"Hai siska, arvan ada didalam?" Tanya wanita muda pada seorang wanita muda lain yang sedang sibuk di depan laptop. Seorang wanita dengan kemeja biru langit dan rambut di ikat tinggi. penampilannya sepertinya seorang sekretaris.
"Sedang ada rapat mbak, sebentar lagi selesai. silahkan tunggu di dalam mbak manda," balas wanita bernama siska sambil berdiri hendak membuka pintu tapi di hentikan oleh Amanda.
"Kamu lanjutin aja kerjaan kamu, aku akan tunggu Arvan di dalam ruangnnya," ucap Amanda sambil berjalan kearah pintu. "Ohya..., boleh aku minta teh hangat, Siska. tenggorokannku sedikit kering," lanjut Amanda pada siska sambil tersenyum.
Siskapun tersenyum dan segera beranjak dari duduknya. Siska mengenal Amanda karena dia sering datang berkunjung. sebagai tunangan bosnya bukan hal asing melihat Amanda dikantor bosnya.
Amanda masuk kedalam ruangan dengan santai, tapi begitu sampai didalam ruangan kerja Arvan, dia mulai mengamati keadaan disekitar. terlihat sedikit ragu dia berjalan mendekati meja kerja Arvan yang terlihat sedikit berantakan dengan tumpukan kertas diatasnya. dengan hati hati dia membuka satu persatu berkas yang ada diatas meja. sebenarnya dia ragu melakukan ini tapi keadaanya sedang tidak baik sekarang.
Amanda membuka beberapa berkas sebelum akhirnya menemukan berkas yang dia butuhkan. Amanda memandang berkas itu. Berkas sudah ada ditangannya. Sedikit ragu dia membukanya. Amanda tahu perbuatannya salah,, tapi dia tidak punya pihan lain. Tander ini peluang yang bagus untuk Arvan. Amanda yakin Arvan pasti akan sangat marah bila mengetahui perbuatannya. bagaimanapun juga laki laki yang menjadi tunangannya itu adalah pria baik . tapi dia tidak memiliki pilihan lain saat ini. Dia harus cepat bertindak sebelum Arvan atau Siska kembali dan memergoki perbuatannya.
Perlahan Amanda meronggoh isi dalam tasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel pintar. dia harus segera menyalin berkas yang ada diatas meja kedalam ponselnya.
Dengan cekatan Amanda menyalin lembar demi lembar berkas berisi informasi rancangan tender yang akan di ikuti oleh perusahaan Arvan dua hari lagi. Tender yang cukup besar mengenai pengadaan inventaris sebuah perusahaan multi nasional.
Perusahaan Arvan bergerak dibidang pengadaan barang yang sangat tergantung pada proyek. Banyaknya saingan untuk memenangkan tender membuat terjadi banyak kecurangan di dalamnya. Amanda tahu dia kejam pada tunangannya sendiri. Dia akui semuanya karena uang tapi tidak ada pilihan lain karena dia sangat membutuhkannya saat ini.
"Sayang, kamu datang," ucapan seseorang dibelakang Amanda menghentikan gerakannya. amamda terlihat panik. gawat dia belum sempat menyalin semua berkas itu.
Amanda berbalik dan mendapati Arvan sudah melihatnya. dengan tatapan bingung bercampur marah. Amanda melirik meja kerja Arvan dan menyadari kalau perbuatannya mungkin sudah ketahuan oleh Arvan.
"Apa yang kamu lakukan sayang?" Ucap arvan dingin.
Amanda berusaha menyembunnyikan benda pipih itu dibalik badannya. tapi Arvan sudah melangkah mendekatinya dengan pandangan penuh kecurigaan.
"Aku tanya kamu sedang apa amanda?" Ucap Arvan ketus. Pandangan dingin Arvan membuat Amanda sedikit takut tapi sebisa mungkin dia berusaha tetap tenang.
"Aku lagi tunggu kamu sayang, kita janji makan siangkan?" Balas Amanda setenang mungkin sambil berusaha meraih pundak arvan tapi segera ditepis oleh pria itu
"Sambil ngacakin meja kerja aku?" Ucap Arvan dingin. Nada dalam suara arvan mengibaratkan kemarahan yang ditahan dan tidak suka.
Dipandanginya berkas yang baru saja diliat Amanda. Arvan terlihat sedikit terkejut sedetik kemudian dipandanginya Amanda dengan tatapan benci dan tidak percaya
"kamu salah paham sayang, tadi berkasnya tersenggol tangan aku, dan aku hanya mencoba membereskannya," kilah Amanda. amanda tetap berusaha menggapai lengan Arvan walaupun kemudian ditepis pria itu dengan kasar.
"Kamu nggak lagi nusuk aku dari belakangkan?" Tanya Arvan dingin penuh benci.
"Maksud kamu apa sih sayang," kilah Amanda tetap berusaha tenang walau suaranya terdengar sedikit bergetar.
"Justru aku yang harusnya tanya sama kamu, kamu ngapain ngacak ngacak file kerja aku," tuntut arvan sambil menunjuk file di atas meja kerjanya. Suaranya mulai meninggi. "Kamu tahu file ini penting untuk tender yang akan aku diskusikan dengan klienku. apa kamu sedang mengkhianati aku sekarang?" Suara Arvan sedikit meninggi tidak percaya bahwa wanita yang akan dinikahinya tega melakukan hal itu
"Kamu salah paham sayang, tadi berkasnya jatuh dan aku bereskan. aku juga cuma lihat sekilas, nggak seperti yang kamu tuduh," ucap Amanda mulai sedikit terisak. dia tidak menyangka Arvan aku semarah itu padanya. selain itu dia juga diliputi perasaan bersalah akan tindakannya.
"Cukup Amanda," potong Arvan dingin. dia masih tidak menyangka bahwa gadis polos yang diliatnya setahun lalu yang langsung membuatnya jatuh cinta hingga nekad melamarnya akan mengkhianatinya seperti ini.
Amanda sendiri mulai bimbang dengan tindakannya. apa dia harus memberitahukan Arvan yang sebenarnya terjadi. mungkin dengan begitu Arvan masih bisa memaafkannya, tapi disisi lain dia tidak ingin Arvan memandangnya kasihan bila tahu masalah yang dihadapi saat ini. Amanda tidak siap bila Arvan memandangnya penuh kasihan walaupun pria itu berjanji menerimanya apa adanya. Tapi siapa yang bisa menebak hati seseorang. Penolakan dari orang tua Arvan mengenai hubungan saja mereka sudah cukup membuat Amanda merasa tersisih.
"Kamu dibayar berapa untuk mengkhianati aku?" Amanda begitu terkejut mendengar ucapan arvan. "Siapa yang udah berhasil bayar kamu?" lanjut Arvan dengan suara dingin. Amanda tidak menyangka tunangannya akan mengatakan hal itu.
"Kamu tega banget ngomong gitu?" airmata Amanda mulai mengalir. "Aku bisa jelaskan yang sebenarnya terjadi," lanjut Amanda dengan isak tangis yang berusaha ditahan. dia akui dia memamg salah tapi dia tidak menyangka reaksi Arvan akan seperti itu.
"Aku nggak butuh penjelasan kamu sekarang," Dipandanginya amanda dengan penuh rasa marah. Merasa dikhianati oleh wanita yang paling dicintainya hanya karena masalah uang.
Pasti karena uang. alasan apalagi hingga membuat Amanda melakukan hal hina seperti ini. ternyata uang bisa membutakan siapapun. termasuk perempuan polos seperti Amanda.
"Lebih baik kamu pergi dari sini," Arvan memalingkan wajahnya dari Amanda. Sangat benci melihat wajah kekasihnya itu saat ini. padahal saat rapat tadi Arvan sudah tidak sabar bertemu Amanda dan mendiskusikan persiapan pernikahan mereka. tapi moodnya jadi berantakan karena pengkhianatan Amanda. "Keluar sekarang," usir Arvan dengan nada tinggi yang membuat Amanda terlonjak kaget.
Amanda hanya bisa terdiam melihat perlakuan Arvan padanya. ternyata pria itu tidak ingin mendengar penjelasannya sedikitpun. Bagaimana dia yakin Arvan akan mempercayai setiap tindakannya kalau untuk mendengar penjelasannya saja Arvan tidak mau. bagaimana dia akan menceritakan masalahnya bila pria itu tidak mempercayai ucapannya.
Sambil menahan tangis Amanda beranjak meninggalkan ruangan Arvan. Tunangannya itu mungkin tidak akan memaafkan tindakannya jadi percuma berusaha memberinya penjelasan atas tindakannya. bahkan rasanya percuma berharap Arvan akan mengerti kondisinya saat ini.
Tiga tahun kemudianDi sebuah swalayan 24 jam Amanda sedang duduk jongkok merapikan deretan makanan yang tidak tersusun rapi. Hal yang selalu dilakukannya di awal pergantian piket. Amanda merapikannya dengan sedikit rasa bosan. Sudah 10 bulan dia bekerja di swalayan ini. tapi Amanda merasa gajinya masih belum cukup memenuhi kebutuhan hidup dan melunasi hutang pada rentenir. Dia sudah kebingungan harus mencari pekerjaan dimana lagi.Apalagi tempatnya berada sekarang bukanlah di kota besar. Tentunya sangat sulit mencari pekerjaan dengan keahliannya saat ini. Amanda kembali teringat kehidupannya tiga tahun lalu ketika masih di Jakarta. Dia merasa saat itu hidupnya baik-baik saja. Saat itu, dia tidak perlu bersembunyi dari kejaran para penagih hutang. meskipun hidup sebatang karang setidaknya dia tidak perlu merasa ketakutan sewaktu-waktu rentenir dat
Langit kota jakarta sudah sedari tadi menghitam. Lampu lampu kota sudah mengambil alih tugas untuk membagi cahaya bagi mereka yang masih beraktivitas di malam hari. walaupun tidak sepadat disiang hari, masih terlihat silih berganti orang- orang melintasi jalan. Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam namun di beberapa sudut kota masih terlihat hingar bingar anak manusia mencari peruntungannya.Di ruangan yang tidak terlalu terang tampak pria dan wanita tengah larut menikmati keintiman mereka di atas ranjang. Terlihat sepasang anak manusia terlarut dengan posisi sang wanita berada diatas. Erangan bahkan terdengar beberapa kali di antara keduanya. Keintiman yang terjadi diantara keduanya mengisyaratkan seakan keduanya saling membutuhkan.Tidak ingin hanya menjadi penikmat, si pria mengubah posisinya menjadi di atas si wanita dan mulai melakukan aksinya lagi dengan menyerang wanita itu hingga yang dapat terdengar dari mulut si wanita hanya desahan.“Kau suka?” tany
Arvan terlihat sangat rapi. Dia menatap pantulan dirinya di cermin. Mengenakan kemeja putih dengan celana bahan berwarna beige dan rompi tanpa lengan berwarna senada. Tidak ada yang salah dengan tubuhnya yang bahkan tetap terlihat menonjol dibalik kemeja pas body yang dia kenakan. Dia hanya tidak nyaman dengan rompi yang saat ini melekat di tubuhnya. Arvan mengambil sebuah dasi kupu-kupu dan menghela nafasnya pelan sambil melihat dasi di tangannya. Rasanya dia ingin melempar dasi itu ke cermin saat ini juga.Dengan malas dia mengenakan dasi tersebut. Setelah itu dia mengenakan sepatu dan melihat lagi bayangan dirinya di cermin. Setelah merasa penampilan cukup baik Arvan meninggalkan walk in closet. Dia harus bergegas dan tidak boleh terlambat.***Arvan tiba di aula sebuah gedung yang sudah didesain dengan banyak bunga dengan ornamen dominan berwarna rose gold. Arvan memperhatikan sekeliling lalu memilih keluar dan mencari ruang khusus di
Arvan Aditya Baskoro. seorang CEO muda yang sukses di umurnya yang genap 32 tahun. Dia pernah merintis usahanya dari bawah sebelum mengambil alih bisnis ayahnya. Dengan pengalaman yang dimilikinya, Arvan terkenal sebagai seorang pengusaha yang sangat teliti dalam mengambil setiap keputusan. Dia juga dikenal sebagai seorang yang handal dalam menilai perkembangan bisnis yang akan sukses dikemudian hari. Arvan ibarat "cenayang" di kalangan rekan dan koleganya. semua itu tidak terlepas dari ketelitian dan kepandaiannya membaca peluang bisnis yang ada.Dengan gaya penampilan yang selalu menggunakan kemeja ditambah dengan postur tubuh tinggi sedikit berotot yang dimilikinya membuat dadanya terlihat bidang. Selain itu perawakannya yang tegas dengan netra hitam pekat yang mampu mencuri hati siapa saja yang memandangnya. ditambah cambang tipis yang menghiasi rahangnya membuat banyak wanita mengidamkan s
Diatas mejanya, Arvan mengambil setumpuk berkas yang diserahkan oleh pihak HRD tadi pagi. Berkas itu berisi laporan kinerja karyawan yang ada di berbagai cabang perusahaan. Dia harus memeriksa daftar nama para karyawannya sebelum nanti mengambil keputusan apakah memberi surat peringatan atau melakukan pemutusan kerja.Sebenarnya dia malas melakukan ini, dirinya bisa saja menyerahkannya kepada HDR untuk memvalidasi dan segera melakukan pemutusan kerja pada pegawai yang namanya ada di atas mejanya sekarang. Surat peringatan baginya hanya basa-basi dan kurang memberi efek jera. Dia lebih memilih langsung mengambil sikap dengan memutuskan kontrak.Tapi sebagai pemilik perusahaan tentu memerlukan izin darinya jika ingin melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan yang dianggap tidak kompeten dalam mempertahankan kinerjanya. Hanya memerlukan tanda tangannya.
“Pindah?” Amanda terkejut dengan ucapan Fandy Barusan.“Iya. Pindah. Karena itu aku ingin dengar dari kamu langsung, apa kamu ada masalah dengan rekan yang lain sampai kamu ingin pindah dari tempat ini?" Ucap Fandy sambil menatap Amanda serius.Sebagai kepala cabang dia tidak melihat ada masalah yang berarti selama ini diantara rekan timnya sehingga dia penasaran alasan Amanda mengajukan kepindahan hingga disetujui oleh CEO mereka. Bahkan dia pindah ke Jakarta. Setahunya untuk pindah ke kota besar seperti Jakarta bukan hal yang mudah. Setidaknya dia harus melewati beberapa jenjang karir misalnya kepala toko atau supervisor wilayah. Sedangkan Amanda masih berstatus staf.Amanda benar-benar tidak mengerti maksud pembicaraan Fandy tentang pindah karena dia tidak mengajukan kepindahan. Dia sudah merasa nyaman disini dan dia tidak memiliki masalah apapun.“aku nggak ngerti deh maksud mas apa, aku sama sekali
Amanda pulang ke rumahnya dengan wajah lesu. Dia menatap hampa pada rumah satu lantai dengan pekarangan yang tidak terlalu luas. Dengan dinding berwarna hijau yang sudah sedikit memudar. Ini bukan rumahnya atau rumah peninggalan orangtuanya. Ini rumah seseorang yang dianggapnya tante. Seseorang yang sudah mau menampungnya selama tiga tahun berada di Pati."Apa yang kamu lakukan disana, Amanda. Bantu tante angkat jemuran," ucap Anna sambil berteriak menunjuk Amanda.Amanda tersadar dari lamunannya dan segera membantu tantenya mengangkat jemuran dan meletakkannya di keranjang."Heran deh.. anak muda jaman sekarang bukannya pulang langsung bantuin orang tua. Malah melamun, tidak ada kerjaaan," gerutu Anna di depan Amanda yang sudah membantunya mengangkat jemuran.Tanpa memperdulikan ocehan tantenya amanda mengangkat keranjang berisi pakaian bersih ke dalam rumah. Lebih baik tidak meladeni tantenya. Biarkan saja dia mengomel sesuka hati. Amanda sudah
Amanda menatap rekan- rekan di outlet tempatnya bekerja satu per satu. Akhirnya dia memutuskan untuk mengambil tawaran itu dan bersiap pindah ke Jakarta. Hari ini adalah hari terakhirnya dan dia ingin berpamitan dengan rekan- rekannya.Ada perasaan sedih yang menghinggapinya. Bagaimanapun mereka adalah orang- orang yang bersamanya selama dia mencari nafkah. Memberikan semangat saat dirinya merasa lelah serta tempat curhat saat masalah yang dihadapi terasa buntu dan dirinya membutuhkan saran atau sekedar pendengar untuk ceritanya."Aku akan merindukan kalian semua," ucap Amanda berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.Retno maju menghampiri Amanda dan memeluknya. "Mbak… Retno akan sangat rindu dengan mbak Manda," ucao Retno sambil menangis. Retno adalah karyawan termuda di swalayan tempat Amanda bekerja.Amanda memeluk Retno sambil sesegukan. Akhirnya dirinya tidak dapat menahan air matanya untuk keluar walaupun sudah di cobanya.A