Jojo tak mau lepas dari Sari. Seolah waktu semalam kurang untuk memadu rindu. Ia tak henti memeluk tubuh istrinya. Sari yang belum terbiasa merasa malu, selalu meminta Jojo untuk melepaskan tubuhnya.
Di mata Sari, sekarang Jojo sangat berbeda dengan lelaki yang ia kenal sebagai sahabatnya. Sahabatnya dulu adalah lelaki dewasa yang berwibawa. Namun, kini ia tampak seperti anak kecil yang tidak mau lepas dari induknya. Sekadar memeluk atau bersandar pada bahu wanita itu.
Bahkan sesekali mencium mesra bagian tubuh Sari. Menyusurinya penuh gairah. Apakah seperti ini aktivitas pengantin baru? Entah, wanita yang tidak pernah mengalami hubungan jauh dengan lawan jenisnya tidak mengetahui itu. Dalam hati hanya mampu menerka dan bertanya, apakah boleh menolak?
"Mas,
Meski tanya itu masih mengganggu, Jojo mencoba tidak menunjukkan pada Sari gelisahnya. Ia pun percaya pada Erika bahwa gadis itu tidak akan kembali. Mungkin sekarang ia telah bertemu dengan lelaki lain. Kalau pun, Erika kembali dan memintanya, Jojo berjanji pada diri sendiri untuk menolak.Ia telah berkomitmen menikah dengan Sari. Tidak akan mengulang kesalahan yang sama."Mas, yang mana?" tanya Sari."Hah? Hmmm…."Jojo yang sedang melamun, kaget."Romantis atau action?" tanya Sari lagi.
"Maksud kamu apa, peluk-peluk lelaki lain di hadapanku?"Mata Sari membulat. Ia menarik bibirnya sedikit. Saat ingin menyentuh tangan Jojo, suaminya itu menarik tangan. Lalu mengalihkan pandangan."Ya ampun, kamu cemburu, Mas?" Jojo tidak menjawab. "Dia itu teman aku, dan tidak perlu cemburu padanya karena dia lelaki tak normal. Maksud aku, tidak menyukai wanita."Jojo terkejut. Ia baru sadar, mengapa tadi lelaki itu menjabat tangannya lama. Lalu, senyum dan tatapan mata yang berbeda. Jojo langsung menatap istrinya lagi."Beneran?" Sari mengangguk. "Meskipun dia tidak normal, kamu tetap tidak boleh memeluknya. Tetap saja kamu berdosa karena bersentuhan dengan lawan jenis."
Pemandangan dari balik kaca bis yang semula gedung-gedung tinggi bertingkat sudah berubah. Sejauh mata memandang hamparan pohon padi. Mentari pun mulai timbul dari ufuk timur.Jojo mencium punggung tangan Sari. Sambil tersenyum, mengetahui istrinya sudah bangun."Sudah di mana, Mas?""Jogja."Sari membuka matanya lebih lebar. Memandang sekitar."Sedikit lagi sampai," ucap Jojo.Tak sampai tiga puluh menit kemudian, mereka tiba di rumah nenek Sari. Masing-masing orang menurunkan barang bawaannya. Lalu, ayah Sari dibantu oleh adiknya mengantarkan rombongan ke rumah kosong yang
Pikiran buruk merasuk, mulai mengganggu hati Sari yang telah berusaha melupakan dan mengikhlaskan kenangan pahit yang lalu. Akan tetapi, mengapa kini mengusik lagi? Apakah ini sebuah pertanda buruk?Sari terdiam dalam lamunan, duduk di pinggir ranjang. Sebuah bisikan mengusik, apakah Jojo hanya berpura-pura mencintainya? Lamunan itu buyar kalau suara kunci terbuka dari luar terdengar. Segera Sari beranjak dari ranjang, berjalan ke arah pintu dan mendapati Jojo yang muncul dari baliknya.Jojo tampak terkejut kehadiran Sari tanpa kata yang telah berdiri tepat di depannya."Astaga!" seru Jojo. Lelaki itu tersenyum, di balik sesuatu yang tersembunyi."Kamu dari mana, Mas?" selidik Sari.
"Iya, aku kembali minta maaf sama kamu untuk yang kesekian kalinya. Jabatan itu telah berubah empat bulan lalu. Aku tidak memberitahumu justru Erika yang tahu." Sari menghela napas panjang dan membuangnya kasar setelah mendengar penjelasan Jojo."Apa ada lagi yang kamu sembunyikan dari aku?" tanya Sari.Kini amarah terasa memudar, mau bagaimana lagi? Semua telah terjadi. Hanya membuang waktu untuk protes masalah ini ke Jojo. Belum sempat Jojo menjawab, seorang pelayan datang menyajikan makanan. Membuat mereka menghentikan percakapan."Makan dulu, yuk?" ucap Jojo. Namun, apakah bisa Sari makan dengan tenang jika tanya itu belum terjawab dan mengusiknya?Ingin protes, meminta jawaban tetapi Sar
"Maaf tidak bisa menahan tawa. Wajahmu sangat lucu saat sedang curiga."Jojo berbicara sambil menahan tawa lagi. Wanita mana yang tidak curiga jika pernah dibohongi? Wajar bukan sikap yang Sari lakukan? Terlebih masih ada hal yang belum Jojo ceritakan.Tawa Jojo membuat Sari semakin kesal. Tidak nyaman. Apakah lelaki itu kini menunjukkan sikap aslinya yang hanya ingin mempermainkan pernikahan mereka?"Cepat, Mas. Jangan membuatku geram.""Oke." Jojo berhenti tertawa. "Aku tadi hanya ke resepsionis, Ndok. Meminta tolong untuk mempersiapkan kejutan ini. Serta memberi mereka tip karena telah bekerja keras memberi pelayanan baik dan membuat kamu sangat senang dengan kejutan bunga di kamar."
Sari mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruang. Meyakinkan bahwa semua barang bawaan mereka telah rapi, masuk ke dalam koper. Siang ini, mereka akan pulang ke rumah Jojo."Sudah semua, Ndok?" Sari mengangguk. Jojo pun segera membantunya membawakan barang-barang ke lobi.Setibanya di lobi, Jojo antri untuk melakukan check-out sedangkan Sari izin membeli bakpia di toko seberang hotel.Perempuan itu keluar hotel. Saat ingin menyeberang jalan. Dua orang wanita yang sedang berjalan berhadapan dengannya seperti tidak asing. Hingga Sari menghentikan langkah, memandang meyakinkan."Balik lagi deh, lu sih!" ucap s
Menjelang langit jingga, acara selesai. Orang tua dan keluarga Sari berpamitan. Mereka akan berangkat ke Jakarta besok pagi. Tak lupa, Sari menitipkan oleh-oleh yang sudah dibelinya kemarin kepada ibu Ani.Setelah rombongan keluarga Sari pulang, Ibu Ning menyerahkan kado-kado dari tamu kepada Sari. Meminta menantunya itu membawa dan menggunakan barang-barang dari kado. Namun, wanita itu keberatan karena tidak ingin membawa banyak barang saat pindah ke Kalimantan. Jojo pun menyarankan untuk membeli perabotan di sana saja."Ya sudah, bagikan ke keluarga jika kamu keberatan membawanya, Ndok. Yang penting kamu lihat dulu, dari siapa saja kadonya. Jadi, nanti kalau orang itu hajatan, kamu bisa pantas memberinya kado lagi," ucap Ibu Ning.Sari pun menuruti dan mu
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S