Beranda / Romansa / Cinta Tuan Muda / Sebuah masa lalu yang tersembunyi

Share

Sebuah masa lalu yang tersembunyi

Penulis: Galaxybimasakti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-11 18:41:15

Aku masih berdiri mematung di trotoar, menatap mobil hitam mengilap yang semakin menjauh. Dadaku terasa sesak, pikiranku dipenuhi tanda tanya.

Lebih dari yang kau kira.

Kata-kata pria itu terngiang di kepalaku. Aku tidak mengerti. Aku baru pertama kali datang ke kota ini. Aku tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya. Lalu, bagaimana mungkin dia mengenalku?

Aku menghela napas panjang dan memijat pelipisku. Jangan dipikirkan, Alya. Fokus pada tujuanmu.

Aku melangkah menuju halte bus, berencana kembali ke tempat kos sederhana yang kusewa di pinggiran kota. Aku masih harus mencari pekerjaan lain jika wawancara tadi tidak membuahkan hasil. Aku tidak bisa menggantungkan harapan pada satu kesempatan saja.

Namun, sebelum aku sempat naik ke dalam bus, ponselku bergetar di dalam tas.

Nomor tidak dikenal.

Aku mengernyit. Siapa yang meneleponku?

"Hallo?"

"Sore, Nona Alya. Ini dari Mahendra Group."

Aku langsung menegakkan punggung. "I-iya, Pak?"

"Kami ingin menginformasikan bahwa Anda diterima bekerja sebagai asisten pribadi di perusahaan kami. Besok Anda sudah bisa mulai bekerja."

Aku terdiam beberapa detik, tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. "Saya… diterima?"

"Ya, selamat. Harap datang besok pukul delapan pagi. Detail lebih lanjut akan kami jelaskan saat Anda tiba."

Aku hampir tidak bisa menahan senyum lebarku. "Terima kasih, Pak! Saya akan datang besok pagi!"

Setelah panggilan itu berakhir, aku merasakan napas lega yang seolah baru bisa kuhembuskan. Aku diterima! Ini berarti aku bisa mulai menghasilkan uang untuk membantu Ibu dan Adik.

Tapi… tunggu.

Asisten pribadi?

Bukankah aku melamar sebagai staf administrasi biasa?

Kenapa mereka malah menempatkanku sebagai asisten pribadi?

Kepalaku dipenuhi tanda tanya baru. Tapi aku mencoba menepisnya. Mungkin memang kebijakan perusahaan. Yang terpenting, aku mendapatkan pekerjaan ini.

---

Keesokan paginya, aku berdiri di depan gedung Mahendra Group dengan perasaan campur aduk. Aku mengenakan kemeja putih rapi dan rok hitam selutut, satu-satunya pakaian formal yang kupunya. Rambut panjangku aku ikat kuda agar terlihat lebih profesional.

Setelah menarik napas panjang, aku melangkah masuk.

Seorang pegawai HRD sudah menungguku di lobi. "Nona Alya, silakan ikut saya. Anda akan bertemu dengan atasan langsung Anda."

Aku mengangguk dan mengikutinya ke dalam lift. Tapi saat dia menekan tombol menuju lantai tertinggi, aku mulai merasa aneh.

"Maaf, saya akan bekerja di divisi mana?" tanyaku hati-hati.

Wanita itu tersenyum kecil. "Anda akan menjadi asisten pribadi CEO perusahaan ini."

Aku nyaris tersedak napasku sendiri. CEO?!

Aku menoleh padanya dengan mata melebar. "Tapi… saya melamar sebagai staf administrasi biasa!"

"Kami melihat Anda memiliki potensi lebih. Lagi pula, Tuan Mahendra sendiri yang memilih Anda untuk posisi ini."

Aku semakin bingung. "Tuan Mahendra?"

Sebelum aku bisa bertanya lebih jauh, pintu lift terbuka.

Aku mengikuti wanita itu menuju sebuah ruangan besar dengan pintu kayu megah. Ia mengetuk pintu sekali, lalu membukanya.

"Tuan, asisten pribadi Anda sudah datang."

Aku melangkah masuk, dan langsung merasa tubuhku menegang.

Di balik meja kerja besar, duduk pria yang kemarin kutemui.

Tatapan matanya tajam, ekspresinya tetap dingin.

"Jadi, kau akhirnya datang," katanya pelan, tapi suaranya penuh dengan otoritas.

Aku menelan ludah. "A-anda…"

Dia berdiri, menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Dengan langkah pelan, dia mendekatiku.

"Aku Mahendra Aditya," katanya. "CEO perusahaan ini."

Aku membeku.

Pria yang kemarin bertemu denganku… ternyata bos besar di sini?!

"Dan mulai hari ini, kau bekerja untukku."

Jantungku berdetak kencang. Aku bisa merasakan sesuatu yang besar akan terjadi.

Tapi aku belum tahu apakah ini sebuah anugerah… atau awal dari masalah besar.

Pagi itu, udara di Jakarta terasa berbeda—lebih lembap dan hiruk pikuknya semakin nyata dibandingkan desa yang selama ini kukenal. Aku mengenakan setelan kerja sederhana, mencoba merapikan diri agar tampak profesional meski hatiku masih berdebar kencang. Sesampainya di lobi gedung Mahendra Group, langkahku terasa berat, seakan setiap pijakan menandai awal dari sebuah perjalanan yang belum pernah kumiliki.

Di ruang tunggu yang modern dan minimalis, aku menunggu panggilan untuk bertemu dengan HRD. Waktu berjalan lambat sambil kupikir kembali pertemuanku dengan pria itu di lantai 25. Tatapan dinginnya yang penuh misteri masih menghantui pikiranku, membuatku bertanya-tanya apa sebenarnya yang tersembunyi di balik sikapnya yang tegas. Aku mencoba menenangkan diri dengan mengingat bahwa aku di sini untuk bekerja, demi keluargaku.

Tak lama kemudian, seorang wanita muda berpakaian rapi menghampiri dan berkata, "Nona Alya, silakan ikut saya." Aku pun mengikuti tanpa banyak bertanya. Di ruang kerja yang luas dengan nuansa modern, suasana formal begitu terasa. Di ujung ruangan, di balik meja kayu yang elegan, berdiri sosok pria dengan postur tegas dan mata hitam yang dalam—Mahendra Aditya, CEO yang pernah kucium aroma maskulinnya di lift beberapa waktu lalu.

"Alya, selamat datang," sapanya dengan nada yang dingin namun penuh otoritas. Aku menundukkan kepala, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Terima kasih, Tuan," jawabku lirih sambil berusaha menata kata-kata agar terdengar sopan dan profesional.

Dia kemudian menjelaskan tugas-tugasku sebagai asisten pribadi. "Mulai hari ini, kau akan membantu mengatur jadwal, menyiapkan dokumen, dan menemani saya dalam beberapa pertemuan penting. Pastikan segala sesuatu berjalan tepat waktu," tegasnya sambil menatapku tajam, seolah sedang menilai kemampuanku dari pandangan pertama.

Meski arahan terdengar keras, ada sesaat di balik kerutan di dahi pria itu yang membuatku merasa ada kerentanan tersembunyi. Aku mencoba meresapi setiap kata yang diucapkannya, sambil mengingat kembali bayangan tatapannya di lift yang dulu membuatku bingung. “Kenapa ya, tatapan itu terasa seolah pernah mengenalku?” gumamku dalam hati.

Selama sesi pengarahan singkat itu, setiap detil ruang kerjanya membuatku terpana—meja-meja berlapis kayu, dinding yang dipajang foto-foto penghargaan, hingga rak buku yang tersusun rapi. Aku merasa seolah memasuki dunia yang sangat berbeda, dunia para eksekutif yang penuh ketelitian dan strategi.

Saat istirahat sejenak, aku berjalan menyusuri lorong sambil membawa secarik kopi yang baru disiapkan oleh seorang karyawan. Di sepanjang perjalanan, aku memperhatikan tiap sudut kantor dengan rasa ingin tahu yang tak terpadamkan. Di balik jendela besar, pemandangan kota Jakarta yang sibuk tampak kontras dengan keheningan ruangan kerja ini. Aku pun terpikir, “Mungkin di sini, aku akan menemukan arti baru dalam hidupku.”

Tiba-tiba, suara langkah berat terdengar dari balik pintu ruang rapat. Tanpa kusadari, pandanganku kembali tertuju pada Mahendra. Kali ini, ekspresinya tidak sekaku biasanya; ada sesaat keraguan yang terpancar sebelum ia kembali mengembalikan sikap dinginnya. "Alya, tolong siapkan laporan keuangan untuk rapat nanti siang," perintahnya sambil menyerahkan sebuah folder berisi dokumen. Aku merasakan sedikit getar di tanganku, campuran antara gugup dan antisipasi.

Dalam sekejap, aku menyadari bahwa hari pertamaku di kantor bukan hanya soal menjalankan tugas, melainkan juga tentang mengenal sosok pria yang selama ini menyimpan misteri dalam tatapannya. Aku mulai menyusun pikiran dan merangkai kata-kata dengan hati-hati. Meski masih dipenuhi rasa ingin tahu dan keraguan, aku bertekad untuk menunjukkan kemampuanku.

Sore itu, setelah beberapa jam bekerja, aku sempat melirik ke ruang CEO. Di sana, Mahendra duduk termenung sejenak sambil memandangi layar komputernya. Aku merasa ada beban yang ia pikul, yang jauh berbeda dari sikap keras yang selama ini kulihat. Ada secercah kehangatan yang samar, seolah mengisyaratkan bahwa di balik topeng ketegasan, terdapat kenangan atau luka yang belum tersembuhkan.

Aku pun kembali ke mejaku, namun bayangannya terus menghantui pikiran. Setiap kali aku menoleh, ia tampak memikirkan sesuatu dengan intens. Aku bertanya-tanya, “Apa sebenarnya masa lalunya? Dan adakah kaitan antara pertemuan kita di lift dengan segala yang terjadi sekarang?”

Hari itu pun berakhir dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, aku bangga karena berhasil menjalankan tugas pertamaku dengan baik. Di sisi lain, rasa penasaran tentang CEO yang tampan dan misterius itu semakin membara. Aku tahu, ini baru permulaan dari perjalanan yang penuh liku dan rahasia.

Dengan hati yang masih berdebar, aku menutup hari kerja sambil berjanji pada diri sendiri bahwa besok aku akan mencoba menggali lebih jauh tentang sosok yang begitu menarik sekaligus menyimpan banyak tanya. Mungkin, di balik dinginnya sikap Mahendra, tersembunyi kisah yang selama ini ia simpan dengan rapat—kisah yang bisa mengubah segalanya.

Bab terkait

  • Cinta Tuan Muda   Rahasia yang Mulai Terungkap

    Aku tidak tahu sejak kapan perasaanku mulai berubah. Awalnya, aku hanya merasa gugup setiap kali berhadapan dengan Mahendra. Namun, kini aku mulai merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar hubungan atasan dan bawahan. Setiap kali aku menatap matanya yang tajam, ada perasaan aneh yang menyusup ke dalam hatiku—perasaan yang bahkan tidak bisa aku jelaskan. Namun, aku tahu satu hal: Mahendra bukan pria biasa. Ada sesuatu yang disembunyikannya. Sesuatu yang berkaitan denganku. --- Hari ini, aku kembali ke kantor lebih awal dari biasanya. Aku ingin menyelesaikan beberapa dokumen sebelum Mahendra datang. Namun, baru saja aku duduk di mejaku, aku mendengar suara percakapan dari dalam ruang CEO. “Apa kau yakin ini keputusan yang tepat?” Suara pria lain yang tidak kukenal terdengar dari balik pintu. “Aku sudah memutuskannya,” jawab Mahendra dengan nada dingin. “Tapi kau tahu siapa dia, kan?” Aku terdiam. Siapa yang mereka bicarakan? Aku tidak berniat menguping, tetapi l

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Cinta Tuan Muda   Kebenaran yang Mulai Terkuak

    Sejak percakapan di pantry, aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam diriku.Aku mulai mempertanyakan banyak hal yang selama ini kuanggap biasa. Kenapa aku tidak mirip dengan Ayah dan Ibu? Kenapa Mahendra menanyakan hal aneh seperti itu?Aku tidak bisa diam saja.Aku harus mencari tahu.---Malam itu, setelah pulang kerja, aku menelepon Ibu. Suaranya terdengar ceria seperti biasa, tetapi entah kenapa, ada kegelisahan yang mengendap dalam hatiku.“Ibu, boleh aku tanya sesuatu?” tanyaku hati-hati.“Tentu saja, Nak. Ada apa?”Aku menggigit bibirku sebelum akhirnya bertanya, “Ibu… aku ini anak kandung Ibu dan Ayah, kan?”Sejenak, keheningan menyelimuti percakapan kami.“Nak, kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?” Suara Ibu terdengar ragu.Jantungku berdegup kencang. “Aku hanya ingin tahu, Bu. Tolong jujur.”Ibu terdiam. Aku bisa mendengar napasnya yang sedikit tidak teratur dari seberang telepon.“Alya… kami selalu menyayangimu.”Aku langsung tahu jawabannya dari nada suara Ibu.Aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Cinta Tuan Muda   Bahaya yang Mengintai

    Aku merasa seakan terjebak dalam mimpi buruk. Semua yang kuketahui tentang diriku sendiri selama ini ternyata hanyalah kepingan kecil dari kebenaran yang lebih besar—dan lebih berbahaya. Aku bukan hanya Alya, gadis desa yang hidup sederhana. Aku adalah Alya Pratama, putri seorang pengusaha besar yang menghilang secara misterius. Dan sekarang, Mahendra mengatakan bahwa ada orang yang tidak ingin aku ditemukan. Jantungku berdetak lebih cepat. “Siapa yang tidak ingin aku ditemukan?” tanyaku dengan suara nyaris berbisik. Mahendra menghela napas panjang. “Aku belum tahu pasti. Tapi setelah ayahmu menghilang, banyak pihak yang berkepentingan dengan kekayaannya. Orang-orang yang ingin mengambil alih bisnisnya, yang mungkin juga bertanggung jawab atas kejatuhannya.” Aku menelan ludah. “Jadi… kalau mereka tahu aku masih hidup, aku bisa dalam bahaya?” Mahendra menatapku tajam. “Kemungkinan besar, ya.” Aku mengusap wajahku dengan tangan gemetar. Ini terlalu banyak untuk diproses dalam sat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Cinta Tuan Muda   Bayangan di Kegelapan

    Aku tidak bisa tidur.Meskipun kamar ini sangat nyaman dan jauh lebih mewah dari tempat tinggalku sebelumnya, ada sesuatu yang mengganjal di dadaku.Perasaan gelisah yang tidak bisa kuabaikan.Aku memandang ke luar jendela. Malam begitu sunyi, tetapi entah mengapa, aku merasa seperti sedang diawasi.Aku menggelengkan kepala, mencoba menepis pikiran aneh itu. Mungkin aku hanya paranoid setelah semua yang terjadi.Aku membaringkan diri di ranjang dan mencoba memejamkan mata.Namun, tiba-tiba—Tap.Aku terlonjak.Itu suara sesuatu di luar.Aku menahan napas, menajamkan telinga. Tidak ada suara lain. Mungkin hanya ranting yang tertiup angin?Aku menarik napas dalam-dalam dan mencoba kembali tidur.Tapi kemudian, suara itu terdengar lagi.Tap… tap…Sekarang aku yakin, itu bukan suara angin atau ranting yang jatuh.Jantungku berdebar kencang. Aku bangkit perlahan dan berjalan ke arah jendela. Dengan hati-hati, aku mengintip keluar.Di bawah sana, samar-samar, aku melihat sosok seseorang ber

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Cinta Tuan Muda   Diculik!

    Aku menatap surat di tanganku dengan perasaan bercampur aduk. Tulisan itu begitu jelas—seolah-olah seseorang ingin memperingatkanku agar tidak mempercayai Mahendra.Tapi kenapa?Aku menoleh ke arahnya, mencari jawaban di matanya yang tajam dan dingin. Mahendra tidak menunjukkan tanda-tanda panik atau gelisah. Ia hanya menatapku dengan tatapan penuh arti, seakan sedang menunggu reaksiku.“Apa kau tahu siapa yang mengirimkan ini?” tanyaku, suaraku bergetar.Mahendra mengambil surat itu dari tanganku, membaca isi pesannya dengan ekspresi tanpa emosi. “Belum,” jawabnya singkat. “Tapi aku akan mencari tahu.”Aku menggigit bibir. Aku ingin mempercayainya, tapi kata-kata dalam surat itu terus bergema di kepalaku.Jangan percaya siapa pun. Bahkan pria yang melindungimu.“Aku hanya ingin tahu,” kataku pelan. “Apa yang sebenarnya terjadi, Mahendra? Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?”Mahendra menatapku cukup lama sebelum menghela napas dan bangkit dari kursinya. Ia berjalan mendekati jendel

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Cinta Tuan Muda   Antara Nyawa dan Perasaan

    Suasana dalam gudang menjadi semakin tegang. Mahendra berdiri tegap, sorot matanya tajam menatap pria yang menculikku. Aku bisa melihat amarah yang membara dalam dirinya."Apa maumu?" tanya Mahendra dengan suara dingin.Pria itu—sebut saja dia Leonard—tersenyum tipis, seolah menikmati situasi ini. "Kau tahu apa yang kumau, Mahendra. Aku ingin sesuatu yang kau miliki… atau lebih tepatnya, sesuatu yang pernah menjadi milikku."Aku mengerutkan kening. Apa maksudnya?Mahendra mengepalkan tangan. "Ini bukan tentang Alya, kan? Dia tidak ada hubungannya dengan kita!""Tapi dia gadis istimewa bagimu, bukan?" Leonard menyeringai. "Aku hanya ingin melihat seberapa jauh kau bisa melindunginya."Aku merasakan tubuhku menegang. Apa aku hanya alat untuk menguji Mahendra?Tiba-tiba, tanpa peringatan, Mahendra bergerak cepat. Dalam sekejap, ia menerjang ke arah Leonard, mencoba merebut pistol yang terselip di pinggang pria itu. Mereka bergulat sengit, suara hantaman tinju dan geraman memenuhi udara.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Cinta Tuan Muda   Dingin dan Hangat di Antara Kita

    Malam semakin larut, tetapi pikiranku masih berputar tentang semua kejadian yang baru saja kami lalui. Aku duduk di sofa ruang tamu, menatap secangkir teh hangat yang baru saja dibuatkan oleh salah satu petugas keamanan di safe house ini. Mahendra berdiri di dekat jendela, menatap ke luar dengan ekspresi serius. Hujan mulai turun, menciptakan suara rintik-rintik yang menenangkan, kontras dengan ketegangan di dalam ruangan. “Kau belum tidur?” tanyanya tanpa menoleh. Aku menghela napas. “Sulit tidur setelah semua yang terjadi. Aku masih merasa seperti di dalam mimpi buruk.” Mahendra akhirnya berbalik, lalu berjalan mendekat dan duduk di sofa di hadapanku. Matanya menatapku dalam, seolah ingin memastikan aku benar-benar baik-baik saja. “Maafkan aku, Alya. Aku gagal melindungimu dari awal,” katanya lirih. Aku menggeleng. “Tidak. Kau datang tepat waktu. Jika kau tidak datang… aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku.” Mahendra terdiam sejenak, lalu dengan ragu, dia mengulurkan ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Cinta Tuan Muda   Api Lama yang Kembali Menyala

    Aku masih berdiri di tempatku, mencoba mencerna kata-kata Mahendra.Mantan tunangannya?Aku menatapnya, mencoba mencari penjelasan lebih lanjut, tapi wajahnya tetap dingin, seolah topik ini bukan sesuatu yang ingin dia bahas.“Tunggu dulu…” Aku mengerutkan kening. “Mantan tunangan? Kalian hampir menikah?”Mahendra menatapku sekilas, lalu berjalan ke arah minibar di ruang tamu dan menuangkan segelas air putih. Dia meneguknya perlahan sebelum menjawab, “Ya. Tapi itu masa lalu.”Aku menunggu dia melanjutkan, tapi tidak ada kata-kata tambahan darinya.“Apa yang terjadi?” tanyaku akhirnya.Mahendra menatapku sejenak, lalu menghela napas. “Hubungan kami diatur oleh keluarga. Bukan karena cinta, hanya demi bisnis.”Aku sedikit terkejut. “Jadi… kau tidak mencintainya?”Dia terdiam beberapa detik sebelum menggeleng pelan. “Tidak.”Jawaban itu seharusnya membuatku lega. Tapi entah kenapa, ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuatku merasa… tidak yakin.---Malamnya, aku duduk di balkon kamar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15

Bab terbaru

  • Cinta Tuan Muda   Ancaman yang Tak Terduga

    Malam itu, aku merasa gelisah. Perkataan Mahendra terus terngiang-ngiang di kepalaku."Aku tidak ingin kehilanganmu."Apa maksudnya? Apakah dia benar-benar mulai memiliki perasaan padaku?Aku menggelengkan kepala. Tidak, aku tidak boleh berharap terlalu tinggi. Dia seorang CEO, pria sempurna yang bisa memiliki wanita mana pun yang dia inginkan. Aku hanya gadis biasa dari desa…Ponselku bergetar, mengganggu lamunanku.Nomor tak dikenal.Aku ragu sejenak sebelum mengangkatnya.“Halo?”Tidak ada suara di seberang. Hanya desahan napas pelan yang terdengar menyeramkan.“Halo? Siapa ini?” ulangku, sedikit waspada.Tiba-tiba, suara dingin itu terdengar.“Kau milikku, Sayang. Jangan pernah lupa itu.”Jantungku berdegup kencang. Aku langsung tahu siapa pemilik suara itu.Dimas.Tanganku gemetar saat aku buru-buru mematikan panggilan itu.Tidak… Dia benar-benar belum menyerah.Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Aku tidak boleh panik. Aku tidak boleh takut.Ponselku kembal

  • Cinta Tuan Muda   Cemburu yang Tak Terduga

    Keesokan harinya, aku kembali bekerja seperti biasa. Aku mencoba mengalihkan pikiranku dari kejadian semalam, tapi itu hampir mustahil. Setiap kali aku mengingat cara Mahendra menatapku, suaranya yang dalam, dan—oh Tuhan—cara dia memanggilku ‘Sayang,’ aku merasa seakan tubuhku meleleh.“Apa kau sedang jatuh cinta?”Aku hampir menjatuhkan tumpukan dokumen yang sedang kubawa ketika Rina, rekan kerjaku, tiba-tiba menatapku dengan tatapan menggoda.“Apa?” Aku mencoba bersikap biasa.Rina menyeringai. “Kau terlihat… berbeda hari ini. Lebih cerah, lebih berseri-seri.”Aku terkesiap. “Tidak! Aku hanya…”“Jangan menyangkal,” Rina memotong cepat. “Aku yakin ini ada hubungannya dengan Tuan Mahendra.”Aku menegang. “Dari mana kau tahu?”“Aku tidak buta, Sayang.” Rina terkikik. “Dia selalu memperlakukanmu berbeda dibanding karyawan lain. Bahkan kemarin aku melihat dia mengantarmu pulang. Itu bukan hal yang biasa dilakukan seorang CEO pada pegawainya.”Aku terdiam, menggigit bibir.“Jadi? Apa dia

  • Cinta Tuan Muda   Skandal yang Berbalik

    Mahendra berjalan dengan penuh percaya diri ke dalam ruang rapat perusahaan. Aku mengikutinya dengan perasaan campur aduk. Hari ini adalah hari di mana segalanya akan berubah.Di depan kami, Dimas sudah duduk dengan senyum penuh kemenangan. Di sampingnya, sahabat pengkhianatku tampak angkuh, seolah mereka sudah memastikan kejatuhanku.Mahendra duduk dengan tenang, lalu mengetuk mejanya sekali. “Dimas, kita perlu bicara.”Dimas menyeringai. “Tentang apa? Tentang bagaimana gadis desa itu akhirnya akan meninggalkanmu?”Aku mengepalkan tangan di bawah meja.Mahendra hanya tersenyum tipis. “Bukan. Tentang bagaimana ini akan menjadi akhir dari permainan kotormu.”Dimas tertawa. “Dan siapa yang bisa menghentikanku? Kau?”Mahendra tidak menjawab. Dia hanya mengangkat tangannya sedikit, memberi isyarat pada Damar yang berdiri di sudut ruangan.Damar menekan tombol di ponselnya, dan layar besar di belakang kami menyala.Video rekaman percakapan Dimas dan sahabat pengkhianatku mulai diputar.Aku

  • Cinta Tuan Muda   Badai Skandal

    Pikiranku masih kacau. Video itu… bagaimana bisa tersebar? Aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini bisa terjadi.Mahendra menggenggam tanganku erat, mencoba menenangkanku. “Kita akan menemukan pelakunya.”Tapi aku tahu, ini bukan sekadar soal mencari siapa yang melakukannya. Ini tentang bagaimana aku menghadapi dampaknya.Telepon Mahendra berdering. Ia menjawabnya dengan ekspresi dingin.“Aku tahu ini ulahmu, Dimas,” katanya tanpa basa-basi.Suara tawa terdengar dari seberang. “Kau menganggapku terlalu rendah, Mahendra. Aku hanya memberikan dunia sedikit hiburan. Lagi pula, wanita kecilmu itu sudah jadi perhatian publik sekarang.”Aku menegang.Mahendra mengepalkan tinjunya. “Jangan sentuh dia.”Dimas tertawa lagi. “Aku bahkan belum mulai menyentuhnya.”Telepon terputus.Mahendra menoleh ke arah Damar. “Segera cari tahu siapa yang meretas CCTV penthouse.”Damar mengangguk cepat, lalu pergi dengan wajah serius.Mahendra menoleh padaku, matanya penuh kekhawatiran. “Aku tidak akan

  • Cinta Tuan Muda   Serangan di Pagi Hari

    Pagi itu, aku bangun dengan perasaan gelisah. Mahendra sudah pergi lebih awal untuk mengurus sesuatu, meninggalkanku di penthouse dengan penjagaan ketat. Aku mencoba menenangkan diri, tapi pikiranku terus memutar ulang ancaman yang kuterima kemarin.Saat aku berjalan ke dapur untuk membuat teh, ponselku tiba-tiba bergetar.Nomor tak dikenal.Aku ragu sejenak sebelum mengangkatnya.“Selamat pagi, cantik,” suara seorang pria terdengar di seberang sana. Suaranya santai, tapi ada nada mengancam di dalamnya.Aku menelan ludah. “Siapa ini?”Pria itu tertawa pelan. “Kau tak perlu tahu namaku. Tapi kau harus tahu satu hal: permainan ini baru dimulai.”Jantungku berdebar. “Apa yang kau inginkan?”“Aku hanya ingin kau tahu… bahwa aku bisa melihatmu sekarang.”Mata kulihat ke sekeliling ruangan dengan panik. “Bohong.”“Apa kau yakin?” Pria itu terkekeh. “Kau memakai piyama satin warna biru, bukan?”Darahku langsung membeku. Bagaimana dia tahu?Aku berlari ke jendela, mencoba mencari sesuatu yang

  • Cinta Tuan Muda   Permainan Dimulai

    Mahendra berdiri di depan jendela ruangannya, menatap gedung-gedung pencakar langit yang membentang di hadapannya. Rahangnya mengeras, pikirannya dipenuhi oleh berbagai kemungkinan. Siapa yang berani menantangnya seperti ini?Aku duduk di sofa, masih memegang ponsel dengan email mengancam yang baru saja kami terima. Jantungku berdegup lebih kencang. Ini bukan lagi ancaman biasa—seseorang benar-benar mencoba menghancurkan Mahendra.Damar masuk ke dalam ruangan dengan ekspresi serius. “Kami sudah melacak IP peretasnya, tapi mereka sangat profesional. Mereka menggunakan server yang berpindah-pindah lokasi.”Mahendra mendecakkan lidah. “Brengsek. Mereka bukan amatiran.”Aku menggigit bibir, merasa semakin tidak nyaman. “Lalu apa yang harus kita lakukan?”Mahendra menoleh padaku, matanya penuh keyakinan. “Aku tidak akan membiarkan mereka menang.”Kami berangkat ke sebuah tempat rahasia—sebuah ruangan khusus yang hanya diketahui oleh orang-orang terdekat Mahendra. Ruangan ini penuh dengan l

  • Cinta Tuan Muda   Ancaman yang Nyata

    Malam yang seharusnya menjadi momen romantis kini berubah menjadi sesuatu yang menegangkan. Mahendra meremas amplop hitam di tangannya, ekspresi wajahnya begitu gelap dan tajam. Damar berdiri di dekatnya, waspada, seolah siap menghadapi bahaya kapan saja.Aku sendiri masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Ancaman ini… ditujukan kepada siapa? Kepada Mahendra, atau kepadaku?“Ayo kita pergi dari sini,” kata Damar tegas.Mahendra menoleh ke arahku, matanya penuh kekhawatiran. “Kau baik-baik saja?”Aku menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungku yang masih berpacu cepat. “Aku… aku baik-baik saja.”Mahendra menggenggam tanganku erat dan membawaku masuk ke dalam mobil. Damar duduk di kursi depan bersama sopir, sementara aku dan Mahendra di belakang.Saat mobil mulai melaju, aku menoleh ke luar jendela, merasa waspada dengan setiap kendaraan yang melintas. Siapa pun yang mengirimkan ancaman ini pasti tidak main-main.“Kau kenal seseorang yang mungkin ingin menyakitimu?” t

  • Cinta Tuan Muda   Perlindungan dan Kejutan Manis

    Aku masih terduduk di sofa ruang kerja Mahendra, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Raisa benar-benar kehilangan kendali tadi. Tapi yang lebih menggangguku adalah ucapannya. "Gadis itu tidak akan pernah bisa menggantikan aku." Kenapa dia begitu yakin bahwa Mahendra masih punya perasaan untuknya? Apakah aku hanya pengganti sementara? Aku menatap Mahendra yang kini berdiri di depan jendela, menatap kota dengan ekspresi serius. Aku ingin bertanya, ingin mendapatkan kepastian, tapi sebelum aku sempat bicara, dia lebih dulu berbalik. "Mulai hari ini, kau akan mendapatkan perlindungan ekstra," katanya. Aku mengernyit. "Maksudmu?" "Aku sudah menyewa pengawal pribadi untukmu," katanya tanpa ragu. Aku terkejut. "Mahendra, aku tidak butuh pengawal!" Dia mendekat, menatapku tajam. "Aku tidak akan mengambil risiko. Setelah berita ini menyebar, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang membencimu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu." Aku menggig

  • Cinta Tuan Muda   Pesan Misterius dan Rasa Ragu

    Aku menggenggam ponselku erat. Meskipun aku sudah mematikan layar, kata-kata dalam pesan itu seolah masih berkelebat di pikiranku."Kau pikir dia benar-benar mencintaimu? Kau hanya mainannya untuk saat ini."Siapa yang mengirim pesan itu? Raisa? Atau seseorang yang bahkan lebih berbahaya?Aku mencoba mengabaikannya, tapi rasa gelisah menyelimutiku sepanjang malam. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokan paginya, aku memutuskan untuk tidak menceritakan hal ini kepada Mahendra. Aku tidak ingin membuatnya khawatir atau malah memunculkan pertengkaran antara dia dan Raisa jika memang dia pelakunya.Namun, rasa penasaran itu terus mengusik pikiranku.Siapa pun yang mengirim pesan ini… dia pasti tahu tentang hubunganku dengan Mahendra.---Saat aku tiba di kantor pagi itu, suasana terasa sedikit berbeda. Beberapa karyawan menatapku dengan cara yang aneh—seolah-olah mereka tahu sesuatu yang tidak aku ketahui.Aku berjalan menuju meja kerjaku, tapi sebelum aku sempat duduk, Rina—r

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status