°°°°°
Moriz menggeram pelan saat melihat tinggkah Gena di depanya saat ini. Gadis itu benar - benar menguji kesabaranya setiap kali bertemu denganya, di manapun itu.
" Om, jadi gimana aku cantik gak?"
Gena makin mendekat pada Moriz, sampai dia sengaja menempelkan tubuhnya di tubuh Moriz. Bahkan kini tangan lentiknya berani mengelus lembut dada bidang Moriz.
" Jangan memancing!" Desis Moriz, sembari menyingkirkan pelan tangan Gena dari dadanya.
" Gak ada yang mancing, Om. Orang aku nanya dari tadi sama, Om!" Kekehnya pelan tanpa rasa bersalah dan malah semakin berani saja.
Moriz memandang tajam sosok gadis muda di depanya ini. Sudah beberapa bulan belakangan, dirinya selalu saja di ganggu oleh Gena, anak rekan kerjanya. Entah itu sebuah kesialan atau keberuntungan bagi hidup Moriz.
Bisa membuat seorang gadis muda yang cantik nan sexy seperti Gena, tergila - gila padanya. Bahkan mengejarnya. Mau bagaimana pun Moriz adalah pria yang normal. Bisa saja dia merasa tergoda dengan tingkah laku Gena saat ini.
" Berhentilah menggangguku!" Ucapnya menatap tajam.
Gena mendongak menatap wajah tampan pria matang di depanya ini. Rahang tegas dengan hidung mancung, belum lagi mata tajam Moriz seakan bagai magnet tersendiri untuknya terus menempeli pria itu
" Jadi Om ngerasa selama ini aku ganggu?" Ujarnya balik bertanya.
Moriz mendengus pelan, memutar bola matanya malas. Sungguh gadis yang tak sadar diri. Apa selama ini Gena tak sadar, jika di setiap kedatanganya selalu saja mengganggu.
' Sial!'
Moriz merutuk dalam hatinya, saat tatapan matanya tak sengaja melihat ke arah dada Gena. Entah kenapa kali ini dimata Moriz, Gena benar - benar terlihat begitu sexy.
Belum lagi bibir gadis itu tengah di gigit olehnya, membuat Moriz ingin sekali menerjang dan memangutnya. Pasti rasanya begitu lembut, kenyal dan manis.
' fuck!' Moriz berusaha menghilangkan pikiran mesumnya pada Gena.
" Ya, sangat - sangat mengganggu!" Ketusnya.
Gena mengerucutkan bibirnya tak terima. Padahal dia memang sengaja mengganggu Moriz, agar pria itu bisa tertarik denganya.
Tanpa Moriz duga, Gena malah berjalan dan duduk di atas meja kerjanya dengan menyilangkan kakinya. Kedua tanganya dia tumpukan di meja. Gadis itu berpose seakan tengah menantang Moriz.
" Jadi, aku beneran ganggu nih?"
' Shit!' Moriz kembali menggeram dalam hatinya.
Pria itu tanpa sadar mendekat ke arah meja, di mana Gena tengah duduk di sana. Ikut menumpukan kedua tanganya di atas meja, seakan tengah mengungkung lalu menatap dalam mata Gena.
Merapatkan tubuhnya hingga dadanya tak sengaja menyentuh dua gundukan milik Gena. Membuat Moriz menahan nafasnya sejenak, sebelum kembali fokus menatap Gena.
" Ingin menggodaku, hm?"
Gena tak menjawab ucapan Moriz itu. Dia malah fokus pada wajah di depanya ini. Tangan kananya terangkat mengelus lembut rahang tegas Moriz lalu turun ke arah jakun.
Tanpa gadis itu sadari, perlakuanya pada Moriz malah menambah hasrat yang tengah Moriz tahan setengah mati sejak tadi. Agar tak kelepasan menyentuh Gena.
Belum lagi sekarang keduanya berada di perusahaan milik Moriz. Di dalam ruangan pribadinya, dan memang ruanganya sangat tertutup. Tak akan ada yang berani masuk tanpa seijin pemiliknya
Jikalau pun keduanya ingin melakukan sesuatu hal yang intim di dalam sini. Moriz yang sudah begitu di bangkitkan hasratnya, menarik pinggang ramping Gena.
Mendekap tubuh gadis itu, membuat Gena tersentak kaget. Belum hilang rasa kagetnya, Moriz sudah lebih dulu membungkam bibirnya yang memang ingin melayangkan rasa protesnya.
Tak membiarkan Gena menolak ciumanya, kedua tangan Moriz bertengger memegang kepala Gena dan sedikit menekanya, agar ciumanya bertambah dalam.
Gena yang baru pertama kali merasakan ciuman seperti ini. Tak ingin menyia - nyiakan kesempatan emas yang selama ini dia nantikan dari Moriz.
Meski dirinya harus merekalan ciuman pertamanya itu, tapi tak di pungkiri Gena juga menikmati cumbuan Moriz. Ternyata rasanya senikmat ini.
°°°
" Loh, Papah kok tumben jam segini udah pulang?"
Mariana beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri sang suami yang wajahnya terlihat sedikit pucat itu.
" Engga tau kenapa, Papah ngerasa pusing Mah. Makanya milih buat pulang aja." Jawabnya.
" Ya udah, Papah langsung ke kamar aja. Biar Mamah siapin minum sama obat."
Adnan mengangguk patuh, pria paruh baya itu segera masuk ke dalam kamar. Sedangkan Mariana pergi ke dapur mengambil air minum dan juga obat untuk suaminya.
" Pah, minum obat dulu yuk! Baru habis itu istirahat."
Adnan menurut saja, setelah selesai meminum obat. Pria itu kembali berbaring ingin beristirahat agar pusingnya bisa hilang.
" Gena di mana, Mah?" Adnan bertanya pada istrinya.
" Papah kayak gak tau aja, sama anaknya sendiri. Ya udah pasti pergi buat ketemu sama Moriz." Sahutnya terkekeh pelan.
Adnan menggelengkan kepalanya pelan. Tak habis pikir dengan putrinya itu, semenjak dirinya mengajak Moriz untuk makan malam di rumahnya dan mengenalkanya pada Gena.
Membuat putrinya menjadi terpikat pada Moriz, dan selalu saja berusaha mendekati rekan kerjanya itu. Adnan kadang merasa malu pada Moriz. Takut kelakuan Gena membuat pria itu merasa tak nyaman.
" Papah kadang ngerasa gak enak sama Moriz. Mungkin saja tingkah laku Gena yang selalu mengejarnya, membuatnya tak nyaman."
" Papah tenang aja, kalau Gena udah di luar batas. Biar nanti Mamah yang akan menegurnya."
°°
Sudah cukup lama keduanya saling bertukar saliva, memanggut dan beradu lidah masing - masing. Moriz yang tahu kalau Gena sudah mulai kehabisan nafasnya, memilih melepas ciumanya itu.
Gena langsung menghirup oksigen sebanyak - banyaknya. Moriz mengusap lembut bibir Gena yang begitu basah akibat berciuman denganya barusan.
Menggunakan ibu jarinya, Moriz juga mengelus dagu Gena yang ikut basah. Sejujurnya Gena sudah tak sanggup lagi dengan perlakuan Moriz kali ini.
Ini pertama kalinya Gena berhasil menggoda seorang Moriz Mikolas yang terkenal sangat susah untuk di taklukan.
" Manis,"
Moriz menjilat ibu jarinya bekas mengelap bibir dan dagu Gena tadi. Pandangan matanya tak dia alihkan dari wajah cantik yang selalu menggodanya.
Wajah Gena sudah berubah merah merona seperti kepiting rebus. Dia tak menyangka kenyataanya malah dirinya yang di goda seperti ini.
" Om, itu ... emm ... "
Moriz menaikan sebelah alisnya menunggu apa yang akan di ucapkan oleh Gena padanya. Gena yang di tatap seperti itu malah bertambah gugup saja.
" Hiiissshh ... Om kenapa nyium aku?" Ujarnya malu - malu.
Bahkan kini Gena tengah menggigit pipi dalamnya, berusaha tak salah tingkah di depanya Moriz dengan keadaan seperti ini. Keberanianya menggoda Moriz entah hilang kemana.
" Apa itu ciuman pertama mu?"
Bukanya menjawab pertanyaan Gena tadi, Moriz justru malah balik bertanya. Dengan wajah malu - malu yang masih memerah, Gena menganggukan kepalanya pelan.
Moriz di buat tersentak di tempatnya. Dia hanya asal saja bertanya seperti itu pada Gena. Tak menyangka jika pertanyaanya malah sebuah kebenaran.
Seperkian detik kemudian, Moriz tersenyum miring. Tak menyangka dia menjadi yang pertama mencium bibir Gena. Moriz pikir dengan tingkah Gena yang selama ini menggodanya,
Gadis itu pasti sudah berpengalaman dengan beberapa pria, jika hanya sekedar ciuman saja. Nyatanya yang Moris pikirkan benar - benar salah.
°°°°°
°°°°°Saat Moriz kembali memajukan wajahnya, dan ingin meraih tengkuk Gena. Gadis itu reflek langsung menghalau wajah Moriz meggunakan telapak tanganya." Eh, Om mau ngapain?" Tanyanya waspada." Jangan bilang Om mau nyium aku lagi ya? Enak aja main nyosor - nyosor aja. Minimal nikahin aku dulu, Om! Baru boleh nyium lagi, mau yang lain juga bebas. Yang penting sah dulu." Ujarnya panjang lebar.Moriz seketika menjauhkan wajah dan tubuhnya Berdiri tegak, kedua tanganya dilipat di dada lalu menatap Gena dari atas sampai bawah." A -ada apa? Kok lihatin aku kayak gitu sih?!" Gena merasa risih saat di tatap dari atas sampai bawah. Seakan pria di depanya ini tengah menilai penampilanya atau mungkin bentuk tubuhnya." Dasar Om Om mesum!" Ketusnya sembari kedua tanganya menyilang menutup area dadanya." Ckk!" Moriz berdecak tak habis pikir.Tadi saja gadis ini begitu berani menggodanya. Sampai - sampai dirinya kelepasan mencumbu bibir manis milik Gena. Yang selalu mengeluarkan kata - kata un
°°°°°" Gena, sini nak duduk." Titah Adnan lembut menepuk sofa." Eh, iya Pah."Berjalan pelan Gena ikut duduk di samping Mariana. Gadis itu harap - harap cemas saat ini. Entah kenapa dia merasa seakan mau diadili oleh kedua orang tuanya dan juga sosok Moriz." Karena Gena juga udah datang, jadi Anda mau berbicara apa Tuan Moriz?"Adnan kembali bersuara mencoba memecah keheningan yang ada, setelah kepulangan Gena barusan.Moriz menganggukan kepalanya pelan. Sebelum dia berbicara mengutarakan niatnya datang ke sini." Tak perlu formal seperti itu, Tuan Adnan. Panggil saja saya dengan sebutan nama." Ujarnya, " sebelumnya saya ucapkan terima kasih untuk sambutan baik anda dan istri terhadap kedatangan saya yang mendadak ini, tanpa memberi kabar lebih dulu." Ucapnya sengaja di jeda,yang membuat ketiga orang tersebut begitu penasaran apa maksud kedatangan Moriz kekediaman mereka ini." Saya tidak akan berbasa - basi, saya ingin melamar putri anda Tuan adnan, atau Genandra Pransetya untuk
°°°°°Terhitung sudah satu minggu berlalu. Setelah acara lamaran mendadak dari Moriz untuk Gena. Kini tinggalah acara pesta pernikahan keduanya yang akan di gelar nanti malam.Gena merasa begitu gugup dan takut, kini tengah sibuk mondar - mandir di dalam kamarnya sendiri. Tinggal Beberapa jam lagi pestanya akan di mulai.Namun, rasa gugupnya tak kunjung hilang. Malah bertambah saja. Dia masih tak percaya akan secepat ini menikah. Apalagi itu dengan sosok pria yang dia kagumi." Apa kamu tak bisa diam, Gen?" Dara mendengus jengah melihat tingkah laku sahabatnya itu. Dia rasanya pusing sejak tadi mendapati Gena terus saja berjalan mondar - mandir di depanya." Duduklah, dan coba tenang sedikit. Kamu itu akan menikah, bukan ingin pergi bertempur ke medan perang."Dara menarik paksa tangan Gena. Mendudukan tubuh sahabatnya itu di atas kasur sebelahnya. Membuat Gena mau tak mau menurut saja, dari pada mendapat protes lagi." Aku sangat gugup sekali, Dar." Adunya." Ya, aku tahu. Tapi coba
°°°°°" Emmhhptt ... "Di dalam kamar hotel beraroma lavender, pasangan yang hari ini baru saja halal. Tengah saling mencumbu satu sama lainya.Gena begitu menikmati ciuman keduanya itu dengan Moriz. Bahkan tanpa kesulitan sedikitpun, Moriz sembari membuka jas yang melekat di tubuhnya.Dan melemparnya secara asal. tanganya kembali bergerak mngapit kepala Gena. Membuat ciuman mereka semakin dalam.Gena hanya bisa pasrah saja, saat tubuhnya semakin di himpitkan ke dinding kamar. Keduanya terlalu larut dalam ciuman tersebut.Merasa sudah akan kehabisan nafasnya, Gena mencoba mendorong tubuh Moriz. Namun, tak ada perubahan sama sekali. Sampai percobaan kedua, dengan mengerahkan seluruh tenaganya.Gena akhirnya berhasil melepas pangutan keduanya. Dengan bibir yang sudah terlihat bengkak dan memerah. Belum lagi rambut yang tadinya tertata rapi,Kini sudah berantakan sekali oleh ulah Moriz, pastinya. Moriz menggeram lirih, merasa kesal saat tubuhnya di dorong begitu saja oleh Gena.Belum lag
....."Sudah bangun?"Suara serak namun malah terdengar sexy itu, menyapa indra pendengaran Gena. Gadis itu, aahh bukan! Dia sudah bukan gadis lagi.Gena mengerjakan matanya beberapa kali, untuk menyesuaikan cahaya. Di sekitarnya. Senyum malu - malu wanita itu perlihatkan pada Moriz sang suami.Moriz menaikan sebelah alisnya. Lalu bertanya, "kenapa?" Dan Gena hanya menjawab dengan menggeleng pelan saja." Bangunlah, akan ku siapkan air hangat untukmu"Belum sempat Gena menjawab ucapan Moriz barusan. Pria itu sudah lebih dulu beranjak turun dari atas ranjang.Gena yang melihatnya melotot tak percaya. Bagaimana tidak! Moriz tanpa rasa malu melenggang berjalan masuk kedalam kamar mandi, tanpa memakai pakaian apapun."Ya Tuhan ..." Gumam Gena pelan.Wanita itu memilih menutupi seluruh tubuhnya sampai kepala. Malah kini dialah yang merasa malu melihat suaminya bertelanjang seperti itu.Tengah asyik melamun, tiba - tiba saja selimut yang menutupi tubuhnya terbuka. Gena terlonjak kaget bukan
.....Gena memilih duduk di pinggir kasur, menghadap kearah kaca balkon kamar tersebut. Matanya malah sibuk memindai seluruh isi kamar.Kamar yang akan menjadi kamarnya juga. Terlihat cukup luas dengan di dominasi warna putih. Moriz masih menatap Gena. Menunggu istrinya menjawab pertanyaannya tadi. Dia yakin jika Gena ingin menanyakan sesuatu padanya."Om!" Panggilnya lagi. Namun kali ini tak melirik kearah Moriz." Apa kamu bisa berhenti memanggilku dengan sebutan, Om!" Decaknya kesal. Merasa tak suka.Moriz merasa belum setua itu untuk di panggil menggunakan kata, Om. Dia dan Gena hanya beda delapan tahun saja."Eh," Gena baru menoleh mendengar protes Moriz padanya itu."Terus aku harus manggil apa?""Terserah. Asalkan jangan panggilan Om lagi."Gena berpikir akan mengganti panggilan apa, sekiranya cocok untuk Moriz."Gimana kalau Abang? Mas, atau Kak?"Moriz kembali menoleh, " panggil Mas saja, itu lebih baik.""Oh, ok!"Keduanya lalu sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-
....."Eeuugghhh ... Udah,""Udah? Bahkan saya belum sekalipun pelepasan."Moriz tak memperdulikan rengekan Gena yang meminta untuk menyudahi permainan mereka."Nikmati saja, sayang" Moriz merunduk menciumi leher lalu turun memainkan kembali buah dada Gena. Wanita itu rasanya ingin menangis.Namun, apalah daya. Tubuhnya malah mengkhianati hatinya. Respon dari tubuhnya malah seakan meminta terus di jamah oleh tangan Moriz.Tak sampai disitu, Moriz juga tak segan-segan menghentak kuat miliknya. agar masuk lebih dalam lagi didalam inti Gena.Tanpa melepas penyatuan mereka. Moriz membalikan tubuh Gena memunggunginya. Di posisi seperti ini menambah kegilaan seorang Moriz tentunya."Aaakkhhh ... " Teriak Gena cukup kencang.Dia merasa kaget sekaligus sedikit linu karena posisinya di ganti begitu saja, Tanpa aba-aba sebelumnya."Uugghhh ... Pelan, Mas!' pintanya dengan mata memejam menikmati hujaman dari Moriz.Bukanya menuruti ucapan Gena, Moriz malah menambah kecepatan tubuhnya. Kedua tan
...... Di sinilah kini Moriz berada. di sebuah taman tak jauh dari rumahnya. Sia sengaja memilih keluar dan meninggalkan Gena begitu saja. Moriz mengusap wajahnya kasar. menjambak rambutnya sesekali, guna menyalurkan emosinya yang tengah menggebu-gebu. Dia merasa sangat marah, saat melihat Gena sedang memegang bingkai berisi foto yang selama ini dia simpan di lemari pakaiannya. Padahal istrinya itu tak melakukan apapun. hanya sekedar memegang saja. Tapi dia seakan di pancing emosinya, hingga ingin meledak saat itu juga pada Gena. "Sial!" umpatnya sembari kakinya menendang angin. Baru saja dia pulang setelah membeli makanan, yang niatnya ingin ia makan bersama Gena. Namun, siapa sangka malah terjadi ketegangan pada keduanya. Sebenarnya ini salahnya. Karena menaruh bingkai tersebut bukan di tempat yang aman. Dia lupa memindahkannya lebih dulu. Pada akhirnya Gena bisa melihat foto tersebut. Untung saja istrinya tak bertanya aneh-aneh tentang foto itu. Tapi dengan perginya dia be
....."Mas kangen, sayang"Moriz memeluk Gena dari arah belakang. Keduang tanganya bergerilya kemana-mana. Menciumi cuping telinga Gena, sembari mengendus-ngendus leher Gena.Memberi gigitan kecil disana. Gena di buat terangsang oleh perbuatan Moriz. Namun, Hena harus secepatnya mengakhiri kegiatan Moriz ini.Sebelum suaminya semakin terbakar gairahnya. Buru-buru Gena membalikan tubuhnya. Membuat Moriz seketika berhenti dengan aksinya menciumi Gena."Mas, stop!" Cegahnya, membungkam mulut Moriz menggunakan telapak tanganya."Kenapa, sayang?" Tanya Moriz sedikit kesal di buatnya.Dia sedang asyik menikmati kegiatanya, namun harus di hentikan secara tiba-tiba oleh istrinya itu."Jangan lanjutin lagi, aku lagi datang bulan." Beritahunya, memperlihatkan wajah seakan menyesal."Ck!" Moriz berdecak, kali ini dia benar-brnar sangat kesal sekali. Menyugar rambutnya kasar, menggeram pelan meluapkan rasa kecewanya."Kenapa gak bilang dari tadi?" Dengusnya menatap Gena."Loh, kok malah marah sih
.....Adnan memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Harusnya di umurnya sekarang, dia sudah tak berkutat dengan pekerjaan atau dipusingkan oleh masalah perusahaan.Seperti sekarang ini, Adnan merasa kepalanya pusing dengan pekerjaan yang selalu saja menumpuk di meja kerjanya.Menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya. Harusnya Gena yang meneruskan perusahaan miliknya ini.Harusnya putri tunggalnya itu yang menggantikan dirinya, menjadi pemimpin di sini. Dan dia tinggal duduk manis menikmati masa tuanya bersama sang istri tercinta.Tangannya menarik laci, berniat mengambil roll on yang biasa ia oleskan di dahinya saat merasa sakit kepala seperti sekarang ini.Namun matanya malah menangkap sebuah benda berbentuk persegi panjang, berwarna hitam. Menatap sebentar benda tersebut.Lalu tangannya bergerak mengambil benda itu. Menekan tombol on off, layar ponsel yang di pegang ya langsung menyala. Menampilkan sebuah foto perempuan di sana.Adnan di buat terpaku di tempatnya. Dia t
.....Moriz menghela nafasnya setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah. Menatap kedepan, dimana terlihat jika rumahnya sangatlah sepi.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Rasanya lelah sekali hari ini. Bahkan kemeja yang di pakainya pun sudah sangat berantakan.Dua kancing atas sudah terbuka, dan dasi di lehernya juga dia buka. Melihat ponselnya. Menyalakannya.Dahinya mengernyit tak mendapatkan balasan pesan dari sang istri."Apa Gena sudah tidur?" Tanyanya pada diri sendiri.Dari pada bertanya-tanya tak jelas. Moriz memilih segera turun dari mobil. Tak lupa membawa turun jas dan juga sebuah tote bag berisi cemilan yang sengaja dia beli untuk Gena.Untung saja pintu rumahnya sudah menggunakan Electronik Lo, Moriz hanya tinggal memasukan pin saja dan terbukalah pintu tersebut.Satu kata menyambutnya, yaitu 'sunyi' sangat sunyi dan sepi. Lampu di ruang tamu sudah mati. Tak ada sambutan dari Gena yang dia dapatkan seperti biasanya.Melangkah masuk, menaruh cemilan yang dia baw
....."Saya berangkat dulu," Moriz mencium dahi Gena lalu mengusap kepala istrinya.Sebelum benar-benar pergi, Moriz kembali berucap "Nanti kamu gak perlu nganter makanan ke kantor." Beritahunya.Gena yang mendengar ucapan Moriz barusan,mengeryit heran. Menatap menyelidik pada suaminya."Kenapa?" Heranya. Ini pertama kalinya Moriz melarangnya mengantarkan makan siang ke kantor."Jangan menatap saya seperti itu," sebelum Gena berpikiran macam-macam, Moriz lebih dulu menjelaskan pada wanita itu. Agar nantinya tak terjadi kesalah pahaman diantara keduanya."Nanti siang ada pertemuan dengan klien, di sebuah restoran. Jadi mungkin saya akan sekalian makan siang bersama klien" jelasnya.Gena mengangguk paham, "oh gitu. Aku pikir kamu udah gak mau aku main ke kantor.""Ckk!" Decak Moriz, " Jangan suka berpikir hal macam-macam yang belum tentu itu kebenaran. Ya sudah saya berangkat dulu!"Gena melambaikan tangannya, melihat kepergian mobil yang di tumpangi Moriz. Sampai tak terlihat lagi.Lal
....."Sudah minum vitaminnya?"Moriz merengkuh tubuh Gena dari belakang. Wanita itu tengah mematut dirinya di depan cermin. Sebenarnya dia baru saja selesai mengoles wajahnya dengan serangkaian skincare seperti biasanya."Kenapa sih, Mas? Selalu nyuruh aku buat minum vitamin terus. Aku baik-baik saja loh, Mas."Gena memang merasa sehat-sehat saja. Tanpa perlu mengkonsumsi vitamin pun, dia akan baik-baik saja.Dia juga memakan makanan sehat setiap harinya. Apalagi dia sangat rajin berolahraga setiap pagi sebelum membuat sarapan."Jadi, sudah di minum apa belum?" Moriz tak memperdulikan pertanyaan Gena barusan. Dia malah bertanya kembali, dengan pertanyaan yang masih sama."Udah-udah," sebak Gena.Wanita itu lalu melepas rangkulan Moriz dari tubuhnya. Gena memilih naik keatas ranjang dan langsung merebahkan tubuhnya disana.Dia tak mau berdebat lagi dengan suaminya itu. Cukup sudah tadi siang saja, perdebatan terjadi antara dirinya dan Moriz.Dia terlalu malas melihat sikap maupun sif
.....Tak terasa pernikahan Gena dan Moriz, kini sudah memasuki bulan pertama. Dari kejadian saat Gena ketumpahan kopi.Sikap Moriz kembali berubah manis pada Gena. Dan hal itu juga membuat Gena tak merasa kalau sudah satu bulan hidup bersama Moriz."Selesai"Gena bertepuk tangan bangga. Melihat makanan yang sudah dia siapkan, dan akan dia antarkan ke kantor Moriz.Selama sebulan ini, Gena memang belajar memasak berbagai makanan. Dia bahkan sampai ikut les memasak setiap hari Rabu dan Jumat.Belum lagi, dirinya selalu meminta resep pada Mariana sang Mamah. Dia ingin menjadi sosok istri yang baik.Bisa melayani Moriz dalam berbagai hal. Tak hanya sekedar di ranjang saja. Gena benar-benar bekerja keras untuk bisa membuat Moriz senang.Untungnya, Moriz mengijinkannya dan tak melarang apapun yang ingin dia lakukan. Selama itu hal baik.Bahkan Mariana sampai takjub pada perubahan besar putrinya itu. Dia sangat senang sekali, saat Gena berniat belajar memasak....."Mamah masih gak nyangka
......Dengan terpaksa, Gena makan malam sendirian. Rasa lapar yang tadinya begitu terasa. kini entah pergi kemana. Mencoba menelan makanan di mulutnya, sembari berpikir kenapa semuanya tiba-tiba malah jadi rumit seperti ini?Pernikahan yang dari awal dia impikan indah, malah justru mendadak kacau secara mendadak. Hanya karena sebuah bingkai foto yang tak sengaja dia temukan di dalam lemari.Akhirnya makanan tersebut habis juga tanpa dia sadari. Lantas beranjak dari duduknya untuk mencuci piring tersebut di wastafel.Masih dengan pikiran tak tenang, Gena terpikirkan sebuah ide ingin membuatkan minuman seperti kopi maupun teh untuk sang suami."Ya aku bikinin minuman aja."Dengan wajah kembali cerah, Gena bergegas membuat kopi dan akan dia antarkan ke ruang kerja Moriz.Akhirnya setelah beberapa kali mencobanya, kopi buatnya jadi juga. Hanya membuat satu cangkir kopi saja, Gena membutuhkan waktu bermenit-menit lamanya.Mungkin bagi sebagian besar wanita diluaran sana, membuat kopi ada
...... Di sinilah kini Moriz berada. di sebuah taman tak jauh dari rumahnya. Sia sengaja memilih keluar dan meninggalkan Gena begitu saja. Moriz mengusap wajahnya kasar. menjambak rambutnya sesekali, guna menyalurkan emosinya yang tengah menggebu-gebu. Dia merasa sangat marah, saat melihat Gena sedang memegang bingkai berisi foto yang selama ini dia simpan di lemari pakaiannya. Padahal istrinya itu tak melakukan apapun. hanya sekedar memegang saja. Tapi dia seakan di pancing emosinya, hingga ingin meledak saat itu juga pada Gena. "Sial!" umpatnya sembari kakinya menendang angin. Baru saja dia pulang setelah membeli makanan, yang niatnya ingin ia makan bersama Gena. Namun, siapa sangka malah terjadi ketegangan pada keduanya. Sebenarnya ini salahnya. Karena menaruh bingkai tersebut bukan di tempat yang aman. Dia lupa memindahkannya lebih dulu. Pada akhirnya Gena bisa melihat foto tersebut. Untung saja istrinya tak bertanya aneh-aneh tentang foto itu. Tapi dengan perginya dia be
....."Eeuugghhh ... Udah,""Udah? Bahkan saya belum sekalipun pelepasan."Moriz tak memperdulikan rengekan Gena yang meminta untuk menyudahi permainan mereka."Nikmati saja, sayang" Moriz merunduk menciumi leher lalu turun memainkan kembali buah dada Gena. Wanita itu rasanya ingin menangis.Namun, apalah daya. Tubuhnya malah mengkhianati hatinya. Respon dari tubuhnya malah seakan meminta terus di jamah oleh tangan Moriz.Tak sampai disitu, Moriz juga tak segan-segan menghentak kuat miliknya. agar masuk lebih dalam lagi didalam inti Gena.Tanpa melepas penyatuan mereka. Moriz membalikan tubuh Gena memunggunginya. Di posisi seperti ini menambah kegilaan seorang Moriz tentunya."Aaakkhhh ... " Teriak Gena cukup kencang.Dia merasa kaget sekaligus sedikit linu karena posisinya di ganti begitu saja, Tanpa aba-aba sebelumnya."Uugghhh ... Pelan, Mas!' pintanya dengan mata memejam menikmati hujaman dari Moriz.Bukanya menuruti ucapan Gena, Moriz malah menambah kecepatan tubuhnya. Kedua tan