Nasi Bungkus untuk Laila

Nasi Bungkus untuk Laila

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-24
Oleh:  Alin Fiazna  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat. 1 Ulasan
68Bab
2.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Laila adalah simbol cinta, perjuangan dan pengorbanan. Bagaimana ia hidup dengan air mata dan penderitaan. Sang bapak pergi untuk selamanya dengan sangat tragis, tewas karena dibakar massa. Ibu dan adik bungsunya pun menyusul, kembali pada Sang Pencipta. Adiknya yang nomor dua, dibawa lari orang jahat. Menyisakan Laila sendiri berjuang mencari jalan hidupnya. Mimpi Laila begitu tinggi. Ia ingin mencari ilmu ke negeri Musa, Mesir. Tapi ibarat meraih bintang di langit. Mustahil! Namun, dengan segenap kekuatan dan uraian air mata, Laila berjuang untuk meraih mimpinya. Walau dalam perjalanannya, ia diuji dengan banyak rintangan, terjebak cinta segitiga dan fitnah. Butuh pengorbanan besar untuk sampai ke titik tujuannya. Hidup Laila dalam kesulitan dan kekurangan, terkadang ia harus menahan perutnya yang perih, karena kelaparan. Tapi semuanya berubah, ketika seorang misterius menjelma menjadi pahlawan. Orang itu selalu mengirim nasi bungkus untuk Laila. Orang itu mengenalkan dirinya bernama AG. Laila tidak mengenal siapa AG, ia hanya menerka-nerka, namun do’a-do’anya untuk orang bernama AG mengangkasa tinggi menembus langit ketujuh. Do’a tulus untuk kebahagiaan pahlawannya, yang kelak dikabulkan Tuhan. Siapakah AG? Bagaimana Laila melewati rintangannya? Bagaimana ia meraih impiannya dan bertemu cinta sejatinya?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Kisah Tragis

"Bakar aja, bakar aja!" teriak seorang pria bersarung dan berkaos oblong, di tangannya terdapat sebuah balok kayu sebesar kepalan tangan, seakan tak puas setelah menghajar tubuh ringkih lelaki yang dianggap maling itu."Biar mampus sekalian! Sampah masyarakat memang pantas mati." Seorang lelaki bertubuh tambun menyahuti perkataan lelaki bersarung. Ia juga berhasil menjejakkan kakinya di kepala lelaki yang sudah berlumuran darah, karena dipukuli bertubi-tubi tiada henti."Woi, jangan main hakim sendiri! Kita serahkan saja pada yang berwajib," teriak seorang pria berpakaian petugas keamanan menyeruak kerumunan, ia membawa pentungan untuk menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalannya.Tapi suaranya tenggelam dalam teriakan kemarahan, tak ada yang menghiraukannya, ia kalah jumlah, ia hanya sendirian sedangkan massa yang ngamuk berjumlah puluhan orang.Beberapa orang berharap-harap cemas, menunggu polisi yang tak kunjung tiba, sedangkan suasana semakin genting, lelaki itu hampir mat

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Ratna Yayang Debor
Bagus nih ceritanya.........
2023-08-02 21:25:42
0
68 Bab

Kisah Tragis

"Bakar aja, bakar aja!" teriak seorang pria bersarung dan berkaos oblong, di tangannya terdapat sebuah balok kayu sebesar kepalan tangan, seakan tak puas setelah menghajar tubuh ringkih lelaki yang dianggap maling itu."Biar mampus sekalian! Sampah masyarakat memang pantas mati." Seorang lelaki bertubuh tambun menyahuti perkataan lelaki bersarung. Ia juga berhasil menjejakkan kakinya di kepala lelaki yang sudah berlumuran darah, karena dipukuli bertubi-tubi tiada henti."Woi, jangan main hakim sendiri! Kita serahkan saja pada yang berwajib," teriak seorang pria berpakaian petugas keamanan menyeruak kerumunan, ia membawa pentungan untuk menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalannya.Tapi suaranya tenggelam dalam teriakan kemarahan, tak ada yang menghiraukannya, ia kalah jumlah, ia hanya sendirian sedangkan massa yang ngamuk berjumlah puluhan orang.Beberapa orang berharap-harap cemas, menunggu polisi yang tak kunjung tiba, sedangkan suasana semakin genting, lelaki itu hampir mat
Baca selengkapnya

Dia Telah Pergi

Hujan yang sama, turun di sebuah perkampungan kumuh di pinggiran kota, di sebuah rumah berdinding triplek dan beralas semen yang terletak di ujung gang. Tiga orang gadis remaja, sibuk menadahi air yang mengalir dari celah-celah seng yang bolong di mana-mana. Sang ibu yang terbaring lemah, mengerang menahan sakit karena tumor di rahimnya. Disamping menahan sakit, perutnya pun keroncongan menahan lapar, suami yang pergi mencari nafkah tak kunjung kembali. Padahal suaminya berjanji akan membawakannya obat. "Bu, bapak kok, belum pulang? Anisa lapar," keluh gadis berusia dua belas tahun itu, sambil memegangi perutnya. "Sabar Nisa, biar Kakak lihat ke dapur dulu, semoga ada makanan." Laila sulung di rumah itu mencoba menenangkan, usianya delapan belas tahun, tapi cara berpikirnya melampaui usianya, ia dipaksa untuk berpikir dewasa, kesulitan menempanya menjadi pribadi yang tangguh. Laila segera beranjak me
Baca selengkapnya

Penolakan Warga

Paginya kampung Cibodas geger, berita pembakaran Rusmin menyebar begitu cepat, bagai kapas yang berhamburan, diterbangkan angin ke seluruh penjuru kampung.   Kasak-kusuk diantara warga terjadi di setiap tempat, di warung kopi, pangkalan ojek, tukang sayur, dimana-mana membicarakan Rusmin.   "Gak nyangka, orang yang kukira paling baik di kampung ini, ternyata seorang maling." Bi Warsih yang sedang memilah-milah sayuran mengawali gosip pagi ini.   "Gak heran, Bi, orang yang rajin shalat, rajin ibadah ke masjid, bisa saja berbuat nekad, kalau sudah terpepet ekonomi, malaikat pun bisa berubah menjadi setan," timpal Astri.   "Gak usah ngadi-ngadi lah, kalian ini gak tahu pasti kebenarannya, bisa saja itu fitnah." Mak Yati, yang terkanal galak di kampung Cibodas berusaha membungkam biang gosip itu.   "Faktanya gitu ko, Mak! pokoknya ya, aku gak sudi, mayat maling itu di makamkan di kam
Baca selengkapnya

Jangan Ada Air Mata

"Pengumuman, pengumuman, teman-teman! Jaga barang-barang kalian! Anak maling sudah berkeliaran," teriak Soraya anak Dirman. Laila beserta kedua adiknya sedang berjalan menuju masjid, untuk mengikuti sekolah diniyah, langkahnya terhenti, mendengar teriakan Soraya yang menyindirnya. Tangannya mengepal, tubuhnya gemetar diiringi gemeletuk gigi yang beradu, karena menahan amarah. Soraya sepupunya, masih ada pertalian darah dengannya, tega-teganya mengatai mereka dengan perkataan yang menyakitkan. "Jangan begitu Soraya, mereka 'kan saudara kamu. Ini masjid, lho! Laila dan adik-adiknya datang ke sini mau mengaji." Puput, teman ngaji Laila, mencoba menegur Soraya. "Aku cuma mengingatkan, lho, Put. Siapa tahu barang-barang kalian hilang," jawab Soraya acuh, ia melenggang masuk ke dalam kelas. Laila tak menghiraukan Soraya, namun kedua adiknya tak bisa menyembunyikan kesedihan, kedua mata
Baca selengkapnya

Mencoba Tegar

Tengah malam, saat manusia sedang terlelap dalam buaian mimpi, samar-samar dalam keremangan, Laila melihat ibunya sedang terduduk. Ibu yang telah melahirkan dan merawatnya itu seperti tengah menangis. Suaranya lirih, dengan rintihan yang menyayat hatinya. "Ya Allah, sakit sekali perut ini. Aku bukan nabi Ayyub, yang mampu bersabar menahan derita sakit selama puluhan tahun, aku hanya wanita lemah yang tak tahan akan cobaan ini, jika kematian lebih baik bagiku aku ikhlas ya Allah, aku ridha," isak Narti tertahan. Ia menangis menikmati sakitnya dalam kesendirian. Lima tahun, tak pernah sedikitpun terdengar keluhan dari lisannya, tapi malam ini, ia sepertinya tak tahan lagi. Seseorang yang selalu menguatkannya, yang selalu menghiburnya, pergi mendahuluinya. Meninggalkan ia sendirian dalam kesakitan dan keputusasaan. "Bang, seharusnya aku yang mati, bukan kamu. Kenapa harus kamu, bang? Aku tak sanggup mel
Baca selengkapnya

Melamar Kerja

Akhirnya panggilan wawancara pun datang, setelah puluhan lamaran Laila kirimkan ke pabrik-pabrik dan kantor-kantor di pusat kota provinsi yang jaraknya sekitar 100 kilometer dari kampung tempat tinggalnya. "Bu, Alhamdulillah ... Laila mendapat panggilan wawancara. Ibu tak apa, Laila tinggalkan bersama Rosma dan Nisa, di rumah?" tanya Laila suatu malam. "Pergilah, Nak. Ma'afkan Ibu, jika kondisi ini malah membuat kamu harus memikul tanggung jawab yang berat. Seharusnya Ibu yang bekerja dan mengurus kalian dan kamu tetap kuliah," jawab Narti, ia merasa bersalah karena sudah menjadi beban Laila, anak kemarin sore yang harusnya melanjutkan pendidikan dan memikirkan masa depannya. Laila menggeleng, ia tak merasa dibebani, ia bahagia masih bisa berguna untuk keluarganya. Ia akan melakukan apa pun, demi kebahagiaan keluarga kecil mereka. Laila sedikit merasa lega, karena kondisi kesehatan ibunya membaik. Na
Baca selengkapnya

Kejadian Tak Terduga

Cahaya mentari berpendar menghangatkan mayapada, menembus celah-celah dedaunan, memaksa burung yang terlelap, agar segera berkicau. Menyanyikan sebuah kidung tentang perjuangan. Menghibur seorang gadis untuk mengais rezeki. Pukul enam tiga puluh, Laila sudah berada di tempat kerjanya, dia terus berdo'a agar hari pertamanya bekerja, berjalan lancar. Gedung tempatnya bekerja, terlihat megah. Laila berdecak kagum memandangi bangunan yang berbentuk persegi panjang berwarna biru. Laila bertemu dengan team leader-nya, seorang laki-laki sedikit tambun berusia sekitar 25-an, ia memberikan pengarahan pada sekitar tiga puluh cleaner. Sebagai anggota baru Laila mendapat penjelasan dari pria bernama Teguh itu. Teguh, dengan percaya dirinya menjelaskan job desk yang tak jauh dari dusting (ngelap), glasscleaning (bersihin kaca), sweeping (nyapu) dan moping (ngepel) pada Laila . Laila mendapat tug
Baca selengkapnya

Realistis

Peristiwa terpelesetnya Arsen menjadi buah bibir para karyawan, ada beberapa pasang mata yang menyaksikan bagaimana Arsen terpeleset. Wajah mereka memerah karena menahan tawa. Bahkan ada yang lari cekikikan ke kamar mandi. Arsen terkenal sebagai sosok yang dingin dan kejam, tak segan ia menghukum atau memecat karyawan yang membuatnya murka. Sebagian ada yang bersorak gembira melihat bos sombong dan menyebalkan itu mendapat karma, akibat sering membentak dan memecat anak buahnya sesuka hatinya. Sebagian ada yang berterima kasih pada Laila, karena sudah membuat orang nomer satu di kantor mereka itu malu. Teguh bukannya menegur Laila, ia malah berniat mentraktirnya dengan semangkuk bakso. Bukan tanpa alasan kenapa Teguh melakukan hal itu, dulu saat ia pertama kali bekerja menjadi cleaning service, ia pernah sakit hati oleh Arsen, ia dihukum mengepel lima lantai gedung ini sendirian.
Baca selengkapnya

Bertahan

Puluhan hari sudah terlewati, waktu berlalu menyisakan rindu, betapa keindahan dunia fana ini menyilaukan mata, tak ingin para pecintanya meninggalkan kesenangan ini. Apakah begitu kiranya? Tak merasakan berlalunya hari dan waktu, karena terlalu menikmati hidup di atas bumi ini. Dunia semakin tua. Perputaran waktu semakin cepat. Perasaan masih pagi, tahunya sudah malam. Begitu pula sebaliknya. Namun tidak bagi Laila, ia merasa waktu hanya berjalan seperti jarum pendek pada jam dinding di dalam kosannya, atau seperti lansia yang sedang meniti anak tangga, lambat! Itu tak lain, karena ia memendam rindu. Serasa ingin segera merengkuh wanita yang sudah melahirkannya, ingin bersimpuh di pangkuannya, ingin dibelai, ingin dipeluk karena sentuhannya adalah kekuatan. Sosok wajah sendu, bersahaja dan penuh kerutan itu tak lekang dari ingatannya. Ia sungguh merindu. Laila patut bersyukur bisa berhasil melalui h
Baca selengkapnya

Pergi Ke Mall

"Kenapa sendalnya kamu lepas? Ini mall, Neng. Bukan masjid!" Arsen menahan tawa, melihat Laila melepas sandalnya dan masuk melewati pintu otomatis. Beberapa orang menoleh dan ikut menertawakan Laila.Laila menahan malu, wajahnya memerah bak kepiting rebus, padahal ia tahu kalau masuk ke dalam mall tak perlu lepas sandal, entahlah pikirannya sedang tak fokus.Laila membalikkan tubuhnya, setengah berlari keluar mall untuk memakai sandalnya kembali, kembali beberapa pasang mata memperhatikannya, ada yang menutup mulutnya cekikikan. Sisanya cuek dan tak mau tahu."Bikin malu aja!" Arsen menggerutu."Jangan dimarahin Mas, kasihan," kata seorang ibu pada Arsen. "Sabar ya neng. Pembantu baru, ya? Baru datang dari kampung?" tanyanya lagi, ditujukan pada Laila.Laila tak menjawab, hanya tersenyum miris, lalu menggaruk kepala yang tak gatal.“Kaihan atuh, Mas. Orang kampung, baru ke mall mungkin. Jangan dimarhi, ya. Walaupun dia pembantu Mas.”Wajah Laila memerah, ia benar-benar malu. Arsen han
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status