Baru saja Lian ingin berbelok ke kanan untuk pulang ke rumah. Mahesa sudah menunggu Lian di lorong kampus itu. Dia berdiri di sana dengan tatapannya yang tajam ke arahnya. Lian yang sudah bosan sama kelakuannya yang selalu ingin saja mengobrol membuatku kesal dan sekaligus kesal tak lagi bisa menghindar.
Kelihatannya hari ini adalah hari melelahkan yang harus Lian hadapi. Mau bagaimana lagi, mereka satu kampus dan Lian tidak mungkin keluar dari kampus ini demi menghapus hubungan yang telah kandas itu.
"Ada apa?" tanya Lian dengan nada ketus sama Mahesa. Lian tidak lagi bisa selembut biasanya karna setelah Lian mengetahui kenyataan pahit bahwa Mahesa menjadi pacar adiknya. Lian tak lagi mau berbicara sopan sama dia. Apalagi bersikap romantis. Buang jauh-jauh pemikiran itu. Yang ada Lian lakukan adalah sebaliknya. Menjadi egois atau bersikap kasar bila perlu.
"Aku cuma mau bilang sesuatu sama kamu kalau aku terpaksa melakukan itu. Itu semua aku lakukan karna keluarga aku yang hampir saja bangkrut. Papa mendapatkan suntikan dana. Dan itu dia dapatkan dari perusahaan Papamu. Tak kukira Papa menyetujui usul Papamu agar aku menikah sama adik kamu yang bernama Raisa itu."
"Udah ngomongnya?" tanya Lian dengan wajah sinisnya.
Mahesa merasa tidak puas dengan balasan dari ucapan Lian. Apa yang Lian bilang tadi tidak sesuai dengan pemikirannya. Padahal dia sudah berkata jujur sama Lian. Dia kira Lian akan memaafkan semua yang telah dia lakukan dan bisa memperbaiki keadaan. Namun yang terjadi malah Lian bersikap sangat acuh. Apa ini balasan dari Lian atas perkataan jujurnya itu.
"Aku hanya ingin kamu tahu apa yang terjadi Lian. Aku tahu kamu kaget mendapati aku ada di rumahmu dan tak mengira kalau saat itu Raisa memperkenalkanku sebagai pacarnya. Aku bertemu dia hari itu juga Lian. Dan dia langsung menyukai aku."
Lian menaikkan tangannya ke atas sembari memejamkan mata untuk memperlihatkan padanya kalau Lian tidak mau lagi Mahesa berbicara lagi. Penjelasan panjang lebar itu tidak akan berguna lagi. Nasi sudah menjadi bubur dan hatinya sudah terasa sakit. Ini bukan main-main. Yang dia permainankan bukan cuma hatinya. Tapi juga hati adik Lian.
Sudah cukup. Aku rasa sudah cukup apa yang dia bilang saat ini.
"Kamu jaga adikku baik-baik ya Mahesa. Aku ngerti kok kamu itu udah bosan sama aku. Aku ngerti. Hanya satu permintaan aku sama kamu. Kalau kamu memilih Raisa sebagai teman hidup kamu. Tolong kamu jaga dia. Tolong kamu perlakukan dia dengan baik dan jangan pernah membuatnya menangis. Itu yang aku minta sama kamu. Bye," putus Lian kemudian. Itu lebih baik, bersikap tegas dan tidak lagi membawa perasaan. Jika tidak, yang ada Lian akan kalah dengan wajah dan nada yang memelas dari Mahesa.
Lian pun pergi meninggalkan Mahesa setelah Lian bilang kata demi kata yang sangat menyakitkan padanya.
Kenapa cinta itu sangat menyakitkan. Kenapa? Apa salahnya?
***
Raisa mendekatiku yang sedang duduk di ruang tamu dengan tatapan hampa. Program acaranya tidak Lian sukai. Mengganti beberapa kali chanel tapi tetap tidak bisa menemukan program yang menarik dan itu sangat membosankan.
"Kak Lian aku mau tanya dong. menurut Kakak gaun yang pas buat aku yang mana? Yang putih atau yang hitam?"
Raisa membawa dua buah gaun untuk di perlihatkan pada Lian. Dia terlihat sangat binggung memilih yang mana yang menurutnya baik untuk dia pakai.
"Aku nggak bisa memilih Raisa. Kamu kan tau aku jarang pakai gaun. Lihat saja lemariku itu. Kebanyakan kaos dan celana panjang. Aku lebih suka pakai itu untuk sehari-hari daripada gaun. Makanya banyak yang bilang aku ini cewek tomboi."
Raisa langsung duduk di sampingku begitu Lian bilang tidak bisa memilih.
"Ish Kakak kok gitu sih sama aku. Aku tuh ke sini karna aku pengen Kakak kasih pendapat buat aku. Kakak tau nggak kenapa aku minta pendapat sama Kakak?"
"Ya itu karna kamu itu nggak bisa milih. Kamu tuh bisanya cuma terima-terima aja apa pendapat orang lain. Tapi belum tentu bener kan. Raisa lebih baik kamu tuh dengerin apa kata hati kamu. Pilih yang mana yang terbaik buat kamu pakai. Jangan terima-terima aja saran orang lain."
Lian menguap acuh setelah mengatakan itu dan tanpa Lian sadari Raisa sekarang sudah menangis di sampingnya. Memang ya dari dulu itu, Raisa ini termasuk cewek yang sensi. Baru di ketusin dikit aja udah langsung nangis, gimana di bentak di depan mukanya. Mungkin dia langsung berlari pergi dan menangis di pojokan.
Lian yang melihatnya menangis langsung memutuskan untuk mematikan tv dan bergerak duduk dengan posisi yang nyaman di hadapan dia. Lian pegang kedua bahunya lalu mengamati Raisa yang sedang menangis menunduk.
Hufh ... Raisa menangis, aku yang jadi serba salah. Kalau Mama tahu Raisa nangis gara-gara aku, aku pasti di marahi lagi. Aku pasti di salahi sama Mama lagi. Kenapa bisa Raisa nangis. Kenapa? Kamu apain dia. Kok bisa sampai nangis gitu. Padahal dia nggak pernah jahat sama kamu. Jahat banget sih kamu sama dia.
Aduh jadi susah kan aku.
"Kamu kenapa lagi sih, Kakak salah lagi ya. Maafin Kakak ya. Kakak tuh nggak berusaha jahat kok. Kakak cuma kasih saran aja. kalau kamu nggak terima nggak apa-apa. Tapi jangan nangis. Kakak jadi serba salah nih. Udah diam. cup. cup. cup."
"Aku nggak mau kalau Kakak ketus lagi sama aku. Aku tuh kayak punya salah banget sama Kakak."
"Nggak kok. Kamu nggak pernah punya salah. Kamu mau kan maafin Kakak kan?"
Raisa mengangguk dengan bibir yang mengerucut ke depan. Wajah sedihnya terlihat sangat menggemas. Pantas saja Mahesa suka sama dia. Adikku ini memang sangat menggemaskan dan begitu polos.
Lian mengusap airmata yang turun dari pipi Raisa lalu mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arahku. Lian berikan senyum cerah supaya dia tidak bersedih lagi.
"Udah ah jangan nangis terus. Kamu jelek tau kalau sering nangis gini."
"Ih kakak, kok jadi menggoda aku. Aku jadi nggak enak." Raisa kembali memanyunkan bibirnya namun Raisa kembali tersenyum setelah tau Lian hanya menggoda dia.
"Kamu kok tiba-tiba mau minta saran sama Kakak. Emangnya ada apa? Ada acara apa?"
"Itu, aku pengen pakai gaun buat acara besok malam. Katanya besok malam ada acara makan keluarga bersama sama keluarga Kak Mahesa."
Sontak Lian pun jadi terkejut karna ucapan Raisa.
Hah! Masa sih?!
Kok aku nggak di kasih tau ya kalau ada acara makan keluarga bersama, sama keluarga Mahesa lagi. Keluarga yang bagiku itu teramat penting. Tapi itu dulu. Tidak sekarang. Mahesa bukan lagi laki-laki yang aku puja karna aku tau kami tidak lebih hanya sebatas teman. Hanya itu!
Pemikiranku menerawang kemudian, ah aku tau kenapa aku tidak diberitahu, pasti aku bukan orang penting yang di suruh datang dan makan di keluarga ini. Siapa sih Lian. Bukan bagian dari keluarga Subekti dan juga bukan orang yang berharga jadi lupakan itu. Hahaha. Aku malah lebih suka di anak tirikan. Buatku malah lebih mudah melupakan segala yang pernah ada.
Hari dimana dua keluarga berkumpul jadi satu terjadi di hari sabtu ini. Menyepakati sebuah hubungan dan menjadikan suatu kesepakatan agar keluarga itu terikat kuat dan tidak lagi ada kerenggangan yang terjadi suatu hari nanti.Lian berdiri di depan jendela kamarnya dan melihat sendiri bagaimana mobil keluarga Mahesa datang dari luar dan masuk ke dalam rumah ini melalui gerbang rumahnya.Dua mobil yang beriringan itu masuk tanpa kendala sama sekali dan Lian tau bahwa salah satu diantara dua mobil yang terparkir di garasi itu adalah mobil Mahesa dan benar saja setelah mobil itu berhenti. Mahesa keluar dari mobil dan di sambut oleh Raisa yang sudah cantik berlari mendekati dia.Hufh ... jika saja yang berlari itu adalah aku, mungkin aku akan sangat bahagia saat ini. Aku bisa menjadi pasangan dia dan di restui oleh kedua keluarga. Namun kenyataan yang terjadi malah di luar dugaan. Tak ku sangka yang bersanding nanti bersama Mahesa adalah Raisa. Buk
Raisa berjalan lebih dulu ke ruang makan sementara Lian mengikuti di belakangnya. Kami duduk di kursi kosong yang telah di sediakan. Raisa duduk di samping Mahesa. Sementara Lian duduk tepat di depan dia.Lian memandang satu persatu orang yang ada di sana sampai tepat pandangannya terhenti pada orang tua Mahesa. Raline, Mama dari Mahesa memberikan senyumnya padaku. Lian yang menyadari telah di beri senyum olehnya langsung membalas senyum itu meskipun terlihat kaku.Sampai pandanganku tertuju pada Mahesa yang saat itu juga memandangku, membuat kami terdiam dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Padahal yang seharusnya terjadi bukan begitu. Seharusnya kami saling berbincang santai dan saling menanyakan kabar kami masing-masing. Namun yang terjadi seperti mimpi buruk saja. Mahesa tak lagi jadi laki-laki yang dulu sangat aku cintai, parasnya dingin dan datar. Tak ada lagi wajah berseri senang saat melihatku. Dia memang cocok seperti itu biar aku tak lagi menyer
Lian sedang tidak baik-baik saja saat ini. Bagaimana bisa baik-baik saja kalau mata ini memandang begitu jelas keberadaan Mahesa yang ada di hadapannya namun berpura-pura lupa seolah tidak tau siapa aku yang sebenarnya.Jelas saja itu membuatku sakit hati yang begitu dalam pada dirinya. Apalagi semua itu dia lakukan di depan kedua orangtuaku dan juga kedua orangtuanya.Kemarin Mahesa pernah bilang padaku kalau dia melakukan hubungan dengan adikku adalah sebuah keterpaksaan. Namun yang ku lihat tidak begitu. Dengan sabarnya dia memperlakukan adikku sebagai orang yang di kasihinya. Menanggapi setiap obrolan Raisa seperti orang yang sudah kenal satu sama lainnya dan terkadang tidak sungkan memperlihatkan kemesraan di depan banyak orang. Apa begitu yang dinamakan keterpaksaan?Ah benar-benar munafik. Kata-kata yang diberi tidak sama dengan realita yang ada. Lian tidak pernah meragukan bakat akting terpendam yang dimiliki seorang Mahesa. Mahesa patu
Satu kuliah telah terlewati, tinggal satu kuliah lagi dan setelahnya hari ini selesai. Lian dan Zia keluar kelas untuk makan siang terlebih dahulu lalu setelahnya kami masuk kelas lagi untuk kuliah.Saat kami melewati lapangan, Lian tak sengaja melihat Mahesa yang berjalan bersama dengan teman-temannya mengarah pergi ke tempat yang sama yaitu kantin. Lian berusaha untuk diam meskipun Lian tau kalau Mahesa yang sedang berjalan di sana juga tak sengaja melihat ke arahnya.Begitu sampai di kantin, suasana ramai sangat terasa di sana. Memang jam sekarang adalah jam istirahat, makanya banyak yang makan di jam-jam segini. Begitu juga dengan meja yang ada di kantin itu, semuanya sudah terlihat terisi."Wah ramai sekali ya, kita bisa nggak ya makan di sini? Penuh, kayaknya nggak akan bisa deh. Kecewa," ujar Zia yang melihat betapa banyaknya orang yang berada di sana."Kalau gitu kita beli roti saja lalu makan di taman, gimana?" Zia kembali
"Yah hujan, gimana kita bisa pulang ya," ujar Zia yang saat ini sedang berdiri di sampingku. Kami mau pulang ke rumah tapi hujan turun seketika membuat kami berteduh di halte kampus."Kita tunggu sebentar lagi aja. Kali aja hujannya berhenti. Nggak usah kecewa gitu ah kayak kenapa aja.""Bener sih. Tapi ini deres banget Lian. Kayaknya kita bakalan pulang telat nanti deh. Bisa-bisa kita pulang jam setengah tujuh lewat."Lian berusaha acuh dengan menggerakkan bahunya ke atas. Tak tau harus bilang apa di saat seperti ini. Hujan adalah anugerah dari Allah, siapa yang tau akan diturunkan hujan saat kami mau pulang.Bersabar, itu yang bisa Lian lakukan sekarang. Menerobos hujan sama saja dengan berakhir dengan baju yang akan basah nantinya dan akan tercetak bagaimana bentuk tubuh bagian atasnya saat ini.Lian menggunakan kemeja putih longgar yang nyaman untuk Lian kenakan jika ada acara at
Mobil Mahesa berhenti di depan rumahku. Aku sudah bilang sama dia kalau aku di turunkan saja tak jauh dari rumah. Tapi Mahesa tetap keukeh sama pendiriannya dan bilang kalau dia tidak mau aku kehujanan. Alhasil yang terjadi sekarang membuat aku tidak bisa berkutik di depan Mama dan Raisa.Suara mobil Mahesa yang berhenti itu terdengar sampai ke dalam rumah dan itu membuat Raisa langsung membuka pintu dan berteriak senang memanggil nama Mahesa.Namun setelah aku keluar dari mobil Mahesa. Raut wajah senang Raisa itu tergantikan dengan raut wajah binggung bercampur penasaran. Kenapa bisa aku ada di dalam mobil pacarnya.Aku langsung berlari ke depan teras begitu keluar dari mobil dan berdiri di depan Raisa dan juga Mama yang baru saja datang dari dalam rumah."Kakak sama Kak Mahesa kenapa bisa satu mobil.""Itu." Aku merasa kesulitan untuk mengatakannya. Ada perasaan tidak enak ma
Sebelumnya Lian tidak mengetahui apa yang tengah terjadi antara Raisa dengan Mahesa. Namun, setelah Raisa menceritakan tentang Mahesa yang suka menceritakan wanita lain di saat mereka sedang bersama membuat Lian miris mengetahui hal itu.Sebagai wanita sekaligus Kakak dari Raisa sendiri. Lian tidak bisa menerima atas kenyataan yang terjadi antara mereka berdua. Berani benar Mahesa cerita tentang wanita lain di saat mereka sedang bersama. Memangnya adikku itu dianggap apa? Aku sebagai Kakaknya tidak bisa terima. Apa sih yang ada di dalam pikiran Mahesa itu? Aku tidak suka dia memperlakukan adikku seperti itu. Seperti tidak dianggap sama sekali.Bagaimana pun Mahesa kan sudah menginginkan Raisa sebagai pacar sekaligus calon istri untuknya kelak. Untuk masa depannya. Masa ya Raisa harus menderita begini. Siapa sih yang mau mendengarkan wanita lain di saat mereka sedang bersama. Padahal yang Lian dengar hubungan mereka juga belum terlalu lama tapi Raisa sudah mendapatkan k
Lian tidak bisa pergi karna tangannya saat ini di tahan oleh laki-laki yang tidak tau siapa sebenarnya.Lian melihat dari bawah sampai atas bagaimana penampilan laki-laki itu dan tak di sangka penampilan yang hadir di depannya Lian rasa sangat mengagumkan. Bisa di bilang boleh juga. Lian berusaha untuk tidak memberikan emosi berlebih dan ingin tau apa yang diinginkan laki-laki ini selanjutnya."Eh kita belum kenalan. Ayo kita kenalan dulu. Aku pengen tau kamu."Mendengar hal tidak berguna ini membuat Lian memutar bola matanya, lelah akibat pertemuan dengan laki-laki yang tidak di kenal ini di depan matanya.Jadi laki-laki ini mencegahnya untuk tidak pergi hanya ingin berkenalan. Basi!"Eh kamu itu cegat aku begini karna kamu mau kenalan sama aku? Begitu? ck. ck. ck. Aku nggak ada waktu buat ngeladenin kamu sekarang ya. Kamu salah orang kayaknya deh kalau ngajak aku kenalan. Sorry, aku mau masuk kuliah."Lian langsung beranjak per