Kehidupan selain Dathan dan Adrina juga berjalan di luar sana. Kini anak dari CEO Grup Winner –Brenda-- yang merupakan calon tunangan Dathan itu kini sedang bertemu dengan Nyonya Jesika. Mereka sudah akrab dari lama, sehingga sudah tidak canggung bagi mereka mengobrol hanya berdua.
“Aku sudah membayarnya, tinggal menunggu keputusannya. Tapi, sudah satu hari terlewati, dia bahkan nggak memberi keputusan. Brenda, kamu sabar ya.” Nyonya Brenda berkata dengan lembut dan senyum tipis.
“Nggak masalah Tante. Sementara ini, aku lagi berusaha meredakan amarah Ayahku. Apalagi, dia ingin menikahkan aku dengan pengusaha lain. Aku nggak mau, aku sukanya sama Dathan,” papar Brenda sembari memotong steak dengan pisau di tangannya. Mereka berdua kini sedang menyantap steak buatan koki Prancis, di restoran milik King Of Store yang memang selain menyediakan menu Lokal, juga Internasional.
“Iya, Tante juga sukanya Dathan nikahin kamu, bukan yang
Adrina dan Dathan sudah kembali ke kantor pusat King Of Store. Mereka berdua berjalan beriringan tanpa percakapan, hingga sampai ke ruangan Dathan."Diminum obatnya Pak, nanti kalau butuh saya, panggil aja." Adrina berucap, sambil memberikan kresek berisi obat untuk meredakan sakit kepala kepada CEO-nya itu.Dathan mau tidak mau menerimanya, walau ia sendiri sebenarnya muak dengan segala obat-obatan anti sakit kepala ini. Sejak keadaan perusahaan menjadi kacau, sebenarnya ia tidak pernah tidur walau sejenak saja.Adrina kini fokus untuk mengatur jadwal pertemuan besok, selain itu ia juga membantu Dathan menghubungi beberapa investor yang sudah membatalkan investasinya dan meminta kerja sama kembali dengan beberapa hal yang bisa dipetimbangkan.Ia juga menghubungi bagian kantor cabang restoran yang sedang defisit dana untuk kemudian mengajukan proposal tender ke berbagai wedding organizer, lembaga-lembaga yang mengadakan event-event nasional dan orga
Setelah satu jam berlalu dengan Dathan yang berada di pangkuannya, Adrina memutuskan untuk menghubungi Cakra agar menjemput Dathan."Mas Cakra, ini emang udah larut, tapi aku butuh bantuanmu.""Iya ada apa Mbak?""Jemput Pak Dathan ke kantor.""Mbak masih di kantor?" Cakra tentu saja terkejut, ia kira Adrina sudah pulang sejak beberapa jam lalu."Iya Mas, Pak Dathan kayaknya kena fatigue, dia keliatan nggak bisa nahan buat tidur.""Oke aku ke sana mbak."Setelah menghubungi Cakra, Adrina hanya bisa menghela nafas dan bersabar menunggu. Ia menatap wajah itu lagi. Dathan memang rupawan, wangi dan kharismatik. Wanita mana yang tidak terpincut oleh segenap kelebihan yang dimilikinya, tapi kenapa di usianya yang segini masih lajang? Dan malah menolak bertunangan dengan seorang gadis cantik bernama Brenda itu?Sebenarnya ia tidak nyaman membuat Dathan harus terbangun, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah semakin larut, tidak mungkin me
Dathan keluar dari lift diikuti oleh Cakra. CEO muda itu terlihat membetulkan dasi, walau tidak ada yang salah dengan dasinya. Berdehem sebentar agar suaranya bisa terdengar normal. Langkahnya perlahan mendekat ke arah meja sang sekretaris."Pagi Adrina," sapanya. Cakra pun ikut menyapa dengan senyum simpul."Eh, pagi Pak Dathan." Adrina tidak menyadari kalau sudah ada dua pria tampan yang tersenyum padanya."Itu, kemarin makasih ya. Hm, jangan berfikir macem-macem, saya cuma ketiduran." Dathan memberi klarifikasi, agar Adrina tidak salah paham padanya."Iya Pak," balas Adrina tenang. Matanya kembali fokus menatap layar komputer. Sedangkan Dathan, merasa heran mengapa respon sekretarisnya terlampau santai, seolah tidur di pangkuannya bukanlah masalah besar."Menurutmu, dia terlalu santai nggak sih?" Datah bertanya pada Cakra, semabari melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher."Memangnya dia harus gimana Pak? Ngereog?" Cakra balik bert
"Dasar nggak tau diri, bisa-bisanya kamu selingkuh dengan suami aku!" pekik Ibu modis itu dengan nada tinggi. Semua karyawan toko terlihat menciut, hingga kemudian datanglah seorang wanita dengan blezzer putih dipadukan rok span hitam di atas lutut.Wanita yang merupakan Menejer toko itu terlihat melipat alis sembari mengamati kericuhan di halaman toko."Kenapa Bu? Ada apa? Bisa kita bicarakan dengan santai tanpa teriak-teriak?" pinta si Menejer mencoba membuat pelanggannya tenang."Dia ini, pelacur Bu. Gimana bisa perusahaan sekelas Winner mempekerjakan seorang pelacur! Dia ini wanita Bar, suka godain orang, sekarang lagi selingkuh sama suami saya," jelas Ibu-ibu itu. Semua bingkisan tas yang telah sampai ke rumahnya, kini ia bawa kembali.Bingkisan itu langsung melayang tepat ke badan Adrina hingga berserakan benda mahal itu akhirnya. Chika -temannya Adrina- segera mendekat, lalu mengusap-usap bahu temannya yang tidak berdaya ini."Ini nggak bene
Toko cabang milik Winner Grup itu mulai didatangi oleh beberapa pengusaha hingga influencer yang merupakan teman-teman Brenda.Sedangkan, wanita yang kini akan menjadi fokus perhatian, sedang didandani di ruangan private. Ia ditemani oleh asistennya dan Menejer toko."Jadi, penjualan tas ori emang nggak signifikan naiknya ya?" Brenda baru tau kalau di toko cabang yang ia kunjungi kali ini dan tetapkan sebagai tempat peluncuran produk baru, ternyata tidak begitu tinggi tingkat penjualan produk orinya."Betul Bu, rata-rata pengunjung Ibu-ibu yang kebanyakan kenal dengan brand-brand luar negeri aja. Selera mereka juga nggak kaya old money, cenderung suka brand terkenal produksi luar negeri. Mereka belum memiliki kesadaran bagusnya melestarikan produk dalam negeri.""Oke nggak papa, kali ini aku bakal buat terobosan. Kamu denger sendiri 'kan waktu aku seminar? Tas kali ini bener-bener aku ambil dari kulit hewan terbaik, tentu dengan ukiran ciri khas cal
Adrina menyusuri bahu jalan sembari sesekali mengusap pipinya yang masih terasa perih bekas tamparan wanita bernama Brenda. Sesekali ia melihat ke atas langit demi menahan air matanya agar tidak keluar. Meski dirinya terlihat kuat di luar, tapi sebenarnya ia masih belum kuat untuk menerima kekerasan.Tamparan seperti ini bukan kali pertama dilakukan seseorang padanya, dulu Tigor pun kerap melakukannya. Bahkan, lelaki itu bisa mencekiknya hingga membuat nafasnya sesak dan terasa ingin mati. Namun, tetap saja jika terjadi hal seperti ini lagi, rasanya masih sama, sakit."Ada es batu?" tanya Adrina kepada penjual toko serba ada. Seorang wanita muda mengangguk, lalu berjalan ke arah pendingin dan mengambilkan es batu untuk Adrina."Sekalian hansaplast juga," imbuh Adrina seraya menunjuk produk untuk menutupi luka. Pasalnya setelah ia berkaca tadi, ia melihat seberkas luka di sudut bibirnya. Pantas saja terasa berdenyut terus menerus. Ternyata begitu keras tamp
Setelah membeli obat oles memar di apotek, Dathan kembali melakukan mobilnya menuju pasar raya. Kali ini bukan mall tujuannya, tapi pasar tempat dimana orang banyak berada."Mau apa ke tempat ini Pak?" tanya Adrina heran."Kamu mau basah-basahan kayak gitu ke kantor? Malam ini kita lembur lagi loh," balas Dathan mengingatkan jika beberapa hari ke depan ini jangan harap mereka bisa pulang kerja tepat waktu."Ya udah biar saya aja yang belanja. Bapak nanti kesulitan, ramai orang di dalam sana." Adrina hendak turun, namun Datban melarang dengan gelengan kepala."Ck, kamu kira saya nggak pernah ke pasar, Adrina? Kamu meremehkan saya," decak Dathan."Eh enggak Pak, bukan gitu. Cuma...""Tunggu aja di sini, saya belikan kamu persis seperti yang kamu pakai. Ingat, ini di pasar, pasti murah-murah 'kan harganya? Jadi, kamu jangan pelit-pelit."Awalnya Adrina hendak mengucapkan kalimat lagi, namun mendengar sindiran halus itu membuat mulutnya t
Adrina menjauhkan dirinya saat menyadari sikapnya kali ini berlebihan. Ia tidak seharusnya menyeka hidung Dathan yang jelas pria itu bisa melakukannya sendiri. Memanya siapa dirinya? kekasihnya? bukan, Adrina hanya kekasih palsu yang belum dipublikasikan. Nanti, menunggu momen anniversary perusahaan King Of Store."Mm... maaf Pak Dathan," ucap Adrina sembari menyerahkan sapu tangan bordiran yang ia buat kepada Dathan, kini benda itu sudah di penuhi darah."Nggak papa, sebelumnya thanks buat sapu tangannya. Besok, saya kembalikan ke kamu.""Nggak usah Pak, untuk Bapak aja." Adrina mengibas tangan, ia ikhlas memberikan sapu tangannya. Toh, ia masih memiliki stok yang banyak. Ia malah suka jika seseorang bisa menggunakan sapu tangan buatannya."Jangan begitu, ini pasti berharga buat kamu. Liat, ada ukiran bunga Dandelion. Ini, pasti pemberian seseorang, bukan begitu? saya jarang melihat sapu tangan dengan boardiran yang khas seperti ini." Jujur, Dathan suka