Beranda / Romansa / Cinta Tuan Muda / Rahasia yang Mulai Terungkap

Share

Rahasia yang Mulai Terungkap

Penulis: Galaxybimasakti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 00:10:28

Aku tidak tahu sejak kapan perasaanku mulai berubah.

Awalnya, aku hanya merasa gugup setiap kali berhadapan dengan Mahendra. Namun, kini aku mulai merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar hubungan atasan dan bawahan. Setiap kali aku menatap matanya yang tajam, ada perasaan aneh yang menyusup ke dalam hatiku—perasaan yang bahkan tidak bisa aku jelaskan.

Namun, aku tahu satu hal: Mahendra bukan pria biasa.

Ada sesuatu yang disembunyikannya.

Sesuatu yang berkaitan denganku.

---

Hari ini, aku kembali ke kantor lebih awal dari biasanya. Aku ingin menyelesaikan beberapa dokumen sebelum Mahendra datang. Namun, baru saja aku duduk di mejaku, aku mendengar suara percakapan dari dalam ruang CEO.

“Apa kau yakin ini keputusan yang tepat?” Suara pria lain yang tidak kukenal terdengar dari balik pintu.

“Aku sudah memutuskannya,” jawab Mahendra dengan nada dingin.

“Tapi kau tahu siapa dia, kan?”

Aku terdiam.

Siapa yang mereka bicarakan?

Aku tidak berniat menguping, tetapi langkah kakiku terasa berat untuk pergi. Rasa penasaranku terlalu besar.

“Dia tidak boleh tahu,” kata Mahendra lagi.

Aku mencengkram dadaku. Apa yang tidak boleh aku ketahui?

Aku tidak sempat mendengar lebih lanjut karena pintu tiba-tiba terbuka. Seorang pria tinggi dengan setelan mahal keluar dari ruangan, dan matanya langsung bertemu dengan mataku.

Aku tidak mengenalnya, tetapi tatapan pria itu terlihat penuh keterkejutan.

Mahendra menyusul di belakangnya dan langsung menegang saat melihatku berdiri di sana.

“Alya?”

Aku menggigit bibirku. “M-maaf, Tuan. Saya tidak sengaja…”

Mahendra menatapku beberapa detik sebelum akhirnya berbicara. “Masuk.”

Aku mengikutinya dengan ragu-ragu ke dalam ruangan. Pria yang tadi masih berdiri di dekat pintu, memperhatikan kami dengan ekspresi serius.

“Alya, ini Dion, sahabatku sekaligus pengacaraku,” kata Mahendra akhirnya.

Aku menatap pria bernama Dion itu dan mengangguk sopan. “Senang bertemu dengan Anda.”

Dion tidak menjawab. Ia hanya mengamati wajahku seolah sedang menganalisis sesuatu.

“Ada yang ingin kau tanyakan, Alya?” Mahendra bertanya, matanya masih menatapku tajam.

Aku hampir membuka mulut untuk bertanya tentang percakapan yang tadi kudengar, tetapi aku mengurungkan niatku.

“Tidak, Tuan,” jawabku akhirnya.

Mahendra masih menatapku seolah sedang mencari sesuatu dalam ekspresiku. Aku merasa jantungku berdebar lebih cepat, tetapi aku menahan diri untuk tetap terlihat tenang.

“Baiklah, kalau begitu, kau boleh kembali bekerja.”

Aku mengangguk, lalu berbalik menuju pintu. Namun, sebelum aku keluar, aku sempat mendengar suara pelan Dion.

“Dia sangat mirip, Mahen.”

Aku tidak tahu apa maksudnya, tetapi aku tahu satu hal:

Rahasia besar sedang disembunyikan dariku.

Dan aku bertekad untuk mencari tahu kebenarannya.

Aku tidak bisa berhenti memikirkan percakapan di ruang kerja Mahendra tadi pagi.

"Dia sangat mirip, Mahen."

Kata-kata Dion terus terngiang-ngiang di kepalaku. Siapa yang mereka maksud? Apakah aku mirip dengan seseorang yang mereka kenal?

Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya. Aku berusaha tetap fokus bekerja, tetapi pikiranku selalu kembali pada percakapan itu. Aku ingin bertanya langsung pada Mahendra, tetapi entah mengapa, aku merasa takut dengan jawabannya.

Saat jam makan siang tiba, aku memilih untuk pergi ke pantry sendirian. Aku butuh waktu untuk berpikir tanpa gangguan. Namun, saat aku menuangkan kopi ke dalam cangkir, suara langkah kaki membuatku tersentak.

“Alya.”

Aku hampir menumpahkan kopi saat mendengar suara berat itu. Aku menoleh dan melihat Mahendra berdiri di ambang pintu. Wajahnya tetap dingin, tetapi ada sesuatu di matanya yang berbeda hari ini.

“Y-ya, Tuan?” tanyaku hati-hati.

Dia berjalan mendekat, dan aku bisa mencium aroma maskulin yang selalu melekat pada dirinya. “Aku ingin bicara denganmu.”

Jantungku berdegup kencang. “Tentang apa, Tuan?”

Mahendra menghela napas, lalu bersandar di meja pantry. “Tentang sesuatu yang mungkin harus kau ketahui.”

Aku meneguk ludah. “Apa itu?”

Dia menatapku lama sebelum akhirnya berbicara, “Apakah kau pernah merasa… ada bagian dari hidupmu yang hilang?”

Pertanyaan itu membuatku membeku.

Bagian hidup yang hilang?

Aku mengerutkan kening, mencoba memahami maksudnya. “Saya tidak mengerti, Tuan.”

Mahendra menatapku lebih dalam, seolah ingin menelanjangi pikiranku. “Apa kau tahu siapa orang tuamu?”

Aku semakin bingung. “Tentu saja. Ayah dan ibu saya tinggal di desa.”

Dia terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa kau yakin?”

Pertanyaan itu membuatku terdiam. Tentu saja aku yakin… bukan?

Namun, sesuatu di dalam diriku mulai ragu. Aku memang tidak mirip dengan Ayah dan Ibu. Sejak kecil, banyak orang berkata bahwa wajahku berbeda dari mereka. Tapi aku tidak pernah mempertanyakan itu. Aku selalu percaya bahwa aku adalah anak mereka.

“Apa maksud Anda, Tuan?” tanyaku akhirnya.

Mahendra tidak langsung menjawab. Dia hanya menatapku lama sebelum akhirnya berkata, “Lupakan. Aku hanya bertanya.”

Kemudian, tanpa berkata apa-apa lagi, dia berbalik dan pergi.

Aku berdiri di sana, masih mencoba mencerna percakapan barusan. Perasaan gelisah mulai merayapi hatiku. Ada sesuatu yang tidak beres.

Dan aku bertekad untuk mencari tahu apa itu.

Bab terkait

  • Cinta Tuan Muda   Kebenaran yang Mulai Terkuak

    Sejak percakapan di pantry, aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam diriku.Aku mulai mempertanyakan banyak hal yang selama ini kuanggap biasa. Kenapa aku tidak mirip dengan Ayah dan Ibu? Kenapa Mahendra menanyakan hal aneh seperti itu?Aku tidak bisa diam saja.Aku harus mencari tahu.---Malam itu, setelah pulang kerja, aku menelepon Ibu. Suaranya terdengar ceria seperti biasa, tetapi entah kenapa, ada kegelisahan yang mengendap dalam hatiku.“Ibu, boleh aku tanya sesuatu?” tanyaku hati-hati.“Tentu saja, Nak. Ada apa?”Aku menggigit bibirku sebelum akhirnya bertanya, “Ibu… aku ini anak kandung Ibu dan Ayah, kan?”Sejenak, keheningan menyelimuti percakapan kami.“Nak, kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?” Suara Ibu terdengar ragu.Jantungku berdegup kencang. “Aku hanya ingin tahu, Bu. Tolong jujur.”Ibu terdiam. Aku bisa mendengar napasnya yang sedikit tidak teratur dari seberang telepon.“Alya… kami selalu menyayangimu.”Aku langsung tahu jawabannya dari nada suara Ibu.Aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Cinta Tuan Muda   Bahaya yang Mengintai

    Aku merasa seakan terjebak dalam mimpi buruk. Semua yang kuketahui tentang diriku sendiri selama ini ternyata hanyalah kepingan kecil dari kebenaran yang lebih besar—dan lebih berbahaya. Aku bukan hanya Alya, gadis desa yang hidup sederhana. Aku adalah Alya Pratama, putri seorang pengusaha besar yang menghilang secara misterius. Dan sekarang, Mahendra mengatakan bahwa ada orang yang tidak ingin aku ditemukan. Jantungku berdetak lebih cepat. “Siapa yang tidak ingin aku ditemukan?” tanyaku dengan suara nyaris berbisik. Mahendra menghela napas panjang. “Aku belum tahu pasti. Tapi setelah ayahmu menghilang, banyak pihak yang berkepentingan dengan kekayaannya. Orang-orang yang ingin mengambil alih bisnisnya, yang mungkin juga bertanggung jawab atas kejatuhannya.” Aku menelan ludah. “Jadi… kalau mereka tahu aku masih hidup, aku bisa dalam bahaya?” Mahendra menatapku tajam. “Kemungkinan besar, ya.” Aku mengusap wajahku dengan tangan gemetar. Ini terlalu banyak untuk diproses dalam sat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Cinta Tuan Muda   Bayangan di Kegelapan

    Aku tidak bisa tidur.Meskipun kamar ini sangat nyaman dan jauh lebih mewah dari tempat tinggalku sebelumnya, ada sesuatu yang mengganjal di dadaku.Perasaan gelisah yang tidak bisa kuabaikan.Aku memandang ke luar jendela. Malam begitu sunyi, tetapi entah mengapa, aku merasa seperti sedang diawasi.Aku menggelengkan kepala, mencoba menepis pikiran aneh itu. Mungkin aku hanya paranoid setelah semua yang terjadi.Aku membaringkan diri di ranjang dan mencoba memejamkan mata.Namun, tiba-tiba—Tap.Aku terlonjak.Itu suara sesuatu di luar.Aku menahan napas, menajamkan telinga. Tidak ada suara lain. Mungkin hanya ranting yang tertiup angin?Aku menarik napas dalam-dalam dan mencoba kembali tidur.Tapi kemudian, suara itu terdengar lagi.Tap… tap…Sekarang aku yakin, itu bukan suara angin atau ranting yang jatuh.Jantungku berdebar kencang. Aku bangkit perlahan dan berjalan ke arah jendela. Dengan hati-hati, aku mengintip keluar.Di bawah sana, samar-samar, aku melihat sosok seseorang ber

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Cinta Tuan Muda   Diculik!

    Aku menatap surat di tanganku dengan perasaan bercampur aduk. Tulisan itu begitu jelas—seolah-olah seseorang ingin memperingatkanku agar tidak mempercayai Mahendra.Tapi kenapa?Aku menoleh ke arahnya, mencari jawaban di matanya yang tajam dan dingin. Mahendra tidak menunjukkan tanda-tanda panik atau gelisah. Ia hanya menatapku dengan tatapan penuh arti, seakan sedang menunggu reaksiku.“Apa kau tahu siapa yang mengirimkan ini?” tanyaku, suaraku bergetar.Mahendra mengambil surat itu dari tanganku, membaca isi pesannya dengan ekspresi tanpa emosi. “Belum,” jawabnya singkat. “Tapi aku akan mencari tahu.”Aku menggigit bibir. Aku ingin mempercayainya, tapi kata-kata dalam surat itu terus bergema di kepalaku.Jangan percaya siapa pun. Bahkan pria yang melindungimu.“Aku hanya ingin tahu,” kataku pelan. “Apa yang sebenarnya terjadi, Mahendra? Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?”Mahendra menatapku cukup lama sebelum menghela napas dan bangkit dari kursinya. Ia berjalan mendekati jendel

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Cinta Tuan Muda   Antara Nyawa dan Perasaan

    Suasana dalam gudang menjadi semakin tegang. Mahendra berdiri tegap, sorot matanya tajam menatap pria yang menculikku. Aku bisa melihat amarah yang membara dalam dirinya."Apa maumu?" tanya Mahendra dengan suara dingin.Pria itu—sebut saja dia Leonard—tersenyum tipis, seolah menikmati situasi ini. "Kau tahu apa yang kumau, Mahendra. Aku ingin sesuatu yang kau miliki… atau lebih tepatnya, sesuatu yang pernah menjadi milikku."Aku mengerutkan kening. Apa maksudnya?Mahendra mengepalkan tangan. "Ini bukan tentang Alya, kan? Dia tidak ada hubungannya dengan kita!""Tapi dia gadis istimewa bagimu, bukan?" Leonard menyeringai. "Aku hanya ingin melihat seberapa jauh kau bisa melindunginya."Aku merasakan tubuhku menegang. Apa aku hanya alat untuk menguji Mahendra?Tiba-tiba, tanpa peringatan, Mahendra bergerak cepat. Dalam sekejap, ia menerjang ke arah Leonard, mencoba merebut pistol yang terselip di pinggang pria itu. Mereka bergulat sengit, suara hantaman tinju dan geraman memenuhi udara.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Cinta Tuan Muda   Dingin dan Hangat di Antara Kita

    Malam semakin larut, tetapi pikiranku masih berputar tentang semua kejadian yang baru saja kami lalui. Aku duduk di sofa ruang tamu, menatap secangkir teh hangat yang baru saja dibuatkan oleh salah satu petugas keamanan di safe house ini. Mahendra berdiri di dekat jendela, menatap ke luar dengan ekspresi serius. Hujan mulai turun, menciptakan suara rintik-rintik yang menenangkan, kontras dengan ketegangan di dalam ruangan. “Kau belum tidur?” tanyanya tanpa menoleh. Aku menghela napas. “Sulit tidur setelah semua yang terjadi. Aku masih merasa seperti di dalam mimpi buruk.” Mahendra akhirnya berbalik, lalu berjalan mendekat dan duduk di sofa di hadapanku. Matanya menatapku dalam, seolah ingin memastikan aku benar-benar baik-baik saja. “Maafkan aku, Alya. Aku gagal melindungimu dari awal,” katanya lirih. Aku menggeleng. “Tidak. Kau datang tepat waktu. Jika kau tidak datang… aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku.” Mahendra terdiam sejenak, lalu dengan ragu, dia mengulurkan ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Cinta Tuan Muda   Api Lama yang Kembali Menyala

    Aku masih berdiri di tempatku, mencoba mencerna kata-kata Mahendra.Mantan tunangannya?Aku menatapnya, mencoba mencari penjelasan lebih lanjut, tapi wajahnya tetap dingin, seolah topik ini bukan sesuatu yang ingin dia bahas.“Tunggu dulu…” Aku mengerutkan kening. “Mantan tunangan? Kalian hampir menikah?”Mahendra menatapku sekilas, lalu berjalan ke arah minibar di ruang tamu dan menuangkan segelas air putih. Dia meneguknya perlahan sebelum menjawab, “Ya. Tapi itu masa lalu.”Aku menunggu dia melanjutkan, tapi tidak ada kata-kata tambahan darinya.“Apa yang terjadi?” tanyaku akhirnya.Mahendra menatapku sejenak, lalu menghela napas. “Hubungan kami diatur oleh keluarga. Bukan karena cinta, hanya demi bisnis.”Aku sedikit terkejut. “Jadi… kau tidak mencintainya?”Dia terdiam beberapa detik sebelum menggeleng pelan. “Tidak.”Jawaban itu seharusnya membuatku lega. Tapi entah kenapa, ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuatku merasa… tidak yakin.---Malamnya, aku duduk di balkon kamar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Cinta Tuan Muda   Keputusan yang Sulit

    Ruangan terasa sunyi. Aku masih bisa merasakan genggaman tangan Mahendra di pergelanganku, tapi pikiranku melayang ke banyak arah. Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi ini.Raisa menatap kami berdua dengan mata penuh emosi. Rahangnya mengeras, dan aku bisa melihat kilatan amarah bercampur kesedihan di wajahnya.“Aku mengerti sekarang,” katanya lirih, tapi suaranya penuh luka. “Kau benar-benar telah menggantikanku, Mahen.”Mahendra melepaskan genggamannya perlahan, lalu menghela napas berat. “Raisa, ini bukan tentang menggantikan siapa pun. Kita sudah berakhir.”“Tapi aku masih mencintaimu!” Raisa berseru, suaranya pecah. “Aku menyesal telah meninggalkanmu dulu. Aku bodoh karena membiarkan kita berpisah.”Aku merasa semakin tidak nyaman. Aku tidak ingin berada di antara mereka. Ini adalah urusan mereka, dan aku hanyalah orang luar yang tiba-tiba terjebak di tengahnya.“Aku akan pulang,” kataku cepat, melangkah ke pintu.Tapi sebelum aku bisa keluar, Mahendra sekali lagi me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16

Bab terbaru

  • Cinta Tuan Muda   Ancaman yang Tak Terduga

    Malam itu, aku merasa gelisah. Perkataan Mahendra terus terngiang-ngiang di kepalaku."Aku tidak ingin kehilanganmu."Apa maksudnya? Apakah dia benar-benar mulai memiliki perasaan padaku?Aku menggelengkan kepala. Tidak, aku tidak boleh berharap terlalu tinggi. Dia seorang CEO, pria sempurna yang bisa memiliki wanita mana pun yang dia inginkan. Aku hanya gadis biasa dari desa…Ponselku bergetar, mengganggu lamunanku.Nomor tak dikenal.Aku ragu sejenak sebelum mengangkatnya.“Halo?”Tidak ada suara di seberang. Hanya desahan napas pelan yang terdengar menyeramkan.“Halo? Siapa ini?” ulangku, sedikit waspada.Tiba-tiba, suara dingin itu terdengar.“Kau milikku, Sayang. Jangan pernah lupa itu.”Jantungku berdegup kencang. Aku langsung tahu siapa pemilik suara itu.Dimas.Tanganku gemetar saat aku buru-buru mematikan panggilan itu.Tidak… Dia benar-benar belum menyerah.Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Aku tidak boleh panik. Aku tidak boleh takut.Ponselku kembal

  • Cinta Tuan Muda   Cemburu yang Tak Terduga

    Keesokan harinya, aku kembali bekerja seperti biasa. Aku mencoba mengalihkan pikiranku dari kejadian semalam, tapi itu hampir mustahil. Setiap kali aku mengingat cara Mahendra menatapku, suaranya yang dalam, dan—oh Tuhan—cara dia memanggilku ‘Sayang,’ aku merasa seakan tubuhku meleleh.“Apa kau sedang jatuh cinta?”Aku hampir menjatuhkan tumpukan dokumen yang sedang kubawa ketika Rina, rekan kerjaku, tiba-tiba menatapku dengan tatapan menggoda.“Apa?” Aku mencoba bersikap biasa.Rina menyeringai. “Kau terlihat… berbeda hari ini. Lebih cerah, lebih berseri-seri.”Aku terkesiap. “Tidak! Aku hanya…”“Jangan menyangkal,” Rina memotong cepat. “Aku yakin ini ada hubungannya dengan Tuan Mahendra.”Aku menegang. “Dari mana kau tahu?”“Aku tidak buta, Sayang.” Rina terkikik. “Dia selalu memperlakukanmu berbeda dibanding karyawan lain. Bahkan kemarin aku melihat dia mengantarmu pulang. Itu bukan hal yang biasa dilakukan seorang CEO pada pegawainya.”Aku terdiam, menggigit bibir.“Jadi? Apa dia

  • Cinta Tuan Muda   Skandal yang Berbalik

    Mahendra berjalan dengan penuh percaya diri ke dalam ruang rapat perusahaan. Aku mengikutinya dengan perasaan campur aduk. Hari ini adalah hari di mana segalanya akan berubah.Di depan kami, Dimas sudah duduk dengan senyum penuh kemenangan. Di sampingnya, sahabat pengkhianatku tampak angkuh, seolah mereka sudah memastikan kejatuhanku.Mahendra duduk dengan tenang, lalu mengetuk mejanya sekali. “Dimas, kita perlu bicara.”Dimas menyeringai. “Tentang apa? Tentang bagaimana gadis desa itu akhirnya akan meninggalkanmu?”Aku mengepalkan tangan di bawah meja.Mahendra hanya tersenyum tipis. “Bukan. Tentang bagaimana ini akan menjadi akhir dari permainan kotormu.”Dimas tertawa. “Dan siapa yang bisa menghentikanku? Kau?”Mahendra tidak menjawab. Dia hanya mengangkat tangannya sedikit, memberi isyarat pada Damar yang berdiri di sudut ruangan.Damar menekan tombol di ponselnya, dan layar besar di belakang kami menyala.Video rekaman percakapan Dimas dan sahabat pengkhianatku mulai diputar.Aku

  • Cinta Tuan Muda   Badai Skandal

    Pikiranku masih kacau. Video itu… bagaimana bisa tersebar? Aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini bisa terjadi.Mahendra menggenggam tanganku erat, mencoba menenangkanku. “Kita akan menemukan pelakunya.”Tapi aku tahu, ini bukan sekadar soal mencari siapa yang melakukannya. Ini tentang bagaimana aku menghadapi dampaknya.Telepon Mahendra berdering. Ia menjawabnya dengan ekspresi dingin.“Aku tahu ini ulahmu, Dimas,” katanya tanpa basa-basi.Suara tawa terdengar dari seberang. “Kau menganggapku terlalu rendah, Mahendra. Aku hanya memberikan dunia sedikit hiburan. Lagi pula, wanita kecilmu itu sudah jadi perhatian publik sekarang.”Aku menegang.Mahendra mengepalkan tinjunya. “Jangan sentuh dia.”Dimas tertawa lagi. “Aku bahkan belum mulai menyentuhnya.”Telepon terputus.Mahendra menoleh ke arah Damar. “Segera cari tahu siapa yang meretas CCTV penthouse.”Damar mengangguk cepat, lalu pergi dengan wajah serius.Mahendra menoleh padaku, matanya penuh kekhawatiran. “Aku tidak akan

  • Cinta Tuan Muda   Serangan di Pagi Hari

    Pagi itu, aku bangun dengan perasaan gelisah. Mahendra sudah pergi lebih awal untuk mengurus sesuatu, meninggalkanku di penthouse dengan penjagaan ketat. Aku mencoba menenangkan diri, tapi pikiranku terus memutar ulang ancaman yang kuterima kemarin.Saat aku berjalan ke dapur untuk membuat teh, ponselku tiba-tiba bergetar.Nomor tak dikenal.Aku ragu sejenak sebelum mengangkatnya.“Selamat pagi, cantik,” suara seorang pria terdengar di seberang sana. Suaranya santai, tapi ada nada mengancam di dalamnya.Aku menelan ludah. “Siapa ini?”Pria itu tertawa pelan. “Kau tak perlu tahu namaku. Tapi kau harus tahu satu hal: permainan ini baru dimulai.”Jantungku berdebar. “Apa yang kau inginkan?”“Aku hanya ingin kau tahu… bahwa aku bisa melihatmu sekarang.”Mata kulihat ke sekeliling ruangan dengan panik. “Bohong.”“Apa kau yakin?” Pria itu terkekeh. “Kau memakai piyama satin warna biru, bukan?”Darahku langsung membeku. Bagaimana dia tahu?Aku berlari ke jendela, mencoba mencari sesuatu yang

  • Cinta Tuan Muda   Permainan Dimulai

    Mahendra berdiri di depan jendela ruangannya, menatap gedung-gedung pencakar langit yang membentang di hadapannya. Rahangnya mengeras, pikirannya dipenuhi oleh berbagai kemungkinan. Siapa yang berani menantangnya seperti ini?Aku duduk di sofa, masih memegang ponsel dengan email mengancam yang baru saja kami terima. Jantungku berdegup lebih kencang. Ini bukan lagi ancaman biasa—seseorang benar-benar mencoba menghancurkan Mahendra.Damar masuk ke dalam ruangan dengan ekspresi serius. “Kami sudah melacak IP peretasnya, tapi mereka sangat profesional. Mereka menggunakan server yang berpindah-pindah lokasi.”Mahendra mendecakkan lidah. “Brengsek. Mereka bukan amatiran.”Aku menggigit bibir, merasa semakin tidak nyaman. “Lalu apa yang harus kita lakukan?”Mahendra menoleh padaku, matanya penuh keyakinan. “Aku tidak akan membiarkan mereka menang.”Kami berangkat ke sebuah tempat rahasia—sebuah ruangan khusus yang hanya diketahui oleh orang-orang terdekat Mahendra. Ruangan ini penuh dengan l

  • Cinta Tuan Muda   Ancaman yang Nyata

    Malam yang seharusnya menjadi momen romantis kini berubah menjadi sesuatu yang menegangkan. Mahendra meremas amplop hitam di tangannya, ekspresi wajahnya begitu gelap dan tajam. Damar berdiri di dekatnya, waspada, seolah siap menghadapi bahaya kapan saja.Aku sendiri masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Ancaman ini… ditujukan kepada siapa? Kepada Mahendra, atau kepadaku?“Ayo kita pergi dari sini,” kata Damar tegas.Mahendra menoleh ke arahku, matanya penuh kekhawatiran. “Kau baik-baik saja?”Aku menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungku yang masih berpacu cepat. “Aku… aku baik-baik saja.”Mahendra menggenggam tanganku erat dan membawaku masuk ke dalam mobil. Damar duduk di kursi depan bersama sopir, sementara aku dan Mahendra di belakang.Saat mobil mulai melaju, aku menoleh ke luar jendela, merasa waspada dengan setiap kendaraan yang melintas. Siapa pun yang mengirimkan ancaman ini pasti tidak main-main.“Kau kenal seseorang yang mungkin ingin menyakitimu?” t

  • Cinta Tuan Muda   Perlindungan dan Kejutan Manis

    Aku masih terduduk di sofa ruang kerja Mahendra, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Raisa benar-benar kehilangan kendali tadi. Tapi yang lebih menggangguku adalah ucapannya. "Gadis itu tidak akan pernah bisa menggantikan aku." Kenapa dia begitu yakin bahwa Mahendra masih punya perasaan untuknya? Apakah aku hanya pengganti sementara? Aku menatap Mahendra yang kini berdiri di depan jendela, menatap kota dengan ekspresi serius. Aku ingin bertanya, ingin mendapatkan kepastian, tapi sebelum aku sempat bicara, dia lebih dulu berbalik. "Mulai hari ini, kau akan mendapatkan perlindungan ekstra," katanya. Aku mengernyit. "Maksudmu?" "Aku sudah menyewa pengawal pribadi untukmu," katanya tanpa ragu. Aku terkejut. "Mahendra, aku tidak butuh pengawal!" Dia mendekat, menatapku tajam. "Aku tidak akan mengambil risiko. Setelah berita ini menyebar, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang yang membencimu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu." Aku menggig

  • Cinta Tuan Muda   Pesan Misterius dan Rasa Ragu

    Aku menggenggam ponselku erat. Meskipun aku sudah mematikan layar, kata-kata dalam pesan itu seolah masih berkelebat di pikiranku."Kau pikir dia benar-benar mencintaimu? Kau hanya mainannya untuk saat ini."Siapa yang mengirim pesan itu? Raisa? Atau seseorang yang bahkan lebih berbahaya?Aku mencoba mengabaikannya, tapi rasa gelisah menyelimutiku sepanjang malam. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokan paginya, aku memutuskan untuk tidak menceritakan hal ini kepada Mahendra. Aku tidak ingin membuatnya khawatir atau malah memunculkan pertengkaran antara dia dan Raisa jika memang dia pelakunya.Namun, rasa penasaran itu terus mengusik pikiranku.Siapa pun yang mengirim pesan ini… dia pasti tahu tentang hubunganku dengan Mahendra.---Saat aku tiba di kantor pagi itu, suasana terasa sedikit berbeda. Beberapa karyawan menatapku dengan cara yang aneh—seolah-olah mereka tahu sesuatu yang tidak aku ketahui.Aku berjalan menuju meja kerjaku, tapi sebelum aku sempat duduk, Rina—r

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status