Laura's POV
"Apa sih, Mell? Aku nggak mau jadi panitia prom night." Aku masih berusaha membebaskan tanganku dari cengkraman dan tarikan sahabatku.
"Udahlah, Ra. Daftar doang. Kan nggak ada jaminan lo bakal keterima."
"No, tetep aja ada kemungkinan aku bakal keterima jadi panitia, kan? Males banget ngurusin acara orang."
"Emang lo ga mau apa deket sama Kak Gavin?" Tanya Mella. Aku memutar bola mataku malas karena mendengar Mella selalu memuja ketua OSIS tahun lalu itu.
Apa sih hebatnya dia? Ganteng sih, tapi kalo suka buat onar kan gak banget. Batinku. Heran ya, apa murid di sini cuma liat dari penampilan aja? Masa Kak Gavin yang terkenal pembuat onar itu bisa jadi ketua OSIS sih.
"Iya deh iya, lo kan sukanya yang pendiem, kutu buku, lempeng. Kenapa lo nggak deketin si Tian tuh. Kayaknya dia tipe lo banget."
Aku memelototi Mella yang kini tengah cekikikan. Dengan segera aku mengetuk-ngetuk kepalaku begitu bayangan Tian si cupu itu terlintas. Amit-amit deh.
"Udah ah, Mel. Yuk ah balik! Buat apa kita ngurus promnya mereka, mending kamu jadi MPK sono taun depan biar bisa ngurus prom." Bujukku.
Oiya, For your information ya, MPK itu singkatan dari Majelis Perwakilan Kelas. Jadi, di Newtonian High School, setiap kelas 12 ada yang namanya MPK. Tiga orang setiap kelas, biasanya jika ada sebuah acara yang dibuat khusus untuk kelas 12, MPK lah yang menjadi panitia dan juga pengurus OSIS yang sudah lengser.
"Yee... Kalo taun depan mah udah nggak ada Kak Gavin. Buat apa gue jadi panitia."
"Yaelah, jadi kamu daftar biar deket sama Kak Gavin doang?" Mella hanya menganggukkan kepalanya dengan semangat. Aku mendengus.
Aku dan Mella sampai di ujung koridor—tempat ruang OSIS berada. Di depan pintu, terdapat banyak sekali siswa—yang didominasi siswi—yang sedang mengantre. Sepertinya mereka juga ingin mendaftarkan diri mereka menjadi panitia prom.
Aneh, tahun kemaren perasaan ga serame ini. Gegara Kak Gavin nih pasti. Batinku.
Aku yakin, sebagian dari mereka punya niat yang sama dengan Mella. Aku menggelengkan kepalaku heran. Bisa-bisanya mereka mendaftar sebab ada Kak Gavin.
"Balik yuk, Mell. Rame tuh." Bujukku.
"Entaran dulu dong, Ra. Minimal minta formulirnya dulu lah." Mella masih setia mengantre bersama siswa-siswi lain.
Siswa-siswi semakin gaduh ketika mantan sekretaris OSIS tahun lalu memberi tahu bahwa formulirnya telah habis. "Oke, nanti kita buatkan lagi formulirnya, untuk sementara kalian balik ke kel-" Ucapan Kak Linda terputus karena sahutan-sahutan anak-anak yang telah lama mengantre.
Mella pun tak ketinggalan gaduhnya. "Terus gimana dong, Kak. Kita kan juga mau jadi panitia!" Teriak Mella menggebu.
Eleh. Aku memutar bola mataku.
"Oke-oke kita akan sege-" lagi-lagi ucapan Kak Linda terputus.
Kasian. Dari tadi ucapan Kak Linda terputus karena ricuhnya anak-anak yang ingin mendaftarkan diri. Perlahan-lahan aku memisahkan diriku dari kerumunan anak yang protes. Aku menunggu Mella di luar kerumunan.
Aku yang asik memainkan ponselku mengernyit heran ketika suasana menjadi hening. Aku menolehkan kepalaku ke arah ruang OSIS. Aku manggut-manggut mengerti. Ternyata mereka diam karena ada Kak Gavin.
"Nanti bakal ada yang ke kelas kalian. Sekarang bubar!" Ucapnya dengan mengunyah permen karet. Setelah itu, Gavin pergi diikuti 2 cecunguknya. Eh maksudku temannya, Kak Rey dan Kak Thomas.
Cih, sok keren banget dia. Batinku menggerutu.
Aku segera berdiri dan mencari Mella.
"For God’s sake, Ra. Keren banget ga sih. Teges, berwibawa. Aduh..." Mella memegang pipinya yang merona.
"Apaan sih, Mell. Biasa aja deh." Aku segera menarik tangan Mella sebelum dia melakukan hal-hal yang akan memalukanku.
"Lo tau ngga sih, Ra. Tatapannya itu loh bikin meleleh banget ya." Mella masih saja mengoceh tak jelas. "Emangnya, Kak Gavin and the genk itu yang paling ganteng di sekolah. Tapi tetep, best of the best-nya Kak Gavin."
"Iya deh iya. Udah ah, ke kelas yuk."
***
Di dalam kelas, Mella dan beberapa siswi lain langsung saja menggosip tentang seberapa kerennya mantan ketua OSIS itu. Aku yang memang tidak tertarik pun lebih memilih untuk berselancar di sosial media. Entah untuk men-stalk akun siapapun itu. Toh nanti Mella juga akan menceritakan gosip terbaru kepadaku.
Bagasatya Aditama. Tiba-tiba nama itu terlintas di benakku. Segera aku men-stalk akun sosial medianya dan mengikutinya.
Oke, aku kenalkan. Kak Bagas, siswa yang manis dan ramah itu memang menjadi salah satu most wanted di SMA Newtonian ini. Yah, walaupun pesonanya masih kalah oleh Kak Gavin tentu saja. Namun menurutku, daripada Kak Gavin yang ganteng tapi bad boy. Aku lebih suka Kak Bagas yang ramah dan santun. Menurutku, dia adalah salah satu bukti dari kata sempurna.
Lamunanku tentang Kak Bagas pecah karena bunyi notifikasi di ponselku. Mataku melotot. Hampir saja aku menjatuhkan ponselku saking tak percayanya. Dengan gerakan tak sabar aku menepuk-nepuk pundak Mella meminta perhatiannya.
Mella mencoba menyingkirkan tanganku dari pundaknya. "Ish, apa sih, Ra." Tanpa kata aku langsung menunjukkan ponselku pada Mella. Mata Mella melotot.
"Lo di-follback sama Kak Bagas?"
Aku mengangguk senang.
"Lo-"
Belum sempat Mella melanjutkan ucapannya, dua panitia telah memasuki kelas. Kak Linda dan entahlah siapa lagi itu tengah membagikan formulir dan segera keluar kelas setelah mengatakan bahwa pukul sebelas harus dikumpulkan di ruang OSIS.
Dengan cepat Mella mengisi formulir dan—dengan repot-repot pula—dia mengisikan formulirku. "Ayo, kita harus cepet." Mella menarik tanganku agar aku beranjak dari bangku.
"Aku nggak mau, Mell." Ucapku malas.
"Udahlah ikutin aja. Coba-coba."
Aku dan Mella berjalan cepat menuju ruang OSIS. Aku tidak terlalu fokus dengan jalanku karena tangan kiriku diapit Mella dan tangan kananku kubuat membalas chat dari Mama.
Brakkk
"Ah, maaf-maaf aku nggak senga-." Aku terdiam tak bisa melanjutkan ucapanku ketika aku melihat orang yang aku tabrak tadi.
"Eh Kak Bagas." Aku tersenyum walau lututku yang sedikit nyeri karena membentur lantai. "Maaf ya, Kak. Aku nggak sengaja."
"Iya, nggak masalah." Aku tercekat kala Kak Bagas mengulurkan tangannya.
Dengan sedikit malu aku menerima uluran tangannya dan berdiri. "Mm... Makasih ya, Kak." Kenapa aku jadi salah tingkah begini.
Aku mengambil formulir yang tadi terjatuh. "Lo daftar jadi panitia?"
"Oh itu, Kak. Aku-"
"Hei, Gas. Lo udah bikin susunan acara?"
Ucapanku terpotong oleh Kak Linda yang mengajak bicara Kak Gavin. Susunan acara? Mataku melebar. Kak Bagas kan bukan OSIS, jadi Kak Bagas itu MPK? Kak Bagas panitia?
Mella yang sedari tadi diam pun menoel-noel tanganku. "Kesempatan nih, Ra."
"Oh ya, tadi lo mau daftar apa nggak?"
"Aku-"
"Laura sih nggak mau daftar, Kak. Katanya males ngurusin acara-"
Aku membekap mulut Mella yang sedikit kurang ajar dan tersenyum canggung pada Kak Bagas. "Eh, nggak kok, Kak. Aku ikut daftar kok. Sekali-kali berpartisipasi sama acara kakak kelas. Biar dapet pengalaman gitu" Ucapku ngelantur.
Aku dapat melihat Kak Bagas tersenyum geli melihatku, sepertinya dia menahan tawa. "Ya udah, Kak. Aku ngumpulin formulir dulu, ya."
Aku segera menarik Mella. Aku benar-benar malu. "Eh, Laura." Panggil Kak Bagas.
Aku melebarkan mataku. Kak Bagas memanggilku? Dia tahu namaku? Dengan cepat aku membalikkan tubuhku. "Ruang OSIS di sebelah sana." Ucapnya dengan geli.
Aku merasakan pipiku memanas. "Oh iya, Kak." Aku segera melewati tubuh Kak Bagas dengan menunduk menutupi mukaku.
Mella yang ku tarik hanya tertawa geli. "Malu baget ya, Ra?" Godanya.
"Apa sih? Seneng?" Gerutuku.
"Banget." Ucapnya langsung tertawa.
"Mau ngumpulin formulir?" Tawa Mella seketika lenyap begitu mendengar ucapan dari Kak Gavin yang sedang duduk di depan ruang OSIS bersama kedua sahabatnya, Rey dan Thomas untuk menerima formulir dari anak-anak yang berniat mendaftarkan diri sebagai panitia. Kak Rey sama Kak Thomas, walaupun bukan OSIS ataupun MPK, mereka selalu mengintili Kak Gavin. Dan tentu saja tidak ada yang melarang. Memang siapa mau melarang? Menurut mereka, ketika Kak Gavin dan temannya berkumpul adalah surga dunia.
Kini giliranku yang menahan tawa. Rasain.
Dengan cepat aku merebut formulir Mella dan memberikannya pada Kak Gavin. Kalau menunggu Mella yang terpukau oleh Kak Gavin bisa lama selesainya. Aku segera menarik tangan Mella dan mengajaknya kembali ke kelas.
***
"Kenapa nggak dipulangin aja sih?" Gerutu Mella yang telah bosan di kelas. Memang hari ini semua kelas sedang jam kosong karena semua guru sedang rapat.
Aku menganggukkan kepalaku setuju. Sekolah dengan free class memang menyenangkan, namun jika free class seharian membosankan juga.
Ting.
Aku sedikit tersentak dan segera mengecek notifikasi di ponselku. Mataku melebar. Aku segera membaca direct message dari Kak Bagas.
Ya! Kak Bagas.
Aku segera menyodorkan ponselku pada Mella. Mella pun melebarkan matanya. Dan menatapku tak percaya.
BagasatyaA_:
Sabtu ada acara?
Aku segera menyodorkan ponselku pada Mella setelah aku mendapatkan pesan yang sangat mengejutkan ini. Mella pun melebarkan matanya. Dan menatapku tak percaya. Bahkan, saat inipun aku juga sama tidak percayanya dengan Mella.BagasatyaA_:Sabtu ada acara?***Laura turun dari angkot dan segera memasuki gerbang sekolah dengan langkah santai. Telinganya yang tersumpalearphonemembuatnya tak bisa mendengar keramaian di sekitarnya. Laura memang orang yang lumayan supel dan ramah. Namun terkadang dia juga membutuhkan ketenangan. Dan hanya musik klasik yang bisa menenangkannya.Laura memasuki kelas dengan santai. Dia langsung duduk di bangku tengah dekat dengan jendela. Setelah melepasearphone, Laura mengecek aplikasi Whatsappnya. Bibirnya melengkungkan sebuah senyuman.Kak Bagas:Udah sampe?
Laura kembali menangkap pemandangan Gavin yang sedang menatap ke arah Bagas. Matanya terbelalak begitu dia menatap Gavin yang tengah menyeringai ke arahnya. Dengan cepat Laura mengalihkan pandangannya. Bukan karena tak suka dengan senyum Gavin, hanya saja itu bukan senyum manis membuat hati berdebar kencang. Melainkan senyum menyeramkan yang dapat membangkitkan bulu kuduk. Seolah-olah dia memiliki sebuah rencana misterius.Jantung Laura berdetak kencang. Apa yang mau dilakukan Kak Gavin ke padanya? Atau lebih tepatnya, apa yang akan Kak Gavin lakukan pada Kak Bagas?Laura merasa selama ini Gavin dan Bagas tidak memiliki masalah. Kedua teman baiknya, Rey dan Thomas pun sepertinya tidak memiliki masalah dengan Bagas. Bahkan sepertinya, Laura tidak pernah menangkap momen mereka bersama, entah itu berteman maupun bertengkar. Jadi kenapa?Eh kenapa aku jadi kepo?Laura menggeleng."Hei, Ra.Are you okay?" Bagas mengibaskan
Baik Laura maupun Mella, mereka merasa gugup saat melewati koridor lantai 3. Tidak sedikit kakak kelas menggoda mereka. Memang koridor kelas 12 ini terkenal seram. Hanya anak anak kelas 11 dan 10 yang memiliki mental baja yang dapat melewatinya. Oke itu lebay. Tapi melewati koridor itu saat sedang jam pelajaran memang menantang maut. Laura dan Mella mungkin hanya beberapa kali melewaatinya karena ruang ekskul yang memang berada di sana. Itupun saat pulang sekolah dan tidak ada orang di lorong.Plat kelas 12 IPA 3 telah terlihat. Dengan pelan mereka melintasi pintu. Bu Ratih mengisyaratkan pada Mella dan Laura agar menyimpan buku-buku yang dibawa oleh mereka di atas meja guru. Setelah pamit pada Bu Ratih, Mella dan Laura segera keluar dari kelas tersebut dengan menundukkan kepalanya karena takut dan gugup.Laura merasa sedang diperhatikan. Dari ujung matanya Laura mencari orang yang sekiranya memperhatikannya. Nafas Laura tertahan. Di sana. Di bangku paling bel
"Sendiri aja, Mas. Itu ada Pak Tono." Mella menunjuk Pak Tono saat Geri menawari untuk mengantarkannya.Geri mengangguk. "Udah ah. Yuk pulang." Geri menggandeng tangan Sandra.Laura dan Mella berdiri. Mereka berjalan mendekati mobilnya. Di dalam mobil Laura dan Mella masih menceritakan kehidupan Sandra dan Geri. Mereka terlihat romantis."Tapi kasian, udah 2 tahun nikah tapi belum dapet anak."Laur mengangguk maklum. "Masih 2 tahun. Ya kita doain aja."***Laura dan Mella sedang mempersiapkan diri menuju tempatprom. Laura melirik Mella kesal. Mella tak mau kalah, dia pun melirik Laura kesal, namun setelah itu menampakkan senyum puas. Laura mendengus, menatap pantulan wajahnya di kaca mobil. Laura memang memuji keterampilan Mella dalam merias. Walaupun tadi Laura sempat kukuh dengan pendiriannya yangno make up. Sedangkan Mella denganmake up no make up. Dan akhirnya dimenangkan oleh Mella setelah pe
Laura yang mendengar suara Gavin segera melangkahkan tubuhnya pelan menuju tempat di mana Gavin berada. Laura melihat Gavin berdiri di depan pintu. Laura menghampiri Gavin. Laura berdiri di depan Gavin dan mengulurkan laporan yang diminta Gavin.Laura mendongakkan kepalanya saat merasa ada jemari yang menyentuh dagunya. Laura terkesiap. Saat kesadaran Laura datang, Laura segera memberontak. Dia dapat merasakan bau alkohol dari mulut Gavin. Laura tahu dirinya sekarang berada dalam bahaya. Gavin segera mendekatkan wajahnya. Laura menggelengkan kepalanya. Otaknya tahu apa yang akan terjadi. Dan tebakannya benar.Gavin menciummya.***Laura memberontak. Ciuman itu akhirnya terlepas. Air mata Laura mengalir. Ciuman pertamanya telah hilang. Laura menggosok kasar bibirnya. Seolah hendak menghilangkan bekas Gavin di bibirnya.Laura hendak berlari, namun Gavin lebih gesit. Gavin menarik Laura dan membenturkannya ke dinding. Gavin meletakkan tangannya di sam
Selamat Kak Gavin. Batin Laura pilu.Selamat karena Kakak sudah menghancurkan hidupku.Mata Laura memberat. Laura tak lagi mempedulikan Gavin yang sepertinya belum puas menghancurkan Laura. Laura memejamkan matanya. Dia berharap ini hanyalah mimpi. Jika ini bukan mimpi, Laura berharap saat bangun nanti sudah ada malaikat pencabut nyawa yang menantinya. Toh, dia sudah hancur, untuk apa lagi dia hidup?"Tidur dan selamat menikmati hidupmu yang baru, Cewek Bekas." Ucap Gavin sebelum tidur di sampingnya.Air mata Laura mengalir. Dia belum sepenuhnya tidur dan masih bisa mendengarkan ucapan tajam Gavin. Batin dan fisik Laura benar-benar sakit. Dia butuh istirahat dan akhirnya dia benar-benar tertidur. Beristirahat sejenak sebelum memulai hidup yang berbeda.Tuhan, tolong cabut nyawaku sedetik sebelum aku terbangun dari mimpi buruk ini. Batin Laura sebelum alam mimpi menjemputnya.***Laura menggerakkan tubuhnya yan
"Lo abis nangis?" Tanya Mella curiga. Bagas pun menatap Laura dengan tatapan curiga. "Eh, iya. Nggak. Eh." Laura kelabakan menjawabnya. Mata Mella dan Bagas semakin memincing. "Itu... Aku abis maraton. Iya maraton drakor." Ucap Laura. Mella dan Bagas hanya mengangguk mencoba percaya. "Eh mending aku ke minimarket dulu. Beli cemilan." Mereka mengangguk. Laura berjuang menormalkan cara jalannya. Sedikit sulit. Pangkal pahanya masih terasa sedikit nyeri, walau tak senyeri kemarin. Laura bernafas lega begitu sudah keluar dari gerbang sederhana. Dengan langkah pelan dia berjalan menuju minimarket yang ada di ujung gangnya. Setelah membeli beberapa cemilan, Laura keluar dari mini market. Tubuh Laura menegang. Wajah Laura berubah pias. Air mata sudah memupuk di kelopak matanya. "Hai." *** "Hai,” ucap Gavin dengan tangan yang dimasukkan ke dalam sakunya. Laura menunduk dan menjauhi Gavin. Dengan langk
"Lo kek nyembunyiin sesuatu. Keknya lo banyak pikiran deh. Nggak mau share?" Mella masih memfokuskan dirinya dengan cemilan dan laptop. Laura meremas tangannya. Ucapan Mella membuat Laura kembali mengingat hari itu.Aku dilecehin, Mell. Aku dilecehin sama orang yang kamu kagumi. Ingin sekali Laura meneriakkan kalimat itu. Tapi Laura takut jika dia bilang ke Mella, akan ada orang lagi yang mengetahuinya. "Nggak ada, Mell.” "Ra,” ucap Mella, dia sudah memfokuskan dirinya pada Laura. "Gue sahabat lo. Lo bisasharemasalah lo ke gue. Gue gak bakal ninggalin lo. Gimanapun keadaan lo. Gue bakal bantuin lo.That's best friend for.” Laura menitikkan air matanya. Andai dia bisa mengungkapkan semuanya. Tapi Laura terlalu takut. Dia takut Mella menjauhinya. "Aku terharu,” Laura menghapus matanya dengan berlebihan. Mella memukul lengan atas Laura sebal. "But thanksMell. Aku bakal cerita apapu