Aku menatap seberkas cahaya di lantai dengan tatapan kosong. Kesedihan yang tak terbendung perlahan menyebar dalam hatiku. "Kamu nggak mau anak ini, 'kan?"Nathan menyalakan sebatang rokok, lalu menggigitnya di bibir dan mengisap dalam-dalam. "Fira, coba bicara dengan lebih rasional. Bukan berarti aku nggak menginginkannya."Dia menatapku dari balik asap dengan tatapannya yang rumit. "Kumohon, jangan selalu memaksakan kehendakmu padaku."Dalam pernikahan, pihak yang sudah menjauh memang akan selalu bersikap seperti ini. Ketika merasa bersalah, dia selalu berusaha melemparkan tanggung jawab pada orang lain."Tapi kalau kamu benar-benar mau anak ini ...." Aku tersenyum tipis, lalu sengaja mengucapkan dengan perlahan, "Kamu pasti nggak akan nyalain rokok ini di depanku."Kali ini, Nathan terdiam cukup lama. Saat bara merah di ujung rokok menyentuh jarinya, dia tersadar. Tatapannya berhenti di perutku beberapa detik, lalu bertanya dengan suara serak, "Fira, apa kamu menginginkan anak ini?"
Saat aku keluar dari tangga darurat, Lucia sudah berdiri di luar. Melihatku muncul, dia tampak semakin gugup dan gelisah. Matanya memerah karena ketakutan."Bu Fira, tolong jangan sakiti anakku," katanya sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada untuk memohon. "Aku akan pergi membawa anakku, kumohon jangan sakiti dia.""Jangan bicara sembarangan. Kamu mau pergi ke mana?" Nathan melangkah maju untuk melindungi Lucia dalam pelukannya. "Aku ada di sini. Siapa pun yang berani menyakiti kalian, harus hadapi aku dulu."Ucapan itu jelas ditujukan untukku dan aku tak perlu menebak maksudnya. Sebuah perasaan getir menyusup ke dalam hatiku, membuat mataku terasa pedih."Maaf mengganggu kalian berdua. Apa anakmu tahu bahwa ibunya adalah seorang pelakor dan dia adalah anak haram?"Wajah Lucia seketika pucat pasi. Dia menggenggam erat lengan Nathan, menatapnya dengan tatapan penuh kecemasan. "Anakku bukan ... dia bukan ...." Dia menggigit bibirnya, tampak tak berdaya dan rapuh. Penampilanny
Aku duduk di dekat jendela sembari menoleh melihat ke luar. Cahaya lampu yang gemerlap di luar sana justru semakin membuat suasana rumah ini terasa gelap dan suram.Saat memulai bisnis dengan Nathan dulu, hidup kami memang sangat berat. Kami tinggal di ruang bawah tanah yang lembap dan gelap, dengan banyak jamur di dinding. Saat itu, keuangan kami sangat terbatas, bahkan saat tubuhku dipenuhi ruam, aku tak rela pergi ke rumah sakit untuk memeriksanya. Meski hidup susah, bersama orang yang kucintai membuat semuanya terasa cukup.Sekarang, setelah melewati masa-masa sulit, hati seseorang telah berubah.Aku menarik napas dalam-dalam menahan rasa perih di hati. Kucoba menuliskan pesan, menghapusnya, dan menuliskannya lagi, hingga akhirnya hanya ada satu kalimat yang kukirim.[ Nathan, kita cerai saja. ]....Nathan pulang saat senja menjelang. Sebelum dia sempat bicara, aku langsung bertanya, "Sudah melihat pesannya?"Dia refleks meraih ponselnya dan sepertinya menyadari sesuatu. Nada bica
Di saat perusahaan kami go public, Nathan berdiri di atas panggung menyampaikan pidato ucapan terima kasih. Mendekati akhir pidatonya, dia menyebutkan namaku, "Di sini, saya ingin mengucapkan terima kasih khusus kepada istri saya. Karena dukungannya, saya bisa berdiri di sini hari ini."Dia kemudian melanjutkan dengan senyum bahagia yang menghiasi wajahnya, "Selain itu, kami juga punya kabar baik untuk dibagikan kepada semua orang. Istri saya sedang mengandung.""Setelah ini, dia akan mengundurkan diri dari posisi wakil direktur dan beristirahat di rumah," tambahnya disertai tatapan penuh cinta yang tampak tulus. Seketika, tepuk tangan menggema di sekeliling ruangan.Setelah pidato selesai, Nathan mendekatiku bersama Lucia dengan senyum sinis menghiasi wajahnya. "Fira, karena kamu nggak cukup patuh, mulai sekarang Lucia akan menggantikan posisimu."Jelas, dia ingin memanfaatkan perusahaan untuk memaksaku tunduk. Dia tahu betapa besar rasa cintaku pada perusahaan yang juga kubangun deng
Suara detak mesin terdengar samar di sekelilingku saat aku membuka mata perlahan-lahan. Setiap bagian tubuhku terasa sakit. Dengan tangan yang lemah, aku meraba perutku yang kini sudah rata, merasakan kehampaan yang begitu mendalam. Hawa dingin menyusup ke dalam hatiku, membuat tubuhku gemetaran.Ini anakku. Mana mungkin aku tidak merasa sakit kehilangan anak ini? Namun, aku tidak bisa memberinya kebahagiaan. Yang bisa kulakukan hanyalah berharap di kehidupan selanjutnya, dia akan lahir di keluarga yang penuh cinta, dicintai dan dilindungi, hidup tanpa kekhawatiran.....Saat Nathan menemukan tempatku dirawat di rumah sakit, dia datang dengan penuh amarah dan untuk siap melabrakku. Namun, ketika dia melihatku dengan pandangan yang begitu tenang, seluruh emosinya lenyap seketika. Menatapku yang terbaring lemah, dia membuka mulut, tetapi kata-katanya terhenti di tenggorokan.Dia menarik napas dalam-dalam. Setelah beberapa saat, akhirnya berkata dengan suara yang bergetar, "Kamu benar-ben
Aku menatapnya dengan tenang, lalu mengucapkan kata-kata yang langsung menusuk ke jantungnya, "Kamu nggak mau cerai karena berharap aku akan kembali dan membereskan kekacauanmu?"Dia mengepalkan tangannya erat. Setelah lama terdiam, dia kembali menenangkan dirinya."Kita sama-sama tahu persis apa arti pernikahan ini bagi kita. Ini adalah kemitraan yang kuat di dunia bisnis sekaligus bukti cinta kita. Fira, kamu tahu betul. Perceraian hanya akan menjadi aib dan bahan gosip orang-orang."Nathan mengulurkan tangan dan menyentuh wajahku dengan lembut. Kemudian, dia melanjutkan dengan nada datar yang terdengar hangat, "Lagian, kita sudah bersama selama 14 tahun. Fira, kamu nggak akan menemukan pilihan yang lebih baik daripada aku di luar sana. Jadi, jangan buat onar lagi ya?"Nathan memang benar-benar sosok yang munafik di dunia bisnis. Semua kata-kata manis dan aktingnya sangat sempurna. Aku mengalihkan pandanganku, lalu menjawab dengan acuh tak acuh, "Kamu salah. Yang terlalu peduli sama
Setahun lalu, ketika aku keguguran dan diopname, Lucia datang dan menemuiku. Wanita ini memakai pakaian bermerek dan riasan tebal.Keempat mata bertemu pandang. Lucia tersenyum padaku. Tatapannya tampak angkuh dan kasihan. "Kak Fira, kamu kelihatan menyedihkan sekali. Mungkin, ini yang namanya karma. Ini karmamu karena memaksa Kak Nathan memecatku."Namun, sekarang Lucia hanya bisa memohon kepadaku jika ingin hidupnya baik-baik saja. Roda kehidupan terus berputar. Aku pasti akan membuat mereka setengah mati. Dengan begini, semuanya baru akan setimpal dengan penderitaanku.Dalam satu malam, perusahaan Nathan yang terlibat dalam pelecehan seksual langsung menjadi berita utama. Pemaksaan di tempat kerja, mabuk-mabukan di acara sosial, dan pelecehan. Beberapa kata kunci ini membentuk sebuah cerita.Di video, Lucia menangis tersedu-sedu. Ekspresinya dipenuhi kemarahan. Dia menceritakan pengalaman tragisnya ke semua orang, termasuk Nathan. Nathan yang memaksanya menjadi wanita simpanan, mene
Yang diinginkan Lucia hanya menjadi nyonya kaya. Dia tidak peduli siapa pun pria itu.Sementara itu, Nathan telah menyimpang dari jalur hubungan mereka. Dia lupa betapa besar cintanya padaku dulu.Setelah kami pindah ke rumah baru, Nathan memasang CCTV. Dia sering dinas, jadi khawatir padaku yang sendirian di rumah.Pada saat yang sama, Nathan lupa pada keberadaan CCTV itu. CCTV itu yang merekam permainan Nathan dengan Lucia selama aku tidak berada di rumah.Selain itu, aku juga melihat bagaimana Lucia menghasut anak berusia 2 tahun untuk menaruh sabun di tangga.Saat ini, Nathan hanya bisa mematung di tempatnya. "Ternyata kamu sudah tahu semuanya ...."Aku menyela, "Tujuan Lucia cuma uangmu."Lucia hanya ingin menjadi nyonya dengan melahirkan anak Nathan. Lucia telah menemani Nathan bertahun-tahun, tentu tahu Nathan hanya pecundang yang tidak bisa apa-apa. Sebagian besar urusan di perusahaan ditangani olehku.Sementara itu, Nathan tidak mungkin melawanku dan membuang semuanya demi Luc