"Duh," gerutu Yura, saat seseorang menyenggol tangannya, dan membuat ponsel Aditya terjatuh. Yura pergi, saat banyak anak muda yang bertengkar.
"Kamu dimana sih, Dit?" tanya Mayang, saat menutup sambungan telepon. Suara bising yang terdengar dari tempat Aditya berada, membuat Mayang menjadi khawatir.
Aditya mencari Yura di tempat duduknya. Namun, Yura telah pergi bersama ponselnya.
"Kak." Yura mencolek lengan Aditya dari belakang.
"Tadi, ada yang berantem kak, Yura takut, pulang aja yuk!" Yura mengajak Aditya untuk lekas kembali ke apartemen. Yura juga menggandeng lengan pamannya.
"Yaudah, ayo! Tapi Ra, kamu liat Hp kakak gak?" tanya Aditya.
"Oh, ini kak," Yura memberikan ponsel pada pemiliknya. Aditya mengecek ponsel, dan ternyata ada panggilan masuk dari Mayang.
"Ra, kok gak bilang sih? Ada panggilan masuk dari Tantemu?" tanya Aditya ketika mereka telah berada di dalam mobil.
"Aku, udah mau bilang kok, cuman, udah keduluan aja, sama kakak," alibi Yura, padahal, Yura memang tidak ada niat untuk memberitahukannya pada Aditya.
"Pake sabuk pengamannya, Yura sayang," bujuk Aditya.
"Pakein," pinta Yura dengan suara yang imut layaknya anak kecil.
"Anak manja gini? Ngakunya udah gede? Dan mau tinggal sendirian?" ledek Aditya terkekeh, sambil memakaikan sabuk pengaman pada keponakannya itu.
"Muuah," Yura mencium bibir Aditya saat Aditya selesai memakaikan sabuk pengaman untuknya.
"Aku kan manjanya cuman sama kakak aja," rayu Yura.
Dddddrrrrrrrrt drrrrrrrrrt
Ponsel Aditya berdering lagi.
"Iya, sayang?" jawab Aditya, membuat Yura memajukan bibirnya.
"Kamu lagi dimana sih, Dit?" tanya Mayang.
"Maaf ya, tadi aku abis ketemu temen lama, aku liat kamu lagi tidur, aku gak berani ganggu," ucap Aditya membohongi Mayang lagi.
"Yaudah, aku tunggu kamu, jangan lama ya, cepetan pulang!" oceh Mayang pada Aditya.
"Dari Tante Mayang?"
"Ya, siapa lagi. Tantemu apa gak curiga kalo kita pulang bareng?" tanya Aditya.
"Curiga lebih bagus." Yura memutar lagu dalam mobil.
"Jangan gitu dong!" Aditya tidak bisa menceraikan Mayang, tapi juga, tidak mau kehilangan Yura.
"Sayang!" sambut Mayang pada Aditya. Dia sedikit terkejut, saat Yura ada dibelakang suaminya.
"Kalian pergi bareng?" curiga Mayang. Namun, langsung ditepis oleh Aditya.
"Mana mungkin, kita bareng, tadi kebetulan kita ketemu diloby," sanggah Aditya.
"Yura kalo kamu abis dari mana? Kok pergi gak bilang-bilang?" Mayang mengikuti langkah Yura.
"Aku habis menemui kekasihku, kenapa juga aku harus meminta izin," Yura langsung mengunci pintu kamarnya.
"Siapa kekasihmu itu? Dia harusnya datang, menemui Tante, dan izin akan mengajak kamu pergi." Mayang seolah-olah sedang berbicara dengan pintu kamar.
"Aku jadi makin penasaran, Dit." Mayang merebahkan tubuhnya ke ranjang.
"Tentang kekasih Yura?"
"Ya, iyalah tentang kekasih Yura, bener-bener gak sopan tau gak? Aku sebagai Tantenya Yura, gak dihargain sama mereka. Dasar! Kekasih macam apa itu?" gerutu Mayang.
"Mungkin, maksud mereka gak begitu. Nanti juga, kalau udah saatnya Yura pasti akan bilang sama kamu," lontar Aditya.
"Jadi maksud kamu aku harus sabar?" Aditya hanya mengangguk dan membuka lingeri merah yang melekat ditubuh Mayang.
"Bagaikan bunga yang akan tumbuh mekar, itu proses pendewasaan, Anakku juga begitu dulu, dia sering marah-marah gak jelas." jawab Rina sahabat Mayang.
"Masa pendewasaan? Tapi, diusianya yang ke 19 tahun, bukannya, dia udah terbilang dewasa?" Mayang merasa aneh, jika sikap Yura terhadapnya adalah masa pendewasaan di saat usianya sudah cukup dewasa.
"Dewasa yang aku maksud di sini itu, bukan tentang usia May, tapi tentang sikap. Nanti, juga dia akan biasa-biasa saja pada kamu."
"Sikap yang dewasa? Baiklah, sepertinya memang aku yang harusnya bersabar," Mayang meminum teh hangat yang telah disajikan.
"Kamu beneran mau kita berpisah karena hal itu? Bukannya kalau sayang harusnya percaya yah?" Yuga membersihkan kotoran dimulit Mei. Namun, Mei menepis lengan Yuga.
"Apa yang harus aku percaya? Ketika bukti sudah ada di depan mata?"
"Terkadang, apa yang kita liat, itu bukan fakta yang sesungguhnya." Yuga mencoba untuk membuat mantan kekasihnya percaya padanya.
"Inti dari semuanya apa sih? Harus ya? Pake nyogok Putra segala?"
"Aku mau kita tetap jadi kekasih Mei. Aku gak mau kehilangan kamu. Aku gak tau apa yang akan buat kamu percaya? Aku harus tunjukin bukti apa? Biar kamu percaya Mei?" Yuga memang menyuruh Putra untuk mempertemukan mereka di sebuah caffe mewah.
"Aku gak butuh bukti apa-apa, hubungan kita udah berakhir." Mei berpijak, dan pergi dari pandangan Yuga. Mei juga menatap sinis pada Putra saat mereka berpapasan dijalan.
"Mei?Tunggu dulu." Putra mengejar Mei.
"Apa sih? Jangan pegang!" Mei menjauh dari sahabatnya itu.
"Jangan marah dong! Gue kan cuman mau bantu doang!" teriak Putra memberikan alasan.
"Selamat pagi, Buk Mayang," sapa para karyawan Mayang. Mayang adalah sang pemilik restoran dengan pemandangan menghadap langsung ke pantai. Dan di lantai paling atas adalah tempat khusus untuk pasangan. Cocok untuk dinner romantis.
Bunga mawar menjadi hiasan, pemandangan awan yang seakan dekat dengan restoran, membuat restoran milik Mayang itu menjadi yang paling terkenal.
"Buk, Direktur Giya, ingin bekerja sama dengan restoran kita," kata HRD restoran.
"Kerja sama dalam bentuk apa?"
"Direktur ingin, anak-anak yang bersekolah di kampusnya, untuk magang di restoran ini," tutur Buk Ama menjelaskan pada Mayang.
"Anak Magang? Apa kita butuh itu?"
"Sepertinya, kita memang membutuhkannya, Buk. mengingat Dika dan santi yang akan segera keluar."
"Tunggu dulu, Direktur Giya? Bukankah dia pemilik kampus Christal?" tanya Mayang. Mayang setika mengingat Yura yang bersekolah di sana.
"Betul sekali, Buk. Apakah ibu akan memberikan izin?"
"Tentu saja, beri tahu Direktur Giya secepatnya, aku juga ingin berbincang dengannya." Mayang bergegas ke ruangan pribadi miliknya.
"Secepat itu dia memberikan izin? Apa ini karena Yura?" ucap Direktur Giya saat mendengar kabar itu.
"Lebih tepatnya, karena beberapa karyawan akan keluar dari pekerjaan," jawab Buk Ama.
"Kira-kira, ada berapa mahasiswa dan mahasiswi yang akan magang di sini?" tanya Buk Ama.
"Belum dipastikan, tapi sepertinya ada lima," jawab Buk Giya.
"Teruntuk, mahasiswa dan mahasiswi semester akhir, semua jurusan akan magang, dan, akan dipilihkan tempatnya oleh Buk Giya," ucap Dosen pembimbing, mengumumkan informasi.
"Kenapa harus dipilihkan sih? Padahal, Gue udah punya tempat yang gue tuju," protes para Mahasiswi.
"Gue jadi penasaran gimana rasanya magang," ucap Dinda.
"Gak usah penasaran, ntar juga kita bakalan ngerasain, lagi, Ya kan, Ra," timpal Tika, menatap Yura. Namun, Yura sama seperti biasanya, dia tidak menjawab apa pun.
Pengumuman penempatan untuk mahasiswa dan mahasiswi magang, telah di tulis dan ditempel dimading, membuat para mahasiswi dan mahasiswi memenuhi mading.
Putra dan Yuga dari jurusan tataboga magang di restoran milik Mayang. Sedangkan Mei, jurusan kedokteran magang di rumah sakit, dimana, Aditya bekerja.
"Ra, ra liat deh," ucap Tika menarik lengan Yura ke depan mading, ketika tempat itu mulai kosong.
"Apaan sih?" tanya Dinda penasaran.
"Kak Putra bakalan magang di tempat Tante lu kan? Kayanya lu sama dia bakalan jodoh deh!" tebak Tika.
"Ngaco. Udah dibilangin jangan bahas orang itu lagi!" Yura mengingatkan teman-temannya itu, jawaban dari Yura. Membuat temannya sudah tidak heran lagi dengan sikap Yura yang begitu dingin pada pria mana pun.
"Apa Yura adalah keponakanmu?" tanya Tiara, teman arisan Mayang. Saat Mayang memeriksa foto-foto dahulu, saat Yura pertama kali menginjakkan kaki di apartemen Mayang."Kamu mengenalnya? Iya, dia keponakanku," ungkap Mayang. Tiara sedikit terkejut dengan fakta itu."Sepertinya, dia teman anakku." Tiara mengingat kembali kenangan busuk dulu, saat Tiara melihat Yura dan Aditya bergandengan tangan berdua. Ada rasa ingin mengadu, tapi, Tiara tidak tega pada Mayang."Mayang, maukah kamu menceritakan, bagaimana Yura bisa tinggal denganmu"? selidik Tiara."Kakakku menitipkan anaknya, padaku, kebetulan, saat itu, aku membutuhkan teman untuk tidur, karena Adit sering sekali berjaga malam. Sekarang, dia telah tumbuh menjadi dewasa. Dan memiliki kekasih, rasanya baru kemarin dia lahir, waktu memang tidak terasa," jelas Mayang."Kamu tahu siapa kekasihnya?" Pertanyaan Tiara, memang hal yang selama ini ingin Mayang tahu."Aku tidak
Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu dan bel pemilik apartement dengan nomor 779 berbunyi kencang, membuat Yura dan Aditya menghentikan aktivitas seksual mereka."Kak, itu pasti Tante Mayang." Yura memakai kembali kimono putih miliknya."Kak, pake baju dong! Jangan diem aja!" sambung Yura memakaikan kembali pakaian Aditya."Yura, kakak masih kangen, sayang." Aditya mencium lembut bibir Yura, sedetik itu pun, Yura langsung mendorong dada Aditya, kemudian. pergi ke kamarnya.Mayang tengah mencoba untuk membuka pintu apartement mereka dengan kunci cadangan yang dia punya. Namun, Aditya sudah ada tepat dihadapannya."Kamu lagi ngapain sih? Kok lama banget buka pintunya?" Mayang merasa kesal."Maaf ya sayang, tadi tuh, pasienku telepon, dan aku gak lagi di ruang tamu" jelas Aditya. Karena, memang jarak dari ruang tamu ke kamar milik mereka cukup jauh."Pasien atau cewek lain? Lagian aneh banget, masa pasien punya nomer kamu
"Mayang," panggil Aditya, ia kembali memasuki rumah, dengan dalih, ada yang tertinggal. Aditya menemukan Mayang dan Yura sedang saling menatap di dalam kamar keponakan istrinya."Kelarin dulu, apa yang mau kamu omongin." Mayang menatap serius pada Yura."Pacar aku itu, namanya A" Yura menatap pada Aditya, Aditya langsung menarik lengan Mayang."Adit, ada apa? Kok kamu balik lagi ke rumah?" Mayang bertanya dengan lemah lembut."Ada yang ketinggalan, kamu bisa tolong cariin gak?" pinta Aditya pada Mayang."Ya, apa itu?""Hp aku yang satunya lagi." Aditya berpura-pura mencarinya."Aku coba telepon, ya." Mayang menelepon nomor Aditya. Namun, Aditya lupa, ponselnya dalam keadaan berdering."Hehe." Aditya terkekeh sambil mengeluarkan ponsel yang berdering."Kebiasaan." Mayang pergi untuk menemui Yura lagi, dia begitu penasaran dengan sosok kekasih dari keponakannya itu. Aditya memegang pelan lengan Mayang den
"Putra," teriak Mei, sebelum Putra memberikan bunga mawar dengan warna merah itu, pada Yura."Aduh, ada apa sih?" kesalnya, seakan, Mei telah mengganggu rencananya untuk bisa memacari Yura.Mei yang sudah mengetahui bahwa Yura tidak menyukai sahabatnya itu, langsung menarik lengan Putra. Dan berkata"Ini buat gue kan, Put, makasih ya.""Eh, bukan, Mei, siniin gak bunganya," Putra mencoba untuk mengambil kembali bunga yang Mei rebut darinya."Ada apa sih? Aneh banget kelakuan lo? Lo gak mungkin cemburu kan? Kan lo udah ada si Yuga." Putra berbalik dengan niat akan memberikan bunga mawar itu untuk Yura."Gak mungkin juga gue suka ama lo put, kita itu udah lama jadi sahabat, jangan mikir yang aneh-aneh. Yang aneh itu elo, Put, kalo belum tau itu cewek suka apa enggak itu jangan maen asal tembak," saran Mei, menarik kembali Putra untuk duduk di sampingnya."Di kampus ini, mana ada sih yang gak suka sama gue?