แชร์

Bayangan di Kegelapan

ผู้เขียน: Galaxybimasakti
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-13 12:40:33

Aku tidak bisa tidur.

Meskipun kamar ini sangat nyaman dan jauh lebih mewah dari tempat tinggalku sebelumnya, ada sesuatu yang mengganjal di dadaku.

Perasaan gelisah yang tidak bisa kuabaikan.

Aku memandang ke luar jendela. Malam begitu sunyi, tetapi entah mengapa, aku merasa seperti sedang diawasi.

Aku menggelengkan kepala, mencoba menepis pikiran aneh itu. Mungkin aku hanya paranoid setelah semua yang terjadi.

Aku membaringkan diri di ranjang dan mencoba memejamkan mata.

Namun, tiba-tiba—

Tap.

Aku terlonjak.

Itu suara sesuatu di luar.

Aku menahan napas, menajamkan telinga. Tidak ada suara lain. Mungkin hanya ranting yang tertiup angin?

Aku menarik napas dalam-dalam dan mencoba kembali tidur.

Tapi kemudian, suara itu terdengar lagi.

Tap… tap…

Sekarang aku yakin, itu bukan suara angin atau ranting yang jatuh.

Jantungku berdebar kencang. Aku bangkit perlahan dan berjalan ke arah jendela. Dengan hati-hati, aku mengintip keluar.

Di bawah sana, samar-samar, aku melihat sosok seseorang berdiri di dekat pagar mansion ini.

Aku menahan napas.

Siapa dia?

Sosok itu tidak bergerak, hanya berdiri diam dalam kegelapan. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tetapi perasaan takut mulai menjalari tubuhku.

Aku harus memberitahu Mahendra.

Dengan cepat, aku berbalik dan meraih ponselku. Namun, saat aku kembali menoleh ke jendela—

Sosok itu sudah menghilang.

Aku menelan ludah. Apa aku hanya berhalusinasi?

Tidak. Aku yakin tadi ada seseorang di sana.

Dengan tangan gemetar, aku mengirim pesan ke Mahendra.

"Tuan Mahendra, aku melihat seseorang di luar pagar rumah Anda. Aku tidak tahu siapa, tapi dia berdiri diam cukup lama lalu menghilang."

Beberapa detik kemudian, ponselku bergetar.

"Jangan panik. Aku akan segera mengeceknya. Jangan keluar kamar."

Aku mengangguk meskipun tahu dia tidak bisa melihatku.

Beberapa menit berlalu, dan aku mendengar suara langkah kaki di luar kamarku. Jantungku mencelos sampai aku mendengar suara ketukan pelan di pintu.

“Alya, ini aku.”

Aku segera membuka pintu, dan Mahendra berdiri di sana dengan ekspresi serius.

“Aku sudah mengecek kamera keamanan,” katanya. “Memang ada seseorang yang mengintai dari luar pagar.”

Aku membelalakkan mata. “Jadi aku tidak salah lihat?”

Mahendra menggeleng. “Tidak. Tapi orang itu pergi sebelum anak buahku bisa menangkapnya.”

Aku merasakan lututku lemas. “Siapa yang melakukan ini?”

Mahendra mengepalkan tangan. “Aku belum tahu. Tapi ini artinya kita harus lebih waspada.”

Dia menatapku dalam-dalam, lalu berkata dengan nada lembut namun penuh ketegasan, “Aku janji, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu.”

Aku menelan ludah dan mengangguk pelan.

Aku tidak tahu siapa yang mengawasiku malam ini.

Tapi satu hal yang pasti—aku tidak bisa mengabaikan bahaya yang semakin mendekat.

Pagi datang terlalu cepat. Meskipun aku nyaris tidak tidur semalaman, aku memaksa diri untuk bangun. Bayangan sosok misterius di luar pagar masih melekat di pikiranku, membuatku tidak tenang.

Saat aku keluar dari kamar, aku mendapati Mahendra sudah duduk di ruang makan, mengenakan setelan hitam yang sempurna seperti biasanya.

“Kau baik-baik saja?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari secangkir kopi di tangannya.

Aku mengangguk, meskipun tubuhku masih terasa lemas. “Aku hanya sedikit lelah.”

Mahendra menatapku lekat-lekat, lalu mengisyaratkan agar aku duduk. “Makanlah dulu. Setelah itu, aku akan memberitahumu sesuatu.”

Aku duduk dan mulai menyantap sarapan yang sudah disediakan. Tapi pikiranku terus bertanya-tanya, apa yang akan dikatakannya?

Setelah beberapa menit berlalu, Mahendra meletakkan cangkirnya dan menatapku serius.

“Aku sudah menyuruh tim keamanan untuk menyelidiki jejak orang yang mengawasi rumah ini tadi malam,” katanya.

Aku menegakkan punggung. “Dan?”

Mahendra menghela napas. “Kami menemukan sesuatu.”

Aku menahan napas.

Dia menyodorkan ponselnya padaku, memperlihatkan rekaman dari CCTV. Aku melihat sosok seseorang berpakaian serba hitam, berdiri di dekat pagar, tampak seperti sedang mengawasi ke arah jendela kamarku.

Jantungku berdegup kencang.

Tapi yang membuatku semakin merinding adalah sesuatu yang terjadi di detik-detik terakhir rekaman itu.

Sebelum sosok itu pergi, dia menyelipkan sesuatu di sela-sela pagar.

“Apa itu?” tanyaku pelan.

Mahendra menarik napas panjang sebelum menjawab. “Sebuah amplop.”

Aku semakin bingung. “Apa isinya?”

Mahendra merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah amplop berwarna coklat, lalu meletakkannya di atas meja.

“Aku belum membukanya. Aku ingin kau melihatnya sendiri.”

Tanganku sedikit gemetar saat meraih amplop itu. Perlahan, aku membuka lipatannya dan menarik selembar kertas di dalamnya.

Tapi begitu aku membaca isi surat itu, tubuhku langsung membeku.

"Jangan percaya siapa pun. Bahkan pria yang melindungimu."

Aku menatap Mahendra dengan mata melebar, sedangkan dia tetap tenang, meskipun ada kilatan bahaya di matanya.

“Ini… apa maksudnya?” suaraku nyaris bergetar.

Mahendra mengepalkan tangannya. “Seseorang ingin membuatmu ragu padaku.”

Aku merasa dadaku sesak. Aku ingin percaya pada Mahendra, tapi… surat ini seakan ingin mengatakan hal lain.

Aku menatap pria itu dalam-dalam. “Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?”

Mahendra diam sejenak sebelum menjawab dengan suara tenang namun dingin. “Aku sudah berjanji untuk melindungimu, Alya. Itu saja yang perlu kau tahu.”

Tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang mulai tumbuh dalam hatiku.

Siapa yang sebenarnya harus aku percayai?

Dan siapa yang sedang berusaha memperingatkanku?

Aku tidak tahu. Tapi satu hal yang pasti… sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, dan aku berada tepat di tengah-tengahnya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Cinta Tuan Muda   Diculik!

    Aku menatap surat di tanganku dengan perasaan bercampur aduk. Tulisan itu begitu jelas—seolah-olah seseorang ingin memperingatkanku agar tidak mempercayai Mahendra.Tapi kenapa?Aku menoleh ke arahnya, mencari jawaban di matanya yang tajam dan dingin. Mahendra tidak menunjukkan tanda-tanda panik atau gelisah. Ia hanya menatapku dengan tatapan penuh arti, seakan sedang menunggu reaksiku.“Apa kau tahu siapa yang mengirimkan ini?” tanyaku, suaraku bergetar.Mahendra mengambil surat itu dari tanganku, membaca isi pesannya dengan ekspresi tanpa emosi. “Belum,” jawabnya singkat. “Tapi aku akan mencari tahu.”Aku menggigit bibir. Aku ingin mempercayainya, tapi kata-kata dalam surat itu terus bergema di kepalaku.Jangan percaya siapa pun. Bahkan pria yang melindungimu.“Aku hanya ingin tahu,” kataku pelan. “Apa yang sebenarnya terjadi, Mahendra? Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?”Mahendra menatapku cukup lama sebelum menghela napas dan bangkit dari kursinya. Ia berjalan mendekati jendel

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Cinta Tuan Muda   Antara Nyawa dan Perasaan

    Suasana dalam gudang menjadi semakin tegang. Mahendra berdiri tegap, sorot matanya tajam menatap pria yang menculikku. Aku bisa melihat amarah yang membara dalam dirinya."Apa maumu?" tanya Mahendra dengan suara dingin.Pria itu—sebut saja dia Leonard—tersenyum tipis, seolah menikmati situasi ini. "Kau tahu apa yang kumau, Mahendra. Aku ingin sesuatu yang kau miliki… atau lebih tepatnya, sesuatu yang pernah menjadi milikku."Aku mengerutkan kening. Apa maksudnya?Mahendra mengepalkan tangan. "Ini bukan tentang Alya, kan? Dia tidak ada hubungannya dengan kita!""Tapi dia gadis istimewa bagimu, bukan?" Leonard menyeringai. "Aku hanya ingin melihat seberapa jauh kau bisa melindunginya."Aku merasakan tubuhku menegang. Apa aku hanya alat untuk menguji Mahendra?Tiba-tiba, tanpa peringatan, Mahendra bergerak cepat. Dalam sekejap, ia menerjang ke arah Leonard, mencoba merebut pistol yang terselip di pinggang pria itu. Mereka bergulat sengit, suara hantaman tinju dan geraman memenuhi udara.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14
  • Cinta Tuan Muda   Dingin dan Hangat di Antara Kita

    Malam semakin larut, tetapi pikiranku masih berputar tentang semua kejadian yang baru saja kami lalui. Aku duduk di sofa ruang tamu, menatap secangkir teh hangat yang baru saja dibuatkan oleh salah satu petugas keamanan di safe house ini. Mahendra berdiri di dekat jendela, menatap ke luar dengan ekspresi serius. Hujan mulai turun, menciptakan suara rintik-rintik yang menenangkan, kontras dengan ketegangan di dalam ruangan. “Kau belum tidur?” tanyanya tanpa menoleh. Aku menghela napas. “Sulit tidur setelah semua yang terjadi. Aku masih merasa seperti di dalam mimpi buruk.” Mahendra akhirnya berbalik, lalu berjalan mendekat dan duduk di sofa di hadapanku. Matanya menatapku dalam, seolah ingin memastikan aku benar-benar baik-baik saja. “Maafkan aku, Alya. Aku gagal melindungimu dari awal,” katanya lirih. Aku menggeleng. “Tidak. Kau datang tepat waktu. Jika kau tidak datang… aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku.” Mahendra terdiam sejenak, lalu dengan ragu, dia mengulurkan ta

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14
  • Cinta Tuan Muda   Api Lama yang Kembali Menyala

    Aku masih berdiri di tempatku, mencoba mencerna kata-kata Mahendra.Mantan tunangannya?Aku menatapnya, mencoba mencari penjelasan lebih lanjut, tapi wajahnya tetap dingin, seolah topik ini bukan sesuatu yang ingin dia bahas.“Tunggu dulu…” Aku mengerutkan kening. “Mantan tunangan? Kalian hampir menikah?”Mahendra menatapku sekilas, lalu berjalan ke arah minibar di ruang tamu dan menuangkan segelas air putih. Dia meneguknya perlahan sebelum menjawab, “Ya. Tapi itu masa lalu.”Aku menunggu dia melanjutkan, tapi tidak ada kata-kata tambahan darinya.“Apa yang terjadi?” tanyaku akhirnya.Mahendra menatapku sejenak, lalu menghela napas. “Hubungan kami diatur oleh keluarga. Bukan karena cinta, hanya demi bisnis.”Aku sedikit terkejut. “Jadi… kau tidak mencintainya?”Dia terdiam beberapa detik sebelum menggeleng pelan. “Tidak.”Jawaban itu seharusnya membuatku lega. Tapi entah kenapa, ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuatku merasa… tidak yakin.---Malamnya, aku duduk di balkon kamar

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-15
  • Cinta Tuan Muda   Keputusan yang Sulit

    Ruangan terasa sunyi. Aku masih bisa merasakan genggaman tangan Mahendra di pergelanganku, tapi pikiranku melayang ke banyak arah. Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi ini.Raisa menatap kami berdua dengan mata penuh emosi. Rahangnya mengeras, dan aku bisa melihat kilatan amarah bercampur kesedihan di wajahnya.“Aku mengerti sekarang,” katanya lirih, tapi suaranya penuh luka. “Kau benar-benar telah menggantikanku, Mahen.”Mahendra melepaskan genggamannya perlahan, lalu menghela napas berat. “Raisa, ini bukan tentang menggantikan siapa pun. Kita sudah berakhir.”“Tapi aku masih mencintaimu!” Raisa berseru, suaranya pecah. “Aku menyesal telah meninggalkanmu dulu. Aku bodoh karena membiarkan kita berpisah.”Aku merasa semakin tidak nyaman. Aku tidak ingin berada di antara mereka. Ini adalah urusan mereka, dan aku hanyalah orang luar yang tiba-tiba terjebak di tengahnya.“Aku akan pulang,” kataku cepat, melangkah ke pintu.Tapi sebelum aku bisa keluar, Mahendra sekali lagi me

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-16
  • Cinta Tuan Muda   Pesan Misterius dan Rasa Ragu

    Aku menggenggam ponselku erat. Meskipun aku sudah mematikan layar, kata-kata dalam pesan itu seolah masih berkelebat di pikiranku."Kau pikir dia benar-benar mencintaimu? Kau hanya mainannya untuk saat ini."Siapa yang mengirim pesan itu? Raisa? Atau seseorang yang bahkan lebih berbahaya?Aku mencoba mengabaikannya, tapi rasa gelisah menyelimutiku sepanjang malam. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokan paginya, aku memutuskan untuk tidak menceritakan hal ini kepada Mahendra. Aku tidak ingin membuatnya khawatir atau malah memunculkan pertengkaran antara dia dan Raisa jika memang dia pelakunya.Namun, rasa penasaran itu terus mengusik pikiranku.Siapa pun yang mengirim pesan ini… dia pasti tahu tentang hubunganku dengan Mahendra.---Saat aku tiba di kantor pagi itu, suasana terasa sedikit berbeda. Beberapa karyawan menatapku dengan cara yang aneh—seolah-olah mereka tahu sesuatu yang tidak aku ketahui.Aku berjalan menuju meja kerjaku, tapi sebelum aku sempat duduk, Rina—r

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-17
  • Cinta Tuan Muda   Perlindungan dan Kejutan Manis

    Aku masih terduduk di sofa ruang kerja Mahendra, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Raisa benar-benar kehilangan kendali tadi. Tapi yang lebih menggangguku adalah ucapannya. "Gadis itu tidak akan pernah bisa menggantikan aku." Kenapa dia begitu yakin bahwa Mahendra masih punya perasaan untuknya? Apakah aku hanya pengganti sementara? Aku menatap Mahendra yang kini berdiri di depan jendela, menatap kota dengan ekspresi serius. Aku ingin bertanya, ingin mendapatkan kepastian, tapi sebelum aku sempat bicara, dia lebih dulu berbalik. "Mulai hari ini, kau akan mendapatkan perlindungan ekstra," katanya. Aku mengernyit. "Maksudmu?" "Aku sudah menyewa pengawal pribadi untukmu," katanya tanpa ragu. Aku terkejut. "Mahendra, aku tidak butuh pengawal!" Dia mendekat, menatapku tajam. "Aku tidak akan mengambil risiko. Setelah berita ini menyebar, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang membencimu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu." Aku menggig

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-18
  • Cinta Tuan Muda   Ancaman yang Nyata

    Malam yang seharusnya menjadi momen romantis kini berubah menjadi sesuatu yang menegangkan. Mahendra meremas amplop hitam di tangannya, ekspresi wajahnya begitu gelap dan tajam. Damar berdiri di dekatnya, waspada, seolah siap menghadapi bahaya kapan saja.Aku sendiri masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Ancaman ini… ditujukan kepada siapa? Kepada Mahendra, atau kepadaku?“Ayo kita pergi dari sini,” kata Damar tegas.Mahendra menoleh ke arahku, matanya penuh kekhawatiran. “Kau baik-baik saja?”Aku menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungku yang masih berpacu cepat. “Aku… aku baik-baik saja.”Mahendra menggenggam tanganku erat dan membawaku masuk ke dalam mobil. Damar duduk di kursi depan bersama sopir, sementara aku dan Mahendra di belakang.Saat mobil mulai melaju, aku menoleh ke luar jendela, merasa waspada dengan setiap kendaraan yang melintas. Siapa pun yang mengirimkan ancaman ini pasti tidak main-main.“Kau kenal seseorang yang mungkin ingin menyakitimu?” t

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-18

บทล่าสุด

  • Cinta Tuan Muda   Suasana semakin tegang

    Malam itu, aku duduk di dalam mobil Om Martin, jari-jariku bermain di ujung gaun yang kukenakan. Hawa dingin dari AC menyelimuti tubuhku, tapi pikiranku justru terasa panas, berputar-putar memikirkan semua yang telah terjadi hari ini."Kamu capek?" suara Om Martin terdengar lembut, membuyarkan lamunanku. Aku menoleh dan melihatnya tersenyum, tatapan matanya yang teduh membuat dadaku berdesir.Aku menggeleng pelan. "Nggak, aku cuma... banyak mikir aja."Dia mengangguk seakan mengerti. "Kalau ada yang ingin diceritakan, aku siap mendengar."Aku menghela napas, mencoba menyusun kata-kata. "Aku cuma merasa aneh. Rasanya... terlalu nyaman berada di dekat Om. Seperti ada sesuatu yang mengisi ruang kosong di hatiku. Tapi di sisi lain, aku takut kalau ini hanya perasaan sesaat."Om Martin terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aku juga merasakannya, Laura. Aku tahu aku bukan ayahmu, dan aku tidak akan pernah bisa menggantikannya. Tapi kalau keberadaanku bisa membuatmu merasa lebih baik, aku berse

  • Cinta Tuan Muda   Semakin rumit

    Laura menatap sosok di hadapannya dengan napas tertahan. Jantungnya berdebar kencang saat dia mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Orang itu berdiri di ambang pintu, matanya menatap Laura dengan campuran perasaan yang sulit dijelaskan."Kamu... kenapa bisa ada di sini?" suara Laura bergetar.Pria itu tersenyum kecil, langkahnya mendekat. "Aku selalu ada di sekitarmu, hanya saja kau tidak pernah menyadarinya."Reno yang berdiri di samping Laura menatap pria itu dengan sorot tajam. "Siapa dia, Laura?"Laura menggeleng, seakan mencoba mengusir kebingungan di kepalanya. "Aku... aku tidak tahu. Aku pernah mengenalnya, tapi aku tidak mengerti kenapa dia muncul sekarang."Pria itu tertawa kecil, suara rendahnya penuh misteri. "Laura, aku tidak muncul tiba-tiba. Aku datang karena waktunya sudah tepat. Ada sesuatu yang harus kamu ketahui."Ketegangan semakin meningkat. Reno maju selangkah, posisinya protektif di depan Laura. "Aku tidak peduli siapa kamu. Kalau niatmu buruk, sebaiknya p

  • Cinta Tuan Muda   Malam yang menegangkan

    Malam itu, hujan turun deras, menciptakan suasana tegang di dalam ruangan yang dipenuhi oleh ketegangan yang menggantung. Laura menatap pria di depannya, napasnya tercekat saat kata-kata yang baru saja diucapkan pria itu menggema di kepalanya."Aku sudah tahu semuanya, Laura," kata pria itu dengan suara berat dan tajam.Jantung Laura berdebar kencang. "Maksudmu apa?" tanyanya, mencoba tetap tenang.Pria itu mengeluarkan sebuah amplop coklat dan meletakkannya di atas meja. Dengan tangan gemetar, Laura mengambilnya dan membuka isinya. Matanya melebar saat melihat foto-foto di dalamnya. Itu adalah foto dirinya bersama seseorang dari masa lalunya—seseorang yang seharusnya sudah tidak ada dalam hidupnya."Bagaimana kau mendapatkan ini?" suaranya bergetar, campuran antara marah dan ketakutan.Pria itu tersenyum tipis. "Aku punya sumberku sendiri. Dan aku yakin, kau tahu bahwa seseorang sedang mengincarmu."Laura menelan ludah. Dia tahu persis siapa yang dimaksud pria itu. Sosok yang seharus

  • Cinta Tuan Muda   Konflik Memuncak dan Kejutan yang Tak Terduga

    Laura merasa jantungnya berdetak kencang saat melihat seseorang dari masa lalunya muncul tiba-tiba di depan pintu apartemennya. Pria itu berdiri dengan wajah serius, seolah membawa kabar buruk yang akan mengubah segalanya. "Kita perlu bicara," katanya dengan nada mendesak.Sementara itu, di tempat lain, Arya dan Reza sedang mencoba menghubungi Laura setelah menyadari ada sesuatu yang aneh dengan pesan yang dikirimkannya sebelumnya. Liam yang biasanya ceria juga terlihat lebih serius. "Aku nggak suka firasat ini," gumamnya sambil menggenggam ponselnya erat.Di dalam apartemen, Laura menatap pria itu dengan perasaan campur aduk. "Kenapa kamu di sini? Aku pikir kita sudah selesai bertahun-tahun lalu," katanya dengan suara bergetar.Pria itu, yang ternyata adalah mantan kekasih Laura yang menghilang tanpa jejak, menghela napas panjang. "Aku tahu aku banyak salah, tapi aku kembali karena ada sesuatu yang harus kau tahu. Ini tentang keluargamu… tentang ayahmu."Kata-katanya langsung membuat

  • Cinta Tuan Muda   BAYANGAN MASA LALU

    Malam semakin larut, tetapi suasana justru semakin tegang. Napasku memburu, pikiranku berputar cepat. Aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya lagi—seseorang yang seharusnya sudah lama menghilang dari kehidupanku.Dia berdiri di sana, bersandar santai di pintu belakang ruangan ini, seakan kedatangannya adalah hal yang wajar. Senyumnya tipis, nyaris seperti ejekan.“Lama tidak bertemu, Laura,” suaranya tenang, tapi dingin.Aku menelan ludah. “Kenapa kau di sini?”Dia tidak langsung menjawab. Malah, dia melangkah maju dengan perlahan, membuat jantungku berdebar lebih kencang. Reno dan Arya sudah bersiap siaga di sampingku, siap melakukan apa pun jika keadaan memburuk.“Kau tahu, aku selalu tertarik melihat bagaimana kau berkembang setelah semua yang terjadi,” katanya sambil menatapku tajam. “Aku hanya ingin melihat sendiri apakah kau masih sekuat dulu… atau justru lebih lemah.”Aku mengepalkan tangan. “Aku tidak punya waktu untuk permainanmu.”Dia tertawa kecil. “Permainan? Ah,

  • Cinta Tuan Muda   Konflik baru

    Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Langit hitam pekat tanpa bintang, seakan menyembunyikan sesuatu yang tak ingin terlihat. Di dalam ruangan yang remang, suasana penuh ketegangan.Laura menatap seseorang di depannya dengan napas memburu. Sosok itu tersenyum samar, tatapannya sulit ditebak."Kau pasti tak menyangka akan bertemu denganku di sini, bukan?" suara baritonnya terdengar begitu akrab, tapi ada sesuatu yang janggal di baliknya.Laura menelan ludah. "Kenapa kau ada di sini? Apa maumu?"Sosok itu hanya menghela napas, lalu berjalan mendekat dengan langkah perlahan. Setiap langkahnya bergema di ruangan yang sepi.Di saat bersamaan, di tempat lain, Reno berlari menerobos lorong sempit, mencoba mencari Laura. Ada firasat buruk yang mengusiknya sejak tadi. Jantungnya berdebar kencang, dan tanpa sadar, tangannya mengepal erat.Sementara itu, di dalam ruangan, Laura berusaha tetap tenang meskipun pikirannya berkecamuk. Sosok itu kini berdiri di hadapannya, menyodorkan

  • Cinta Tuan Muda   Bayang-Bayang Masa Lalu

    Malam itu, suasana di sekitar mereka begitu mencekam. Angin bertiup kencang, membawa aroma hujan yang menggantung di udara. Langkah kaki yang terburu-buru menggema di gang sempit, memantulkan bayang-bayang mereka yang bergerak dengan waspada."Kita tidak bisa terus seperti ini. Cepat atau lambat, mereka akan menemukan kita," bisik Adrian dengan napas terengah-engah.Laura menggigit bibirnya, matanya memantau sekitar. "Aku tahu. Tapi kita harus memastikan dulu siapa yang benar-benar ada di belakang semua ini. Aku tidak bisa lari tanpa jawaban."Tiba-tiba, ponsel Laura bergetar. Sebuah pesan anonim muncul di layar: *“Jangan percaya siapa pun. Bahkan dia yang kau pikir bisa melindungimu.”*Darah Laura berdesir. Siapa yang mengirim pesan ini? Dia menatap Adrian yang tengah memeriksa keadaan sekitar, kemudian menggenggam ponselnya erat.***Sementara itu, di tempat lain, seseorang sedang mengamati layar monitor dengan senyum penuh arti. Sosok pria bertubuh tegap dengan bekas luka di alisny

  • Cinta Tuan Muda   Identitas yang Tersembunyi

    Aku bisa merasakan darahku berdesir lebih cepat dari biasanya. Udara di ruangan ini terasa semakin menekan. Aku berdiri di antara Adrian dan pria misterius itu, sementara para pria bersenjata yang baru saja masuk membentuk barisan di belakangnya."Apa yang sebenarnya kau inginkan?" suaraku terdengar lebih tajam dari yang kukira.Pria itu tersenyum kecil, seolah menikmati situasi ini. "Aku hanya ingin memberimu jawaban, Laura. Jawaban yang selama ini kau cari."Aku mengepalkan tangan. "Kau bilang ayahku bukan orang yang selama ini kukira. Apa maksudmu?!"Dia menghela napas pelan, lalu berjalan mendekat dengan langkah santai. "Ayahmu adalah bagian dari organisasi rahasia, Laura. Organisasi yang selama ini kau anggap musuh."Aku mencengkeram lengan Adrian dengan kuat, mencoba menenangkan diri."Kau bohong."Dia menggeleng pelan. "Aku tahu ini sulit diterima. Tapi kau harus tahu… bukan hanya ayahmu yang terlibat."Aku menatapnya tajam. "Maksudmu apa?"Dia menatapku dalam-dalam, lalu berka

  • Cinta Tuan Muda   Kebenaran yang Menghantui

    Aku menatap pria di depanku dengan napas memburu. Cahaya bulan menyorot wajahnya, dan aku tak bisa mempercayai penglihatanku."Kau..." suaraku hampir bergetar. "Ini tidak mungkin. Kau seharusnya sudah mati."Dia hanya menyeringai, wajahnya masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya—hanya saja ada bekas luka panjang di pelipisnya, seakan membuktikan bahwa dia telah melalui sesuatu yang buruk."Kau benar-benar mengira aku mati?" suaranya terdengar penuh ejekan. "Kau naif sekali."Jantungku berdetak semakin cepat. Sierra, Adrian, dan Reynand masih bertarung di dalam rumah. Aku harus berpikir cepat."Apa maumu?" aku berusaha tetap tenang.Dia mendekat, berjongkok agar bisa menatapku lebih jelas. "Aku hanya ingin mengobrol. Kau tahu, tentang masa lalu kita. Dan... tentang bagaimana aku masih hidup."Aku merasakan dingin menjalar di tulang punggungku. Ini bukan sekadar pertemuan kebetulan. Dia ada di sini karena alasan tertentu.Sebelum aku bisa merespons, aku mendengar suara langkah k

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status