“Apa kamu bercanda Dathan? Kenapa sejak berita itu dirilis, sama sekali nggak ada klarifikasi?” Brenda secara langsung menemui Dathan di café. Hal itu sengaja dilakukan, karena Dathan tidak ingin rumornya yang berpacaran dengan putri CEO Winner Group kembali menguap. Pasalnya, rumor itu sudah ada sejak lama.
“Nggak perlu, toh aku emang mau menyiarkan ke saentero Indonesia tentang hubunganku dengan dia,” jawab Dathan dengan santainya. Sesekali ia menghirup udara segar yang masuk melalui hidung mancungnya. Tersenyum tipis saat ia bisa melihat gedung pencakar langit dari tempatnya duduk. Sedangkan Brenda justru sebaliknya, wanita itu mendengus bekali-kali karena sikap calon tunangannya itu.
“Kamu seperti yakin sekali dengan rencanamu. Saat ini, aku mungkin nggak bisa menghentikanmu. Tapi, tunggu aja tanggal mainnya. Kamu sudah diberi kemurahan hati oleh Ayahku, tapi apa yang kamu perbuat? Ini pengkhianatan Dathan
Berkali-kali Dathan mengirup udara seperti orang yang membutuhkan banyak pasokan oksigen. Walau ruang rapat dilengkapi dengan fentilasi udara tetap saja, suasanya membuat ia selain gerah tapi juga pusing. Apalagi dihadapkan pada orang-orang yang tidak semuanya suka padanya, tidak semua dari mereka memihaknya, jika pun ada beberapa itu hanya berpura-pura di depan saja, sebagai bentuk rasa hormat pada Kakeknya yang telah menunjuknya menjadi kandidat CEO.Cakra membuntuti dibelakangnya, asisten pribadinya itu berkali-kali menanyakan keadaannya, namun jelas sekali Dathan tidak benar baik-baik saja. Siapa yang bisa baik-baik saja saat harapan semua orang bergantung di pudanknya? Jika ia tidak mampu mewujudkannya, kemana integritasnya selama ini?“Cakra, apa kamu yakin aku bakal beneran jadi CEO di perusahaan ini?” tanya Dathan lirih sesaat setelah melempar pantatnya di sofa. Tangannya melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik dirinya.&
Akhir pekan Dathan pergi mengunjungi makam Ayah dan Ibunya. Ia hanya berkunjung seorang diri, karena membuatnya merasa lebih tenang saja. Juga memberikan kesempatan kepada asisten pribadinya untuk liburan dan tidak terus menerus mengurusi dirinya. Sebenarnya, tanpa Cakra disisinya ia merasa tidak lagi punya siapa-siapa. Kecuali, Tiffany yang kini sedang berusaha pulih pasca depresi berat yang melandanya karena ulah suaminya sendiri.Pekan ini, seharusnya ia berkunjung ke rumahnya dimana Ibu Jesika dan Tiffany tinggal. Tapi, ia sedang tidak ingin bertemu siapapun hari ini, hanya ingin mengadu nasib kepada orang tuanya di kuburan. Ia menaruh bunga di atas nisan, kemudian membaca sedikit yang ia ketahui bacaan untuk orang meninggal.“Ayah, setelah kepergianmu hidup menjadi terasa lebih berat. Bahkan, aku pikir aku nggak bisa lagi menanggungnya. Ini terlalu berat, banyak orang menghakimiku. Bahkan, orang-orang yang dulu kepercayaanmu, kini meragukanku. Apa yang harus aku lakukan?”Ia bera
Adrina pergi ke pasar untuk berbelanja ikan, rencananya ia dan Nenek akan menengok Paman Tigor di penjara. Neneknya ingin memasakkan menu makanan kesukaan lelaki itu. Walau dia sudah sangat kejam tapi Nenek Adrina tetaplah seorang Ibu yang mengkhawatirkan anaknya.Setelah membeli beberapa sayuran dan satu kilo ikan Tongkol, Adrina berkunjung ke taman kota. Sudah lama rasanya ia tidak bekerja di luar dan bebas menikmati angin seperti saat ini. Namun, ponselnya berdering dengan nomor telepon asing yang tentunya tidak ia kenal. Adrina mengangkatnya.“Hallo, ini siapa?”“Adrina Bernika Shakira?”“Iya betul, ini dengan siapa?” Adrina awalnya menduga itu panggilan dari salah satu sekretaris atau perwakilan perusahaan lain.“Aku Ibu dari CEO King Of Store. Kamu tau ‘kan Dathan? Aku Ibunya.”Mendengarnya membuat Adrina terkejut, Ibu CEO? Apa ini berkaitan dengan berita yang beredar di media yang berkaitan dengan dirinya?“Iya Ibunya Dathan, ada perlu apa sama saya?” tanya Adrina lembut dan so
Pria berperawakan tinggi itu menyugar rambutnya. Ia tidak tahu jika Yamamoto selalu memperlakukan kliennya seperti itu. Harus mau diancam kemudian baru akan disetujui untuk kerja sama. Keiji Salim Yamamoto sebagai CEO-nya benar-benar tidak bisa disepelekan. Pria itu mungkin saja suatu saat akan membuatnya menjadi dalang dibalik operasi nakalnya.“Cakra, kamu udah hubungin Steven?” Dathan bertanya.“Udah Pak. Dia tetap ingin memakai jasa King Of Store.”“Oke baguslah. Aku akan pergi sama Adrina ke perusahaan Long Beauty. Kamu, pergilah menemui klien kita di Bekasi, aku sudah bilang sama sekretarisnya kalau asistenku yang akan mewakilinya. Kamu hanya perlu mengatakan apa yang aku katakan kemarin dan bawa dokumen yang sudah aku berikan ke kamu kemarin, tunjukkan pada dia untuk meyakinkannya. Copy?”“Siap Pak, copy.”Adrina melihat wajah itu sangat serius, walua terlihat lelah dan tertekan a
Kehidupan selain Dathan dan Adrina juga berjalan di luar sana. Kini anak dari CEO Grup Winner –Brenda-- yang merupakan calon tunangan Dathan itu kini sedang bertemu dengan Nyonya Jesika. Mereka sudah akrab dari lama, sehingga sudah tidak canggung bagi mereka mengobrol hanya berdua.“Aku sudah membayarnya, tinggal menunggu keputusannya. Tapi, sudah satu hari terlewati, dia bahkan nggak memberi keputusan. Brenda, kamu sabar ya.” Nyonya Brenda berkata dengan lembut dan senyum tipis.“Nggak masalah Tante. Sementara ini, aku lagi berusaha meredakan amarah Ayahku. Apalagi, dia ingin menikahkan aku dengan pengusaha lain. Aku nggak mau, aku sukanya sama Dathan,” papar Brenda sembari memotong steak dengan pisau di tangannya. Mereka berdua kini sedang menyantap steak buatan koki Prancis, di restoran milik King Of Store yang memang selain menyediakan menu Lokal, juga Internasional.“Iya, Tante juga sukanya Dathan nikahin kamu, bukan yang
Adrina dan Dathan sudah kembali ke kantor pusat King Of Store. Mereka berdua berjalan beriringan tanpa percakapan, hingga sampai ke ruangan Dathan."Diminum obatnya Pak, nanti kalau butuh saya, panggil aja." Adrina berucap, sambil memberikan kresek berisi obat untuk meredakan sakit kepala kepada CEO-nya itu.Dathan mau tidak mau menerimanya, walau ia sendiri sebenarnya muak dengan segala obat-obatan anti sakit kepala ini. Sejak keadaan perusahaan menjadi kacau, sebenarnya ia tidak pernah tidur walau sejenak saja.Adrina kini fokus untuk mengatur jadwal pertemuan besok, selain itu ia juga membantu Dathan menghubungi beberapa investor yang sudah membatalkan investasinya dan meminta kerja sama kembali dengan beberapa hal yang bisa dipetimbangkan.Ia juga menghubungi bagian kantor cabang restoran yang sedang defisit dana untuk kemudian mengajukan proposal tender ke berbagai wedding organizer, lembaga-lembaga yang mengadakan event-event nasional dan orga
Setelah satu jam berlalu dengan Dathan yang berada di pangkuannya, Adrina memutuskan untuk menghubungi Cakra agar menjemput Dathan."Mas Cakra, ini emang udah larut, tapi aku butuh bantuanmu.""Iya ada apa Mbak?""Jemput Pak Dathan ke kantor.""Mbak masih di kantor?" Cakra tentu saja terkejut, ia kira Adrina sudah pulang sejak beberapa jam lalu."Iya Mas, Pak Dathan kayaknya kena fatigue, dia keliatan nggak bisa nahan buat tidur.""Oke aku ke sana mbak."Setelah menghubungi Cakra, Adrina hanya bisa menghela nafas dan bersabar menunggu. Ia menatap wajah itu lagi. Dathan memang rupawan, wangi dan kharismatik. Wanita mana yang tidak terpincut oleh segenap kelebihan yang dimilikinya, tapi kenapa di usianya yang segini masih lajang? Dan malah menolak bertunangan dengan seorang gadis cantik bernama Brenda itu?Sebenarnya ia tidak nyaman membuat Dathan harus terbangun, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah semakin larut, tidak mungkin me
Dathan keluar dari lift diikuti oleh Cakra. CEO muda itu terlihat membetulkan dasi, walau tidak ada yang salah dengan dasinya. Berdehem sebentar agar suaranya bisa terdengar normal. Langkahnya perlahan mendekat ke arah meja sang sekretaris."Pagi Adrina," sapanya. Cakra pun ikut menyapa dengan senyum simpul."Eh, pagi Pak Dathan." Adrina tidak menyadari kalau sudah ada dua pria tampan yang tersenyum padanya."Itu, kemarin makasih ya. Hm, jangan berfikir macem-macem, saya cuma ketiduran." Dathan memberi klarifikasi, agar Adrina tidak salah paham padanya."Iya Pak," balas Adrina tenang. Matanya kembali fokus menatap layar komputer. Sedangkan Dathan, merasa heran mengapa respon sekretarisnya terlampau santai, seolah tidur di pangkuannya bukanlah masalah besar."Menurutmu, dia terlalu santai nggak sih?" Datah bertanya pada Cakra, semabari melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher."Memangnya dia harus gimana Pak? Ngereog?" Cakra balik bert