"Mayang," panggil Aditya, ia kembali memasuki rumah, dengan dalih, ada yang tertinggal. Aditya menemukan Mayang dan Yura sedang saling menatap di dalam kamar keponakan istrinya.
"Kelarin dulu, apa yang mau kamu omongin." Mayang menatap serius pada Yura.
"Pacar aku itu, namanya A" Yura menatap pada Aditya, Aditya langsung menarik lengan Mayang.
"Adit, ada apa? Kok kamu balik lagi ke rumah?" Mayang bertanya dengan lemah lembut.
"Ada yang ketinggalan, kamu bisa tolong cariin gak?" pinta Aditya pada Mayang.
"Ya, apa itu?"
"Hp aku yang satunya lagi." Aditya berpura-pura mencarinya.
"Aku coba telepon, ya." Mayang menelepon nomor Aditya. Namun, Aditya lupa, ponselnya dalam keadaan berdering.
"Hehe." Aditya terkekeh sambil mengeluarkan ponsel yang berdering.
"Kebiasaan." Mayang pergi untuk menemui Yura lagi, dia begitu penasaran dengan sosok kekasih dari keponakannya itu. Aditya memegang pelan lengan Mayang dengan lembut dan memeluknya.
"Kamu gak ada masalah kan sama Yura." Aditya mencoba untuk mencari tahu.
"Gak ada kok dit, kamu harus kerja kan."
"Yaudah, kalo gitu aku berangkat ya." Aditya menoleh ke belakang, melihat situasi yang Yura dan Mayang lakukan. Aditya menggeleng pelan memberikan kode pada Yura untuk tidak membeberkan hubungan mereka yang sebenarnya pada Mayang. Saat mayang, sedang menerima sambungan telepon.
Brak! Yura hanya melirik sinis pada Aditya lalu, membanting pintu kamar. Mayang yang melihat itu, menutup sambungan teleponnya.
"Yura, Tante belum selesai ngomong loh," teriak Mayang.
"Jangan terlalu diambil hati ya sama sikap Yura, mungkin ada sesuatu yang belum mau Yura bilang. Aku yakin, Yura bisa berubah." Aditya mencoba untuk menghibur perasaan Mayang yang tampak kecewa.
"Kamu kok masih di sini."
"Iya, sayang, ini juga aku mau pergi kerja kok," ujar Aditya.
Mayang tengah menerka apa yang sebenarnya terjadi pada Yura, mengapa gadis yang kini tengah tumbuh menjadi dewasa itu, begitu sensitif pada dirinya.
"Salah apa ya aku? Apa aku terlalu menyinggung perasaannya?" batin Mayang. Mayang berjaga di depan kamar Yura. Dengan hati-hati, dia mendekatkan telinga untuk menguping. Mayang masih menduga, bahwa Yura telah menyembunyikan seorang pria di dalam kamarnya.
"Untungnya, dia tidak menemukan ini." Yura memeluk figura fotonya dengan Aditya, Foto itu, cukup mesra, jika harus dikatakan bahwa Yura dan Aditya adalah om dan keponakan.
"Dasar idoit," hina Yura saat melihat Mayang tengah tertidur di depan kamarnya. Yura pun, berangkat ke kampus.
Mayang sadar, setelah pembantu rumah tangga menekan bel Apartementnya. Dia memegang kepala lalu menyentuh seluruh tubuhnya. Dan melihat kamar Yura yang telah kosong.
"Bik, beres-beresnya cepetan ya, soalnya, saya mau pergi," titah Mayang. Peraturan dalam apartement memang begitu. Asisten rumah tangga tidak diperbolehkan untuk tinggal dalam 24 jam. Sang asisten akan bekerja pagi sampai pekerjaan usai. Dan akan datang lagi, sore hari. Hal itu, memudahkan Aditya dan Yura untuk melakukan cinta terlarang mereka.
"Baik, Buk Mayang," sahut Bik Tati.
Mayang memasang anting-anting, memilih baju juga sepatu.
"Ada apa dengan anak itu? Kelakuannya membuatku khawatir. Aku jadi semakin penasaran, siapa kekasihnya itu, siapa pria yang membuat sikapnya menjadi ketus padaku" lirih Mayang.
"Jangan terlalu mencolok di depan Mayang!" saran Aditya.
"Memangnya kenapa?" Yura melepaskan lengannya dari Aditya yang sedari tadi begitu erat menempel.
"Berarti kamu tidak begitu mengenalnya," tebak Aditya.
"Mayang adalah orang yang akan mencari tahu segala sesuatu yang terjadi di sekitarmu," jelas Aditya.
"Aku kira dia tidak cukup pintar untuk memahami hubungan kita, kakak tahu? Dia tidur sepanjang malam di depan kamarku dia mengira aku menyembunyikan pria lain di kamarku seperti orang idiot." Yura dengan bahagia menjelek-jelekan tantenya di hadapan suami dari tantenya itu.
"Dia pasti kedinginan." Mendengarkan cerita dari Yura, membuat Aditya merasa iba pada Mayang. Sehingga, Aditya tidak sengaja melontarkan kata-kata untuk Mayang.
"Apa sekarang waktunya untuk mencemaskan dia?" Yura menghentikan makannya dan lekas pergi.
"Yura!" Aditya mengejar Yura yang sedang cemburu.
"Pergilah padanya, jika kamu begitu khawatir." Yura menatap dengan tatapan kesal pada Aditya. Lalu, menepis lengan Aditya. Bunyi pesan dari Mayang, merelakan Yura pergi dari hadapannya.
"Adit sayang, tebak aku lagi dimana? Aku lagi di ruangannya dokter Aira loh!" isi pesan dari Mayang, membuat Aditya kembali menuju ke rumah sakit.
"Loh, ada apa sayang?" Dengan napas yang tersenggal, Aditya menemukan Mayang di ruangan dokter Aira, seorang dokter kandungan.
"Kenapa buru-buru dit? Kaya lagi ketahuan selingkuh aja," ledek dokter Aira.
"Iya dit, kamu kok buru-buru gitu?" tanya Mayang.
"Karena, aku gak mau buat kamu menunggu loh, sayang." Aditya mendekati Mayang, dan duduk di samping istrinya.
"Keromantisan kalian, membuat aku iri." ungkap dokter Aira.
"Jadi ada apa kamu manggil aku ke sini?" Aditya menatap lekat Mayang, membayangkan bahwa malam tadi, Mayang kedinginan sepanjang malam, hanya untuk menjaga Yura dari pria nakal, padahal, Aditya lah yang seharusnya Mayang curigai.
"Aku mau kita proses bayi tabung dit, kamu mau kan, setuju kan?" tutur Mayang.
"Apa kamu seputus asa itu?"
"Aku gak putus asa kok, dit, justru, sekarang ini aku mau berjuang, berjuang sama kamu, udah tiga belas tahun loh, usia pernikahan kita." Mayang sedikit menitikan air mata.
"Maafin aku ya." Aditya memeluk Mayang, Aditya teringat hubungannya dengan Yura. Mayang dengan begitu tulus mencintainya. Namun, begitu bejat, mengingat apa yang Aditya dan Yura lakukan di dalam Apartement yang seharusnya menjadi rumah paling nyaman bagi Mayang, rumah yang harusnya bisa memberikan kehangatan, ketika Mayang tidak bisa mendapatkannya di luar.
"Dit, itu bukan salah kamu kok, aku gak bisa salahin kamu juga, mungkin, tuhan ingin kita berusaha lagi."
"Peluang keberhasilan bayi tabung itu tergantung usia, karena Buk Mayang, berusia 30 tahun ke atas, tingkat keberhasilannya 28 sampai 30%, banyak juga risikonya. Mental dan fisik harus benar-benar siap," penjelasan dokter Aira.
"Kenapa manggilnya jadi Ibu sama Bapak gini sih?" tanya Aditya.
"Jadi gini, untuk saat ini, kalian itu adalah pasien yang sedang berkonsultasi dengan saya," jelas dokter Aira.
"Ra, kenapa sih cemberut terus," tanya salah satu dari teman Yura.
"Tau nih, padahal, banyak loh, cewe yang iri di kampus ini sama kamu."
"Iri?" Yura menatap kedua temannya itu.
"Iya, gara-gara itu loh, si Putra bilang sama anak-anak cewek kalo kamu itu wanita idamannya, kayanya bentar lagi mau ditembak nih," ujar Tika.
"Cowok Gila," Gumam Yura. Kedua temannya hanya bisa menggeleng, melihat sikap Yura yang begitu acuh terhadap pria tampan, yang menjadi incaran para mahasiswi. Banyak para mahasiswi yang menyukai Putra. Namun, Yura malah mengejek pria yang begitu digemari oleh kaum hawa itu.
"Oh, jadi ini, cewek idaman Putra, gimana rasanya? Seneng?" selidik beberapa senior perempuan.
"Aku rasanya ingin muntah," jawab Yura dengan sinis dan pergi meninggalkan para geng perempuan itu.
"Yur? Beneran gak suka sama Putra?" tanya Dinda.
"Yakin? Nanti nyesel loh," tanya Tika. Untuk saat ini, Yura tidak begitu mendengarkan apa yang kedua temannya itu katakan. Dia hanya sedang merasakan api cemburu, dan marah pada Mayang. Sementara itu, sosok Putra sedang mendekat ke arahnya, Putra terlihat membawa sekuntum bunga.
"Putra," teriak Mei, sebelum Putra memberikan bunga mawar dengan warna merah itu, pada Yura."Aduh, ada apa sih?" kesalnya, seakan, Mei telah mengganggu rencananya untuk bisa memacari Yura.Mei yang sudah mengetahui bahwa Yura tidak menyukai sahabatnya itu, langsung menarik lengan Putra. Dan berkata"Ini buat gue kan, Put, makasih ya.""Eh, bukan, Mei, siniin gak bunganya," Putra mencoba untuk mengambil kembali bunga yang Mei rebut darinya."Ada apa sih? Aneh banget kelakuan lo? Lo gak mungkin cemburu kan? Kan lo udah ada si Yuga." Putra berbalik dengan niat akan memberikan bunga mawar itu untuk Yura."Gak mungkin juga gue suka ama lo put, kita itu udah lama jadi sahabat, jangan mikir yang aneh-aneh. Yang aneh itu elo, Put, kalo belum tau itu cewek suka apa enggak itu jangan maen asal tembak," saran Mei, menarik kembali Putra untuk duduk di sampingnya."Di kampus ini, mana ada sih yang gak suka sama gue?
"Duh," gerutu Yura, saat seseorang menyenggol tangannya, dan membuat ponsel Aditya terjatuh. Yura pergi, saat banyak anak muda yang bertengkar."Kamu dimana sih, Dit?" tanya Mayang, saat menutup sambungan telepon. Suara bising yang terdengar dari tempat Aditya berada, membuat Mayang menjadi khawatir.Aditya mencari Yura di tempat duduknya. Namun, Yura telah pergi bersama ponselnya."Kak." Yura mencolek lengan Aditya dari belakang."Tadi, ada yang berantem kak, Yura takut, pulang aja yuk!" Yura mengajak Aditya untuk lekas kembali ke apartemen. Yura juga menggandeng lengan pamannya."Yaudah, ayo! Tapi Ra, kamu liat Hp kakak gak?" tanya Aditya."Oh, ini kak," Yura memberikan ponsel pada pemiliknya. Aditya mengecek ponsel, dan ternyata ada panggilan masuk dari Mayang."Ra, kok gak bilang sih? Ada panggilan masuk dari Tantemu?" tanya Aditya ketika mereka telah berada di dalam mobil."Aku, udah mau bilang kok,
"Apa Yura adalah keponakanmu?" tanya Tiara, teman arisan Mayang. Saat Mayang memeriksa foto-foto dahulu, saat Yura pertama kali menginjakkan kaki di apartemen Mayang."Kamu mengenalnya? Iya, dia keponakanku," ungkap Mayang. Tiara sedikit terkejut dengan fakta itu."Sepertinya, dia teman anakku." Tiara mengingat kembali kenangan busuk dulu, saat Tiara melihat Yura dan Aditya bergandengan tangan berdua. Ada rasa ingin mengadu, tapi, Tiara tidak tega pada Mayang."Mayang, maukah kamu menceritakan, bagaimana Yura bisa tinggal denganmu"? selidik Tiara."Kakakku menitipkan anaknya, padaku, kebetulan, saat itu, aku membutuhkan teman untuk tidur, karena Adit sering sekali berjaga malam. Sekarang, dia telah tumbuh menjadi dewasa. Dan memiliki kekasih, rasanya baru kemarin dia lahir, waktu memang tidak terasa," jelas Mayang."Kamu tahu siapa kekasihnya?" Pertanyaan Tiara, memang hal yang selama ini ingin Mayang tahu."Aku tidak
Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu dan bel pemilik apartement dengan nomor 779 berbunyi kencang, membuat Yura dan Aditya menghentikan aktivitas seksual mereka."Kak, itu pasti Tante Mayang." Yura memakai kembali kimono putih miliknya."Kak, pake baju dong! Jangan diem aja!" sambung Yura memakaikan kembali pakaian Aditya."Yura, kakak masih kangen, sayang." Aditya mencium lembut bibir Yura, sedetik itu pun, Yura langsung mendorong dada Aditya, kemudian. pergi ke kamarnya.Mayang tengah mencoba untuk membuka pintu apartement mereka dengan kunci cadangan yang dia punya. Namun, Aditya sudah ada tepat dihadapannya."Kamu lagi ngapain sih? Kok lama banget buka pintunya?" Mayang merasa kesal."Maaf ya sayang, tadi tuh, pasienku telepon, dan aku gak lagi di ruang tamu" jelas Aditya. Karena, memang jarak dari ruang tamu ke kamar milik mereka cukup jauh."Pasien atau cewek lain? Lagian aneh banget, masa pasien punya nomer kamu
"Apa Yura adalah keponakanmu?" tanya Tiara, teman arisan Mayang. Saat Mayang memeriksa foto-foto dahulu, saat Yura pertama kali menginjakkan kaki di apartemen Mayang."Kamu mengenalnya? Iya, dia keponakanku," ungkap Mayang. Tiara sedikit terkejut dengan fakta itu."Sepertinya, dia teman anakku." Tiara mengingat kembali kenangan busuk dulu, saat Tiara melihat Yura dan Aditya bergandengan tangan berdua. Ada rasa ingin mengadu, tapi, Tiara tidak tega pada Mayang."Mayang, maukah kamu menceritakan, bagaimana Yura bisa tinggal denganmu"? selidik Tiara."Kakakku menitipkan anaknya, padaku, kebetulan, saat itu, aku membutuhkan teman untuk tidur, karena Adit sering sekali berjaga malam. Sekarang, dia telah tumbuh menjadi dewasa. Dan memiliki kekasih, rasanya baru kemarin dia lahir, waktu memang tidak terasa," jelas Mayang."Kamu tahu siapa kekasihnya?" Pertanyaan Tiara, memang hal yang selama ini ingin Mayang tahu."Aku tidak
"Duh," gerutu Yura, saat seseorang menyenggol tangannya, dan membuat ponsel Aditya terjatuh. Yura pergi, saat banyak anak muda yang bertengkar."Kamu dimana sih, Dit?" tanya Mayang, saat menutup sambungan telepon. Suara bising yang terdengar dari tempat Aditya berada, membuat Mayang menjadi khawatir.Aditya mencari Yura di tempat duduknya. Namun, Yura telah pergi bersama ponselnya."Kak." Yura mencolek lengan Aditya dari belakang."Tadi, ada yang berantem kak, Yura takut, pulang aja yuk!" Yura mengajak Aditya untuk lekas kembali ke apartemen. Yura juga menggandeng lengan pamannya."Yaudah, ayo! Tapi Ra, kamu liat Hp kakak gak?" tanya Aditya."Oh, ini kak," Yura memberikan ponsel pada pemiliknya. Aditya mengecek ponsel, dan ternyata ada panggilan masuk dari Mayang."Ra, kok gak bilang sih? Ada panggilan masuk dari Tantemu?" tanya Aditya ketika mereka telah berada di dalam mobil."Aku, udah mau bilang kok,
"Putra," teriak Mei, sebelum Putra memberikan bunga mawar dengan warna merah itu, pada Yura."Aduh, ada apa sih?" kesalnya, seakan, Mei telah mengganggu rencananya untuk bisa memacari Yura.Mei yang sudah mengetahui bahwa Yura tidak menyukai sahabatnya itu, langsung menarik lengan Putra. Dan berkata"Ini buat gue kan, Put, makasih ya.""Eh, bukan, Mei, siniin gak bunganya," Putra mencoba untuk mengambil kembali bunga yang Mei rebut darinya."Ada apa sih? Aneh banget kelakuan lo? Lo gak mungkin cemburu kan? Kan lo udah ada si Yuga." Putra berbalik dengan niat akan memberikan bunga mawar itu untuk Yura."Gak mungkin juga gue suka ama lo put, kita itu udah lama jadi sahabat, jangan mikir yang aneh-aneh. Yang aneh itu elo, Put, kalo belum tau itu cewek suka apa enggak itu jangan maen asal tembak," saran Mei, menarik kembali Putra untuk duduk di sampingnya."Di kampus ini, mana ada sih yang gak suka sama gue?
"Mayang," panggil Aditya, ia kembali memasuki rumah, dengan dalih, ada yang tertinggal. Aditya menemukan Mayang dan Yura sedang saling menatap di dalam kamar keponakan istrinya."Kelarin dulu, apa yang mau kamu omongin." Mayang menatap serius pada Yura."Pacar aku itu, namanya A" Yura menatap pada Aditya, Aditya langsung menarik lengan Mayang."Adit, ada apa? Kok kamu balik lagi ke rumah?" Mayang bertanya dengan lemah lembut."Ada yang ketinggalan, kamu bisa tolong cariin gak?" pinta Aditya pada Mayang."Ya, apa itu?""Hp aku yang satunya lagi." Aditya berpura-pura mencarinya."Aku coba telepon, ya." Mayang menelepon nomor Aditya. Namun, Aditya lupa, ponselnya dalam keadaan berdering."Hehe." Aditya terkekeh sambil mengeluarkan ponsel yang berdering."Kebiasaan." Mayang pergi untuk menemui Yura lagi, dia begitu penasaran dengan sosok kekasih dari keponakannya itu. Aditya memegang pelan lengan Mayang den
Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu dan bel pemilik apartement dengan nomor 779 berbunyi kencang, membuat Yura dan Aditya menghentikan aktivitas seksual mereka."Kak, itu pasti Tante Mayang." Yura memakai kembali kimono putih miliknya."Kak, pake baju dong! Jangan diem aja!" sambung Yura memakaikan kembali pakaian Aditya."Yura, kakak masih kangen, sayang." Aditya mencium lembut bibir Yura, sedetik itu pun, Yura langsung mendorong dada Aditya, kemudian. pergi ke kamarnya.Mayang tengah mencoba untuk membuka pintu apartement mereka dengan kunci cadangan yang dia punya. Namun, Aditya sudah ada tepat dihadapannya."Kamu lagi ngapain sih? Kok lama banget buka pintunya?" Mayang merasa kesal."Maaf ya sayang, tadi tuh, pasienku telepon, dan aku gak lagi di ruang tamu" jelas Aditya. Karena, memang jarak dari ruang tamu ke kamar milik mereka cukup jauh."Pasien atau cewek lain? Lagian aneh banget, masa pasien punya nomer kamu