"Mahesa tunggu sebentar, aku mau ngomong," teriak Lian saat dia berjalan di lorong kampus.
Tepat saat Lian berjalan berbelok setelah menyelesaikan satu mata kuliah yang baru saja Lian masuki, Lian melihat sosok yang Lian kenal. Siapa lagi kalau bukan Mahesa yang Lian tau dari cara berpakaian Mahesa dan juga cara berjalan Mahesa saat itu.
Lian sudah tau persis bagaimana penampilan Mahesa yang sudah diluar kepala. Mahesa selalu memakai kemeja kotak-kotak dengan celana jeans berwarna hitam. Memang tidak selalu Mahesa memakai Kemeja kotak-kotak dan celana baggy hitam. Tapi keseringan Mahesa selalu memakai kemeja entah buat penutup kaosnya atau Mahesa memakai kemeja tersendiri dengan memadu padankan menggunakan celana jeans atau celana baggy yang Mahesa punya.
Mahesa yang disebut namanya langsung menoleh ke belakang untuk melihat orang yang memanggilnya tadi.
Begitu Mahesa berhenti, Lian langsung berlari mendekati Mahesa yang sedang menunggun
"Kak tadi kak Mahesa telepon aku. Dia itu kedengaran marah banget sama aku. Masa katanya aku itu di bilang kekanakkan, aku nggak bisa dibilangin, aku manja dan kata-kata lainnya yang bikin aku tuh sakit hati sama dia. Kak Mahesa marahin aku habis-habisan. Aku jadi nggak ngerti, sebenarnya aku itu salah apa sih kak sama dia? hiks. hiks. hiks," Adu Raisa pada Lian.Baru saja Lian selesai kuliah, beberapa menit kemudian Raisa meneleponnya. Zia yang ikut kuliah bersama Lian di suruh pergi lebih dulu ke kantin daripada harus menunggu Lian menerima telepon dari Raisa. Lian tau pasti Raisa akan meneleponnya setelah pertemuan Lian dengan Mahesa tadi pagi. Pasti Raisa akan bercerita tentang Mahesa saat ini dan benar saja apa yang ada di dalam dugaannya, Raisa bilang tentang rasa sakit hatinya gara-gara Mahesa memarahi Raisa."Dia bilang kayak gitu sama kamu?" tanya Lian tidak percaya. Tidak disangka sikap Mahesa malah makin lama makin menyebalkan. Masa ya dia memarahi Raisa, wa
Lian sadar kalau ini bukanlah sesuatu yang baik. Sudah Lian tekankan dalam hati kalau Lian tidak ingin menemui Mahesa lagi dan lagi namun kenyataannya tidak begitu, Lian telah ingkar pada kata-katanya sendiri. Kini Lian menemui Mahesa tidak lebih untuk menjelaskan kalau hubungan Mahesa dan Raisa harus bisa berjalan dengan baik. Bukan ada keinginan yang lain yang bisa menjerumuskan dirinya sendiri. Seperti pemikiran Mahesa tadi pagi.Tapi, apa mungkin Lian bisa menghilangkan rasa malu karna tadi pagi Lian sudah berani melakukan tindakan yang tidak sesuai dalam dirinya.Seharusnya yang Lian lakukan tidak begitu, Lian harus bisa mengendalikan diri dan bersabar. Memang Lian akui, Mahesa sudah berubah, kata-kata yang dia katakan tidak sesopan biasanya dan tidak sebaik biasanya. Sekarang kata-kata itu berubah menjadi sangat tajam dan membuat sakit hati bagi yang mendengarnya.Tapi lagi-lagi Lian berpikir, bisa kan Lian menahan diri dan jangan terpancing emosi. M
Sebuah notif masuk ke dalam ponsel Lian ketika Lian baru saja selesai mandi. Nomer itu dari laki-laki yang waktu itu ketemu di kampus dan juga bertemu di toko buku.Laki-laki itu menyapa dan mengatakan apakah Lian ada waktu. Lian berpikir sejenak. Ini hari minggu dan biasanya tidak ada yang Lian lakukan selain bermalas-malasan di rumah dan tidak melakukan kegiatan yang menguras tenaga. Paling yang akan Lian lakukan hanya lah tiduran dan menonton tv seharian sampai waktu menjelang malam dan tidur sampai esok pagi.Dan tak lama kemudian, laki-laki itu meneleponnya. Dia pasti tidak sabaran menunggu Lian membalas pesan yang dikirimkan padanya. Makanya dia langsung menelepon Lian selang 5 menit kemudian."Lian aku ingin mengajak kamu pergi, kamu ada waktu nggak hari ini?""Maaf aku tidak bisa," tolak Lian dengan cepat. Memang seharusnya begitu, jangan pernah ada ucapan ya atau menerima permintaan dia kalau tidak ingin menambah masalah baru. Sudah c
Raisa turun lebih dulu ke lantai bawah sedangkan Lian turun 15 menit kemudian. Dua orang laki-laki sudah duduk diruang tamu namun tidak dalam satu sova yang sama. Mereka sama-sama terdiam dengan pemikirannya masing-masing tanpa ada yang bersuara sampai Raisa datang tak lama kemudian dengan membawa nampan yang berisi dua buah gelas minuman, Raisa meletakkan gelas yang satu di depan Axel dan yang satu lagi di depan Mahesa lalu duduk di samping Mahesa yang duduk di satu sova panjang.Lian mendekati Axel yang terduduk di sova dan Axel pun mendongak melihat Lian yang berdiri di depannya. Baru saja Lian mau bicara, Mama datang dan bertanya pada Axel."Kamu siapanya Lian?"Astaga kenapa Mama ini? Demi apa pun, itu pertanyaan Mama yang paling memalukan. Tanpa basa basi Mama langsung melemparkan pertanyaan yang langsung membuat Lian malu seketika. Lihat saja sekarang apa yang terjadi dengan pipi Lian. Sudah sangat merah sekali ditanya seperti itu.
Pertemuan kali ini bersama dengan Axel buat Lian terasa sangat berbeda. Ada rasa hangat menjalar yang tidak bisa terungkapkan.Tak Lian sangka Axel yang Lian kira laki-laki yang sok kenal dan sok akrab itu. Malah Lian rasa sikapnya itu seperti layaknya teman yang sudah kenal lama. Tidak hanya menghargai Lian sebagai wanita tapi juga memberi warna tersendiri di saat mereka bersama. Lian merasa tidak ada rasa canggung sama sekali saat kami bertemu. Lihat saja sekarang bagaimana sikap Axel padanya. Meskipun Axel sedang menyetir tapi sikapnya tidak tinggal diam dan dingin seperti Mahesa sewaktu kami bersama di dalam mobil. Axel berbeda, dia memberi pertanyaan garing atau sesekali dia berikan candaan agar Lian tidak cemberut atas pertanyaan-pertanyaan yang dia berikan.Dan Lian akui itu adalah hal yang menarik yang ada dalam dirinya."Jadi kita mau kemana sih? Daritadi aku tanya sama kamu tapi nggak di tanggapin sama kamu. Jawabannya selalu aja nggak jela
Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Lian ketika Lian menawarkan Axel untuk masuk ke dalam kedai bubur ayam untuk sarapan pagi itu. Kali ini Lian yang akan mentraktir Axel sebagai tanda kekalahannya atas pertandingan yang mereka lakukan tadi.Lian menggerutu dalam hati. "Siapa sih yang kirim pesan di saat kayak gini?"Lian mengacuhkan bunyi pesan yang masuk dan lebih memilih untuk masuk ke dalam kedai daripada membuka siapa yang mengganggu aktifitasnya itu."Eh itu ada meja kosong. Kita makan di sana aja ya." tunjuk Lian pada sebuah meja kosong yang kebetulan ada di sudut dari kedai itu. Semua meja ternyata sudah terisi penuh. Untung saja kami bisa kedapatan tempat. Kalau tidak, kami harus menunggu dan itu entah kapan. Yang ada kami malah keburu kelaparan. Lian lihat, di sini tempat makan yang sudah buka hanya kedai bubur yang kami masuki ini, tempat makan yang lain masih pada tutup. Makanya kedai ini penuh dengan pengunjung yang mau memakan bubur pagi-pagi
Saat Lian sedang berjalan lurus di lorong sepi kampusnya, tiba-tiba Mahesa datang mengejutkannya dan berdiri mencegahnya untuk melanjutkan jalannya lagi. Saat itu Lian mau pergi ke perpus untuk mencari buku untuk tugas kampusnya namun ditengah jalan dia malah di hadang Mahesa sehingga dia tidak bisa lagi melanjutkan jalannya. Lian tau, pasti Mahesa mau membahas masalah yang terjadi kemarin."Mau apalagi kamu?" tanya Lian dengan nada ketus seperti biasa. Lian tau nada ketus yang seringkali di berikan pada Mahesa tidak akan bisa membuat laki-laki itu terdiam atau takut. Malah yang terjadi Mahesa menganggap remeh Lian yang bisanya hanya memberikan sindiran atau nada ketusnya."Aku mau melanjutkan pembicaraan kita yang kemarin sempat tertunda. Aku ingin tau apa jawab dari pertanyaanku itu. Kelihatannya kamu sudah tau jawaban apa yang akan di berikan sama aku. Kamu kelihatan baik-baik saja, tidak terlihat gelisah atau takut akan perkataanku yang kemarin itu. Apa kamu
Lorong itu masih saja sepi sejak mereka berdua masih ada di sana mempertanyakan sebuah kesepakatan yang sudah Mahesa berikan pada Lian, apakah kesepakatan itu akan terjadi kemudian atau tidak terjadi sama sekali.Mahesa masih berdiri menatap lekat wajah gadis yang tidak pernah berubah sedikit pun sejak pertemuan mereka dulu dimana kami bertemu saat awal pengenalan kampus waktu itu. Wajahnya selalu bersih tanpa ada sedikit pun jerawat yang menghiasi wajahnya itu dan tentunya Lian masih manis seperti dulu kala.Lian yang sedang diperhatikan tampak acuh saja karna pikirannya sedang mempertimbangkan masalah tentang hubungan yang terjadi nanti antara dirinya dan juga Mahesa.Di sela keterdiaman mereka, diam-diam dalam hati Mahesa berpikir kemudian. Jika Lian memutuskan untuk berhubungan diam-diam dengannya sudah pasti hatinya akan kembali berbunga-bunga, tidak akan pernah ada lagi dunianya yang keruh seperti sebelumnya karna keputusan sepihak keluarganya yang t