Share

Bab 3

Hari dimana dua keluarga berkumpul jadi satu terjadi di hari sabtu ini. Menyepakati sebuah hubungan dan menjadikan suatu kesepakatan agar keluarga itu terikat kuat dan tidak lagi ada kerenggangan yang terjadi suatu hari nanti. 

Lian berdiri di depan jendela kamarnya dan melihat sendiri bagaimana mobil keluarga Mahesa datang dari luar dan masuk ke dalam rumah ini melalui gerbang rumahnya. 

Dua mobil yang beriringan itu masuk tanpa kendala sama sekali dan Lian tau bahwa salah satu diantara dua mobil yang terparkir di garasi itu adalah mobil Mahesa dan benar saja setelah mobil itu berhenti. Mahesa keluar dari mobil dan di sambut oleh Raisa yang sudah cantik berlari mendekati dia. 

Hufh ... jika saja yang berlari itu adalah aku, mungkin aku akan sangat bahagia saat ini. Aku bisa menjadi pasangan dia dan di restui oleh kedua keluarga. Namun kenyataan yang terjadi malah di luar dugaan. Tak ku sangka yang bersanding nanti bersama Mahesa adalah Raisa. Bukan aku, Lian Subekti. 

Dengan alasan aku sedang tidak enak badan. Aku memilih untuk tidur saja di dalam kamar dan tidak menemui keluarga Mahesa. Namun Mama dan Papaku tidak setuju dengan alasan tersebut. Aku juga harus menyambut keluarga mereka karna aku juga merupakan Kakak dari Raisa sendiri. 

Ah kenapa baru sekarang Papa dan Mama mengatakan hal ini? Aku seperti bukan anak mereka saja yang hanya formalitas dibilang paling akhir dimana keluarga mereka sudah datang ke rumah dan baru diberitahu. 

Tapi jujur, aku malah tidak terkejut sama sekali dengan yang terjadi. Malah lebih ke arah benci. Kenapa harus aku ikut serta dalam acara ini? Aku malah lebih baik mengurung diri di kamar dengan mendengarkan lantunan lagu pop dari laki-laki tampan yang aku suka ketimbang melihat wajah laki-laki yang ku benci itu dan juga tata krama yang harus dihadirkan saat bertemu mereka semua. 

Dengan terpaksa dan mau tidak mau aku harus mempersiapkan diri memakai gaun yang jarang sekali aku pakai. Tadinya aku sudah siap dengan kaos dan celana jeans navy lusuh kesukaanku. Namun begitu aku masuk ke ruang tamu, Mama langsung menggelengkan kepala dan memarahiku saat itu juga. 

"Kamu tau ini acara apa?"

"Kata Raisa ini acara makan bersama dengan keluarga Mahesa," ucap Lian dengan polos. Padahal memang Lian tidak berniat untuk hadir sama sekali. Makanya Lian tidak memakai gaun seperti yang Raisa pakai.

"Nah kamu tau kan berarti acara apa itu? Tidak sopan kalau kamu pakai kaos sama celana jeans begini. Kamu pakai ini kayak kamu itu mau main ke luar saja atau pergi ke kampus. Mama nggak mau tau. Ganti sekarang juga. Mama nggak mau para tamu di sini mempermalukan keluarga kita."

Lian yang mendapati omelan Mama saat itu juga langsung memberikan wajah memelasnya sama Mama. Memohon agar dimaafkan namun Mama tidak ada belas kasihan. Mama tetap bersikeras pada pendiriannya dan Lian harus mengganti pakaiannya detik itu juga demi acaranya tercapai. 

Sembari menggerutu Lian berbalik dan menaiki tangganya satu persatu untuk mencapai ke kamarnya.

"Masa aku harus ganti pakaian cuma karna acara makan ini. Aku nggak mau ikut, nggak di bolehin. Terus sekarang hanya karna aku pakai kaos sama celana, katanya nggak sopan. Kalau saja hari ini bukan hari libur, aku lebih baik pergi dari rumah dan tidak ikut acara makan bersama. Aku tidak suka dengan acara ramah tamah ini. Bagiku sangat memuakkan. Terus pakaian yang sopan tuh kayak apa? Pakai kebaya? Pakai kemeja dan celana bahan atau Pakai gaun?

Lian masuk ke dalam kamar dan langsung menutup pintu, menguncinya lalu berlari ke tempat tidur dan tiduran di sana dengan posisi tengkurap. Pikiran Lian sedang kesal sekarang, semua itu siapa lagi penyebabnya kalau bukan karna Mahesa. Siapa lagi yang bisa di salahkan kalau bukan dia yang menyebabkan Lian bisa seperti ini. Lian menjadi tidak bisa tenang sekarang, dimana-mana selalu ada dia, di kampus, di kantin dan di rumah selalu ada dia. 

Dulu Lian akan senang mendapati dia selalu ada di sampingnya. Tapi sekarang itu tidak lagi sama, malah sangat membebaninya. Lian ingin pergi jauh namun tidak bisa. Sampai kapan semua ini akan berakhir? Lian tidak tau jawabannya. 

Belum juga Lian menenangkan diri, seseorang mengetuk pintu kamarnya yang membuatnya lagi dan lagi menggerutu. 

Hufh ... bisa nggak sih aku bernafas dengan tenang? Setengah jam saja, aku ingin waktu sebentar. Rasanya mereka begitu menyukai aku terlihat bodoh dimata mereka dengan mengolok-olokku supaya aku kelihatan nggak bisa di atur di keluarga ini. Padahal semua itu terjadi karna seseorang.

Aku sudah bilang aku tidak mau terlihat oleh semua orang, anggap saja aku pergi, anggap saja aku sedang sakit atau apalah itu. Biar aku tidak bertemu dengan keluarga itu. Tapi keinginanku tidak bisa terwujud, aku harus menuruti permintaan Mama dan Papa untuk bergabung.

Apa aku harus bilang sama mereka kalau Mahesa itu pacarku dulu dan kami sudah merencanakan banyak rencana. Tapi ... gagal. Itu sangat mengganggu sekali buatku. 

Kesal dan patah hati bercampur saat ini. Terasa sakit sekali. 

Begitu pintu itu terbuka, Lian tak bisa menghindar lagi. Dengan rasa malas Lian pun berkata pada orang yang telah menganggu kesenangannya.

"Kamu mau apa ke sini?"

Raisa nyengir begitu lebar, Lian tau apa yang ada di dalam pikirannya. Dia pasti mau memastikan apakah Lian sudah siap atau belum. Berhubung Lian belum memakai gaun dan rasanya sangat malas untuk bergabung ke bawah sana. Lian bilang sama Raisa kalau Lian akan segera bergabung sebentar lagi. Alasannya karna belum ada gaun yang cocok untuk Lian pakai. Padahal alasan yang sebenarnya bukan begitu. Tapi tak apalah, Lian berbohong supaya semua tetap pada posisinya masing-masing. Lian tidak mau melihat muka dari laki-laki yang dulu Lian sayangi dan Lian cintai di depan matanya.

Namun memang dasar Raisa yang keras kepala. Dia tidak mau menerima permintaan aku. 

"Kalau begitu Kakak akan pakai gaun kemarin yang tidak jadi aku pakai. Tunggu di sini sebentar ya."

Dia mengambil gaunnya sementara Lian menunggu di pintu dengan sabar. Tak berselang lama dia pun membawa gaun itu di tangannya dan menyuruhku untuk memakainya. Alhasil mau tidak mau Lian pun memakai gaun itu. Itu semua demi Raisa. Adiknya yang amat sangat dia sayangi. 

"Nah sekarang tinggal kita dandan sebentar. Muka Kakak terlalu pucat. Jadi butuh sedikit make up biar kelihatan cerah."

"Eh aku nggak suka pakai make up. Raisa ... sudah cukup aku pakai gaun. Nggak akan ada pake make up segala. Ayo kita turun. Kasihan keluarga Mahesa udah nunggu lama cuma karna aku."

Raisa menuntunku duduk di kursi meja rias dan dia pun mulai meriasku. Nggak terlalu menor, sedikit riasan saja sudah mengubah tampilan pada wajahku itu. Aku sampai tidak percaya kalau yang aku lihat di kaca itu adalah aku. 

"Siap. Ayo kita turun."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status