsung masuk ke kamar tamu. Rita tengah membersihkan ranjang agar mereka bisa tidur dengan nyaman."Ayo tidur Sayang," ucap wanita paruh baya tersebut kepada menantunya. Dea mendekat ke arah mertuanya."Mama, Dea pengen peluk." Ia merentangkan kedua tangannya. Rita menyipitkan matanya sebentar lalu bibirnya melengkung ke atas. "Sini." Tanpa menunda-nunda Dea langsung memeluk mertuanya dengan erat."Putri Mama lagi pengen manja ya." Rita menempelkan pipinya di ubun-ubun Dea. Tak lupa salah satu tangannya mengelus punggung menantunya seperti menenangkan bayi.Dea mendongakkan kepala melihat ekspresi mama mertuanya. "Hehe..." kekeh wanita itu yang langsung dibalas kecupan tipis oleh Rita. Tak berselang lama ia segera melepas pelukan itu dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Rita mengamati menantunya dengan seksama, "sudah?" tanyanya bingung karena tanpa mengatakan sepatah katapun Dea sudah menjauh darinya."Sudah. Ayo tidur Ma," jawab menan
"Ada urusan apa kamu sama Seno?" sembur Gito dengan mata melotot. Kevin terperanjat mendapatkan pertanyaan tersebut. Namun dengan kesit ia berkilah, "ha? Maksudnya Pa?" Ia memasang ekspresi melongo agar terkesan bloon."Itu. Tadi Papa dengar kamu sebut nama Seno. Ada urusan apa kamu sama dia?," timpal Gito memperjelas maksudnya. Ia menyipitkan kedua matanya untuk memberi intimidasi kuat kepada putrnya yang sedang dia awasi.'Sial! Kenapa Papa bisa mendengar suaraku. Padahal jarak kami sangat jauh,' rutuk Kevin dalam hati. Tanpa menghabiskan banyak waktu ia mengeluarkan jurus aktingnya."Seno?" Kevin mengerutkan alisnya. 'Astaga kenapa aku harus menyebut nama ini,' batinnya kesal."Kevin tidak pernah sebut nama itu Pa. Tadi lagi mikirin Nino kok," kilah lelaki itu sebaik mungkin. Dia berusaha meyakinkan papanya yang sangat sensitif dengan kebohongan.Ia menelan paksa salivanya karena Gito tak kunjung memberi reaksi dari jawabannya. Tubuhnya yang sedang bergetar ia tahan semaksimal mung