Lian berlari dengan riangnya masuk ke dalam rumah setelah sepulangnya Lian dari kuliah pagi itu. Lian membawa sebuket bunga Lily di tangannya untuk dia berikan pada adik kandungnya.
Hari ini Raisa berulang tahun tepat di usianya yang menginjak umur ke 18 tahun. Usia yang bisa di bilang akan beranjak dewasa. Raisa tumbuh menjadi wanita yang tidak hanya cantik tapi juga pintar. Makanya Lian tak akan heran kalau dia bisa menjadi cantik seperti sekarang ini karna keturunan dari Mama kami itu. Berbeda halnya dengan Lian, Lian malah terlihat biasa saja karna wajahnya seperti wajah Papa. Namun Lian tidak merasa iri karena Lian tahu Lian juga punya kelebihan lainnya.
Begitu Lian masuk ke dalam rumah. Tanpa Lian ketahui kalau di dalam sana ada tamu yang sedang berkunjung, Lian langsung berteriak memanggil Raisa untuk memberi sebuket bunga Lily yang berwarna putih indah itu untuknya.
"Raisa ... aku bawa bunga Lily kesayanganmu nih, selamat ulang tahun ya adikku sayang," teriak Lian dengan semangat.
Lian ingin memberikan kejutan sekaligus ingin tahu bagaimana reaksinya saat Raisa tahu kalau Lian membawakan bunga kesayangannya. Raisa pasti terkejut dan teramat senang saat Lian memberinya sebuket bunga.
Namun saat Lian masuk ke dalam ruang keluarga. Tak Lian kira semua orang yang ada di sana memandangnya setelah Lian berteriak memanggil nama Raisa. Lian jadi merasa tidak enak telah mengganggu tamu yang datang. Tapi tak Lian kira pandangannya tertuju pada satu laki-laki yang berdiri di tengah-tengah mereka semua.
"Mahesa." Lian berteriak tanpa malu.
Laki-laki yang bernama Mahesa tidak berkata apa pun atau senyum sedikit pun. Sikapnya seolah-olah Lian bukan siapa-siapa dia. Padahal Lian dan Mahesa tahu kalau kami sedang menjalin hubungan serius bahkan kami sudah merencanakan ingin menikah. Memang tidak dalam waktu dekat namun Lian ingin menikah sama dia nanti setelah Lian menyelesaikan kuliah dan kerja. Baru kami akan menikah. Lagipula saat ini Mahesa juga masih kuliah. Keinginannya juga sama dengan Lian. Kami ingin sama-sama sukses terlebih dahulu baru kami menikah.
Lalu, untuk apa Mahesa ada di sini? Apa mungkin dia ingin cepat-cepat menikah sama Lian makanya dia datang ke sini lalu bilang sama keluarganya.
"Ah tidak mungkin. Aku pasti terlalu berkhayal," ucap Lian dalam hati.
Raisa menggenggam tangan Mahesa dengan senyum yang cerah. Mata Raisa bersinar karna dia terlihat begitu bahagia. Lian yang melihat Mahesa membiarkan tangan Raisa menggenggamnya dan tidak berusaha menepis tangannya itu membuat Lian jadi heran sendiri. Ada apa ini. Sepertinya Lian telah melewatkan sesuatu.
Raisa dan Mahesa mendekati Lian lalu Raisa berkata dengan malu-malu.
"Kak Lian kenalin ini pacar aku dan juga calon suami aku. Namanya Mahesa."
Apa?!
Seperti tertampar, detik itu juga Lian mengumpat dalam hati. Kenapa bisa begini. Kenapa mereka malah jadi berhubungan?
Tak Lian kira hari dimana Lian ingin memberi bunga pada Raisa. Di hari itu juga Lian mendapati kenyataan pahit yang tidak ingin Lian dengar masuk ke dalam telinganya. Siapa yang mau mendengar berita ini. Siapa pun itu pasti langsung patah hati. Raisa dan Mahesa menjadi pacar dan mereka telah merencanakan akan menikah entah kapan.
Dengan berpura-pura tidak kenal, Lian membalas jabatan tangannya dengan rasa sakit yang tidak terkira menusuk dalam hati. Tega sekali Mahesa memperlakukan Lian seperti ini. Tega sekali. Jadi untuk apa selama ini kami membina hubungan dan merencakan untuk menikah kalau ujung-ujungnya malah tidak terlaksana. Dia malah memilih Raisa sebagai istrinya. Lian tidak percaya ini. Jadi selama ini Lian menjaga jodoh orang?
"Selamat ya kalian. Semoga hubungan kalian langgeng sampai kalian menikah nantinya," Lian terucap sembari tersenyum getir. Ada rasa sakit yang langsung menusuk ke dalam hati yang tidak bisa dijelaskan secara langsung. Begitu perih dan menyayat hati. Apakah ini yang disebut patah hati?
"Makasih Kak. Raisa sangat senang sekali Kakak mendukung hubungan Raisa sama Mahesa. Raisa sangat terharu. Sungguh."
Mau tidak mau, Lian pun tersenyum namun begitu kaku pada Raisa yang berdiri di hadapannya tanpa rasa bersalah sama sekali. Senyum yang diberikan bukan lah senyum senang telah mendengar berita baik. Tapi senyum miris yang sangat tidak Lian sangka terjadi hari ini.
"Kalau gitu Kakak ke kamar dulu ya."
Lian langsung berlari ke kamar begitu Raisa mengangguk setuju. Lian tutup pintu itu dan rasa lemas langsung terasa kemudian. Perlahan demi perlahan tubuhnya merosot turun dan Lian pun terduduk di lantai. Lian menangis detik itu juga menatap masa depannya yang hancur karna pengkhianatan yang Mahesa lakukan.
***
Sebuah tangan memberhentikan Lian yang sedang berjalan ingin masuk ke dalam kelas. Lian langsung melihat siapa yang telah berani memberhentikan jalannya itu.
"Lian aku mau bicara."
Melihat laki-laki yang sudah membuat hatinya sakit. Lian tidak akan mau mendengar kata-katanya. Buat apa? Buat apa mendengar dia yang selalu bersikap romantis tapi ujung-ujungnya malah sebaliknya. Dia malah menorehkan luka dalam untuk hidupnya. Lian tidak mau hal itu terjadi. Lian menepis tangannya itu dan bersikap sok tidak kenal.
"Siapa kamu? Aku tidak kenal sama kamu. Kamu salah orang jika kamu ingin berbicara sama aku."
"Lian kenapa kamu jadi begini? Aku mau kita bicara dulu."
"Aku tidak mau berbicara sama kamu. Kamu itu bukan orang yang aku kenal. Pergi sana. hush. hush."
Lian ingin melangkah masuk ke dalam kelas tapi Mahesa berbicara yang membuatnya berhenti berjalan.
"Aku melakukan itu karna terpaksa Lian. Wanita yang aku cintai itu kamu. Jadi tolong kamu dengarkan apa yang akan aku bilang sama kamu."
Lian menelan salivanya karna tenggorokannya yang terasa kering. Apa dia bilang? Terpaksa? lucu sekali. Tidak mungkin Mahesa menjalin hubungan sama adiknya Raisa kalau nyatanya hubungan itu hanya karna keterpaksaan. Lian tahu alasan dibalik ini semua. Mahesa pasti sudah bosan dengannya. Makanya dia memutuskan mencari pengganti Lian. Tapi yang di pilih malah Raisa yang ternyata adalah adikku.
Bodoh sekali Mahesa itu. Tapi nggak apa, Lian yakin Lian akan mampu melupakan dia lebih dari apa pun.
Dengan kesal Lian memilih meninggalkan dia yang masih berdiri di sana. Mulai detik ini, Lian memilih untuk berubah. Lian mau melupakan dia selama-lamanya.
Lian tahu pasti tekadnya memang tidak semudah itu. Selama kuliah di sini, Lian pasti sering bertemu dia dimana pun itu. Di kantin, di perpus atau di lorong kampus. Lian selalu saja bertemu dia. Padahal Lian tidak ingin melihat dia. Tapi setiap kali Lian ingin melakukan sesuatu. Dia selalu hadir di sana juga.
Lalu, aku harus bagaimana sekarang. Kalau hanya kami tidak bertegur sapa itu bisa melegakan hatinya. Tapi setiap kali kami bertemu. Setiap kali itu juga, dia bergegas datang mendekatinya dan lagi- lagi bilang ingin mengobrol sama aku. Sahabatku yang bernama Zia pun bertanya sama aku. Ada apa dengan hubungan aku sama dia namun rasanya tidak mau membahas hal itu. Lian merasa benci.
"Kamu harus cerita sama aku. Kasihan tuh Mahesa deketin kamu terus tapi kamu selalu aja menghindar. Kayaknya ada yang nggak beres nih sama kalian berdua. Ada apa? Kali aja aku bisa bantu kamu."
"Aku lagi males ngomongin soal itu."
"Tapi kalau kayak gini kasihan juga aku lihat Mahesa yang berusaha deketin kamu terus- terusan."
"Kenapa harus kasihan? Biar aja dia yang ngejar aku. Aku udah putus sama dia."
Zia yang mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut Lian terkejut tidak percaya. Ini berita yang sangat fantastis untuknya. Tidak mungkin bisa di percaya. Lian dan Mahesa itu sudah berhubungan sangat lama. Kok tiba-tiba putus. Itu sangat mustahil kan. Apalagi setiap kali melihat mereka berdua, bisa dibilang pasangan paling mesra seantero kampus. Romantisnya mengalahkan berita artis-artis di berita gosip.
"Kamu serius Lian ngomong kayak gitu?"
"Serius. Aku sama dia itu udah putus. Masa aku bohong sama kamu. Kamu tanya aja sama dia kalau nggak percaya."
"Aku nggak percaya."
"Terserah deh ya. Aku ngomong jujur. Nggak ada yang di tutup-tutupin."
"Bukannya apa. Kamu sama dia tuh kayak pasangan nggak bisa terpisahkan, dimana-mana mesra. Kok tiba-tiba aja kamu putus sama dia. Aneh aja gitu."
"Bisa aja kan. Kalau udah bosan. Siapa yang bisa tahan. Akhirnya putus deh."
"Kamu kok santai aja bilangnya?"
"Terus aku mesti bereaksi seperti apa Zia? Udah ah aku mau balik dulu."
"Ya udah. Hati-hati ya, aku masih ada kuliah satu lagi."
"Oke. selamat belajar kalau gitu deh ya."
Baru saja Lian ingin berbelok ke kanan untuk pulang ke rumah. Mahesa sudah menunggu Lian di lorong kampus itu. Dia berdiri di sana dengan tatapannya yang tajam ke arahnya. Lian yang sudah bosan sama kelakuannya yang selalu ingin saja mengobrol membuatnya kesal dan kini ia tidak lagi bisa menghindar karna ia tahu tidak ada jalan selain harus melewati dirinya.
Baru saja Lian ingin berbelok ke kanan untuk pulang ke rumah. Mahesa sudah menunggu Lian di lorong kampus itu. Dia berdiri di sana dengan tatapannya yang tajam ke arahnya. Lian yang sudah bosan sama kelakuannya yang selalu ingin saja mengobrol membuatku kesal dan sekaligus kesal tak lagi bisa menghindar. Kelihatannya hari ini adalah hari melelahkan yang harus Lian hadapi. Mau bagaimana lagi, mereka satu kampus dan Lian tidak mungkin keluar dari kampus ini demi menghapus hubungan yang telah kandas itu. "Ada apa?" tanya Lian dengan nada ketus sama Mahesa. Lian tidak lagi bisa selembut biasanya karna setelah Lian mengetahui kenyataan pahit bahwa Mahesa menjadi pacar adiknya. Lian tak lagi mau berbicara sopan sama dia. Apalagi bersikap romantis. Buang jauh-jauh pemikiran itu. Yang ada Lian lakukan adalah sebaliknya. Menjadi egois atau bersikap kasar bila perlu. "Aku cuma mau bilang sesuatu sama kamu kalau aku terpaksa melak
Hari dimana dua keluarga berkumpul jadi satu terjadi di hari sabtu ini. Menyepakati sebuah hubungan dan menjadikan suatu kesepakatan agar keluarga itu terikat kuat dan tidak lagi ada kerenggangan yang terjadi suatu hari nanti.Lian berdiri di depan jendela kamarnya dan melihat sendiri bagaimana mobil keluarga Mahesa datang dari luar dan masuk ke dalam rumah ini melalui gerbang rumahnya.Dua mobil yang beriringan itu masuk tanpa kendala sama sekali dan Lian tau bahwa salah satu diantara dua mobil yang terparkir di garasi itu adalah mobil Mahesa dan benar saja setelah mobil itu berhenti. Mahesa keluar dari mobil dan di sambut oleh Raisa yang sudah cantik berlari mendekati dia.Hufh ... jika saja yang berlari itu adalah aku, mungkin aku akan sangat bahagia saat ini. Aku bisa menjadi pasangan dia dan di restui oleh kedua keluarga. Namun kenyataan yang terjadi malah di luar dugaan. Tak ku sangka yang bersanding nanti bersama Mahesa adalah Raisa. Buk
Raisa berjalan lebih dulu ke ruang makan sementara Lian mengikuti di belakangnya. Kami duduk di kursi kosong yang telah di sediakan. Raisa duduk di samping Mahesa. Sementara Lian duduk tepat di depan dia.Lian memandang satu persatu orang yang ada di sana sampai tepat pandangannya terhenti pada orang tua Mahesa. Raline, Mama dari Mahesa memberikan senyumnya padaku. Lian yang menyadari telah di beri senyum olehnya langsung membalas senyum itu meskipun terlihat kaku.Sampai pandanganku tertuju pada Mahesa yang saat itu juga memandangku, membuat kami terdiam dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Padahal yang seharusnya terjadi bukan begitu. Seharusnya kami saling berbincang santai dan saling menanyakan kabar kami masing-masing. Namun yang terjadi seperti mimpi buruk saja. Mahesa tak lagi jadi laki-laki yang dulu sangat aku cintai, parasnya dingin dan datar. Tak ada lagi wajah berseri senang saat melihatku. Dia memang cocok seperti itu biar aku tak lagi menyer
Lian sedang tidak baik-baik saja saat ini. Bagaimana bisa baik-baik saja kalau mata ini memandang begitu jelas keberadaan Mahesa yang ada di hadapannya namun berpura-pura lupa seolah tidak tau siapa aku yang sebenarnya.Jelas saja itu membuatku sakit hati yang begitu dalam pada dirinya. Apalagi semua itu dia lakukan di depan kedua orangtuaku dan juga kedua orangtuanya.Kemarin Mahesa pernah bilang padaku kalau dia melakukan hubungan dengan adikku adalah sebuah keterpaksaan. Namun yang ku lihat tidak begitu. Dengan sabarnya dia memperlakukan adikku sebagai orang yang di kasihinya. Menanggapi setiap obrolan Raisa seperti orang yang sudah kenal satu sama lainnya dan terkadang tidak sungkan memperlihatkan kemesraan di depan banyak orang. Apa begitu yang dinamakan keterpaksaan?Ah benar-benar munafik. Kata-kata yang diberi tidak sama dengan realita yang ada. Lian tidak pernah meragukan bakat akting terpendam yang dimiliki seorang Mahesa. Mahesa patu
Satu kuliah telah terlewati, tinggal satu kuliah lagi dan setelahnya hari ini selesai. Lian dan Zia keluar kelas untuk makan siang terlebih dahulu lalu setelahnya kami masuk kelas lagi untuk kuliah.Saat kami melewati lapangan, Lian tak sengaja melihat Mahesa yang berjalan bersama dengan teman-temannya mengarah pergi ke tempat yang sama yaitu kantin. Lian berusaha untuk diam meskipun Lian tau kalau Mahesa yang sedang berjalan di sana juga tak sengaja melihat ke arahnya.Begitu sampai di kantin, suasana ramai sangat terasa di sana. Memang jam sekarang adalah jam istirahat, makanya banyak yang makan di jam-jam segini. Begitu juga dengan meja yang ada di kantin itu, semuanya sudah terlihat terisi."Wah ramai sekali ya, kita bisa nggak ya makan di sini? Penuh, kayaknya nggak akan bisa deh. Kecewa," ujar Zia yang melihat betapa banyaknya orang yang berada di sana."Kalau gitu kita beli roti saja lalu makan di taman, gimana?" Zia kembali
"Yah hujan, gimana kita bisa pulang ya," ujar Zia yang saat ini sedang berdiri di sampingku. Kami mau pulang ke rumah tapi hujan turun seketika membuat kami berteduh di halte kampus."Kita tunggu sebentar lagi aja. Kali aja hujannya berhenti. Nggak usah kecewa gitu ah kayak kenapa aja.""Bener sih. Tapi ini deres banget Lian. Kayaknya kita bakalan pulang telat nanti deh. Bisa-bisa kita pulang jam setengah tujuh lewat."Lian berusaha acuh dengan menggerakkan bahunya ke atas. Tak tau harus bilang apa di saat seperti ini. Hujan adalah anugerah dari Allah, siapa yang tau akan diturunkan hujan saat kami mau pulang.Bersabar, itu yang bisa Lian lakukan sekarang. Menerobos hujan sama saja dengan berakhir dengan baju yang akan basah nantinya dan akan tercetak bagaimana bentuk tubuh bagian atasnya saat ini.Lian menggunakan kemeja putih longgar yang nyaman untuk Lian kenakan jika ada acara at
Mobil Mahesa berhenti di depan rumahku. Aku sudah bilang sama dia kalau aku di turunkan saja tak jauh dari rumah. Tapi Mahesa tetap keukeh sama pendiriannya dan bilang kalau dia tidak mau aku kehujanan. Alhasil yang terjadi sekarang membuat aku tidak bisa berkutik di depan Mama dan Raisa.Suara mobil Mahesa yang berhenti itu terdengar sampai ke dalam rumah dan itu membuat Raisa langsung membuka pintu dan berteriak senang memanggil nama Mahesa.Namun setelah aku keluar dari mobil Mahesa. Raut wajah senang Raisa itu tergantikan dengan raut wajah binggung bercampur penasaran. Kenapa bisa aku ada di dalam mobil pacarnya.Aku langsung berlari ke depan teras begitu keluar dari mobil dan berdiri di depan Raisa dan juga Mama yang baru saja datang dari dalam rumah."Kakak sama Kak Mahesa kenapa bisa satu mobil.""Itu." Aku merasa kesulitan untuk mengatakannya. Ada perasaan tidak enak ma
Sebelumnya Lian tidak mengetahui apa yang tengah terjadi antara Raisa dengan Mahesa. Namun, setelah Raisa menceritakan tentang Mahesa yang suka menceritakan wanita lain di saat mereka sedang bersama membuat Lian miris mengetahui hal itu.Sebagai wanita sekaligus Kakak dari Raisa sendiri. Lian tidak bisa menerima atas kenyataan yang terjadi antara mereka berdua. Berani benar Mahesa cerita tentang wanita lain di saat mereka sedang bersama. Memangnya adikku itu dianggap apa? Aku sebagai Kakaknya tidak bisa terima. Apa sih yang ada di dalam pikiran Mahesa itu? Aku tidak suka dia memperlakukan adikku seperti itu. Seperti tidak dianggap sama sekali.Bagaimana pun Mahesa kan sudah menginginkan Raisa sebagai pacar sekaligus calon istri untuknya kelak. Untuk masa depannya. Masa ya Raisa harus menderita begini. Siapa sih yang mau mendengarkan wanita lain di saat mereka sedang bersama. Padahal yang Lian dengar hubungan mereka juga belum terlalu lama tapi Raisa sudah mendapatkan k