°°°°°
Terhitung sudah satu minggu berlalu. Setelah acara lamaran mendadak dari Moriz untuk Gena. Kini tinggalah acara pesta pernikahan keduanya yang akan di gelar nanti malam.
Gena merasa begitu gugup dan takut, kini tengah sibuk mondar - mandir di dalam kamarnya sendiri. Tinggal Beberapa jam lagi pestanya akan di mulai.
Namun, rasa gugupnya tak kunjung hilang. Malah bertambah saja. Dia masih tak percaya akan secepat ini menikah. Apalagi itu dengan sosok pria yang dia kagumi.
" Apa kamu tak bisa diam, Gen?"
Dara mendengus jengah melihat tingkah laku sahabatnya itu. Dia rasanya pusing sejak tadi mendapati Gena terus saja berjalan mondar - mandir di depanya.
" Duduklah, dan coba tenang sedikit. Kamu itu akan menikah, bukan ingin pergi bertempur ke medan perang."
Dara menarik paksa tangan Gena. Mendudukan tubuh sahabatnya itu di atas kasur sebelahnya. Membuat Gena mau tak mau menurut saja, dari pada mendapat protes lagi.
" Aku sangat gugup sekali, Dar." Adunya.
" Ya, aku tahu. Tapi cobalah untuk tenang. Tarik nafasmu perlahan dan buang juga secara perlahan."
Dara memando Gena agar mau menuruti ucapanya itu. Gena mengangguk lalu segera melakukan perintah Dara. Gadis itu menarik nafas secara perlahan dan begitu sebaliknya sampai beberapa kali.
" Sudah cukup tenang?" Tanya Dara memastikan.
" Lumayan,"
" Ingat Gen, kamu itu mau menikah dengan orang yang selama ini kamu kejar - kejar dan impikan. Jadi coba bayangkan hal yang indah - indah, agar rasa gugupmu itu hilang atau setidaknya bisa berkuranglah sedikit saja." Nasehatnya panjang lebar.
Sangking merasa gemasnya pada Gena. Dara bahkan ingin sekali mengikat tubuh sahabatnya di headboard ranjang. Agar gadis itu bisa diam dan tenang meski hanya sejenak.
" Gak nyangka bakalan nikah sama Om Moriz beneran." Gumamnya masih di dengar oleh Dara.
" Bersyukurlah, yang kamu impikan, akhirnya sebentar lagi akan terwujud."
Gena mengangguk mengiyakan. Tentu saja dia sangat - sangat merasa bersyukur sekali. Bahkan bayangan malam pertama yang panas pun, sudah mulai berkeliaran di otak kecilnya saat ini.
°°°°
Waktu seolah berjalan lambat bagi Gena. Dia tengah berjalan menuju altar di mana tempat Moriz berdiri menunggunya.
Dengan di gandeng oleh kedua orang tuanya. Gena berjalan anggun menghampiri sang suami. Adnan meraih tangan Gena dan menyerahkanya pada Moriz sembari berkata.
" Tolong jaga putriku," ucapnya sendu, berusaha mempercayakan putri satu - satunya pada Moriz.
Lalu tatapan matanya kembali mengarah pada sang putri. Sebelum memilih beranjak dari sana, bersama istrinya. Adnan menyempatkan mengecup dahi Gena dengan di ikuti oleh Mariana juga.
" Titip Gena ya, Nak Moriz. Saya percayakan putri saya ini pada kamu." Mariana ikut berpesan pada Moriz.
Moriz mengangguk mengiyakan sebagai jawaban. Kedua orang tua Gena turun dari altar. Ikut bergabung bersama para tamu yang datang di acara pesta pernikahan putrinya ini.
Ucapan selamat di ucapkan satu - persatu, oleh para tamu yang hadir. Sejujurnya, Gena masih merasa gerogi berdiri berdampingan dengan Moriz.Dia masih tak menyangka bisa sampai menikah dengan sosok Moriz.
" Kamu haus?" Tanya Moriz melirik ke arah Gena.
" Eh," Gena merasa terkejut, lalu menatap Moriz, " Sedikit." Jawabnya.
" Tunggu di sini," Moriz lalu beranjak dari sana, menuju meja untuk mengambil sebuah minuman.
Setelah mengambil minuman tersebut, Moriz kembali menghampiri Gena. Lalu menyodorkan gelas berisi sirup itu pada Gena.
" Minumlah,"
Gena mengangguk menerima gelas itu dan segera meneguk airnya sampai tandas.
" Terima kasih, Om." Ucapnya sembari tersenyum dan Moriz hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.
" Jika kamu lelah, kita bisa pergi ke kamar untuk beristirahat."
" Ah, engga capek kok, Om. Acaranya juga belum selesaikan." Sahutnya cepat.
" Hm,"
Padahal yang sebenarnya, Gena sudah merasa lelah dan mengantuk. Belum lagi dia memang tak suka tempat keramaian seperti sekarang ini.
Meskipun ini adalah pesta pernikahanya, tapi Gena tak menyangka Moriz akan membuat pesta semewah dan semegah ini untuknya.
Di sisi lain kedua orang tua Gena tengah mengobrol dengan teman dan rekan kerjanya. Karena dari Moriz sendiri tak lagi memiliki keluarga, maka Adnan dan Marianalah yang menjadi penyambut semua tamu yang hadir.
" Tuan Adnan, selamat atas pernikahan putrimu. Saya tak menyangka jika akan secepat ini putri anda menikah. Jika tahu seperti ini, sudah dari dulu saya melamar putri anda untuk saya jodohkan dengan putra saya." Selorohnya tertawa kecil.
" Terima kasih Tuan Deril, saya sendiri juga tak menyangka akan menikahkan putri saya secepat ini." Jawabnya tersenyum.
" Tapi, anda hebat sekali bisa menjadikan seorang Moriz Mikolas sebagai menantu." Pujinya.
Pasalnya di kalangan pembisnis seperti mereka itu, sudah tak heran dan tak mungkin tak mengenal sosok pembisnis muda dan hebat seorang Moriz Mikolas.
Pria itu termasuk dalam urutan Lima besar pembisnis paling berpengaruh, selama Tiga tahun secara berturut - turut.
" Saya lebih tak menduga,Tuan Deril. Jika ternyata putri saya bisa menjalin hubungan dengan Moriz. Mungkin memang sudah takdir mereka berdua berjodoh."
" Ya benar, Tuan. Namanya jodoh tak ada yang tahu. Apalagi mereka terlihat sangat serasi sekali."
Tuan Adnan dan Tuan Deril sama - sama menoleh ke arah pelaminan. Di mana sang tokoh utama tengah duduk di singgah sana pernikahan.
Adnan tersenyum haru menatap putrinya, Gena kini terlihat bahagia di sana. Putri kecilnya telah menemukan sosok pangeran di kehidupanya.
" Semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan padamu, Nak." Gumamnya lirih.
Mariana Ibu dari Gena juga sibuk bercengkrama dengan teman maupun sahabatnya. Sedari tadi tak henti - hentinya di beri ucapan selamat, atas pernikahan putrinya.
" Gak salah pilih emang Jeng Maria ini, dapat durian runtuh punya mantu pembisnis hebat seperti Moriz." Celetuk salah satu wanita di sana.
" Iya nih Jeng. Jeng Maria hebat! Padahal yang sama - sama kita tahu loh, kalau di luaran sana siapa sih, yang gak kepengen nikah sama Moriz Mikolas? Udah ganteng, kaya raya lagi. Pokoknya hartanya gak bakalan habis mau sampai Tujuh turunan juga." Yang lainya pun ikut memuji.
" Ah, kalian ini bisa aja. Itu memang sudah takdirnya Gena. Tapi terima kasih buat pujianya."
Kembali pada kedua mempelai, Moriz melirik Gena yang terlihat kelelahan. Belum lagi sudah beberapa kali juga ketahuan menguap.
" Om, mau kemana?" Tanya Gena, saat melihat Moriz berdiri.
Namun, siapa sangka. Moriz justru tanpa aba - aba, apalagi meminta persetujuan dari Gena. Kini tiba - tiba saja mengangkat tubuh ramping Gena.
" EH EH ... OM MAU NGAPAIN?"
Reflek Gena berteriak kencang, karena kaget akan apa yang di lakukan oleh Moriz padanya.
Sadar akan teriakanya membuat orang - orang menoleh kearah mereka. Gena menulusupkan wajahnya di dada Moriz, karena merasa malu.
Orang - orang yang melihat keduanya menggelengkan kepalanya sembari terkekeh kecil. Mereka seakan paham dengan penganten baru tersebut.
°°°°°
°°°°°" Emmhhptt ... "Di dalam kamar hotel beraroma lavender, pasangan yang hari ini baru saja halal. Tengah saling mencumbu satu sama lainya.Gena begitu menikmati ciuman keduanya itu dengan Moriz. Bahkan tanpa kesulitan sedikitpun, Moriz sembari membuka jas yang melekat di tubuhnya.Dan melemparnya secara asal. tanganya kembali bergerak mngapit kepala Gena. Membuat ciuman mereka semakin dalam.Gena hanya bisa pasrah saja, saat tubuhnya semakin di himpitkan ke dinding kamar. Keduanya terlalu larut dalam ciuman tersebut.Merasa sudah akan kehabisan nafasnya, Gena mencoba mendorong tubuh Moriz. Namun, tak ada perubahan sama sekali. Sampai percobaan kedua, dengan mengerahkan seluruh tenaganya.Gena akhirnya berhasil melepas pangutan keduanya. Dengan bibir yang sudah terlihat bengkak dan memerah. Belum lagi rambut yang tadinya tertata rapi,Kini sudah berantakan sekali oleh ulah Moriz, pastinya. Moriz menggeram lirih, merasa kesal saat tubuhnya di dorong begitu saja oleh Gena.Belum lag
....."Sudah bangun?"Suara serak namun malah terdengar sexy itu, menyapa indra pendengaran Gena. Gadis itu, aahh bukan! Dia sudah bukan gadis lagi.Gena mengerjakan matanya beberapa kali, untuk menyesuaikan cahaya. Di sekitarnya. Senyum malu - malu wanita itu perlihatkan pada Moriz sang suami.Moriz menaikan sebelah alisnya. Lalu bertanya, "kenapa?" Dan Gena hanya menjawab dengan menggeleng pelan saja." Bangunlah, akan ku siapkan air hangat untukmu"Belum sempat Gena menjawab ucapan Moriz barusan. Pria itu sudah lebih dulu beranjak turun dari atas ranjang.Gena yang melihatnya melotot tak percaya. Bagaimana tidak! Moriz tanpa rasa malu melenggang berjalan masuk kedalam kamar mandi, tanpa memakai pakaian apapun."Ya Tuhan ..." Gumam Gena pelan.Wanita itu memilih menutupi seluruh tubuhnya sampai kepala. Malah kini dialah yang merasa malu melihat suaminya bertelanjang seperti itu.Tengah asyik melamun, tiba - tiba saja selimut yang menutupi tubuhnya terbuka. Gena terlonjak kaget bukan
.....Gena memilih duduk di pinggir kasur, menghadap kearah kaca balkon kamar tersebut. Matanya malah sibuk memindai seluruh isi kamar.Kamar yang akan menjadi kamarnya juga. Terlihat cukup luas dengan di dominasi warna putih. Moriz masih menatap Gena. Menunggu istrinya menjawab pertanyaannya tadi. Dia yakin jika Gena ingin menanyakan sesuatu padanya."Om!" Panggilnya lagi. Namun kali ini tak melirik kearah Moriz." Apa kamu bisa berhenti memanggilku dengan sebutan, Om!" Decaknya kesal. Merasa tak suka.Moriz merasa belum setua itu untuk di panggil menggunakan kata, Om. Dia dan Gena hanya beda delapan tahun saja."Eh," Gena baru menoleh mendengar protes Moriz padanya itu."Terus aku harus manggil apa?""Terserah. Asalkan jangan panggilan Om lagi."Gena berpikir akan mengganti panggilan apa, sekiranya cocok untuk Moriz."Gimana kalau Abang? Mas, atau Kak?"Moriz kembali menoleh, " panggil Mas saja, itu lebih baik.""Oh, ok!"Keduanya lalu sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-
....."Eeuugghhh ... Udah,""Udah? Bahkan saya belum sekalipun pelepasan."Moriz tak memperdulikan rengekan Gena yang meminta untuk menyudahi permainan mereka."Nikmati saja, sayang" Moriz merunduk menciumi leher lalu turun memainkan kembali buah dada Gena. Wanita itu rasanya ingin menangis.Namun, apalah daya. Tubuhnya malah mengkhianati hatinya. Respon dari tubuhnya malah seakan meminta terus di jamah oleh tangan Moriz.Tak sampai disitu, Moriz juga tak segan-segan menghentak kuat miliknya. agar masuk lebih dalam lagi didalam inti Gena.Tanpa melepas penyatuan mereka. Moriz membalikan tubuh Gena memunggunginya. Di posisi seperti ini menambah kegilaan seorang Moriz tentunya."Aaakkhhh ... " Teriak Gena cukup kencang.Dia merasa kaget sekaligus sedikit linu karena posisinya di ganti begitu saja, Tanpa aba-aba sebelumnya."Uugghhh ... Pelan, Mas!' pintanya dengan mata memejam menikmati hujaman dari Moriz.Bukanya menuruti ucapan Gena, Moriz malah menambah kecepatan tubuhnya. Kedua tan
...... Di sinilah kini Moriz berada. di sebuah taman tak jauh dari rumahnya. Sia sengaja memilih keluar dan meninggalkan Gena begitu saja. Moriz mengusap wajahnya kasar. menjambak rambutnya sesekali, guna menyalurkan emosinya yang tengah menggebu-gebu. Dia merasa sangat marah, saat melihat Gena sedang memegang bingkai berisi foto yang selama ini dia simpan di lemari pakaiannya. Padahal istrinya itu tak melakukan apapun. hanya sekedar memegang saja. Tapi dia seakan di pancing emosinya, hingga ingin meledak saat itu juga pada Gena. "Sial!" umpatnya sembari kakinya menendang angin. Baru saja dia pulang setelah membeli makanan, yang niatnya ingin ia makan bersama Gena. Namun, siapa sangka malah terjadi ketegangan pada keduanya. Sebenarnya ini salahnya. Karena menaruh bingkai tersebut bukan di tempat yang aman. Dia lupa memindahkannya lebih dulu. Pada akhirnya Gena bisa melihat foto tersebut. Untung saja istrinya tak bertanya aneh-aneh tentang foto itu. Tapi dengan perginya dia be
......Dengan terpaksa, Gena makan malam sendirian. Rasa lapar yang tadinya begitu terasa. kini entah pergi kemana. Mencoba menelan makanan di mulutnya, sembari berpikir kenapa semuanya tiba-tiba malah jadi rumit seperti ini?Pernikahan yang dari awal dia impikan indah, malah justru mendadak kacau secara mendadak. Hanya karena sebuah bingkai foto yang tak sengaja dia temukan di dalam lemari.Akhirnya makanan tersebut habis juga tanpa dia sadari. Lantas beranjak dari duduknya untuk mencuci piring tersebut di wastafel.Masih dengan pikiran tak tenang, Gena terpikirkan sebuah ide ingin membuatkan minuman seperti kopi maupun teh untuk sang suami."Ya aku bikinin minuman aja."Dengan wajah kembali cerah, Gena bergegas membuat kopi dan akan dia antarkan ke ruang kerja Moriz.Akhirnya setelah beberapa kali mencobanya, kopi buatnya jadi juga. Hanya membuat satu cangkir kopi saja, Gena membutuhkan waktu bermenit-menit lamanya.Mungkin bagi sebagian besar wanita diluaran sana, membuat kopi ada
.....Tak terasa pernikahan Gena dan Moriz, kini sudah memasuki bulan pertama. Dari kejadian saat Gena ketumpahan kopi.Sikap Moriz kembali berubah manis pada Gena. Dan hal itu juga membuat Gena tak merasa kalau sudah satu bulan hidup bersama Moriz."Selesai"Gena bertepuk tangan bangga. Melihat makanan yang sudah dia siapkan, dan akan dia antarkan ke kantor Moriz.Selama sebulan ini, Gena memang belajar memasak berbagai makanan. Dia bahkan sampai ikut les memasak setiap hari Rabu dan Jumat.Belum lagi, dirinya selalu meminta resep pada Mariana sang Mamah. Dia ingin menjadi sosok istri yang baik.Bisa melayani Moriz dalam berbagai hal. Tak hanya sekedar di ranjang saja. Gena benar-benar bekerja keras untuk bisa membuat Moriz senang.Untungnya, Moriz mengijinkannya dan tak melarang apapun yang ingin dia lakukan. Selama itu hal baik.Bahkan Mariana sampai takjub pada perubahan besar putrinya itu. Dia sangat senang sekali, saat Gena berniat belajar memasak....."Mamah masih gak nyangka
....."Sudah minum vitaminnya?"Moriz merengkuh tubuh Gena dari belakang. Wanita itu tengah mematut dirinya di depan cermin. Sebenarnya dia baru saja selesai mengoles wajahnya dengan serangkaian skincare seperti biasanya."Kenapa sih, Mas? Selalu nyuruh aku buat minum vitamin terus. Aku baik-baik saja loh, Mas."Gena memang merasa sehat-sehat saja. Tanpa perlu mengkonsumsi vitamin pun, dia akan baik-baik saja.Dia juga memakan makanan sehat setiap harinya. Apalagi dia sangat rajin berolahraga setiap pagi sebelum membuat sarapan."Jadi, sudah di minum apa belum?" Moriz tak memperdulikan pertanyaan Gena barusan. Dia malah bertanya kembali, dengan pertanyaan yang masih sama."Udah-udah," sebak Gena.Wanita itu lalu melepas rangkulan Moriz dari tubuhnya. Gena memilih naik keatas ranjang dan langsung merebahkan tubuhnya disana.Dia tak mau berdebat lagi dengan suaminya itu. Cukup sudah tadi siang saja, perdebatan terjadi antara dirinya dan Moriz.Dia terlalu malas melihat sikap maupun sif
....."Mas kangen, sayang"Moriz memeluk Gena dari arah belakang. Keduang tanganya bergerilya kemana-mana. Menciumi cuping telinga Gena, sembari mengendus-ngendus leher Gena.Memberi gigitan kecil disana. Gena di buat terangsang oleh perbuatan Moriz. Namun, Hena harus secepatnya mengakhiri kegiatan Moriz ini.Sebelum suaminya semakin terbakar gairahnya. Buru-buru Gena membalikan tubuhnya. Membuat Moriz seketika berhenti dengan aksinya menciumi Gena."Mas, stop!" Cegahnya, membungkam mulut Moriz menggunakan telapak tanganya."Kenapa, sayang?" Tanya Moriz sedikit kesal di buatnya.Dia sedang asyik menikmati kegiatanya, namun harus di hentikan secara tiba-tiba oleh istrinya itu."Jangan lanjutin lagi, aku lagi datang bulan." Beritahunya, memperlihatkan wajah seakan menyesal."Ck!" Moriz berdecak, kali ini dia benar-brnar sangat kesal sekali. Menyugar rambutnya kasar, menggeram pelan meluapkan rasa kecewanya."Kenapa gak bilang dari tadi?" Dengusnya menatap Gena."Loh, kok malah marah sih
.....Adnan memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Harusnya di umurnya sekarang, dia sudah tak berkutat dengan pekerjaan atau dipusingkan oleh masalah perusahaan.Seperti sekarang ini, Adnan merasa kepalanya pusing dengan pekerjaan yang selalu saja menumpuk di meja kerjanya.Menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya. Harusnya Gena yang meneruskan perusahaan miliknya ini.Harusnya putri tunggalnya itu yang menggantikan dirinya, menjadi pemimpin di sini. Dan dia tinggal duduk manis menikmati masa tuanya bersama sang istri tercinta.Tangannya menarik laci, berniat mengambil roll on yang biasa ia oleskan di dahinya saat merasa sakit kepala seperti sekarang ini.Namun matanya malah menangkap sebuah benda berbentuk persegi panjang, berwarna hitam. Menatap sebentar benda tersebut.Lalu tangannya bergerak mengambil benda itu. Menekan tombol on off, layar ponsel yang di pegang ya langsung menyala. Menampilkan sebuah foto perempuan di sana.Adnan di buat terpaku di tempatnya. Dia t
.....Moriz menghela nafasnya setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah. Menatap kedepan, dimana terlihat jika rumahnya sangatlah sepi.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Rasanya lelah sekali hari ini. Bahkan kemeja yang di pakainya pun sudah sangat berantakan.Dua kancing atas sudah terbuka, dan dasi di lehernya juga dia buka. Melihat ponselnya. Menyalakannya.Dahinya mengernyit tak mendapatkan balasan pesan dari sang istri."Apa Gena sudah tidur?" Tanyanya pada diri sendiri.Dari pada bertanya-tanya tak jelas. Moriz memilih segera turun dari mobil. Tak lupa membawa turun jas dan juga sebuah tote bag berisi cemilan yang sengaja dia beli untuk Gena.Untung saja pintu rumahnya sudah menggunakan Electronik Lo, Moriz hanya tinggal memasukan pin saja dan terbukalah pintu tersebut.Satu kata menyambutnya, yaitu 'sunyi' sangat sunyi dan sepi. Lampu di ruang tamu sudah mati. Tak ada sambutan dari Gena yang dia dapatkan seperti biasanya.Melangkah masuk, menaruh cemilan yang dia baw
....."Saya berangkat dulu," Moriz mencium dahi Gena lalu mengusap kepala istrinya.Sebelum benar-benar pergi, Moriz kembali berucap "Nanti kamu gak perlu nganter makanan ke kantor." Beritahunya.Gena yang mendengar ucapan Moriz barusan,mengeryit heran. Menatap menyelidik pada suaminya."Kenapa?" Heranya. Ini pertama kalinya Moriz melarangnya mengantarkan makan siang ke kantor."Jangan menatap saya seperti itu," sebelum Gena berpikiran macam-macam, Moriz lebih dulu menjelaskan pada wanita itu. Agar nantinya tak terjadi kesalah pahaman diantara keduanya."Nanti siang ada pertemuan dengan klien, di sebuah restoran. Jadi mungkin saya akan sekalian makan siang bersama klien" jelasnya.Gena mengangguk paham, "oh gitu. Aku pikir kamu udah gak mau aku main ke kantor.""Ckk!" Decak Moriz, " Jangan suka berpikir hal macam-macam yang belum tentu itu kebenaran. Ya sudah saya berangkat dulu!"Gena melambaikan tangannya, melihat kepergian mobil yang di tumpangi Moriz. Sampai tak terlihat lagi.Lal
....."Sudah minum vitaminnya?"Moriz merengkuh tubuh Gena dari belakang. Wanita itu tengah mematut dirinya di depan cermin. Sebenarnya dia baru saja selesai mengoles wajahnya dengan serangkaian skincare seperti biasanya."Kenapa sih, Mas? Selalu nyuruh aku buat minum vitamin terus. Aku baik-baik saja loh, Mas."Gena memang merasa sehat-sehat saja. Tanpa perlu mengkonsumsi vitamin pun, dia akan baik-baik saja.Dia juga memakan makanan sehat setiap harinya. Apalagi dia sangat rajin berolahraga setiap pagi sebelum membuat sarapan."Jadi, sudah di minum apa belum?" Moriz tak memperdulikan pertanyaan Gena barusan. Dia malah bertanya kembali, dengan pertanyaan yang masih sama."Udah-udah," sebak Gena.Wanita itu lalu melepas rangkulan Moriz dari tubuhnya. Gena memilih naik keatas ranjang dan langsung merebahkan tubuhnya disana.Dia tak mau berdebat lagi dengan suaminya itu. Cukup sudah tadi siang saja, perdebatan terjadi antara dirinya dan Moriz.Dia terlalu malas melihat sikap maupun sif
.....Tak terasa pernikahan Gena dan Moriz, kini sudah memasuki bulan pertama. Dari kejadian saat Gena ketumpahan kopi.Sikap Moriz kembali berubah manis pada Gena. Dan hal itu juga membuat Gena tak merasa kalau sudah satu bulan hidup bersama Moriz."Selesai"Gena bertepuk tangan bangga. Melihat makanan yang sudah dia siapkan, dan akan dia antarkan ke kantor Moriz.Selama sebulan ini, Gena memang belajar memasak berbagai makanan. Dia bahkan sampai ikut les memasak setiap hari Rabu dan Jumat.Belum lagi, dirinya selalu meminta resep pada Mariana sang Mamah. Dia ingin menjadi sosok istri yang baik.Bisa melayani Moriz dalam berbagai hal. Tak hanya sekedar di ranjang saja. Gena benar-benar bekerja keras untuk bisa membuat Moriz senang.Untungnya, Moriz mengijinkannya dan tak melarang apapun yang ingin dia lakukan. Selama itu hal baik.Bahkan Mariana sampai takjub pada perubahan besar putrinya itu. Dia sangat senang sekali, saat Gena berniat belajar memasak....."Mamah masih gak nyangka
......Dengan terpaksa, Gena makan malam sendirian. Rasa lapar yang tadinya begitu terasa. kini entah pergi kemana. Mencoba menelan makanan di mulutnya, sembari berpikir kenapa semuanya tiba-tiba malah jadi rumit seperti ini?Pernikahan yang dari awal dia impikan indah, malah justru mendadak kacau secara mendadak. Hanya karena sebuah bingkai foto yang tak sengaja dia temukan di dalam lemari.Akhirnya makanan tersebut habis juga tanpa dia sadari. Lantas beranjak dari duduknya untuk mencuci piring tersebut di wastafel.Masih dengan pikiran tak tenang, Gena terpikirkan sebuah ide ingin membuatkan minuman seperti kopi maupun teh untuk sang suami."Ya aku bikinin minuman aja."Dengan wajah kembali cerah, Gena bergegas membuat kopi dan akan dia antarkan ke ruang kerja Moriz.Akhirnya setelah beberapa kali mencobanya, kopi buatnya jadi juga. Hanya membuat satu cangkir kopi saja, Gena membutuhkan waktu bermenit-menit lamanya.Mungkin bagi sebagian besar wanita diluaran sana, membuat kopi ada
...... Di sinilah kini Moriz berada. di sebuah taman tak jauh dari rumahnya. Sia sengaja memilih keluar dan meninggalkan Gena begitu saja. Moriz mengusap wajahnya kasar. menjambak rambutnya sesekali, guna menyalurkan emosinya yang tengah menggebu-gebu. Dia merasa sangat marah, saat melihat Gena sedang memegang bingkai berisi foto yang selama ini dia simpan di lemari pakaiannya. Padahal istrinya itu tak melakukan apapun. hanya sekedar memegang saja. Tapi dia seakan di pancing emosinya, hingga ingin meledak saat itu juga pada Gena. "Sial!" umpatnya sembari kakinya menendang angin. Baru saja dia pulang setelah membeli makanan, yang niatnya ingin ia makan bersama Gena. Namun, siapa sangka malah terjadi ketegangan pada keduanya. Sebenarnya ini salahnya. Karena menaruh bingkai tersebut bukan di tempat yang aman. Dia lupa memindahkannya lebih dulu. Pada akhirnya Gena bisa melihat foto tersebut. Untung saja istrinya tak bertanya aneh-aneh tentang foto itu. Tapi dengan perginya dia be
....."Eeuugghhh ... Udah,""Udah? Bahkan saya belum sekalipun pelepasan."Moriz tak memperdulikan rengekan Gena yang meminta untuk menyudahi permainan mereka."Nikmati saja, sayang" Moriz merunduk menciumi leher lalu turun memainkan kembali buah dada Gena. Wanita itu rasanya ingin menangis.Namun, apalah daya. Tubuhnya malah mengkhianati hatinya. Respon dari tubuhnya malah seakan meminta terus di jamah oleh tangan Moriz.Tak sampai disitu, Moriz juga tak segan-segan menghentak kuat miliknya. agar masuk lebih dalam lagi didalam inti Gena.Tanpa melepas penyatuan mereka. Moriz membalikan tubuh Gena memunggunginya. Di posisi seperti ini menambah kegilaan seorang Moriz tentunya."Aaakkhhh ... " Teriak Gena cukup kencang.Dia merasa kaget sekaligus sedikit linu karena posisinya di ganti begitu saja, Tanpa aba-aba sebelumnya."Uugghhh ... Pelan, Mas!' pintanya dengan mata memejam menikmati hujaman dari Moriz.Bukanya menuruti ucapan Gena, Moriz malah menambah kecepatan tubuhnya. Kedua tan