Share

Bab 2

Baru saja Lian ingin berbelok ke kanan untuk pulang ke rumah. Mahesa sudah menunggu Lian di lorong kampus itu. Dia berdiri di sana dengan tatapannya yang tajam ke arahnya. Lian yang sudah bosan sama kelakuannya yang selalu ingin saja mengobrol membuatku kesal dan sekaligus kesal tak lagi bisa menghindar.

Kelihatannya hari ini adalah hari melelahkan yang harus Lian hadapi. Mau bagaimana lagi, mereka satu kampus dan Lian tidak mungkin keluar dari kampus ini demi menghapus hubungan yang telah kandas itu.

"Ada apa?" tanya Lian dengan nada ketus sama Mahesa. Lian tidak lagi bisa selembut biasanya karna setelah Lian mengetahui kenyataan pahit bahwa Mahesa menjadi pacar adiknya. Lian tak lagi mau berbicara sopan sama dia. Apalagi bersikap romantis. Buang jauh-jauh pemikiran itu. Yang ada Lian lakukan adalah sebaliknya. Menjadi egois atau bersikap kasar bila perlu.

"Aku cuma mau bilang sesuatu sama kamu kalau aku terpaksa melakukan itu. Itu semua aku lakukan karna keluarga aku yang hampir saja bangkrut. Papa mendapatkan suntikan dana. Dan itu dia dapatkan dari perusahaan Papamu. Tak kukira Papa menyetujui usul Papamu agar aku menikah sama adik kamu yang bernama Raisa itu."

"Udah ngomongnya?" tanya Lian dengan wajah sinisnya.

Mahesa merasa tidak puas dengan balasan dari ucapan Lian. Apa yang Lian bilang tadi tidak sesuai dengan pemikirannya. Padahal dia sudah berkata jujur sama Lian. Dia kira Lian akan memaafkan semua yang telah dia lakukan dan bisa memperbaiki keadaan. Namun yang terjadi malah Lian bersikap sangat acuh. Apa ini balasan dari Lian atas perkataan jujurnya itu.

"Aku hanya ingin kamu tahu apa yang terjadi Lian. Aku tahu kamu kaget mendapati aku ada di rumahmu dan tak mengira kalau saat itu Raisa memperkenalkanku sebagai pacarnya. Aku bertemu dia hari itu juga Lian. Dan dia langsung menyukai aku."

Lian menaikkan tangannya ke atas sembari memejamkan mata untuk memperlihatkan padanya kalau Lian tidak mau lagi Mahesa berbicara lagi. Penjelasan panjang lebar itu tidak akan berguna lagi. Nasi sudah menjadi bubur dan hatinya sudah terasa sakit. Ini bukan main-main. Yang dia permainankan bukan cuma hatinya. Tapi juga hati adik Lian.

Sudah cukup. Aku rasa sudah cukup apa yang dia bilang saat ini.

"Kamu jaga adikku baik-baik ya Mahesa. Aku ngerti kok kamu itu udah bosan sama aku. Aku ngerti. Hanya satu permintaan aku sama kamu. Kalau kamu memilih Raisa sebagai teman hidup kamu. Tolong kamu jaga dia. Tolong kamu perlakukan dia dengan baik dan jangan pernah membuatnya menangis. Itu yang aku minta sama kamu. Bye," putus Lian kemudian. Itu lebih baik, bersikap tegas dan tidak lagi membawa perasaan. Jika tidak, yang ada Lian akan kalah dengan wajah dan nada yang memelas dari Mahesa.

Lian pun pergi meninggalkan Mahesa setelah Lian bilang kata demi kata yang sangat menyakitkan padanya.

Kenapa cinta itu sangat menyakitkan.  Kenapa? Apa salahnya?

***

Raisa mendekatiku yang sedang duduk di ruang tamu dengan tatapan hampa. Program acaranya tidak Lian sukai. Mengganti beberapa kali chanel tapi tetap tidak bisa menemukan program yang menarik dan itu sangat membosankan.

"Kak Lian aku mau tanya dong. menurut Kakak gaun yang pas buat aku yang mana? Yang putih atau yang hitam?"

Raisa membawa dua buah gaun untuk di perlihatkan pada Lian. Dia terlihat sangat binggung memilih yang mana yang menurutnya baik untuk dia pakai.

"Aku nggak bisa memilih Raisa. Kamu kan tau aku jarang pakai gaun. Lihat saja lemariku itu. Kebanyakan kaos dan celana panjang. Aku lebih suka pakai itu untuk sehari-hari daripada gaun. Makanya banyak yang bilang aku ini cewek tomboi."

Raisa langsung duduk di sampingku begitu Lian bilang tidak bisa memilih.

"Ish Kakak kok gitu sih sama aku. Aku tuh ke sini karna aku pengen Kakak kasih pendapat buat aku. Kakak tau nggak kenapa aku minta pendapat sama Kakak?"

"Ya itu karna kamu itu nggak bisa milih. Kamu tuh bisanya cuma terima-terima aja apa pendapat orang lain. Tapi belum tentu bener kan. Raisa lebih baik kamu tuh dengerin apa kata hati kamu. Pilih yang mana yang terbaik buat kamu pakai. Jangan terima-terima aja saran orang lain."

Lian menguap acuh setelah mengatakan itu dan tanpa Lian sadari Raisa sekarang sudah menangis di sampingnya. Memang ya dari dulu itu, Raisa ini termasuk cewek yang sensi. Baru di ketusin dikit aja udah langsung nangis, gimana di bentak di depan mukanya. Mungkin dia langsung berlari pergi dan menangis di pojokan.

Lian yang melihatnya menangis langsung memutuskan untuk mematikan tv dan bergerak duduk dengan posisi yang nyaman di hadapan dia. Lian pegang kedua bahunya lalu mengamati Raisa yang sedang menangis menunduk.

Hufh ... Raisa menangis, aku yang jadi serba salah. Kalau Mama tahu Raisa nangis gara-gara aku, aku pasti di marahi lagi. Aku pasti di salahi sama Mama lagi. Kenapa bisa Raisa nangis. Kenapa? Kamu apain dia. Kok bisa sampai nangis gitu. Padahal dia nggak pernah jahat sama kamu. Jahat banget sih kamu sama dia.

Aduh jadi susah kan aku.

"Kamu kenapa lagi sih, Kakak salah lagi ya. Maafin Kakak ya. Kakak tuh nggak berusaha jahat kok. Kakak cuma kasih saran aja. kalau kamu nggak terima nggak apa-apa. Tapi jangan nangis. Kakak jadi serba salah nih. Udah diam. cup. cup. cup."

"Aku nggak mau kalau Kakak ketus lagi sama aku. Aku tuh kayak punya salah banget sama Kakak."

"Nggak kok. Kamu nggak pernah punya salah. Kamu mau kan maafin Kakak kan?"

Raisa mengangguk dengan bibir yang mengerucut ke depan. Wajah sedihnya terlihat sangat menggemas. Pantas saja Mahesa suka sama dia. Adikku ini memang sangat menggemaskan dan begitu polos.

Lian mengusap airmata yang turun dari pipi Raisa lalu mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arahku. Lian berikan senyum cerah supaya dia tidak bersedih lagi.

"Udah ah jangan nangis terus. Kamu jelek tau kalau sering nangis gini."

"Ih kakak, kok jadi menggoda aku. Aku jadi nggak enak." Raisa kembali memanyunkan bibirnya namun Raisa kembali tersenyum setelah tau Lian hanya menggoda dia.

"Kamu kok tiba-tiba mau minta saran sama Kakak. Emangnya ada apa? Ada acara apa?"

"Itu, aku pengen pakai gaun buat acara besok malam. Katanya besok malam ada acara makan keluarga bersama sama keluarga Kak Mahesa."

Sontak Lian pun jadi terkejut karna ucapan Raisa.

Hah! Masa sih?!

Kok aku nggak di kasih tau ya kalau ada acara makan keluarga bersama, sama keluarga Mahesa lagi. Keluarga yang bagiku itu teramat penting. Tapi itu dulu. Tidak sekarang. Mahesa bukan lagi laki-laki yang aku puja karna aku tau kami tidak lebih hanya sebatas teman. Hanya itu!

Pemikiranku menerawang kemudian, ah aku tau kenapa aku tidak diberitahu, pasti aku bukan orang penting yang di suruh datang dan makan di keluarga ini. Siapa sih Lian. Bukan bagian dari keluarga Subekti dan juga bukan orang yang berharga jadi lupakan itu. Hahaha. Aku malah lebih suka di anak tirikan. Buatku malah lebih mudah melupakan segala yang pernah ada.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status