Setahun lalu, ketika aku keguguran dan diopname, Lucia datang dan menemuiku. Wanita ini memakai pakaian bermerek dan riasan tebal.Keempat mata bertemu pandang. Lucia tersenyum padaku. Tatapannya tampak angkuh dan kasihan. "Kak Fira, kamu kelihatan menyedihkan sekali. Mungkin, ini yang namanya karma. Ini karmamu karena memaksa Kak Nathan memecatku."Namun, sekarang Lucia hanya bisa memohon kepadaku jika ingin hidupnya baik-baik saja. Roda kehidupan terus berputar. Aku pasti akan membuat mereka setengah mati. Dengan begini, semuanya baru akan setimpal dengan penderitaanku.Dalam satu malam, perusahaan Nathan yang terlibat dalam pelecehan seksual langsung menjadi berita utama. Pemaksaan di tempat kerja, mabuk-mabukan di acara sosial, dan pelecehan. Beberapa kata kunci ini membentuk sebuah cerita.Di video, Lucia menangis tersedu-sedu. Ekspresinya dipenuhi kemarahan. Dia menceritakan pengalaman tragisnya ke semua orang, termasuk Nathan. Nathan yang memaksanya menjadi wanita simpanan, mene
Yang diinginkan Lucia hanya menjadi nyonya kaya. Dia tidak peduli siapa pun pria itu.Sementara itu, Nathan telah menyimpang dari jalur hubungan mereka. Dia lupa betapa besar cintanya padaku dulu.Setelah kami pindah ke rumah baru, Nathan memasang CCTV. Dia sering dinas, jadi khawatir padaku yang sendirian di rumah.Pada saat yang sama, Nathan lupa pada keberadaan CCTV itu. CCTV itu yang merekam permainan Nathan dengan Lucia selama aku tidak berada di rumah.Selain itu, aku juga melihat bagaimana Lucia menghasut anak berusia 2 tahun untuk menaruh sabun di tangga.Saat ini, Nathan hanya bisa mematung di tempatnya. "Ternyata kamu sudah tahu semuanya ...."Aku menyela, "Tujuan Lucia cuma uangmu."Lucia hanya ingin menjadi nyonya dengan melahirkan anak Nathan. Lucia telah menemani Nathan bertahun-tahun, tentu tahu Nathan hanya pecundang yang tidak bisa apa-apa. Sebagian besar urusan di perusahaan ditangani olehku.Sementara itu, Nathan tidak mungkin melawanku dan membuang semuanya demi Luc
Tatapan Nathan tertuju pada surat perjanjian cerai itu. Aku menyodorkan pena kepadanya. "Tanda tangan."Tangannya yang memegang pena bergetar. Dengan suara getir, dia berujar, "Fira, kamu kejam sekali.""Kejam? Mungkin sedikit. Namun, jika menjadi lemah dan memaafkan, bisa dibilang aku pantas menerima semua penderitaan yang ada."Mata Nathan memerah. Dia memegang pena dengan erat. "Benaran nggak ada cara untuk kembali lagi ya?"Nathan seperti hewan dalam sangkar. Aku duduk di sampingnya, menyaksikan kegusarannya dengan santai."Nathan, sekarang kamu terlihat ... sangat jelek." Begitu ucapan ini dilontarkan, wajah Nathan memucat."Aku sudah salah. Aku yang salah." Nathan menggenggam tanganku. Air matanya yang hangat menetes di tanganku yang dingin.Tatapan Nathan dipenuhi permohonan. "Fira, tolong jangan membenciku."Aku menarik tanganku sambil tersenyum, lalu menyekanya dengan tisu. "Kamu bukan siapa-siapa, nggak pantas untuk kubenci."Hari ketika kami keluar dari pengadilan negeri, Na
Bibir Nathan tampak bergetar. Dia menatapku sambil memohon dengan tulus, "Fira, kita balikan ya? Aku tahu aku salah. Tolong bantu aku sekali saja."Ekspresi Nathan dipenuhi kepedihan. Entah dia merasa sedih karena kerugian yang dideritanya akibat bercerai, atau karena tidak bisa melupakan hubungan kami berjalan selama 14 tahun. Nathan terlihat risau dan rendah diri. Dia memohon tanpa memedulikan martabatnya.Aku menatapnya dengan tenang. "Atas dasar apa kamu merasa aku bakal jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya?"Wajah Nathan pucat pasi. "Tapi, hubungan kita selama 14 tahun ....""Bukannya kamu yang menyerah duluan?" selaku.Nathan bertanya dengan sedih, "Jadi, kamu nggak bakal maafin aku lagi?"Aku tersenyum lembut dan menyahut, "Lain kali jangan tanya pertanyaan bodoh seperti ini lagi."Kemudian, aku mendengar kabar bahwa Nathan menggunakan semua tabungannya untuk berinvestasi. Dia sepertinya sangat yakin dirinya bisa bangkit lagi. Sayangnya, pada akhirnya dia rugi.Mobil da
Setengah tahun kemudian, aku bertemu Lucia lagi. Dia mencariku, meminta penjelasan dariku.Dengan kaki yang pincang, Lucia menghampiriku dan bertanya, "Kenapa bisa begini? Aku sudah menuruti instruksimu. Kenapa kamu nggak melepaskanku?"Penampilan Lucia yang begitu kacau membuatku merasa cukup puas. Aku mendongak menatapnya, lalu bertanya balik dengan santai, "Lucia, memangnya apa yang kulakukan?"Apa yang bisa kulakukan? Aku cuma memainkan sedikit tipu muslihat setelah tahu dia merayu pria baru. Harus diakui bahwa Lucia termasuk hebat, dia menggunakan kebenaran palsu saat itu untuk menipu seorang pria yang merasa kasihan padanya.Sementara itu, aku adalah wanita yang sangat baik hati. Aku mencari kontak pria itu dan memberi tahu kebenarannya tentang hubungan Lucia dan Nathan.Lucia murka hingga tubuhnya bergetar. "Kamu sudah ingkar janji!"Aku mengangguk. "Terserah kamu mau mikir gimana. Tapi, coba pikirkan baik-baik. Aku cuma janji nggak menyakiti putramu. Aku nggak menjanjikan hal l
Saat mengetahui Nathan selingkuh, aku menghancurkan semua benda di rumah. Pembantu di rumah panik dan berkali-kali meneleponnya, "Tuan, Nyonya mengamuk lagi di rumah."Aku terdiam sejenak, lalu jatuh terduduk di atas karpet. Saat Nathan akhirnya pulang, wajahnya terlihat sangat lelah. "Fira, ada apa lagi denganmu?"Sambil berbicara, dia mengulurkan tangan untuk melonggarkan dasi di lehernya. Saat melihat simpul dasi yang dipegangnya, aku tertegun sejenak. Tadi pagi sebelum dia berangkat, aku mengikatkan simpul Windsor untuknya. Namun sekarang, simpul yang kulihat adalah ....Simpul Pine Cone yang rumit.Itu adalah satu-satunya simpul dasi yang bisa diikat oleh mantan sekretarisnya, Lucia. Saat masih menjadi sekretaris, dia sering bekerja dengan kikuk. Namun, Nathan selalu memperlakukannya dengan penuh kesabaran.Aku pernah menanyakan alasannya dan dia hanya menjawab, "Fira, dia mengingatkanku pada semangat pantang menyerahmu."Saat itu, aku tidak terlalu memikirkannya.Aku hanya mengir
Angin di luar bertiup kencang, dinginnya yang menusuk menembus jendela. Nathan menyalakan sebatang rokok dan asapnya perlahan-lahan menutupi ekspresinya. Dia menatapku seraya berkata, "Dia seperti matahari kecil yang selalu penuh semangat dan ceria. Nggak seperti kamu yang sering kali emosi dan mudah marah.""Kerja saja sudah cukup membuatku pusing. Saat pulang aku masih harus menghadapi sikapmu." Nathan memijat pelipisnya dengan lelah saat berkata, "Fira, aku memang capek."Aku menatapnya dengan hampa dan bergumam pelan, "Lalu, kenapa nggak mengajukan cerai?"Nathan menundukkan kepalanya, lalu menatapku dengan serius. "Fira, aku memang capek, tapi nggak pernah terpikir untuk meninggalkanmu. Aku cuma butuh tempat untuk bernapas sebentar. Supaya aku bisa mengatur emosiku dan kembali mencintaimu."Jadi, Lucia adalah tempatnya untuk "bernapas", pelarian dan kenyamanan yang dicarinya. Ini begitu konyol dan juga menyakitkan. Aku menatapnya tak percaya. "Kamu benar-benar nggak tahu malu."Na
Nathan menyeretku ke tangga darurat dengan emosi menggebu-gebu. "Apa yang kamu omongkan di depan anak itu?"Aku memijat pergelangan tanganku yang memerah akibat cengkeramannya, lalu menatapnya balik dengan tajam. "Bagian mana yang salah dari ucapanku? Bagian 'aku adalah istrimu' atau bagian 'anak itu membuatku kehilangan bayiku'?"Ekspresi marah di wajah Nathan seketika membeku. "Itu … kejadian itu cuma kecelakaan ...."Aku bersandar pada dinding rumah sakit dan menatapnya dalam diam. "Kamu sendiri percaya sama kata-katamu itu?"Setahun yang lalu, aku buru-buru pulang setelah selesai dinas dari luar kota, hanya untuk membagikan kabar kehamilanku kepada Nathan. Namun saat masuk ke rumah, aku menemukan kondisi rumah kacau balau. Di tangga, foto pernikahan kami hancur berantakan.Aku naik untuk memeriksa apa yang terjadi. Namun di tengah tangga, tak kusangka ada sisa sabun mandi yang licin. Langkahku tergelincir dan aku terjatuh dari tangga. Begitulah aku kehilangan anak dalam kandunganku