Hari dimana dua keluarga berkumpul jadi satu terjadi di hari sabtu ini. Menyepakati sebuah hubungan dan menjadikan suatu kesepakatan agar keluarga itu terikat kuat dan tidak lagi ada kerenggangan yang terjadi suatu hari nanti.
Lian berdiri di depan jendela kamarnya dan melihat sendiri bagaimana mobil keluarga Mahesa datang dari luar dan masuk ke dalam rumah ini melalui gerbang rumahnya.
Dua mobil yang beriringan itu masuk tanpa kendala sama sekali dan Lian tau bahwa salah satu diantara dua mobil yang terparkir di garasi itu adalah mobil Mahesa dan benar saja setelah mobil itu berhenti. Mahesa keluar dari mobil dan di sambut oleh Raisa yang sudah cantik berlari mendekati dia.
Hufh ... jika saja yang berlari itu adalah aku, mungkin aku akan sangat bahagia saat ini. Aku bisa menjadi pasangan dia dan di restui oleh kedua keluarga. Namun kenyataan yang terjadi malah di luar dugaan. Tak ku sangka yang bersanding nanti bersama Mahesa adalah Raisa. Bukan aku, Lian Subekti.
Dengan alasan aku sedang tidak enak badan. Aku memilih untuk tidur saja di dalam kamar dan tidak menemui keluarga Mahesa. Namun Mama dan Papaku tidak setuju dengan alasan tersebut. Aku juga harus menyambut keluarga mereka karna aku juga merupakan Kakak dari Raisa sendiri.
Ah kenapa baru sekarang Papa dan Mama mengatakan hal ini? Aku seperti bukan anak mereka saja yang hanya formalitas dibilang paling akhir dimana keluarga mereka sudah datang ke rumah dan baru diberitahu.
Tapi jujur, aku malah tidak terkejut sama sekali dengan yang terjadi. Malah lebih ke arah benci. Kenapa harus aku ikut serta dalam acara ini? Aku malah lebih baik mengurung diri di kamar dengan mendengarkan lantunan lagu pop dari laki-laki tampan yang aku suka ketimbang melihat wajah laki-laki yang ku benci itu dan juga tata krama yang harus dihadirkan saat bertemu mereka semua.
Dengan terpaksa dan mau tidak mau aku harus mempersiapkan diri memakai gaun yang jarang sekali aku pakai. Tadinya aku sudah siap dengan kaos dan celana jeans navy lusuh kesukaanku. Namun begitu aku masuk ke ruang tamu, Mama langsung menggelengkan kepala dan memarahiku saat itu juga.
"Kamu tau ini acara apa?"
"Kata Raisa ini acara makan bersama dengan keluarga Mahesa," ucap Lian dengan polos. Padahal memang Lian tidak berniat untuk hadir sama sekali. Makanya Lian tidak memakai gaun seperti yang Raisa pakai.
"Nah kamu tau kan berarti acara apa itu? Tidak sopan kalau kamu pakai kaos sama celana jeans begini. Kamu pakai ini kayak kamu itu mau main ke luar saja atau pergi ke kampus. Mama nggak mau tau. Ganti sekarang juga. Mama nggak mau para tamu di sini mempermalukan keluarga kita."
Lian yang mendapati omelan Mama saat itu juga langsung memberikan wajah memelasnya sama Mama. Memohon agar dimaafkan namun Mama tidak ada belas kasihan. Mama tetap bersikeras pada pendiriannya dan Lian harus mengganti pakaiannya detik itu juga demi acaranya tercapai.
Sembari menggerutu Lian berbalik dan menaiki tangganya satu persatu untuk mencapai ke kamarnya.
"Masa aku harus ganti pakaian cuma karna acara makan ini. Aku nggak mau ikut, nggak di bolehin. Terus sekarang hanya karna aku pakai kaos sama celana, katanya nggak sopan. Kalau saja hari ini bukan hari libur, aku lebih baik pergi dari rumah dan tidak ikut acara makan bersama. Aku tidak suka dengan acara ramah tamah ini. Bagiku sangat memuakkan. Terus pakaian yang sopan tuh kayak apa? Pakai kebaya? Pakai kemeja dan celana bahan atau Pakai gaun?
Lian masuk ke dalam kamar dan langsung menutup pintu, menguncinya lalu berlari ke tempat tidur dan tiduran di sana dengan posisi tengkurap. Pikiran Lian sedang kesal sekarang, semua itu siapa lagi penyebabnya kalau bukan karna Mahesa. Siapa lagi yang bisa di salahkan kalau bukan dia yang menyebabkan Lian bisa seperti ini. Lian menjadi tidak bisa tenang sekarang, dimana-mana selalu ada dia, di kampus, di kantin dan di rumah selalu ada dia.
Dulu Lian akan senang mendapati dia selalu ada di sampingnya. Tapi sekarang itu tidak lagi sama, malah sangat membebaninya. Lian ingin pergi jauh namun tidak bisa. Sampai kapan semua ini akan berakhir? Lian tidak tau jawabannya.
Belum juga Lian menenangkan diri, seseorang mengetuk pintu kamarnya yang membuatnya lagi dan lagi menggerutu.
Hufh ... bisa nggak sih aku bernafas dengan tenang? Setengah jam saja, aku ingin waktu sebentar. Rasanya mereka begitu menyukai aku terlihat bodoh dimata mereka dengan mengolok-olokku supaya aku kelihatan nggak bisa di atur di keluarga ini. Padahal semua itu terjadi karna seseorang.
Aku sudah bilang aku tidak mau terlihat oleh semua orang, anggap saja aku pergi, anggap saja aku sedang sakit atau apalah itu. Biar aku tidak bertemu dengan keluarga itu. Tapi keinginanku tidak bisa terwujud, aku harus menuruti permintaan Mama dan Papa untuk bergabung.
Apa aku harus bilang sama mereka kalau Mahesa itu pacarku dulu dan kami sudah merencanakan banyak rencana. Tapi ... gagal. Itu sangat mengganggu sekali buatku.
Kesal dan patah hati bercampur saat ini. Terasa sakit sekali.
Begitu pintu itu terbuka, Lian tak bisa menghindar lagi. Dengan rasa malas Lian pun berkata pada orang yang telah menganggu kesenangannya.
"Kamu mau apa ke sini?"
Raisa nyengir begitu lebar, Lian tau apa yang ada di dalam pikirannya. Dia pasti mau memastikan apakah Lian sudah siap atau belum. Berhubung Lian belum memakai gaun dan rasanya sangat malas untuk bergabung ke bawah sana. Lian bilang sama Raisa kalau Lian akan segera bergabung sebentar lagi. Alasannya karna belum ada gaun yang cocok untuk Lian pakai. Padahal alasan yang sebenarnya bukan begitu. Tapi tak apalah, Lian berbohong supaya semua tetap pada posisinya masing-masing. Lian tidak mau melihat muka dari laki-laki yang dulu Lian sayangi dan Lian cintai di depan matanya.
Namun memang dasar Raisa yang keras kepala. Dia tidak mau menerima permintaan aku.
"Kalau begitu Kakak akan pakai gaun kemarin yang tidak jadi aku pakai. Tunggu di sini sebentar ya."
Dia mengambil gaunnya sementara Lian menunggu di pintu dengan sabar. Tak berselang lama dia pun membawa gaun itu di tangannya dan menyuruhku untuk memakainya. Alhasil mau tidak mau Lian pun memakai gaun itu. Itu semua demi Raisa. Adiknya yang amat sangat dia sayangi.
"Nah sekarang tinggal kita dandan sebentar. Muka Kakak terlalu pucat. Jadi butuh sedikit make up biar kelihatan cerah."
"Eh aku nggak suka pakai make up. Raisa ... sudah cukup aku pakai gaun. Nggak akan ada pake make up segala. Ayo kita turun. Kasihan keluarga Mahesa udah nunggu lama cuma karna aku."
Raisa menuntunku duduk di kursi meja rias dan dia pun mulai meriasku. Nggak terlalu menor, sedikit riasan saja sudah mengubah tampilan pada wajahku itu. Aku sampai tidak percaya kalau yang aku lihat di kaca itu adalah aku.
"Siap. Ayo kita turun."
Raisa berjalan lebih dulu ke ruang makan sementara Lian mengikuti di belakangnya. Kami duduk di kursi kosong yang telah di sediakan. Raisa duduk di samping Mahesa. Sementara Lian duduk tepat di depan dia.Lian memandang satu persatu orang yang ada di sana sampai tepat pandangannya terhenti pada orang tua Mahesa. Raline, Mama dari Mahesa memberikan senyumnya padaku. Lian yang menyadari telah di beri senyum olehnya langsung membalas senyum itu meskipun terlihat kaku.Sampai pandanganku tertuju pada Mahesa yang saat itu juga memandangku, membuat kami terdiam dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Padahal yang seharusnya terjadi bukan begitu. Seharusnya kami saling berbincang santai dan saling menanyakan kabar kami masing-masing. Namun yang terjadi seperti mimpi buruk saja. Mahesa tak lagi jadi laki-laki yang dulu sangat aku cintai, parasnya dingin dan datar. Tak ada lagi wajah berseri senang saat melihatku. Dia memang cocok seperti itu biar aku tak lagi menyer
Lian sedang tidak baik-baik saja saat ini. Bagaimana bisa baik-baik saja kalau mata ini memandang begitu jelas keberadaan Mahesa yang ada di hadapannya namun berpura-pura lupa seolah tidak tau siapa aku yang sebenarnya.Jelas saja itu membuatku sakit hati yang begitu dalam pada dirinya. Apalagi semua itu dia lakukan di depan kedua orangtuaku dan juga kedua orangtuanya.Kemarin Mahesa pernah bilang padaku kalau dia melakukan hubungan dengan adikku adalah sebuah keterpaksaan. Namun yang ku lihat tidak begitu. Dengan sabarnya dia memperlakukan adikku sebagai orang yang di kasihinya. Menanggapi setiap obrolan Raisa seperti orang yang sudah kenal satu sama lainnya dan terkadang tidak sungkan memperlihatkan kemesraan di depan banyak orang. Apa begitu yang dinamakan keterpaksaan?Ah benar-benar munafik. Kata-kata yang diberi tidak sama dengan realita yang ada. Lian tidak pernah meragukan bakat akting terpendam yang dimiliki seorang Mahesa. Mahesa patu
Satu kuliah telah terlewati, tinggal satu kuliah lagi dan setelahnya hari ini selesai. Lian dan Zia keluar kelas untuk makan siang terlebih dahulu lalu setelahnya kami masuk kelas lagi untuk kuliah.Saat kami melewati lapangan, Lian tak sengaja melihat Mahesa yang berjalan bersama dengan teman-temannya mengarah pergi ke tempat yang sama yaitu kantin. Lian berusaha untuk diam meskipun Lian tau kalau Mahesa yang sedang berjalan di sana juga tak sengaja melihat ke arahnya.Begitu sampai di kantin, suasana ramai sangat terasa di sana. Memang jam sekarang adalah jam istirahat, makanya banyak yang makan di jam-jam segini. Begitu juga dengan meja yang ada di kantin itu, semuanya sudah terlihat terisi."Wah ramai sekali ya, kita bisa nggak ya makan di sini? Penuh, kayaknya nggak akan bisa deh. Kecewa," ujar Zia yang melihat betapa banyaknya orang yang berada di sana."Kalau gitu kita beli roti saja lalu makan di taman, gimana?" Zia kembali
"Yah hujan, gimana kita bisa pulang ya," ujar Zia yang saat ini sedang berdiri di sampingku. Kami mau pulang ke rumah tapi hujan turun seketika membuat kami berteduh di halte kampus."Kita tunggu sebentar lagi aja. Kali aja hujannya berhenti. Nggak usah kecewa gitu ah kayak kenapa aja.""Bener sih. Tapi ini deres banget Lian. Kayaknya kita bakalan pulang telat nanti deh. Bisa-bisa kita pulang jam setengah tujuh lewat."Lian berusaha acuh dengan menggerakkan bahunya ke atas. Tak tau harus bilang apa di saat seperti ini. Hujan adalah anugerah dari Allah, siapa yang tau akan diturunkan hujan saat kami mau pulang.Bersabar, itu yang bisa Lian lakukan sekarang. Menerobos hujan sama saja dengan berakhir dengan baju yang akan basah nantinya dan akan tercetak bagaimana bentuk tubuh bagian atasnya saat ini.Lian menggunakan kemeja putih longgar yang nyaman untuk Lian kenakan jika ada acara at
Mobil Mahesa berhenti di depan rumahku. Aku sudah bilang sama dia kalau aku di turunkan saja tak jauh dari rumah. Tapi Mahesa tetap keukeh sama pendiriannya dan bilang kalau dia tidak mau aku kehujanan. Alhasil yang terjadi sekarang membuat aku tidak bisa berkutik di depan Mama dan Raisa.Suara mobil Mahesa yang berhenti itu terdengar sampai ke dalam rumah dan itu membuat Raisa langsung membuka pintu dan berteriak senang memanggil nama Mahesa.Namun setelah aku keluar dari mobil Mahesa. Raut wajah senang Raisa itu tergantikan dengan raut wajah binggung bercampur penasaran. Kenapa bisa aku ada di dalam mobil pacarnya.Aku langsung berlari ke depan teras begitu keluar dari mobil dan berdiri di depan Raisa dan juga Mama yang baru saja datang dari dalam rumah."Kakak sama Kak Mahesa kenapa bisa satu mobil.""Itu." Aku merasa kesulitan untuk mengatakannya. Ada perasaan tidak enak ma
Sebelumnya Lian tidak mengetahui apa yang tengah terjadi antara Raisa dengan Mahesa. Namun, setelah Raisa menceritakan tentang Mahesa yang suka menceritakan wanita lain di saat mereka sedang bersama membuat Lian miris mengetahui hal itu.Sebagai wanita sekaligus Kakak dari Raisa sendiri. Lian tidak bisa menerima atas kenyataan yang terjadi antara mereka berdua. Berani benar Mahesa cerita tentang wanita lain di saat mereka sedang bersama. Memangnya adikku itu dianggap apa? Aku sebagai Kakaknya tidak bisa terima. Apa sih yang ada di dalam pikiran Mahesa itu? Aku tidak suka dia memperlakukan adikku seperti itu. Seperti tidak dianggap sama sekali.Bagaimana pun Mahesa kan sudah menginginkan Raisa sebagai pacar sekaligus calon istri untuknya kelak. Untuk masa depannya. Masa ya Raisa harus menderita begini. Siapa sih yang mau mendengarkan wanita lain di saat mereka sedang bersama. Padahal yang Lian dengar hubungan mereka juga belum terlalu lama tapi Raisa sudah mendapatkan k
Lian tidak bisa pergi karna tangannya saat ini di tahan oleh laki-laki yang tidak tau siapa sebenarnya.Lian melihat dari bawah sampai atas bagaimana penampilan laki-laki itu dan tak di sangka penampilan yang hadir di depannya Lian rasa sangat mengagumkan. Bisa di bilang boleh juga. Lian berusaha untuk tidak memberikan emosi berlebih dan ingin tau apa yang diinginkan laki-laki ini selanjutnya."Eh kita belum kenalan. Ayo kita kenalan dulu. Aku pengen tau kamu."Mendengar hal tidak berguna ini membuat Lian memutar bola matanya, lelah akibat pertemuan dengan laki-laki yang tidak di kenal ini di depan matanya.Jadi laki-laki ini mencegahnya untuk tidak pergi hanya ingin berkenalan. Basi!"Eh kamu itu cegat aku begini karna kamu mau kenalan sama aku? Begitu? ck. ck. ck. Aku nggak ada waktu buat ngeladenin kamu sekarang ya. Kamu salah orang kayaknya deh kalau ngajak aku kenalan. Sorry, aku mau masuk kuliah."Lian langsung beranjak per
"Zia aku ke rak sastra dulu ya. Aku pengen baca-baca novel di sana, kali aja ada novel baru yang baru aja terbit," ujar Lian begitu kami memasuki toko buku yang terbilang lumayan besar yang berada di pusat kota B itu.Zia mengangguk cepat dan Lian pun langsung melangkah ke arah rak yang bertuliskan sastra di atas raknya."Wah lumayan juga buku-buku yang ada di sini. Lumayan banyak dan sepertinya lengkap," ucap Lian dalam hati. Lalu matanya memandang satu persatu judul buku yang ada di rak buku itu beserta ringkasan cerita yang ada di belakangnya sampai pencariannya ke rak buku paling bawah namun buku yang ada di sana tidak ada yang membuatnya selera untuk membeli salah satunya.Lian pun mencari ke sebelahnya, tak dia sangka saat Lian melihat ke rak sebelah. Seorang laki-laki menjatuhkan satu buku yang dia pegang ke lantai dan menimbulkan bunyi bum yang teramat keras akibat dari buku yang terjatuh itu.Lian yang melihat seseorang menjatuh