Share

Bab 2

Angin di luar bertiup kencang, dinginnya yang menusuk menembus jendela. Nathan menyalakan sebatang rokok dan asapnya perlahan-lahan menutupi ekspresinya. Dia menatapku seraya berkata, "Dia seperti matahari kecil yang selalu penuh semangat dan ceria. Nggak seperti kamu yang sering kali emosi dan mudah marah."

"Kerja saja sudah cukup membuatku pusing. Saat pulang aku masih harus menghadapi sikapmu." Nathan memijat pelipisnya dengan lelah saat berkata, "Fira, aku memang capek."

Aku menatapnya dengan hampa dan bergumam pelan, "Lalu, kenapa nggak mengajukan cerai?"

Nathan menundukkan kepalanya, lalu menatapku dengan serius. "Fira, aku memang capek, tapi nggak pernah terpikir untuk meninggalkanmu. Aku cuma butuh tempat untuk bernapas sebentar. Supaya aku bisa mengatur emosiku dan kembali mencintaimu."

Jadi, Lucia adalah tempatnya untuk "bernapas", pelarian dan kenyamanan yang dicarinya. Ini begitu konyol dan juga menyakitkan. Aku menatapnya tak percaya. "Kamu benar-benar nggak tahu malu."

Nathan mengembuskan asap rokoknya. Nada bicaranya terdengar tidak sabar dan frustrasi, "Awalnya, aku juga ingin terus memahamimu. Tapi Fira, saat kamu meluapkan amarahmu ... itu sangat menjijikkan dan membuatku merasa muak."

Bagaikan sebilah gunting yang membelah jantungku, aku berusaha untuk tersenyum. Namun, senyuman itu lebih mirip senyuman getir yang jauh lebih menyedihkan daripada tangisan.

"Kamu pasti sulit sekali menahan diri selama bertahun-tahun bersamaku ya."

Nathan menarik napas panjang, lalu membungkuk untuk membantuku berdiri. "Fira, aku nggak pernah ingin berpisah denganmu ...."

Namun, dering telepon yang nyaring memotong ucapannya. Di seberang, terdengar suara Lucia yang panik, "Nathan, si kecil demam tinggi."

Wajah Nathan berubah drastis mendengarnya dan dia segera berdiri untuk pergi.

"Siapa maksudnya si kecil?" Aku refleks menarik lengannya.

Namun, dia menepis tanganku dengan kasar dan bergegas pergi. Aku menggertakkan gigi dan mengikutinya hingga ke rumah sakit. Saat menemukan Nathan di bangsal rumah sakit, dia dan Lucia tengah mengurus seorang anak kecil di tempat tidur dengan perhatian. Anak itu!

"Brak!"

Dengan perasaan seakan-akan tersambar petir, aku mendorong pintu dengan keras. Suara benturan yang keras terdengar saat pintu menghantam dinding. Nathan menoleh dan terlihat panik sekilas.

Anak di pelukannya pun terlepas dan menatapku sambil bertanya, "Papa, siapa Tante ini?"

Nathan membungkuk dan mencium pipinya. "Ini teman Papa. Sayang, kamu main dulu sama Mama. Papa kembali sebentar lagi."

Pada saat itu, hatiku terasa beku. Aku melangkah maju dan menatap anak itu tanpa berkedip.

"Kamu nggak ingat aku? Aku ini istri Papa kamu! Aku juga orang malang yang kehilangan anak setahun yang lalu karena perbuatanmu!"

"Cukup, Fira!" Nathan menarikku keluar dari ruang perawatan dengan marah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status