Share

Claudia's Gift Shop
Claudia's Gift Shop
Author: JunRio

Special Gift 1

Author: JunRio
last update Last Updated: 2021-06-10 15:58:17

Golden Valley adalah sebuah kota kecil dengan sekitar tiga puluh ribu penduduk  yang terletak di sebuah pulau dengan dikelilingi deretan bukit di sisi barat dan timur kota. Meskipun telah terpapar oleh berbagai gaya arsitektur modern kota ini tetap menjaga keindahan bentang alamnya, menyajikan pemandangan indah dan rasa tenang bagi siapapun yang mengunjunginya.

Pada kaki bukitnya banyak didirikan pos-pos dan rumah singgah untuk turis dan pendaki yang berkunjung. Ketika matahari terbenam jika dilihat dari ketinggian, langit kota ini akan tampak diliputi oleh cahaya keemasan, mungkin karena itulah mengapa kota ini disebut sebagai golden valley.

Di sisi utara kota ini terdapat sebuah hutan yang mana penduduk lokalnya menyebutnya sebagai Golden Forrest. Tempat itu dipercaya sebagai tanah yang cocok bagi tumbuhnya bunga berwarna keemasan yang dapat mengabulkan segala permohonan. Orang-orang pun menyebut bunga itu sebagai  golden flower.

Dikisahkan bahwa golden flower pertama kali di bawakan oleh seorang petani dan dengan disaksikan oleh banyak orang, bunga itu memancarkan sinarnya kemudian memberkati tanah dan seisi kota.

Pada masa itu, karena kemarau yang berkepanjangan membuat tanah kering dan tidak memungkinkan untuk di tanami.Dengan demikian, keadaan ekonomi di waktu itu benar-benar buruk. Namun, berkat golden flower tanah menjadi subur meskipun kekurangan air dan pupuk. Berangsur-angsur kota ini berkembang menjadi lebih baik sampai seperti sekarang ini.

Sejak saat itu, orang-orang percaya bahwa bunga itu akan mendatangkan hal baik bagi yang memetiknya. Namun, berapa kalipun warga mencari dan menelusuri hutan itu, mereka tak pernah menemukannya lagi.

***

Suatu malam di hari Minggu pada bulan Maret, seorang pemuda memasuki hutan dengan niat untuk mendapatkan golden flower. Sudah hampir satu tahun  ini ia mencari bunga itu tetapi tak kunjung mendapatkannya. Ia juga sudah memetakan hutan itu dan hampir menjelajahi seluruh wilayahnya.

“Lagi-lagi aku tak mendapatkannya hari ini,” keluh pemuda itu seraya mengusap dahinya yang berkeringat. Ia duduk bersandar di bawah sebuah pohon dengan senter besar di tangannya.

”Legenda itu baru berusia enam puluh tahun, dan aku yakin pasti ada lebih dari satu golden flower. Aku harus segera menemukannya secepatnya, aku tak punya banyak waktu lagi,” seketika itu juga pemuda itu bangkit dari posisi duduknya, meregangkan kedua tangannya dan bersiap untuk melanjutkan petualangannya.

Pemuda itu sengaja mencari di malam hari, karena menurut pandangannya jika legenda itu benar bahwa bunga itu berwarna keemasan dan berkilauan akan lebih mudah mencarinya ketika sinar mentari tak menghalangi. Setidaknya, selain bunga itu, hanya kunang-kunanglah yang dapat bersinar di malam hari dan karena itu pula ia sering salah sangka.

Ketika sibuk mengais semak-semak, ia melihat berkas cahaya lain dan  mendengar langkah kaki mendekatinya. Langkah kaki itu terdengar lemah dan sepertinya bukanlah langkah kaki dari orang dewasa. Ia pun membalikkan badannya dan mendapati seorang anak perempuan dengan membawa lentera berdiri di hadapannya.

Anak itu kira-kira berusia delapan tahun tahun, kulitnya putih pucat, matanya berwarna kecoklatan dengan rambut hitam setinggi bahu. Ia mengenakan pakaian serba hitam baik baju maupun roknya yang menjulur hampir menyentuh tanah.

“Apa yang kakak lakukan di sini?” tanya anak perempuan itu.

“Ka-kamu sendiri ... apa yang kamu lakukan di sini ? “ pemuda itu balik bertanya.

“Aku hanya berkeliling, dan menemukan kakak sedang mengais semak-semak di sini.Lantas apa yang sedang kakak cari?”

“Aku sedang mencari golden flower, sudah setahun ini aku mencarinya.Na-namaku Rafael, panggil saja kak Rafael. Kalau kamu sendiri?” kata pemuda itu dengan pandangan  curiga pada anak perempuan yang bekeliling di hutan pada malam hari.

“Maaf jika tidak sopan, namaku Claudia. Aku tinggal di hutan ini”

“E-eh? tinggal di sini? Aku baru pertama kali mendengarnya. Apa kamu anak dari seorang tukang kayu atau pemburu?“

“Anggap saja begitu. Lebih baik kakak urungkan saja niat kakak untuk mencari golden flower, ada banyak bunga lainnya yang lebih indah di toko bunga di kota.”

“Tidak! Aku harus mencarinya, aku ingin memberinya pada seseorang sebelum kami berpisah. Dengan memberinya golden flower aku yakin dia pasti akan selalu mengingatku dan tak akan melupakanku.” pemuda itu bersikeras untuk mencarinya.

“Jika hanya hadiah perpisahan mungkin aku punya sesuatu yang menarik untuk kakak,” Claudia membalikkan badannya, “ Ayo ikut aku,kak,” katanya sambil menoleh sesaat kepada Rafael. Rafael pun mengikutinya berjalan masuk lebih dalam ke hutan.

“Claudia, aku sudah pernah menjelajahi tempat ini dan tidak ada apapun di sini kecuali pepohonan,” ujar Rafael.

“Tetap tenang dan ikuti saja aku, Kak! “  balas Claudia sambil tetap mengarahkan pandangannya ke depan, bergerak maju dan hampir meninggalkan Rafael di belakangnya.

Setelah lima menit berjalan, akhirnya mereka sampai di semak belukar yang tinggi.Claudia membuka semak itu dan masuk ke dalamnya, begitu juga dengan Rafael.Ketika mereka tiba di sana, yang terlihat hanyalah lahan kosong yang ditumbuhi oleh rerumputan pendek.

“Kukira kau akan menunjukkan sesuatu yang hebat, tapi ternyata hanya lahan kosong ini?” Rafael meghadapkan wajahnya pada Claudia dengan sedikit mengejek.

“Masuklah, di luar sini dingin, kita bicarakan di dalam rumah.” Claudia tidak menghiraukan Rafael dan bergerak maju.

“Rumah apa? itu hanya  lahan kos—“ Perkataan Rafael terhenti, ketika ia melihat sebuah rumah kayu yang sederhana berdiri di hadapanya. Ia sangat yakin sekali tidak melihat apapun beberapa saat lalu dan secara tiba-tiba rumah itu muncul di hadapannya. Ia menggosok kedua matanya, mengedipkannya beberapa kali untuk memastikan dia tidak salah lihat. Namun, rumah itu benar-benar ada di sana. Mereka berdua pun memasuki rumah itu, sementara Rafael masih tetap berada dalam kebingungan, “Apa aku bermimpi?” gumam Rafael sambil menampar pipinya sendiri beberapa kali hingga kemerahan.

“Duduklah, Kak, aku akan membuat teh.“ Claudia berjalan ke ruangan kecil lain di seberang ruangan yang terpisah oleh dinding kayu, Rafael hanya mengangguk kecil menanggapinya.

Kemudian Ia memandangi sekeliling ruangan  itu dan tampak seperti rumah biasa dengan gaya lama. Ia melihat langit-langit dan menemukan benda bulat bersinar seperti lampu yang menerangi ruangan itu. Ruagan tersebut  cukup luas, namun tidak banyak perabotan yang ada dalamnya. Setidaknya, dalam ruangan yang ditempati oleh Rafael saat ini, hanya ada sebuah meja bundar dengan empat kursi serta beberapa tempayan dan sebuah rak setinggi tubuh Rafael yang berdiri di salah satu sudut ruangan. Di rak tersebut terdapat benda-benda kecil seperti payung, sepatu, sandal, jam saku, dan lainnya.

Beberapa menit berlalu, Claudia datang dengan membawa nampan berisi poci, cangkir keramik, dan kue kering.Rafael yang melihat Claudia bergerak dengan bawaan di tangannya berdiri dari tempat duduknya hendak memberikan bantuan.

“Apa kamu perlu bantuan?” 

“Tidak perlu, aku tidak selemah yang kelihatannya,” ujar Claudia.

Bau harum memenuhi ruangan sampai akhirnya nampan itu diletakan di atas meja. Claudia menuangkan teh untuk mereka berdua. Dengan sedikit ragu Rafael meraih cangkir di depanya ,ia memperhatikan dengan baik cangkir dan poci itu.

“Poci dan cangkir ini?” gumam Rafael yang cukup keras sampai dapat terdengar oleh Claudia.

“Ada masalah dengan itu?” tanya Claudia pada Rafael yang memperhatikan dengan serius poci dan cangkir itu.

“Tidak, hanya saja sepertinya aku pernah melihat set seperti ini sebelumnya. Gaya yang digunakan dalam pembuatannya pun tidak asing bagiku. Selain itu nilai jual set ini begitu mahal, bagaimana bisa kamu mendapatkannya?” tanya pemuda itu, meragukan kondisi keuangan claudia melihat dari rumahnya.

“Jangan khawatir, aku tidak mencurinya kok,” jawab Claudia dengan santai tanpa menunjukkan ekspresi tersinggung sama sekali.

Pemuda itu menyipitkan matanya masih mengamati cangkir itu sebelum menyereput teh miliknya, perlahan  cairan itu mengalir masuk ke mulutnya, “Wah, ini enak sekali. Sebenarnya aku tidak terlalu suka teh, tapi harus kuakui ini memang enak."

“Terima kasih banyak, jadi aku langsung ke intinya saja.“ Claudia beranjak dari kursinya lalu menuju rak di sudut ruangan. Ia mengambil sebuah payung berwarna putih dengan ulir berwarna emas mengitari sisi payung itu. Dengan tubuh mungilnya ia memeluk payung itu dan membawanya ke meja. Ia meletakkan payung itu dan menggesernya ke sisi meja dekat dengan Rafael.

“Hmm? Apa ini sesuatu yang lebih menarik dari golden flower? Kuakui motif dan gaya payung ini sangat unik dan menarik tapi ini tidak ada apa-apanya ketimbang golden flower, meskipun aku belum pernah melihatnya sih.“ Rafael meletakkan kembali payung itu ke meja setelah mengamatinya.

“Memangnya seyakin apa Kakak, dia akan senang jika menerima golden flower?” tanya Claudia dengan pandangan skeptis yang tercermin jelas di wajahnya.

“Sangat yakin, seluruh orang di kota menginginkannya tak terkecuali dia," jawab Rafael dengan percaya diri berusaha mematahkan pertanyaan skeptis Claudia.

“Kalau begitu, aku ganti pertanyaanku.Dari mana Kakak tahu dia menginginkan golden flower? Apakah kakak pernah bertanya atau mungkin dia sendiri yang mengatakannya?”

“Ka-kalau soal itu.”

Rafael kini tampak bingung dan ragu dengan keyakinannya sendiri. Pertanyaan tersebut berhasil mematahkan kepercayaan dirinya, karena sepertinya dia sama sekali belum pernah menanyakannya.

“Hfff, “ Rafael menghela nafas. “Untuk menjelaskannya, maukah kau mendengar ceritaku?” tanya Rafael.

“Tentu saja,” jawab Claudia santai, sambil mengisi kembali cangkir teh yang hampir kosong di atas meja.

Related chapters

  • Claudia's Gift Shop   Special Gift 2

    Di Kota Golden Valley terdapat sebuah keluarga yang memegang pengaruh besar di sana. Mereka adalah keluarga Ellon, yang merupakan pionir dari kemajuan pembangunan di kota tersebut. Mereka memiliki kekayaan yang cukup besar untuk menghidupi kota itu. Dengan kekayaan tersebut mereka membangun banyak infrastruktur publik yang penting seperti armada bus yang menjangkau seluruh kota, gedung dan kantor pemerintahan serta banyak fasilitas publik lainnya yang mereka dirikan. Seluruh infrastruktur tersebut diberikan kepada kota golden valley dan seisinya dan dikelola oleh pemerintah kota. Dengan demikian, keluarga Ellon disebut-sebut sebagai dermawan Kota Golden Valley, sedangkan beberapa pihak menyebut mereka sebagai pemerintah di balik layar. Keluarga Ellon juga mengakusisi kepemilikan hutan golden forrest di utara dengan membayar mahal pada seluruh penduduk sekitar enam puluh tahun lalu. Sebenarnya nama golden forrest sendiri adalah pemberian mereka. Menuru

    Last Updated : 2021-06-10
  • Claudia's Gift Shop   Special Gift 3

    Kringg … kringg … kringg. Bel tanda pelajaran berakhir berbunyi, para murid dan guru di SMA Star Peak mulai mempersiapkan diri untuk pulang. Begitu juga dengan murid dari ruangan 1 Kelas 3, tempat Rafael belajar. Saat itu Rafael sedang piket bersama dua orang temannya. “Ya ampun, si Andi itu kabur lagi, tidakkah ia malu untuk kabur setiap kali dia piket? Terlebih lagi ia dapat meninggalkan ruangan ini dengan cepat sebelum kita menyadarinya. Entah belajar darimana anak sialan itu!” kata seorang murid perempuan menggerutu sambil menghapus formula matematika panjang di papan tulis. “Ya, tapi setidaknya ada satu dua hal baik darinya, bukan?” seorang murid perempuan yang sedang merapikan meja guru membalas gerutu murid tadi. “Benar juga, seperti mentraktir kita setiap dia bolos piket. Aku akan menagihnya besok.” “Bukan begitu juga sih maksudku,” balas murid yang satunya. “Frieda, bagaimana perkembangannya? “ tanya murid perempuan itu, usai

    Last Updated : 2021-06-10
  • Claudia's Gift Shop   Special Gift 4

    Riana melambaikan tangannya pelan kepada Rafael, hingga sesaat kemudian ia menyadari keberadaan anak kecil yang duduk di ujung kursi panjang itu, Eh, anak perempuan itu? batin Riana. Kondektur bus memintanya untuk mengambil kursi di depan karena bagian belakang yang sudah penuh. Riana berjalan menuju bagian depan bus, mendapati seorang anak perempuan berusia delapan tahunan duduk sendirian di bangku tepat di belakang sopir. Pada sisi yang lainnya dari bangku yang ditempati oleh anak, duduk pula seorang wanita dengan banyak bawaannya. “Kak, duduk di sini saja,” kata anak perempuan itu menawari bangku kosong di sebelahnya “Terima kasih, “ Riana membalas sopan anak itu. Sesaat kemudian suara desing dari mesin bus terdengar, tanda bus akan segera berangkat meninggalkan halte itu. Riana memperhatikan anak itu, bernyanyi kecil sambil memegang erat buket bunga di tangannya. “Bunga untuk siapa itu, Dik? ” tanya Riana. “Oh,

    Last Updated : 2021-06-13
  • Claudia's Gift Shop   Riana's Diary 1

    Lima hari lalu sebelum kecelakaan, di rumah kayu, di tengah Hutan Golden Forrest. Claudia sedang duduk santai di ruang depan sedang membaca sepucuk surat.Tak lama kemudian seorang pria tinggi dengan pakaian serba hitam menerobos masuk melalui pintu yang tidak dikunci.Ia membuka tudung yang menutup wajahnya, sehingga wajahnya yang rupawan itu dapat kelihatan. Matanya berwarna keemasan dan rambut serta bulu matanya berwarna putih bersih seperti salju. Dia adalah seorang malaikat yang bertugas di bumi, tepatnya bisa dikatakan saat ini sedang bertugas di sekitaran kota itu.Ia mengambil rupa sebagai manusia dua puluh tahunan yang menuntun jiwa-jiwa manusia yang mati, untuk menyebrang ke perhentian selanjutnya melewati dunia perbatasan. Meskipun, kadang pekerjaannya tidak selalu mulus, mengingat beberapa jiwa yang kadang tak menurut atau menemukan sendiri jalan kembali ke dunia nyata dari perbatasan. Kebanyakan dari mereka adalah

    Last Updated : 2021-06-15
  • Claudia's Gift Shop   Riana's Diary 2

    Ratusan tahun lalu sekumpulan orang dari belahan bumi yang jauh mengarungi lautan dengan kapal-kapal mereka.Dengan tujuan untuk mencari tempat hidup yang lebih baik dan mudah Sampai suatu hari sampailah mereka di sebuah pulau yang kelihatan terisolasi. Pulau tersebut tampak sunyi dan tidak berpenghuni.Geografis pulau itu berada pada wilayah tropis, sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan kehidupan sulit di musim dingin. Pulau tersebut berukuran cukup besar dengan dikelilingi oleh perbukitan pada sisi timur dan baratnya, kemudian pada bagian utara diisi oleh hutan yang cukup luas.Bagian selatan berupa pantai dengan pasir putihnya dan bagian tengah berupa ladang rumput yang hijau. Mereka sangat yakin pulau tersebut menjanjikan,dan bersiap untuk mendirikan peradaban di sana.Karena kekurangan bahan mereka terpaksa merombak kapal-kapal mereka untuk mendapatkan material tambahan.Dengan demikian mereka tidak bisa kembali lagi. Itulah sepenggal ceri

    Last Updated : 2021-06-17
  • Claudia's Gift Shop   Riana's Diary 3

    Sepuluh tahun lalu di halaman belakang kediaman Ellon, distrik utara kota Golden Valley. Seorang anak perempuan sibuk menghias sebuah kursi taman, dengan tangan kecilnya ia memasang bunga-bunga mawar pada sela-sela kursi itu yang baru saja ia petik.Ia juga mengaitkan beberapa sulur di kursi itu untuk menambah kesan alamiahnya. “Nona Riana, jika nona memetik mawar sebanyak ini bisa-bisa nyonya dan tuan marah ketika melihatnya.” keluh seorang wanita paruh baya yang menemani Riana.Ia ditugaskan oleh Freddy Ellon, kepala keluarga Ellon saat itu untuk menemani Riana bermain di taman belakang. Riana tak merespon ocehan yang diterimanya, sementara wanita yang menemaninya itu hanya pasrah duduk di kursi lain saat ocehannya tidak digubris. “Tidak usah khawatir, nona Riana sudah di izinkan mengambil bunga-bunga itu,” bisik seorang pria yang baru saja datang, menghampiri wanita itu. Pria tersebut tersebut membawa lebih banyak lagi bunga mawar

    Last Updated : 2021-06-21
  • Claudia's Gift Shop   Riana's Diary 4

    Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, Riana duduk di taman halaman belakang bersama bibi Lin yang menemaninya. “Kak Frans itu, setelah kemarin ia dapat membuat perasaanku membaik, kini ia kembali seperti biasanya.Mengurung diri di kamarnya dan hanya menampakkan dirinya ketika makanan siap,” ujar Riana ketus. “Ya, begitulah tuan muda Frans.Dia berambisi untuk menjadi penerus yang layak dari keluarga ini sehingga ia belajar setiap hari.“ “Untuk apa ia belajar terus?” tanya Riana. “Katanya ia ingin mengikuti seleksi sekolah menengah atas dan perguruan tinggi di luar negeri.Ia ingin bisa lulus bukan hanya dengan modal nama keluarga, uang, ataupun kekuasaan.Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya layak secara individu dengan kemampuan yang memadai.” Lin menjelaskan dengan sabar pada Riana. “Daripada itu nona mengapa tidak mencoba bermain dengan teman-teman di luar? Akan bibi temani.” “Tidak mau, mereka semua sama saja.Mereka hanya baik di depanku,be

    Last Updated : 2021-06-21
  • Claudia's Gift Shop   Riana's Diary 5

    Hampir satu setengah tahun telah berlalu (delapan setengah tahun lalu), banyak hal yang telah terjadi pada Riana dan keluarganya.Setelah pertemuannya dengan Rafael di waktu itu, mereka selalu bermain bersama di taman belakang.Dalam waktu yang masih tergolong singkat itu, mereka telah menjadi teman yang sangat dekat. Namun, hari ini, alih-alih bermain di taman belakang, di lapangan hijau itu dengan pakaian serba hitam Riana berdiri di dekat sebuah nisan besar.Di sana seorang wanita terus menangis memeluk nisan itu, tak kenal lelah sudah hampir tiga jam ia di sana dan Riana menemaninya. Hari itu, adalah hari pemakaman adiknya, Rin Ellon, setelah lama berjuang melawan penyakitnya ia meninggal di usia 6 tahun.Ibunya seakan tak merelakan putri bungsunya itu, setelah sekian lama ia menemani dalam perjuangannya.Riana hanya berdiri di sana menemani ibunya, tak kuasa berkata apapun melihat kesedihan yang begitu besar terpancar dari sorot matanya. “Nona Riana, Ny

    Last Updated : 2021-06-22

Latest chapter

  • Claudia's Gift Shop   Ucapan Terima Kasih

    Halo, Terima kasih untuk kalian yang masih setia membaca kisah ini. Berhubung kesibukan author yang tak terelakan di kehidupan nyata, dan lagi cerita seperti ini sepertinya kurang diminati disini, dengan berat hati author menghentikan pengerjaan novel ini. Kisah ini memang belum berakhir dan Masih banyak misteri yang belum terpecahkan, dan mungkin selamanya akan menjadi misteri bahkan bagi author sendiri. Pengerjaan novel ini benar-benar author hentikan, dan sejenak berisitirahat dari kesibukan dunia tulis menulis ini. Ya, meskipun author bisa dibilang awam dalam dunia kepenulisan ini, namun setidaknya author telah belajar banyak hal dan mendapatkan banyak pengalaman. Kedepannya jika memungkinkan, author akan kembali dengan membawa kisah baru lainnya yang jauh lebih baik dari ini. Sekali lagi author mengucapkan terima kasih banyak, terutama buat kalian yang mendukung novel ini melalui vote gem, juga kepada Editor yang senantiasa memberikan ilmunya kepada author

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 16

    Dari atas tebing yang tak jauh dari istana pasir itu, Claudia dan Jack duduk di atas sebuah batu memperhatikan mereka dari kejauhan. Jack mengalihkan pandangannya dan menunjuk ke arah sebuah menara yang tinggi, berdiri tidak jauh dari sana. Menara itu tingginya sekitar 48 meter, dan merupakan bangunan tertinggi di Distrik Selatan.“Claudia, lihatlah menara itu, seingatku sewaktu kunjungan terakhir kita, menara itu masih dalam tahap pembangunan,”“Ah, menara itu sudah selesai di bangun?” tanya Claudia.“Tentu saja, karena menggunakan biaya yang besar pembangunan menara tersebut bisa dilakukan dengan cepat dan selesai tiga tahun lalu,” ujar Jack.“Maafkan aku, karena fokus pada istana pasirku aku tidak memerhatikan menara itu,” kata Claudia melayangkan pandangannya ke arah menara yang ditunjuk Jack,” kata Claudia.“Menara itu dibangun karena impian seseorang, karena itu pula menara itu dinam

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 15

    Dari apartemen itu mereka langsung bertolak ke Pantai Golden Valley di Distrik Selatan. Claudia melepas kemampuan iblisnya, merubah matanya menjadi merah menyala.“Aku tidak bisa berlama-lama menggunakan kemampuan ini, jadi semua berpegangan tangan, kita akan langsung berteleportasi ke Pantai Golden Valley,” ujar Claudia.“Tapi Claudia, apa kamu sudah pernah pergi ke sana?” tanya Frieda.Jack tersenyum. “ Tentu saja, aku pernah membawanya satu kali ke sana, melihat sebuah menara tinggi,” ujar Jack.“Ah, menara itu ya,” kata Frieda.“Sudah cukup ngobrolnya, ayo kita bergegas, cepat berpengangan tangan lalu lompat dalam hitungan ketiga,” ujar Claudia.Tarisa tampak bingung. “Eh, apa kita harus melom–““Satu, dua, tiga, lompat!” seru Claudia.Ketika mereka melompat mereka dapat merasakan sensasi perlambatan di udara, dan saat kaki mereka kemb

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 14

    Melihat ketegangan yang mulai muncul sebelum mereka memulai rencana mereka, Jack mencoba menenangkan mereka.“Tarisa, apa yang terjadi pada Rin tidak ada hubungannya dengan Claudia, kita hanya mengikuti panduan kita, apa yang telah tertulis di sana adalah keputusan mutlak dan bukan disebabkan oleh siapapun,” kata Jack.“Panduan apa? Aku bahkan tidak memilikinya, yang aku tahu penyebab kematian Rin secara tidak langsung disebabkan oleh kutukan itu, dan iblis dihadapan kita ini adalah dalang di balik itu semua,” ujar Tarisa.“Tentu saja kamu tidak punya, karena kamu belum menyelesaikan ujianmu. Dengar Tarisa, menurutku sekarang ini kita sudah terlalu jauh mengusik manusia. Sebenarnya tidak semestinya kita tidak terlibat langsung dalam urusan ini, tapi mengingat kamu yang tidak bisa keluar dari masalah ini sendiri, membuatku turut ikut turun tangan,” ujar Jack.“Aku sudah terlalu lama menunggu dan sekarang ada kesemp

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 13

    Di waktu sekarang di kamar apartemen Tarisa. “Aku ingin mendirikan sebuah istana pasir yang sangat megah, yang tingginya kira-kira sepuluh meter,” ucap Rin. Seketika itu juga, seisi ruangan menjadi hening. Claudia mengusap dahinya perlahan, Tarisa hanya tersenyum melihat ekspresi mereka. Sedangkan Jack, sepertinya menyadari bahwa permintaan Rin bukan hanya sekadar membangun istana pasir, namun lebih berat yang bahkan membuat Tarisa tidak dapat menyelesaikannya selama hampir sembilan tahun. “Mungkin kalian mengira ini adalah permintaan yang mudah, namun hal tersulitnya adalah membuat keluarganya dapat melihatnya dalam wujud roh tidak bisa kulakukan sampai sekarang,” kata Tarisa. “Soal itu, aku yakin Claudia bisa melakukannya,” ucap Frieda. “Terima kasih Frieda,” balas Tarisa. “Jika ingin membuat keluarganya bisa melihat Rin, kenapa kamu tidak mencoba mengalirkan energe supernaturalmua kepada Rin?” kata Claudia. Tarisa menghela n

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 12

    Hampir dua tahun bermain sendirian di bak pasir taman itu, tidak membuat Rin menyerah, ia terus menunggu kedatangan Frieda dan datang ke tempat itu setiap hari. Sementara itu, Tarisa masih melanjutkan penyelidikannya meski tidak ada kemajuan yang berarti. Hari-hari mereka berlangsung damai, kekhawatiran Tarisa akan malaikat lain yang mengejar mereka sepertinya hampir hilang dan dengan demikian ia telah menurunkan kewaspadaannya. Meskipun demikian ia yakin, mereka hanya membiarkan dirinya untuk sementara waktu, dan sebuah hukuman besar telah disiapkan untuknya. Karena itu, sebelum hukumannya tiba, ia bertekad untuk dapat segera mewujudkan keinginan Rin. Suatu hari ketika mencoba berkeliling kota sendirian, Tarisa melihat anak-anak perempuan dengan seragam sekolah pulang bersama dengan teman-temannya. Ia melihat mereka tampak bahagia, bersenda gurau dan sibuk membicarakan soal kegiatan liburan mereka. Melihat itu, terbesit rasa penasaran dalam diri Tarisa, ingin mencob

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 11

    Sudah hampir dua minggu Tarisa tinggal di kamar apartemen itu bersama roh Rin. Di sana ia menemukan beberapa keanehan seperti laci yang berisi banyak uang. Di laci itu juga terdapat pesan untuk tanpa segan menggunakan uang tersebut. Tarisa menanyakan keanehan itu kepada pria paruh baya pemilik apartemen yang dahulu menawarkan kamar itu kepadanya, tetapi ia tidak tahu apa-apa dan menyarankan padanya untuk menggunakan uang itu sesuai dengan pesan yang tertulis di sana.Pada awalnya, Tarisa tidak ingin menggunakan uang itu, namun lama kelamaan uang yang ia miliki semakin menipis, karena dengan wujud manusia maka ia juga akan memiliki kebutuhan seperti manusia, dan ia membutuhkan uang untuk memenuhinya.Oleh karena itu, ia berniat untuk mencari pekerjaan. Namun, karena ia tidak memiliki banyak dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Kota Golden Valley, membuatnya tidak bisa mendapatkan pekerjaan bahkan paruh waktu sekalipun. Akhirnya ia menyerah dan mengguna

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 10

    Pada awal pelarian mereka, mereka sama sekali tidak memiliki tempat tinggal. Jadi, mereka akan beristirahat di halte bus, pinggiran toko, atau taman kota. Seperti yang ia janjikan, Tarisa mengabulkan permintaan Rin untuk tetap bermain bersama Frieda. Setiap hari Frieda akan datang ke bak pasir yang sama di taman, dan mereka bermain di tempat itu.Sementara itu, Tarisa mengawasi mereka dari kejauahan, melihat gerak-gerik Jack atau malaikat lainnya yang mungkin mengejarnya dan Rin. Saat matahari terbenam, ia akan menjemput Rin.Pada waktu itu, Tarisa sengaja membuat dirinya terlihat. Ia dan Rin berjalan-jalan di sekitar komplek apartemen dan penyewaan rumah. Ia rasa punya tempat tinggal untuk bersembunyi akan jauh lebih baik daripada hidup tidak jelas di luar.Ia masih memiliki sisa uang pemberian Jack, tidak terlalu banyak, namun ia rasa itu cukup untuk menyewa sebuah kamar apartemen di sana.Kemudian tibalah ia di sebuah apartemen berlantai dua yang tampa

  • Claudia's Gift Shop   The Lost Child 9

    Setelah perjalanan cukup panjang dengan bus, mereka akhirnya tiba di taman kota yang berada di Distrik Utara. Di taman itu tersedia banyak fasilitas bermain untuk anak-anak dan warga kota lainnya untuk bersantai. Mereka memasuki taman itu dan duduk di kursi taman dekat salah satu bak pasir yang lebih sepi dikunjungi. “Kak Tarisa, Rin ingin bermain pasir lagi,” katanya sambil menunjuk bak pasir yang tidak jauh dari sana. “Boleh saja, tapi sepertinya dari yang aku perhatikan tadi, anak-anak bermain pasir dengan ember dan beberapa alat untuk mencetak. Peralatan itu disewakan di sana, jika tidak keberatan aku akan pergi ke sana dan menyewa satu untukmu,” kata Tarisa. “Ya, Kak, Rin mau,” ujar Rin. Tarisa bergegas ke tempat yang disinggungya tadi, meninggalkan Rin duduk sendirian di kursi taman itu. Sambil menunggu ia mengayunkan kakinya perlahan sambil menyanyi kecil. Sampai suatu ketika seorang anak perempuan datang mendekatinya. “Ka-kamu …

DMCA.com Protection Status