"Saya istri keduanya Kevin Pak Hakim!" teriak Icha menggema ke seluruh ruangan. Betapa terkejutnya para penonton yang menyaksikan persaingan sengit antara pengacara kedua kubu. Wanita itu melirik Kevin dengan tajam, begitu pula semua orang yang mengenalnya. Ia hanya bisa terpaku mendapati sorotan tajam dari mereka. Salivanya yang terkumpul di dalam mulut segera ia telan sebisa mungkin. Rasanya sangat sesak berada di ruang pengadilan. "Saya menyerangnya karena dia mengkhianati saya. Dia juga memprovokasi saya, semua bukti sudah ada. Saya juga punya screenshot percakapan kami! Jadi semua ini salahnya sendiri!" lanjut Icha dengan menggebu-gebu. Keadaan semakin memanas. Kevin yang duduk langsung berkeringat dingin. Tak ada pertanyaan yang terlontar dari mulut keluarganya. David - ayah mertuanya pun tetap dia, tetapi Kevin tau ada getaran emosi di kepalan tangan lelaki itu. "Apa itu benar?" tanya Hakim kepada pengacara Gito. Kedua insan pembela Dea saling melempar pandang. Pada akhirnya,
Di dalam mobil, suasana sangat hening. Hingga terdengar dering dengan nyaring di antara mereka. Semua orang mengecek ponsel masing-masing. "Hallo Sayang," jawab Rita."Mama aku sudah ada di rumah. Apa persidangannya sudah selesai?" tanya Dea di seberang telepon. Rita yang sedari tadi berusaha membendung air mata kini tumpah tanpa diminta. Gito dan David yang mendengar suara putri mereka langsung terenyuh mengetahui fakta selama persidangan berlangsung."S-sudah Sayang. Kita lagi di perjalanan pulang.""Oh iya. Hati-hati di jalan ya Ma. Dea tutup dulu teleponnya."Sambungan telepon pun langsung terputus. Kini menyisakan isakan tangis Rita yang semakin mengeras."Pak D-david... M-ma..." ucap Rita terbata-bata."Sudah Bu Rita. Tenangkan diri Bu Rita dulu," tenang David yang tak tega melihat besannya lemas. Gito yang ada di sampingnya pun sedari tadi menundukkan kepala. Ia ingin melepas wajahnya karena dirundung rasa malu."T-tapi Pak." Rita mencoba melanjutkan ucapannya, tetapi David me
Semua orang masuk ke dalam, Rita sudah menangis sesenggukan di pelukan Dea. Gito masih menundukkan kepala dan David menghela napasnya panjang."Kenapa kamu menyembunyikan ini semua Sayang?" tanya Rita di tengah tangisannya."Bagaimana bisa kamu menanggung itu semua sendiri?" lanjut wanita paruh baya itu. Dea menatap mertuanya dengan sendu, lalu beralih ke ayah kandungnya. David membalas tatapannya dengan rasa penuh bersalah, tetapi bibirnya kaku untuk bergerak. Dea bersyukur karena ayahnya tampak baik-baik saja.Rita memegang kedua pipi menantunya, kemudian mengecup lembut kening itu. Air mata yang sedari tadi membasahi pipinya kini terjatuh ke kepala Dea.Helaan napas terdengar dari Dea. 'Mama dan Papa pasti sudah tau semuanya,' batin wanita itu yang menatap mertuanya dengan sendu. Pada akhirnya ia hanya bisa menundukkan kepala sembari menerima pelukan Rita yang lebih erat dari sebelumnya. Wanita paruh baya itu menangis sesenggukan. Rasa kecewa kepada putranya menghunus ketika berada
Bug!Bogem mentah menghunus pipi Kevin dengan keras. Rita, Dea, dan David terbelalak melihat aksi tersebut."Anak tidak tau diuntung! Rasakan ini!" Kali ini Gito menendang perut putranya dengan keras. Kevin yang tidak dalam posisi kuda-kuda langsung terdorong keras ke belakang. Tangan Gito menghimpit tubuhnya ke tembok dan memberikan hantaman bertubi-tubi. Emosi yang sedari tadi ditahan kini meledak dengan dahsyat."Mas Gito!" David mencoba melerai perkelahian diantara ke duanya. Rita memilih untuk diam dan masih terisak dengan tangisannya. Semakin erat memeluk menantu yang dicintainya. Lastri yang ada di dalam langsung keluar begitu mendengar keributan di ruang tamu. Wanita tua itu menutup mulut melihat kejadian di sana."Papa jangan pukul Mas Kevin Pa!" teriak Dea yang meronta dari pelukan mertuanya. Namun Rita tak ingin melepaskannya karena ia merasa apa yang dilakukan suaminya adalah benar. "Biarkan saja Sayang. Dia pantas mendapatkan hukuman itu." Bukannya melepaskan rangkulan t
"Papa perintahkan kamu untuk menceraikan perempuan itu Kevin! Apa kamu mendengarnya!?" sulut Gito menggebu-gebu. "Jawab!" bentak Gito karena Kevin tak kunjung merespon ucapannya. Kaki lelaki itu bersiap menendang tubuh putranya, tapi terhenti karena mendengar jawaban yang ia inginkan."I-iya Pa," jawab Kevin terbata dengan memegang perutnya yang sakit."Papa tunggu sampai 2 minggu. Jangan kecewakan aku Kevin," peringat lelaki paruh baya itu sembari mengusap kasar wajahnya. David menghela napasnya panjang, ia merobohkan tubuhnya ke atas sofa karena lelah melerai mereka berdua. Isakan Rita mulai mereda. Dea dan Kevin saling menatap sendu."Maafkan saya Mas David. Saya benar-benar minta maaf." Kali ini gitu menundukkan tubuhnya di depan David dengan berlinang air mata. "Saya gagal menjaga Dea. Hukum saya karena tidak bisa menepati janji," mohon Gito yang ingin sujud di kaki lelaki itu.Dengan cepat David langsung mengangkat tubuh besannya. "Sudah Mas.""Tolong jangan bawa Dea pulang Ma
Setelah kepergian orangtua mereka, Dea segera menyeret suaminya ke kamar. Lastri yang masih berada di kediaman mereka membantu majikannya menyiapkan kotak P3K beserta makan malam untuk di santap sepasang suami istri tersebut.Ketika Kevin akan memulai percakapan dengan cepat Dea menyela ucapan lelaki itu."Kita bicarakan nanti, sekarang makan dulu," ucap Dea sembari membuka beberapa makanan di atas meja yang ada di kamar. Kevin menghampiri istrinya dan langsung menyantap semua makanan yang disiapkan oleh Dea.Mereka berdua makan dalam kebisuan. Hanya denting sendok dan piring yang terdengar. Pikiran Dea melayang karena keputusan yang dia ambil beberapa waktu lalu.'Padahal aku sudah bertekad untuk cerai dengan Mas Kevin. Tapi kenapa tadi aku mau menyetujui permintaan Mama?' tanyanya pada diri sendiri. Sedangkan Kevin pun sibuk dengan batinnya, 'Laki-laki bajingan seperti aku, apakah pantas mendapatkan cinta dari Dea? Aku memang tidak sanggup jika bercerai dengannya, tapi rasanya aku
David yang baru saja sampai rumah langsung disambut Nala dan Levi. Mereka nampak menunggu kedatangannya dengan risau. Semua itu tercetak jelas di wajah istri dan putranya. Begitu David mengucapkan salam, Nala langsung mencium tangan suaminya dengan tergesa-gesa."Bagaimana Yah?" tanya wanita itu tak sabar.David masih terfokus pada putranya yang sedang mencium tangannya."Kita masuk dulu."Ketika sudah duduk di kursi ruang tamu, David menghela napasnya panjang. Ia memejamkan mata sejenak mengotrol emosi yang ada di dalam dirinya. Nala dan Levi menyiapkan diri mendengar jawaban dari kepala keluarga. Dada berdegup kencang seolah ingin melesat dari tempatnya.Kepala Levi sedari tadi berputar pesat. Batinnya bertanya-tanya apakah namanya akan terseret ke kasus ini. 'Bisa mati kalau sampai Ayah dan Mama tau,' rutuknya dalam hati."Mengenai putri kita, Dea. Kepalanya terluka cukup parah, bahkan masih terbalut perban." David mulai membagikan informasi kepada keluarganya. "Ternyata pelakunya
"Soal Mawar. Aku tidak berniat membunuhnya, video yang kamu berikan hanya sebagian saja." Nina terdiam sejenak, Levi menunggu pengakuan istrinya dengan sabar. Sebelum melanjutkan cerita, wanita itu menghembuskan napasnya beberapa kali seakan mengontrol debaran hebat di dadanya. "Tidak ada yang tau kalau dia sebenarnya mengalami kecemasan parah. Bahkan psikologi yang menanganinya meminta dia tinggal di rumah sakit jiwa beberapa hari sampai kondisinya stabil. Saat itu aku yang mengantar nya tidak bisa berbuat apa-apa." Air mata mulai luruh membasahi pipi wanita itu. "Aku sempat cekcok dengan Mawar karena meminta dia menuruti kata psikolog. Tapi dia justru membelokkan mobil ke jurang beberapa kali. Aku berusaha menyelamatkan diri dengan berebut setir."Levi masih mendengarkan pengakuan Nina dalam diam. Nina berusaha mengatur napasnya agar tubuh menjadi lebih tenang. Ia sadar sedang memiliki janin di dalam rahimnya, jadi ia harus mengontrol emosinya agar tidak terjadi hal-hal buruk.Se