°°°°°
Saat Moriz kembali memajukan wajahnya, dan ingin meraih tengkuk Gena. Gadis itu reflek langsung menghalau wajah Moriz meggunakan telapak tanganya.
" Eh, Om mau ngapain?" Tanyanya waspada.
" Jangan bilang Om mau nyium aku lagi ya? Enak aja main nyosor - nyosor aja. Minimal nikahin aku dulu, Om! Baru boleh nyium lagi, mau yang lain juga bebas. Yang penting sah dulu." Ujarnya panjang lebar.
Moriz seketika menjauhkan wajah dan tubuhnya Berdiri tegak, kedua tanganya dilipat di dada lalu menatap Gena dari atas sampai bawah.
" A -ada apa? Kok lihatin aku kayak gitu sih?!"
Gena merasa risih saat di tatap dari atas sampai bawah. Seakan pria di depanya ini tengah menilai penampilanya atau mungkin bentuk tubuhnya.
" Dasar Om Om mesum!" Ketusnya sembari kedua tanganya menyilang menutup area dadanya.
" Ckk!" Moriz berdecak tak habis pikir.
Tadi saja gadis ini begitu berani menggodanya. Sampai - sampai dirinya kelepasan mencumbu bibir manis milik Gena. Yang selalu mengeluarkan kata - kata untuk menggodanya.
" Jadi gimana, Om mau enggak nikahin aku?" Celetuk Gena kembali memberanikan diri.
" Kenapa saya harus menikahi kamu?" Tanya balik Moriz masih dengan posisinya itu.
Mata Gena melotot tajam, menatap ke arah Moriz dengan tatapan tak terima. Bisa - bisanya pria itu malah bertanya hal seperti tadi padanya.
Jelas - jelas tanpa ijin lebih dulu, Moriz sudah berani mencium bibirnya. Mengambil ciuman pertamanya, yang seharusnya kelak akan dia berikan pada suaminya nanti.
" Ya haruslah!" Ucapnya ngegas, " tadi Om udah berani nyium aku. Mana bibir lagi yang dicium, udah aku bilang juga itu ciuman pertama aku. Yang harusnya nanti aku kasih sama suami." Ujarnya menggebu - gebu.
Moriz menarik sudut bibirnya, merasa senang menjadi pertama mencium Gena. Tapi bukan berarti hanya dengan alasan itu, dia harus menikahi Gena bukan? Pikirnya lagi.
" Pokoknya aku gak mau tahu, Om harus tanggung jawab!"
Dengan kesnya Gena turun dari atas meja kerja Moriz, yang sejak tadi dia duduki. Kini gadis itu terlihat sedikit berantakan. Bahkan lebih terlihat seperti korban pemerkosaan oleh Moriz.
" Alasan apa yang bisa membuat saya harus menikahi kamu?"
" Heh, Om!" Reflek Gena menunjuk wajah Moriz dengan jari telunjuknya. " Pokoknya kalau Om gak mau tanggung jawab nikahin aku, aku bakalan aduin sama Papah kalau Om udah ngelecehin aku." Ungkapnya.
Perkataan Gena barusan membuat Moriz membelalakan matanya lebar. Tak percaya jika kini dirinya tengah di ancam oleh seorang gadis muda, yang usianya cukup jauh darinya.
Belum sempat dirinya membalas perkataan Gena tadi, nyatanya gadis itu langsung pergi begitu saja. Keluar dari dalam ruangan Moriz, meninggalkan pria itu yang di buat frustasi.
" Damn it!" Moriz mengusap wajahnya kasar.
Dia sama sekali tak menyangka, jika gadis seperti Gena bisa mengancamnya seperti ini. Salahnya juga yang sudah kelepasan, tak bisa menahan diri untuk tak menyentuh Gena.
Belum lagi jika benar Gena sampai mengadukan perbuatanya pada orang tuanya. Sudah pasti dia akan di mintai tanggung jawab. Apalagi Adnan Ayah dari Gena juga bukan orang sembarangan.
Yang bisa Moriz sepelekan begitu saja. Jangan lupakan citranya sebagai pembisnis sukses dan bersih. Pastinya akan ikut tercoreng dengan adanya masalah ini, jika sampai viral nantinya.
" Gadis itu benar - benar,"
Moriz menghembuskan nafas kasarnya. Dia harus segera menyelesaikan masalah yang sudah di buatnya sendiri. Meski tak sengaja.
°°°
Di sisi lain Gena sudah keluar dari gedung kantor milik Moriz. Mengendarai kendaraan roda empatnya membelah jalanan yang tak terlalu padat, dengan senyum yang terus mengembang.
Sejak keluar dari ruangan Moriz, Gena tak melunturkan senyum cerahnya. Bahkan tadi ada beberapa karyawan Moriz yang bingung saat melihat Gena tengah tersenyum sendiri.
Gena menyentuh bibirnya, masih tak menyangka jika hari ini adalah hari keberhasilanya meluluhkan pertahanan seorang Moriz Mikolas.
Pria sukses sebagai pengusaha dengan usianya yang sudah menginjak kepala tiga. Namun, belum juga memutuskan untuk menikah itu. Mampu Gena taklukan dengan caranya sendiri.
Sejak Empat bulan yang lalu, Gena memutuskan mengejar Moriz. dan berusaha membuat pria itu melihat dan menyadari keberadaanya. Dengan tekad yang kuat, Gena menggunakan berbagai cara untuk menggoda Moriz.
Sampai akhirnya tibalah hari ini. Di mana Moriz tergoda, sampai mencuri ciuman pertama di bibirnya itu. Gena menggelengkan kepalanya begitu bahagia.
Seperti orang gila, dia sampai memukul stir mobilnya. Dan berteriak kesenangan bisa berciuman bersama pria tampan seperti Moriz. Karena sangking larut dalam kesenanganya, Gena hampir saja menyerempet sebuah motor.
Untung saja dia bisa mengelak lalu memutuskan berhenti sebentar di bahu jalan.
" Astaga!" Gumamnya sambil mengelus dadanya pelan.
Hampir saja dia membuat orang lain dan dirinya sendiri celaka. Melihat kearah spion untuk memastikan keadaan sang pengedara motor yang hampir saja di serempet.
Ternyata pengendara motor tersebut sudah tak ada. Padahal Gena berniat turun dan ingin menanyakan keadaan orang tersebut. Dia akan bertanggung jawab pastinya, jika sampai ada luka atau lecet pada orang tadi.
" Ya Tuhan ... hampir saja!" Menghela nafas lega.
Gena merutuki dirinya sendiri, " padahal baru aja seneng karena habis ngerasain ciuman sama si Om. Ini malah hampir aja kena celaka." Ujarnya pelan.
" Emang paling bener gak boleh terlalu ngerasa seneng. Pasti nanti ujung - ujungnya bakalan sedih atau kejadian yang buat nangis."
Gena mengingat jika sejak dia kecil, selalu saja seperti ini. Saat dia merasa terlalu senang atau bahagia. Maka pastinya sesuatu akan terjadi yang membuatnya sedih sampai menangis.
Gena kembali menyalakan mesin mobilnya. Dia akan meminta kedua orang tuanya untuk melamar Moriz. Dia tak perduli jika dikatakan gila atau semacamnya. Karena meminta di nikahkan dengan Moriz.
Beberapa menit kemudian, mobilnya sudah samoai di halaman rumahnya yang luas. Matanya menyipit melihat mobil sang Papah sudah terparkir, dan mobil milik siapa itu?
Ada sebuah mobil yang Gena seperti mengenalnya, tapi milik siapa itu? Gena memilih segera turun dan masuk ke dalam rumahnya karena penasaran.
Alangkah terkejutnya saat memasuki rumahnya, Gena melihat sosok yang sangat dia kenali berada di rumahnya. Tengah duduk bersama kedua orang tuanya.
" Nah, itu dia Gena pulang." Mariana tersenyum manis melihat kedatangan sang putri.
Sontak ucapan Mariana yang mengatakan jika Gena sudah pulang. Membuat Adnan dan Moriz menoleh secara bersamaan ke arah pintu rumah.
" Om," gumam Gena tak menyangka sama sekali.
Bagaimana bisa, Moriz sudah lebih dulu datang ke rumahnya? Padahal bukanya dirinyalah yang pergi lebih dulu? Tapi kenapa ...
Moriz tersenyum miring melihat wajah terkejut Gena. Pria itu memang langsung memutuskan menyusul Gena pulang.
Tapi siapa sangka? Jika dia lebih dulu sampai kekediaman Pransetya.
°°°°°
°°°°°" Gena, sini nak duduk." Titah Adnan lembut menepuk sofa." Eh, iya Pah."Berjalan pelan Gena ikut duduk di samping Mariana. Gadis itu harap - harap cemas saat ini. Entah kenapa dia merasa seakan mau diadili oleh kedua orang tuanya dan juga sosok Moriz." Karena Gena juga udah datang, jadi Anda mau berbicara apa Tuan Moriz?"Adnan kembali bersuara mencoba memecah keheningan yang ada, setelah kepulangan Gena barusan.Moriz menganggukan kepalanya pelan. Sebelum dia berbicara mengutarakan niatnya datang ke sini." Tak perlu formal seperti itu, Tuan Adnan. Panggil saja saya dengan sebutan nama." Ujarnya, " sebelumnya saya ucapkan terima kasih untuk sambutan baik anda dan istri terhadap kedatangan saya yang mendadak ini, tanpa memberi kabar lebih dulu." Ucapnya sengaja di jeda,yang membuat ketiga orang tersebut begitu penasaran apa maksud kedatangan Moriz kekediaman mereka ini." Saya tidak akan berbasa - basi, saya ingin melamar putri anda Tuan adnan, atau Genandra Pransetya untuk
°°°°°Terhitung sudah satu minggu berlalu. Setelah acara lamaran mendadak dari Moriz untuk Gena. Kini tinggalah acara pesta pernikahan keduanya yang akan di gelar nanti malam.Gena merasa begitu gugup dan takut, kini tengah sibuk mondar - mandir di dalam kamarnya sendiri. Tinggal Beberapa jam lagi pestanya akan di mulai.Namun, rasa gugupnya tak kunjung hilang. Malah bertambah saja. Dia masih tak percaya akan secepat ini menikah. Apalagi itu dengan sosok pria yang dia kagumi." Apa kamu tak bisa diam, Gen?" Dara mendengus jengah melihat tingkah laku sahabatnya itu. Dia rasanya pusing sejak tadi mendapati Gena terus saja berjalan mondar - mandir di depanya." Duduklah, dan coba tenang sedikit. Kamu itu akan menikah, bukan ingin pergi bertempur ke medan perang."Dara menarik paksa tangan Gena. Mendudukan tubuh sahabatnya itu di atas kasur sebelahnya. Membuat Gena mau tak mau menurut saja, dari pada mendapat protes lagi." Aku sangat gugup sekali, Dar." Adunya." Ya, aku tahu. Tapi coba
°°°°°" Emmhhptt ... "Di dalam kamar hotel beraroma lavender, pasangan yang hari ini baru saja halal. Tengah saling mencumbu satu sama lainya.Gena begitu menikmati ciuman keduanya itu dengan Moriz. Bahkan tanpa kesulitan sedikitpun, Moriz sembari membuka jas yang melekat di tubuhnya.Dan melemparnya secara asal. tanganya kembali bergerak mngapit kepala Gena. Membuat ciuman mereka semakin dalam.Gena hanya bisa pasrah saja, saat tubuhnya semakin di himpitkan ke dinding kamar. Keduanya terlalu larut dalam ciuman tersebut.Merasa sudah akan kehabisan nafasnya, Gena mencoba mendorong tubuh Moriz. Namun, tak ada perubahan sama sekali. Sampai percobaan kedua, dengan mengerahkan seluruh tenaganya.Gena akhirnya berhasil melepas pangutan keduanya. Dengan bibir yang sudah terlihat bengkak dan memerah. Belum lagi rambut yang tadinya tertata rapi,Kini sudah berantakan sekali oleh ulah Moriz, pastinya. Moriz menggeram lirih, merasa kesal saat tubuhnya di dorong begitu saja oleh Gena.Belum lag
....."Sudah bangun?"Suara serak namun malah terdengar sexy itu, menyapa indra pendengaran Gena. Gadis itu, aahh bukan! Dia sudah bukan gadis lagi.Gena mengerjakan matanya beberapa kali, untuk menyesuaikan cahaya. Di sekitarnya. Senyum malu - malu wanita itu perlihatkan pada Moriz sang suami.Moriz menaikan sebelah alisnya. Lalu bertanya, "kenapa?" Dan Gena hanya menjawab dengan menggeleng pelan saja." Bangunlah, akan ku siapkan air hangat untukmu"Belum sempat Gena menjawab ucapan Moriz barusan. Pria itu sudah lebih dulu beranjak turun dari atas ranjang.Gena yang melihatnya melotot tak percaya. Bagaimana tidak! Moriz tanpa rasa malu melenggang berjalan masuk kedalam kamar mandi, tanpa memakai pakaian apapun."Ya Tuhan ..." Gumam Gena pelan.Wanita itu memilih menutupi seluruh tubuhnya sampai kepala. Malah kini dialah yang merasa malu melihat suaminya bertelanjang seperti itu.Tengah asyik melamun, tiba - tiba saja selimut yang menutupi tubuhnya terbuka. Gena terlonjak kaget bukan
.....Gena memilih duduk di pinggir kasur, menghadap kearah kaca balkon kamar tersebut. Matanya malah sibuk memindai seluruh isi kamar.Kamar yang akan menjadi kamarnya juga. Terlihat cukup luas dengan di dominasi warna putih. Moriz masih menatap Gena. Menunggu istrinya menjawab pertanyaannya tadi. Dia yakin jika Gena ingin menanyakan sesuatu padanya."Om!" Panggilnya lagi. Namun kali ini tak melirik kearah Moriz." Apa kamu bisa berhenti memanggilku dengan sebutan, Om!" Decaknya kesal. Merasa tak suka.Moriz merasa belum setua itu untuk di panggil menggunakan kata, Om. Dia dan Gena hanya beda delapan tahun saja."Eh," Gena baru menoleh mendengar protes Moriz padanya itu."Terus aku harus manggil apa?""Terserah. Asalkan jangan panggilan Om lagi."Gena berpikir akan mengganti panggilan apa, sekiranya cocok untuk Moriz."Gimana kalau Abang? Mas, atau Kak?"Moriz kembali menoleh, " panggil Mas saja, itu lebih baik.""Oh, ok!"Keduanya lalu sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-
....."Eeuugghhh ... Udah,""Udah? Bahkan saya belum sekalipun pelepasan."Moriz tak memperdulikan rengekan Gena yang meminta untuk menyudahi permainan mereka."Nikmati saja, sayang" Moriz merunduk menciumi leher lalu turun memainkan kembali buah dada Gena. Wanita itu rasanya ingin menangis.Namun, apalah daya. Tubuhnya malah mengkhianati hatinya. Respon dari tubuhnya malah seakan meminta terus di jamah oleh tangan Moriz.Tak sampai disitu, Moriz juga tak segan-segan menghentak kuat miliknya. agar masuk lebih dalam lagi didalam inti Gena.Tanpa melepas penyatuan mereka. Moriz membalikan tubuh Gena memunggunginya. Di posisi seperti ini menambah kegilaan seorang Moriz tentunya."Aaakkhhh ... " Teriak Gena cukup kencang.Dia merasa kaget sekaligus sedikit linu karena posisinya di ganti begitu saja, Tanpa aba-aba sebelumnya."Uugghhh ... Pelan, Mas!' pintanya dengan mata memejam menikmati hujaman dari Moriz.Bukanya menuruti ucapan Gena, Moriz malah menambah kecepatan tubuhnya. Kedua tan
...... Di sinilah kini Moriz berada. di sebuah taman tak jauh dari rumahnya. Sia sengaja memilih keluar dan meninggalkan Gena begitu saja. Moriz mengusap wajahnya kasar. menjambak rambutnya sesekali, guna menyalurkan emosinya yang tengah menggebu-gebu. Dia merasa sangat marah, saat melihat Gena sedang memegang bingkai berisi foto yang selama ini dia simpan di lemari pakaiannya. Padahal istrinya itu tak melakukan apapun. hanya sekedar memegang saja. Tapi dia seakan di pancing emosinya, hingga ingin meledak saat itu juga pada Gena. "Sial!" umpatnya sembari kakinya menendang angin. Baru saja dia pulang setelah membeli makanan, yang niatnya ingin ia makan bersama Gena. Namun, siapa sangka malah terjadi ketegangan pada keduanya. Sebenarnya ini salahnya. Karena menaruh bingkai tersebut bukan di tempat yang aman. Dia lupa memindahkannya lebih dulu. Pada akhirnya Gena bisa melihat foto tersebut. Untung saja istrinya tak bertanya aneh-aneh tentang foto itu. Tapi dengan perginya dia be
......Dengan terpaksa, Gena makan malam sendirian. Rasa lapar yang tadinya begitu terasa. kini entah pergi kemana. Mencoba menelan makanan di mulutnya, sembari berpikir kenapa semuanya tiba-tiba malah jadi rumit seperti ini?Pernikahan yang dari awal dia impikan indah, malah justru mendadak kacau secara mendadak. Hanya karena sebuah bingkai foto yang tak sengaja dia temukan di dalam lemari.Akhirnya makanan tersebut habis juga tanpa dia sadari. Lantas beranjak dari duduknya untuk mencuci piring tersebut di wastafel.Masih dengan pikiran tak tenang, Gena terpikirkan sebuah ide ingin membuatkan minuman seperti kopi maupun teh untuk sang suami."Ya aku bikinin minuman aja."Dengan wajah kembali cerah, Gena bergegas membuat kopi dan akan dia antarkan ke ruang kerja Moriz.Akhirnya setelah beberapa kali mencobanya, kopi buatnya jadi juga. Hanya membuat satu cangkir kopi saja, Gena membutuhkan waktu bermenit-menit lamanya.Mungkin bagi sebagian besar wanita diluaran sana, membuat kopi ada
....."Mas kangen, sayang"Moriz memeluk Gena dari arah belakang. Keduang tanganya bergerilya kemana-mana. Menciumi cuping telinga Gena, sembari mengendus-ngendus leher Gena.Memberi gigitan kecil disana. Gena di buat terangsang oleh perbuatan Moriz. Namun, Hena harus secepatnya mengakhiri kegiatan Moriz ini.Sebelum suaminya semakin terbakar gairahnya. Buru-buru Gena membalikan tubuhnya. Membuat Moriz seketika berhenti dengan aksinya menciumi Gena."Mas, stop!" Cegahnya, membungkam mulut Moriz menggunakan telapak tanganya."Kenapa, sayang?" Tanya Moriz sedikit kesal di buatnya.Dia sedang asyik menikmati kegiatanya, namun harus di hentikan secara tiba-tiba oleh istrinya itu."Jangan lanjutin lagi, aku lagi datang bulan." Beritahunya, memperlihatkan wajah seakan menyesal."Ck!" Moriz berdecak, kali ini dia benar-brnar sangat kesal sekali. Menyugar rambutnya kasar, menggeram pelan meluapkan rasa kecewanya."Kenapa gak bilang dari tadi?" Dengusnya menatap Gena."Loh, kok malah marah sih
.....Adnan memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Harusnya di umurnya sekarang, dia sudah tak berkutat dengan pekerjaan atau dipusingkan oleh masalah perusahaan.Seperti sekarang ini, Adnan merasa kepalanya pusing dengan pekerjaan yang selalu saja menumpuk di meja kerjanya.Menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya. Harusnya Gena yang meneruskan perusahaan miliknya ini.Harusnya putri tunggalnya itu yang menggantikan dirinya, menjadi pemimpin di sini. Dan dia tinggal duduk manis menikmati masa tuanya bersama sang istri tercinta.Tangannya menarik laci, berniat mengambil roll on yang biasa ia oleskan di dahinya saat merasa sakit kepala seperti sekarang ini.Namun matanya malah menangkap sebuah benda berbentuk persegi panjang, berwarna hitam. Menatap sebentar benda tersebut.Lalu tangannya bergerak mengambil benda itu. Menekan tombol on off, layar ponsel yang di pegang ya langsung menyala. Menampilkan sebuah foto perempuan di sana.Adnan di buat terpaku di tempatnya. Dia t
.....Moriz menghela nafasnya setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah. Menatap kedepan, dimana terlihat jika rumahnya sangatlah sepi.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Rasanya lelah sekali hari ini. Bahkan kemeja yang di pakainya pun sudah sangat berantakan.Dua kancing atas sudah terbuka, dan dasi di lehernya juga dia buka. Melihat ponselnya. Menyalakannya.Dahinya mengernyit tak mendapatkan balasan pesan dari sang istri."Apa Gena sudah tidur?" Tanyanya pada diri sendiri.Dari pada bertanya-tanya tak jelas. Moriz memilih segera turun dari mobil. Tak lupa membawa turun jas dan juga sebuah tote bag berisi cemilan yang sengaja dia beli untuk Gena.Untung saja pintu rumahnya sudah menggunakan Electronik Lo, Moriz hanya tinggal memasukan pin saja dan terbukalah pintu tersebut.Satu kata menyambutnya, yaitu 'sunyi' sangat sunyi dan sepi. Lampu di ruang tamu sudah mati. Tak ada sambutan dari Gena yang dia dapatkan seperti biasanya.Melangkah masuk, menaruh cemilan yang dia baw
....."Saya berangkat dulu," Moriz mencium dahi Gena lalu mengusap kepala istrinya.Sebelum benar-benar pergi, Moriz kembali berucap "Nanti kamu gak perlu nganter makanan ke kantor." Beritahunya.Gena yang mendengar ucapan Moriz barusan,mengeryit heran. Menatap menyelidik pada suaminya."Kenapa?" Heranya. Ini pertama kalinya Moriz melarangnya mengantarkan makan siang ke kantor."Jangan menatap saya seperti itu," sebelum Gena berpikiran macam-macam, Moriz lebih dulu menjelaskan pada wanita itu. Agar nantinya tak terjadi kesalah pahaman diantara keduanya."Nanti siang ada pertemuan dengan klien, di sebuah restoran. Jadi mungkin saya akan sekalian makan siang bersama klien" jelasnya.Gena mengangguk paham, "oh gitu. Aku pikir kamu udah gak mau aku main ke kantor.""Ckk!" Decak Moriz, " Jangan suka berpikir hal macam-macam yang belum tentu itu kebenaran. Ya sudah saya berangkat dulu!"Gena melambaikan tangannya, melihat kepergian mobil yang di tumpangi Moriz. Sampai tak terlihat lagi.Lal
....."Sudah minum vitaminnya?"Moriz merengkuh tubuh Gena dari belakang. Wanita itu tengah mematut dirinya di depan cermin. Sebenarnya dia baru saja selesai mengoles wajahnya dengan serangkaian skincare seperti biasanya."Kenapa sih, Mas? Selalu nyuruh aku buat minum vitamin terus. Aku baik-baik saja loh, Mas."Gena memang merasa sehat-sehat saja. Tanpa perlu mengkonsumsi vitamin pun, dia akan baik-baik saja.Dia juga memakan makanan sehat setiap harinya. Apalagi dia sangat rajin berolahraga setiap pagi sebelum membuat sarapan."Jadi, sudah di minum apa belum?" Moriz tak memperdulikan pertanyaan Gena barusan. Dia malah bertanya kembali, dengan pertanyaan yang masih sama."Udah-udah," sebak Gena.Wanita itu lalu melepas rangkulan Moriz dari tubuhnya. Gena memilih naik keatas ranjang dan langsung merebahkan tubuhnya disana.Dia tak mau berdebat lagi dengan suaminya itu. Cukup sudah tadi siang saja, perdebatan terjadi antara dirinya dan Moriz.Dia terlalu malas melihat sikap maupun sif
.....Tak terasa pernikahan Gena dan Moriz, kini sudah memasuki bulan pertama. Dari kejadian saat Gena ketumpahan kopi.Sikap Moriz kembali berubah manis pada Gena. Dan hal itu juga membuat Gena tak merasa kalau sudah satu bulan hidup bersama Moriz."Selesai"Gena bertepuk tangan bangga. Melihat makanan yang sudah dia siapkan, dan akan dia antarkan ke kantor Moriz.Selama sebulan ini, Gena memang belajar memasak berbagai makanan. Dia bahkan sampai ikut les memasak setiap hari Rabu dan Jumat.Belum lagi, dirinya selalu meminta resep pada Mariana sang Mamah. Dia ingin menjadi sosok istri yang baik.Bisa melayani Moriz dalam berbagai hal. Tak hanya sekedar di ranjang saja. Gena benar-benar bekerja keras untuk bisa membuat Moriz senang.Untungnya, Moriz mengijinkannya dan tak melarang apapun yang ingin dia lakukan. Selama itu hal baik.Bahkan Mariana sampai takjub pada perubahan besar putrinya itu. Dia sangat senang sekali, saat Gena berniat belajar memasak....."Mamah masih gak nyangka
......Dengan terpaksa, Gena makan malam sendirian. Rasa lapar yang tadinya begitu terasa. kini entah pergi kemana. Mencoba menelan makanan di mulutnya, sembari berpikir kenapa semuanya tiba-tiba malah jadi rumit seperti ini?Pernikahan yang dari awal dia impikan indah, malah justru mendadak kacau secara mendadak. Hanya karena sebuah bingkai foto yang tak sengaja dia temukan di dalam lemari.Akhirnya makanan tersebut habis juga tanpa dia sadari. Lantas beranjak dari duduknya untuk mencuci piring tersebut di wastafel.Masih dengan pikiran tak tenang, Gena terpikirkan sebuah ide ingin membuatkan minuman seperti kopi maupun teh untuk sang suami."Ya aku bikinin minuman aja."Dengan wajah kembali cerah, Gena bergegas membuat kopi dan akan dia antarkan ke ruang kerja Moriz.Akhirnya setelah beberapa kali mencobanya, kopi buatnya jadi juga. Hanya membuat satu cangkir kopi saja, Gena membutuhkan waktu bermenit-menit lamanya.Mungkin bagi sebagian besar wanita diluaran sana, membuat kopi ada
...... Di sinilah kini Moriz berada. di sebuah taman tak jauh dari rumahnya. Sia sengaja memilih keluar dan meninggalkan Gena begitu saja. Moriz mengusap wajahnya kasar. menjambak rambutnya sesekali, guna menyalurkan emosinya yang tengah menggebu-gebu. Dia merasa sangat marah, saat melihat Gena sedang memegang bingkai berisi foto yang selama ini dia simpan di lemari pakaiannya. Padahal istrinya itu tak melakukan apapun. hanya sekedar memegang saja. Tapi dia seakan di pancing emosinya, hingga ingin meledak saat itu juga pada Gena. "Sial!" umpatnya sembari kakinya menendang angin. Baru saja dia pulang setelah membeli makanan, yang niatnya ingin ia makan bersama Gena. Namun, siapa sangka malah terjadi ketegangan pada keduanya. Sebenarnya ini salahnya. Karena menaruh bingkai tersebut bukan di tempat yang aman. Dia lupa memindahkannya lebih dulu. Pada akhirnya Gena bisa melihat foto tersebut. Untung saja istrinya tak bertanya aneh-aneh tentang foto itu. Tapi dengan perginya dia be
....."Eeuugghhh ... Udah,""Udah? Bahkan saya belum sekalipun pelepasan."Moriz tak memperdulikan rengekan Gena yang meminta untuk menyudahi permainan mereka."Nikmati saja, sayang" Moriz merunduk menciumi leher lalu turun memainkan kembali buah dada Gena. Wanita itu rasanya ingin menangis.Namun, apalah daya. Tubuhnya malah mengkhianati hatinya. Respon dari tubuhnya malah seakan meminta terus di jamah oleh tangan Moriz.Tak sampai disitu, Moriz juga tak segan-segan menghentak kuat miliknya. agar masuk lebih dalam lagi didalam inti Gena.Tanpa melepas penyatuan mereka. Moriz membalikan tubuh Gena memunggunginya. Di posisi seperti ini menambah kegilaan seorang Moriz tentunya."Aaakkhhh ... " Teriak Gena cukup kencang.Dia merasa kaget sekaligus sedikit linu karena posisinya di ganti begitu saja, Tanpa aba-aba sebelumnya."Uugghhh ... Pelan, Mas!' pintanya dengan mata memejam menikmati hujaman dari Moriz.Bukanya menuruti ucapan Gena, Moriz malah menambah kecepatan tubuhnya. Kedua tan