Raisa menatap penampilannya yang sudah rapi itu pada sebuah kaca yang di letakkan tak jauh dari tempat tidurnya. Dia mengamati penampilannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari kamarnya.
Sebelumnya dia merasa frustasi dengan gaun apa yang dirasa cocok untuk dia gunakan. Dia sudah berkali-kali memakai gaun yang dinilainya sempurna untuk bertemu seseorang tapi setelah dipakai kenyataannya tak terlihat cocok untuk dia pakai. Raisa menggerutu karna rasanya tak ada gaun yang menarik minatnya. Tapi saat melihat salah satu gaun tersisa yang belum dia coba, Raisa mencobanya dan sangat pas untuk tubuhnya. Akhirnya pilihan terakhir adalah gaun yang dia pakai ini. Bermotif bunga kecil berwarna kuning cerah.
Merasa sudah baik semua, Raisa mengambil tas slempangnya dan keluar dari kamar. Langkahnya menuju ke dapur dimana dia sudah mempersiapkan sesuatu untuk Mahesa. Sesuatu yang akan membuatnya melupakan perasaannya pada Lian.
Setelah Raisa tahu kalau Alex t
Setelah taksi itu berhenti tepat di depan rumah Mahesa. Raisa dengan semangat turun dari taksi lalu melangkah masuk ke dalam rumah Mahesa. Pintu gerbang tak di kunci jadi dia langsung masuk dan mengentuk pintu depannya. Raisa menunggu dengan sabar sampai sepuluh menit kemudian Mahesa membuka pintu dengan penampilan yang sudah terlihat rapi. Pakaian yang biasa di pakai tidak seperti ini. Sekarang dia sudah menggunakan jaket yang menutupi tubuh atletisnya."Kak aku datang untuk menemuimu dan juga aku ingin kita pergi bersama. Aku sudah membuatkan bekal untuk kita berdua. Kita akan berpiknik dan mengunjungi satu tempat. Gimana? Kak Mahesa nggak sibuk kan? Ayolah kita pergi, lihat di luar sana. Hari ini terlihat begitu cerah jadi kita jangan membuang-buang waktu tanpa berpergian.""Hm ... aku tidak bisa. Aku harus melakukan sesuatu hari ini dan ... masuklah dulu, kita sebaiknya bicara di dalam. Aku akan memberitahu sesuatu untukmu."Raisa menelan salivanya karna uca
Pernikahan yang telah di tunggu-tunggu itu pun akhirnya terjadi dan terlaksana. Setelah sekian lama kami merajut suatu hubungan, kami memutuskan untuk melanjutkan kepada hubungan serius apalagi kalau bukan menikah.Tentu saja semua yang terjadi membuatku bahagia. Tidak ada rasa sedih sama sekali. Aku bahagia. Ku pikir yang tadinya aku merasa ragu dengan kenyataan. Nyatanya tidak begitu. Pertanyaan demi pertanyaan masuk ke dalam hati. Haruskah aku menikah dengan Alex. Apakah bisa aku menjalaninya bersama dia? Apakah hubungan kami akan baik-baik saja nantinya? Apakah kami akan bersama tanpa ada permasalahan yang timbul. Semua pertanyaan itu selalu saja ada selama waktu menunggu pernikahan itu terjadi.Tapi segera aku tepis ketika Alex dengan lantangnya mengucapkan janjinya pada penghulu. Memberikanku keyakinan kalau dia memang yang terbaik untukku.Dengan sorot mata tegas dia berikrar akan menjalani pernikahan bersamaku. Detik itu juga ada rasa lega da
Lian berlari dengan riangnya masuk ke dalam rumah setelah sepulangnya Lian dari kuliah pagi itu. Lian membawa sebuket bunga Lily di tangannya untuk dia berikan pada adik kandungnya. Hari ini Raisa berulang tahun tepat di usianya yang menginjak umur ke 18 tahun. Usia yang bisa di bilang akan beranjak dewasa. Raisa tumbuh menjadi wanita yang tidak hanya cantik tapi juga pintar. Makanya Lian tak akan heran kalau dia bisa menjadi cantik seperti sekarang ini karna keturunan dari Mama kami itu. Berbeda halnya dengan Lian, Lian malah terlihat biasa saja karna wajahnya seperti wajah Papa. Namun Lian tidak merasa iri karena Lian tahu Lian juga punya kelebihan lainnya. Begitu Lian masuk ke dalam rumah. Tanpa Lian ketahui kalau di dalam sana ada tamu yang sedang berkunjung, Lian langsung berteriak memanggil Raisa untuk memberi sebuket bunga Lily yang berwarna putih indah itu untuknya. "Raisa ... aku bawa bunga Lily kesayanganmu nih, selamat ulan
Baru saja Lian ingin berbelok ke kanan untuk pulang ke rumah. Mahesa sudah menunggu Lian di lorong kampus itu. Dia berdiri di sana dengan tatapannya yang tajam ke arahnya. Lian yang sudah bosan sama kelakuannya yang selalu ingin saja mengobrol membuatku kesal dan sekaligus kesal tak lagi bisa menghindar. Kelihatannya hari ini adalah hari melelahkan yang harus Lian hadapi. Mau bagaimana lagi, mereka satu kampus dan Lian tidak mungkin keluar dari kampus ini demi menghapus hubungan yang telah kandas itu. "Ada apa?" tanya Lian dengan nada ketus sama Mahesa. Lian tidak lagi bisa selembut biasanya karna setelah Lian mengetahui kenyataan pahit bahwa Mahesa menjadi pacar adiknya. Lian tak lagi mau berbicara sopan sama dia. Apalagi bersikap romantis. Buang jauh-jauh pemikiran itu. Yang ada Lian lakukan adalah sebaliknya. Menjadi egois atau bersikap kasar bila perlu. "Aku cuma mau bilang sesuatu sama kamu kalau aku terpaksa melak
Hari dimana dua keluarga berkumpul jadi satu terjadi di hari sabtu ini. Menyepakati sebuah hubungan dan menjadikan suatu kesepakatan agar keluarga itu terikat kuat dan tidak lagi ada kerenggangan yang terjadi suatu hari nanti.Lian berdiri di depan jendela kamarnya dan melihat sendiri bagaimana mobil keluarga Mahesa datang dari luar dan masuk ke dalam rumah ini melalui gerbang rumahnya.Dua mobil yang beriringan itu masuk tanpa kendala sama sekali dan Lian tau bahwa salah satu diantara dua mobil yang terparkir di garasi itu adalah mobil Mahesa dan benar saja setelah mobil itu berhenti. Mahesa keluar dari mobil dan di sambut oleh Raisa yang sudah cantik berlari mendekati dia.Hufh ... jika saja yang berlari itu adalah aku, mungkin aku akan sangat bahagia saat ini. Aku bisa menjadi pasangan dia dan di restui oleh kedua keluarga. Namun kenyataan yang terjadi malah di luar dugaan. Tak ku sangka yang bersanding nanti bersama Mahesa adalah Raisa. Buk
Raisa berjalan lebih dulu ke ruang makan sementara Lian mengikuti di belakangnya. Kami duduk di kursi kosong yang telah di sediakan. Raisa duduk di samping Mahesa. Sementara Lian duduk tepat di depan dia.Lian memandang satu persatu orang yang ada di sana sampai tepat pandangannya terhenti pada orang tua Mahesa. Raline, Mama dari Mahesa memberikan senyumnya padaku. Lian yang menyadari telah di beri senyum olehnya langsung membalas senyum itu meskipun terlihat kaku.Sampai pandanganku tertuju pada Mahesa yang saat itu juga memandangku, membuat kami terdiam dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Padahal yang seharusnya terjadi bukan begitu. Seharusnya kami saling berbincang santai dan saling menanyakan kabar kami masing-masing. Namun yang terjadi seperti mimpi buruk saja. Mahesa tak lagi jadi laki-laki yang dulu sangat aku cintai, parasnya dingin dan datar. Tak ada lagi wajah berseri senang saat melihatku. Dia memang cocok seperti itu biar aku tak lagi menyer
Lian sedang tidak baik-baik saja saat ini. Bagaimana bisa baik-baik saja kalau mata ini memandang begitu jelas keberadaan Mahesa yang ada di hadapannya namun berpura-pura lupa seolah tidak tau siapa aku yang sebenarnya.Jelas saja itu membuatku sakit hati yang begitu dalam pada dirinya. Apalagi semua itu dia lakukan di depan kedua orangtuaku dan juga kedua orangtuanya.Kemarin Mahesa pernah bilang padaku kalau dia melakukan hubungan dengan adikku adalah sebuah keterpaksaan. Namun yang ku lihat tidak begitu. Dengan sabarnya dia memperlakukan adikku sebagai orang yang di kasihinya. Menanggapi setiap obrolan Raisa seperti orang yang sudah kenal satu sama lainnya dan terkadang tidak sungkan memperlihatkan kemesraan di depan banyak orang. Apa begitu yang dinamakan keterpaksaan?Ah benar-benar munafik. Kata-kata yang diberi tidak sama dengan realita yang ada. Lian tidak pernah meragukan bakat akting terpendam yang dimiliki seorang Mahesa. Mahesa patu
Satu kuliah telah terlewati, tinggal satu kuliah lagi dan setelahnya hari ini selesai. Lian dan Zia keluar kelas untuk makan siang terlebih dahulu lalu setelahnya kami masuk kelas lagi untuk kuliah.Saat kami melewati lapangan, Lian tak sengaja melihat Mahesa yang berjalan bersama dengan teman-temannya mengarah pergi ke tempat yang sama yaitu kantin. Lian berusaha untuk diam meskipun Lian tau kalau Mahesa yang sedang berjalan di sana juga tak sengaja melihat ke arahnya.Begitu sampai di kantin, suasana ramai sangat terasa di sana. Memang jam sekarang adalah jam istirahat, makanya banyak yang makan di jam-jam segini. Begitu juga dengan meja yang ada di kantin itu, semuanya sudah terlihat terisi."Wah ramai sekali ya, kita bisa nggak ya makan di sini? Penuh, kayaknya nggak akan bisa deh. Kecewa," ujar Zia yang melihat betapa banyaknya orang yang berada di sana."Kalau gitu kita beli roti saja lalu makan di taman, gimana?" Zia kembali