Mobil Mahesa berhenti di depan rumahku. Aku sudah bilang sama dia kalau aku di turunkan saja tak jauh dari rumah. Tapi Mahesa tetap keukeh sama pendiriannya dan bilang kalau dia tidak mau aku kehujanan. Alhasil yang terjadi sekarang membuat aku tidak bisa berkutik di depan Mama dan Raisa.
Suara mobil Mahesa yang berhenti itu terdengar sampai ke dalam rumah dan itu membuat Raisa langsung membuka pintu dan berteriak senang memanggil nama Mahesa.
Namun setelah aku keluar dari mobil Mahesa. Raut wajah senang Raisa itu tergantikan dengan raut wajah binggung bercampur penasaran. Kenapa bisa aku ada di dalam mobil pacarnya.
Aku langsung berlari ke depan teras begitu keluar dari mobil dan berdiri di depan Raisa dan juga Mama yang baru saja datang dari dalam rumah.
"Kakak sama Kak Mahesa kenapa bisa satu mobil."
"Itu." Aku merasa kesulitan untuk mengatakannya. Ada perasaan tidak enak ma
Sebelumnya Lian tidak mengetahui apa yang tengah terjadi antara Raisa dengan Mahesa. Namun, setelah Raisa menceritakan tentang Mahesa yang suka menceritakan wanita lain di saat mereka sedang bersama membuat Lian miris mengetahui hal itu.Sebagai wanita sekaligus Kakak dari Raisa sendiri. Lian tidak bisa menerima atas kenyataan yang terjadi antara mereka berdua. Berani benar Mahesa cerita tentang wanita lain di saat mereka sedang bersama. Memangnya adikku itu dianggap apa? Aku sebagai Kakaknya tidak bisa terima. Apa sih yang ada di dalam pikiran Mahesa itu? Aku tidak suka dia memperlakukan adikku seperti itu. Seperti tidak dianggap sama sekali.Bagaimana pun Mahesa kan sudah menginginkan Raisa sebagai pacar sekaligus calon istri untuknya kelak. Untuk masa depannya. Masa ya Raisa harus menderita begini. Siapa sih yang mau mendengarkan wanita lain di saat mereka sedang bersama. Padahal yang Lian dengar hubungan mereka juga belum terlalu lama tapi Raisa sudah mendapatkan k
Lian tidak bisa pergi karna tangannya saat ini di tahan oleh laki-laki yang tidak tau siapa sebenarnya.Lian melihat dari bawah sampai atas bagaimana penampilan laki-laki itu dan tak di sangka penampilan yang hadir di depannya Lian rasa sangat mengagumkan. Bisa di bilang boleh juga. Lian berusaha untuk tidak memberikan emosi berlebih dan ingin tau apa yang diinginkan laki-laki ini selanjutnya."Eh kita belum kenalan. Ayo kita kenalan dulu. Aku pengen tau kamu."Mendengar hal tidak berguna ini membuat Lian memutar bola matanya, lelah akibat pertemuan dengan laki-laki yang tidak di kenal ini di depan matanya.Jadi laki-laki ini mencegahnya untuk tidak pergi hanya ingin berkenalan. Basi!"Eh kamu itu cegat aku begini karna kamu mau kenalan sama aku? Begitu? ck. ck. ck. Aku nggak ada waktu buat ngeladenin kamu sekarang ya. Kamu salah orang kayaknya deh kalau ngajak aku kenalan. Sorry, aku mau masuk kuliah."Lian langsung beranjak per
"Zia aku ke rak sastra dulu ya. Aku pengen baca-baca novel di sana, kali aja ada novel baru yang baru aja terbit," ujar Lian begitu kami memasuki toko buku yang terbilang lumayan besar yang berada di pusat kota B itu.Zia mengangguk cepat dan Lian pun langsung melangkah ke arah rak yang bertuliskan sastra di atas raknya."Wah lumayan juga buku-buku yang ada di sini. Lumayan banyak dan sepertinya lengkap," ucap Lian dalam hati. Lalu matanya memandang satu persatu judul buku yang ada di rak buku itu beserta ringkasan cerita yang ada di belakangnya sampai pencariannya ke rak buku paling bawah namun buku yang ada di sana tidak ada yang membuatnya selera untuk membeli salah satunya.Lian pun mencari ke sebelahnya, tak dia sangka saat Lian melihat ke rak sebelah. Seorang laki-laki menjatuhkan satu buku yang dia pegang ke lantai dan menimbulkan bunyi bum yang teramat keras akibat dari buku yang terjatuh itu.Lian yang melihat seseorang menjatuh
Seperti dugaan Lian setelah nomer ponselnya di simpan oleh laki-laki yang bernama Axel itu. Tepat malam harinya saat Lian mau beranjak tidur, Axel mengirimkan pesan padanya. Isinya memang nggak lebih dari sekedar pedekate membosankan ala-ala anak muda yang sering Lian tau. Di dalam pesannya, Axel berkata hai lagi apa, udah makan belum, kamu lagi apa dan kata-kata lain yang sangat membosankan yang Lian tau itu tidak lah terlalu penting. Maka dari itu, pesan itu diabaikannya dan lebih baik Lian memilih tidur agar besok Lian bisa pergi ke kampus pagi-pagi seperti biasanya.Tok... Tok... Tok...Baru saja Lian mau menutup tubuhnya dengan menggunakan selimut lalu memejamkan mata. Pintu kamarnya diketuk entah oleh siapa. Setelah orang itu berkata, baru Lian mengerti kalau yang mengetuk pintu kamarnya adalah Raisa dengan sikap tidak sabaran."Kak bukain pintunya dong Kak, aku mau ngomong, kok pintunya di kunci sih Kak. Aku jadi nggak bisa masuk nih Kak. Kak
Raisa menelepon Mahesa dengan menggunakan ponselnya. Menunggu apa Mahesa masih ada di dalam rumah atau Mahesa sedang pergi keluar."Gimana? Mahesa ada di dalam nggak? Rumahnya kelihatan sepi gitu. Kayaknya nggak ada orang deh." Lian langsung bertanya begitu Raisa menutup teleponnya dan memperlihatkan wajah yang tak bisa terbaca. Kemungkinan besar kalau laki-laki itu tidak ada di sana. Rumahnya kelihatan sepi banget. Mungkin Mahesa sedang pergi keluar tapi ngapain juga dia pergi malam-malam begini. Aneh. Dari dulu rasanya tidak mungkin kalau Mahesa itu suka keluyuran malam-malam. Dia itu tipe laki-laki baik menurut Lian. Tapi itu dulu saat mereka sedang pacaran entah kalau sekarang. Bisa aja Mahesa sudah berubah."Ya udah kalau gitu, kita pulang saja. Ngapain juga kita nunggu dia di sini kalau orangnya juga nggak ada. Percuma kan." Lian memberi saran pada Raisa."Tapi kak gimana sama es krim yang udah aku buat. Tadi katanya dia ada di rumah tapi
"Mahesa tunggu sebentar, aku mau ngomong," teriak Lian saat dia berjalan di lorong kampus.Tepat saat Lian berjalan berbelok setelah menyelesaikan satu mata kuliah yang baru saja Lian masuki, Lian melihat sosok yang Lian kenal. Siapa lagi kalau bukan Mahesa yang Lian tau dari cara berpakaian Mahesa dan juga cara berjalan Mahesa saat itu.Lian sudah tau persis bagaimana penampilan Mahesa yang sudah diluar kepala. Mahesa selalu memakai kemeja kotak-kotak dengan celana jeans berwarna hitam. Memang tidak selalu Mahesa memakai Kemeja kotak-kotak dan celana baggy hitam. Tapi keseringan Mahesa selalu memakai kemeja entah buat penutup kaosnya atau Mahesa memakai kemeja tersendiri dengan memadu padankan menggunakan celana jeans atau celana baggy yang Mahesa punya.Mahesa yang disebut namanya langsung menoleh ke belakang untuk melihat orang yang memanggilnya tadi.Begitu Mahesa berhenti, Lian langsung berlari mendekati Mahesa yang sedang menunggun
"Kak tadi kak Mahesa telepon aku. Dia itu kedengaran marah banget sama aku. Masa katanya aku itu di bilang kekanakkan, aku nggak bisa dibilangin, aku manja dan kata-kata lainnya yang bikin aku tuh sakit hati sama dia. Kak Mahesa marahin aku habis-habisan. Aku jadi nggak ngerti, sebenarnya aku itu salah apa sih kak sama dia? hiks. hiks. hiks," Adu Raisa pada Lian.Baru saja Lian selesai kuliah, beberapa menit kemudian Raisa meneleponnya. Zia yang ikut kuliah bersama Lian di suruh pergi lebih dulu ke kantin daripada harus menunggu Lian menerima telepon dari Raisa. Lian tau pasti Raisa akan meneleponnya setelah pertemuan Lian dengan Mahesa tadi pagi. Pasti Raisa akan bercerita tentang Mahesa saat ini dan benar saja apa yang ada di dalam dugaannya, Raisa bilang tentang rasa sakit hatinya gara-gara Mahesa memarahi Raisa."Dia bilang kayak gitu sama kamu?" tanya Lian tidak percaya. Tidak disangka sikap Mahesa malah makin lama makin menyebalkan. Masa ya dia memarahi Raisa, wa
Lian sadar kalau ini bukanlah sesuatu yang baik. Sudah Lian tekankan dalam hati kalau Lian tidak ingin menemui Mahesa lagi dan lagi namun kenyataannya tidak begitu, Lian telah ingkar pada kata-katanya sendiri. Kini Lian menemui Mahesa tidak lebih untuk menjelaskan kalau hubungan Mahesa dan Raisa harus bisa berjalan dengan baik. Bukan ada keinginan yang lain yang bisa menjerumuskan dirinya sendiri. Seperti pemikiran Mahesa tadi pagi.Tapi, apa mungkin Lian bisa menghilangkan rasa malu karna tadi pagi Lian sudah berani melakukan tindakan yang tidak sesuai dalam dirinya.Seharusnya yang Lian lakukan tidak begitu, Lian harus bisa mengendalikan diri dan bersabar. Memang Lian akui, Mahesa sudah berubah, kata-kata yang dia katakan tidak sesopan biasanya dan tidak sebaik biasanya. Sekarang kata-kata itu berubah menjadi sangat tajam dan membuat sakit hati bagi yang mendengarnya.Tapi lagi-lagi Lian berpikir, bisa kan Lian menahan diri dan jangan terpancing emosi. M