Arvan terlihat sangat rapi. Dia menatap pantulan dirinya di cermin. Mengenakan kemeja putih dengan celana bahan berwarna beige dan rompi tanpa lengan berwarna senada. Tidak ada yang salah dengan tubuhnya yang bahkan tetap terlihat menonjol dibalik kemeja pas body yang dia kenakan. Dia hanya tidak nyaman dengan rompi yang saat ini melekat di tubuhnya. Arvan mengambil sebuah dasi kupu-kupu dan menghela nafasnya pelan sambil melihat dasi di tangannya. Rasanya dia ingin melempar dasi itu ke cermin saat ini juga.
Dengan malas dia mengenakan dasi tersebut. Setelah itu dia mengenakan sepatu dan melihat lagi bayangan dirinya di cermin. Setelah merasa penampilan cukup baik Arvan meninggalkan walk in closet. Dia harus bergegas dan tidak boleh terlambat.***Arvan tiba di aula sebuah gedung yang sudah didesain dengan banyak bunga dengan ornamen dominan berwarna rose gold. Arvan memperhatikan sekeliling lalu memilih keluar dan mencari ruang khusus dimana pengantin mempersiapkan diri. Setelah menanyakan kepada salah seorang petugas acara Arvan segera menuju sebuah ruangan yang berada di sebelah aula."Warna dekorasi pernikahanmu mengagumkan sekali. Sobat," ucap Arvan dengan nada mengejek tidak lama setelah membuka pintu dan langsung masuk ruangan tanpa izin.Seorang pria yang tingginya sekitar 180 cm dan mengenakan setelan jas berwarna putih menatapnya dengan tatapan terkejut. "Seharusnya kau ketuk dulu pintunya," ucap pria itu kesal. "Itu pilihan Tasya," lanjutnya lalu kembali memperhatikan pantulan dirinya di cermin."Kamu sudah yakin akan pilihanmu ini sobat?" Tanya Arvan sambil mengambil sebotol wine dan menuangkannya digelas.Pria itu hanya menatap Arvan dengan tatapan memohon tidak diganggu karena dia sedang fokus melafalkan ikrar yang akan diucapkan."Aku memberikanmu kesempatan untuk berpikir lagi, Jo. Kamu masih bisa kabur sekarang," goda Arvan lagi."Sebaiknya kamu membantuku dengan hafalan ini," ucapnya sambil menunjuk kertas yang ada di tangannya."Aku serius, aku bisa membantumu kabur, Johan," ucap Arvan meyakinkan."Berhentilah berisik Arvan. Sebaiknya kamu bergabung dengan groomsmen yang lain," ucap pria bernama Jo kesal.Arvan tertawa lebar. “Kalau bukan demi pernikahanmu, aku enggan mengenakan baju aneh ini. aku jadi bertanya sepertinya Tasya cukup membenci kami hingga dia menyiapkan baju seperti ini di hari pernikahannya,” ucap Arvan yang hanya dibalas delikan oleh pria bernama lengkap Johan, sahabatnya.“setidaknya bertahanlah demi Tasya, kalau tidak dia akan marah,” ucap Johan dengan sedikit memohon.“aku sedikit cemburu, kamu lebih mementingkan wanita yang baru kamu kenal dua tahun ini dibanding persahabatan kita,” ucap Arvan.“berhenti bertingkah aneh, kamu membuatku merinding. Bagaimana penampilanku?” Ucap Johan memilih tidak memperdulikan ucapan sahabatnya.“ini pertama kalinya aku melihatmu berpenampilan lebih baik dariku,” ucap Arvan sambil menyeringai.“sialan…. Keluar sana. aku harus melafalkan ikrarku dengan baik,” usir Johan yang kesal mendengar sahabatnya itu bertingkah tidak seperti biasanya.“sepertinya aku akan kehilangan dirimu begitu kamu menikah,” ucap Arvan terdengar sendu.kali ini Johan yang tidak bisa menahan tawanya. “Sejak kapan seorang Arvan menjadi melankolis begini? lagipula aku masih pegawaimu, seakan aku akan menghilang saja,” ucap Johan lagi.Seseorang mengetuk pintu dan memberitahukan bahwa ikrar akan segera dimulai. dan meminta Johan untuk segera ke Aula. dengan tidak sabar Johan mengambil tuxedo dan merapikan kembali penampilannya.“aku sungguh gugup sekarang, Arvan,” ucap Johan sambil menggenggam kedua tangannya.“karena itu aku menyuruhmu kabur," Ucap Arvan dan dibalas tonjokan ringan di pundaknya. mereka berdua lalu keluar dari ruangan itu menuju aula tempat resepsi pernikahan akan digelar.Pernikahan Johan yang digelar mewah di aula sebuah hotel berlangsung dengan sangat meriah. Para tamu undangan yang hadir terlihat larut dalam suka cita pasangan pengantin ini. Bahkan beberapa dari mereka akhirnya menjadi ajang reuni karena sudah lama tidak bertemu. Pasangan pengantin terlihat cantik dan kharismatik ibarat raja dan ratu di negeri dongeng. Beberapa tamu undangan bahkan mengantri untuk dapat mengabadikan momen bahagian pasangan pengantin tersebut."Selamat Bro, akhirnya lo nikah juga. Gue sedih tapi juga bahagia buat kalian," ucap Arvan yang mendapat giliran berfoto bersama groomsmen yang lain."Thanks Bro…," ucap Johan tidak bisa berkata."Makasih yah Van, lo datang sendiri? Lo nggak bawa calon lo?" Tanya Tasya."Lo tau gue enggan punya hubungan serius Tasya. But Thanks udah tanya," ucap Arvan santai."Gue harap lo bisa dapat yang terbaik dan segera naik pelaminan yah," ucap Tasya dengan tulus.Arvan sedikit tertawa. "Gue harap lo berdua nggak berakhir di pengadilan," ucap Arvan tanpa beban yang langsung disambut tatapan tidak suka oleh Tasya. Bagaimana bisa dia menyinggung pengadilan di hari pernikahannya."Gila lo Van.. sayang kamu tahu Arvan suka berbicara sesukanya. Tapi maksudnya baik bukan," ucap Johan berusaha agar pengantin wanitanya tidak merajuk.Seorang fotografer menginterupsi percakapan mereka dan mulai mengabadikan momen pasangan pengantin bersama bridesmaid dan groomsmen secara bergantian.Sesuatu yang paling Arvan benci saat pesta pernikahan adalah berbagai pertanyaan yang menanyakan kapan dirinya akan mengikuti jejak sang mempelai. Apalagi bila salah satu mempelai adalah kerabat atau sahabat maka orang tua mereka akan menanyakannya. Lalu setelah itu akan ada ajang perjodohan yang akan melibatkan dirinya. Karena itu dia selalu memilih berada jauh dari kerumunan.Acara pernikahan tersebut berakhir dengan sukses. Bahkan pelemparan bunga diikuti tamu undangan yang masih menjomblo tapi Arvan tentu saja memilih tidak ikut. Dia lebih suka memperhatikan dari jauh sambil menyeruput minuman di tangannya.Arvan menatap sekitar tanpa minat sebelum akhirnya matanya menangkap seorang bridesmaid yang menatapnya dengan intens. Arvan yang menyadari dirinya sedang diawasi malah meneguk habis minumannya lalu dengan penuh percaya diri menghampiri bridesmaid itu.Tidak beberapa lama, Arvan dan wanita yang baru dikenalnya itu tampak meninggalkan lokasi pernikahan secara diam-diam.Arvan mencium bridesmaid yang baru ditemuinya di pernikahan Johan dengan penuh gairah. Mereka bahkan sudah berada disebuah ruangan berbatas dinding. Arvan dan wanita itu saling melumat satu sama lain. Bahkan Arvan tidak ragu membuka resleting gaun bridesmaid dan membiarkannya terjatuh menampilkan puncak gunung kembar sang wanita yang terlihat sintal dan kenyal. Arvan lalu mengulum salah satu puncaknya sedangkan tangan lainnya meremas puncak yang lain hingga membuat wanita itu mengerang merasakan nikmat yang diberikan Arvan.Arvan mengangkat tubuh ramping gadis itu dengan mudah dan memindahkannya ke atas ranjang. Dia lalu beralih mencium bibir wanita itu dan bermain disana. Lidah mereka saling bertaut seolah tidak ingin lepas."What your name, baby," ucap Arvan serak di telinga wanita itu."Natasha," ucap wanita itu lalu mereka kembali berciumanArvan Aditya Baskoro. seorang CEO muda yang sukses di umurnya yang genap 32 tahun. Dia pernah merintis usahanya dari bawah sebelum mengambil alih bisnis ayahnya. Dengan pengalaman yang dimilikinya, Arvan terkenal sebagai seorang pengusaha yang sangat teliti dalam mengambil setiap keputusan. Dia juga dikenal sebagai seorang yang handal dalam menilai perkembangan bisnis yang akan sukses dikemudian hari. Arvan ibarat "cenayang" di kalangan rekan dan koleganya. semua itu tidak terlepas dari ketelitian dan kepandaiannya membaca peluang bisnis yang ada.Dengan gaya penampilan yang selalu menggunakan kemeja ditambah dengan postur tubuh tinggi sedikit berotot yang dimilikinya membuat dadanya terlihat bidang. Selain itu perawakannya yang tegas dengan netra hitam pekat yang mampu mencuri hati siapa saja yang memandangnya. ditambah cambang tipis yang menghiasi rahangnya membuat banyak wanita mengidamkan s
Diatas mejanya, Arvan mengambil setumpuk berkas yang diserahkan oleh pihak HRD tadi pagi. Berkas itu berisi laporan kinerja karyawan yang ada di berbagai cabang perusahaan. Dia harus memeriksa daftar nama para karyawannya sebelum nanti mengambil keputusan apakah memberi surat peringatan atau melakukan pemutusan kerja.Sebenarnya dia malas melakukan ini, dirinya bisa saja menyerahkannya kepada HDR untuk memvalidasi dan segera melakukan pemutusan kerja pada pegawai yang namanya ada di atas mejanya sekarang. Surat peringatan baginya hanya basa-basi dan kurang memberi efek jera. Dia lebih memilih langsung mengambil sikap dengan memutuskan kontrak.Tapi sebagai pemilik perusahaan tentu memerlukan izin darinya jika ingin melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan yang dianggap tidak kompeten dalam mempertahankan kinerjanya. Hanya memerlukan tanda tangannya.
“Pindah?” Amanda terkejut dengan ucapan Fandy Barusan.“Iya. Pindah. Karena itu aku ingin dengar dari kamu langsung, apa kamu ada masalah dengan rekan yang lain sampai kamu ingin pindah dari tempat ini?" Ucap Fandy sambil menatap Amanda serius.Sebagai kepala cabang dia tidak melihat ada masalah yang berarti selama ini diantara rekan timnya sehingga dia penasaran alasan Amanda mengajukan kepindahan hingga disetujui oleh CEO mereka. Bahkan dia pindah ke Jakarta. Setahunya untuk pindah ke kota besar seperti Jakarta bukan hal yang mudah. Setidaknya dia harus melewati beberapa jenjang karir misalnya kepala toko atau supervisor wilayah. Sedangkan Amanda masih berstatus staf.Amanda benar-benar tidak mengerti maksud pembicaraan Fandy tentang pindah karena dia tidak mengajukan kepindahan. Dia sudah merasa nyaman disini dan dia tidak memiliki masalah apapun.“aku nggak ngerti deh maksud mas apa, aku sama sekali
Amanda pulang ke rumahnya dengan wajah lesu. Dia menatap hampa pada rumah satu lantai dengan pekarangan yang tidak terlalu luas. Dengan dinding berwarna hijau yang sudah sedikit memudar. Ini bukan rumahnya atau rumah peninggalan orangtuanya. Ini rumah seseorang yang dianggapnya tante. Seseorang yang sudah mau menampungnya selama tiga tahun berada di Pati."Apa yang kamu lakukan disana, Amanda. Bantu tante angkat jemuran," ucap Anna sambil berteriak menunjuk Amanda.Amanda tersadar dari lamunannya dan segera membantu tantenya mengangkat jemuran dan meletakkannya di keranjang."Heran deh.. anak muda jaman sekarang bukannya pulang langsung bantuin orang tua. Malah melamun, tidak ada kerjaaan," gerutu Anna di depan Amanda yang sudah membantunya mengangkat jemuran.Tanpa memperdulikan ocehan tantenya amanda mengangkat keranjang berisi pakaian bersih ke dalam rumah. Lebih baik tidak meladeni tantenya. Biarkan saja dia mengomel sesuka hati. Amanda sudah
Amanda menatap rekan- rekan di outlet tempatnya bekerja satu per satu. Akhirnya dia memutuskan untuk mengambil tawaran itu dan bersiap pindah ke Jakarta. Hari ini adalah hari terakhirnya dan dia ingin berpamitan dengan rekan- rekannya.Ada perasaan sedih yang menghinggapinya. Bagaimanapun mereka adalah orang- orang yang bersamanya selama dia mencari nafkah. Memberikan semangat saat dirinya merasa lelah serta tempat curhat saat masalah yang dihadapi terasa buntu dan dirinya membutuhkan saran atau sekedar pendengar untuk ceritanya."Aku akan merindukan kalian semua," ucap Amanda berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.Retno maju menghampiri Amanda dan memeluknya. "Mbak… Retno akan sangat rindu dengan mbak Manda," ucao Retno sambil menangis. Retno adalah karyawan termuda di swalayan tempat Amanda bekerja.Amanda memeluk Retno sambil sesegukan. Akhirnya dirinya tidak dapat menahan air matanya untuk keluar walaupun sudah di cobanya.A
Arvan merasa gusar. Pikirannya sedang tidak berada di otaknya saat ini. Sebagai orang yang memindahkan Amanda kembali ke Jakarta dia tentu tahu kapan seharusnya gadis itu sudah berada di Jakarta. mengingat surat keputusan telah diterima outlet cabang Pati dan Amanda sudah menandatangani surat pemindahan setidaknya Amanda sudah berada di Jakarta hari ini, paling lambat besok karena lusa dia sudah mulai bekerja di cabang baru.Rasanya Arvan ingin berdiam di Stasiun Pasar Senen mengamati wajah para penumpang kereta satu persatu untuk memastikan kalau Amanda sudah tiba di Jakarta. Tapi hal itu tidak mungkin dia lakukan. Merasa penasaran dengan kondisi terbaru mantan tunangannya namun dia mengingatkan dirinya untuk menahan diri membuat Arvan menjadi badmood. Rasanya waktu hari ini berjalan sangat lambat dan semua pekerjaan seolah berantakan. Beberapa kali Arvan bahkan terdengar menggebrak meja hanya karena stafnya kurang teliti atau melakukan tindakan yang seharusnya b
Amanda tiba di stasiun pasar senen setelah menerima surat resmi terkait penempatannya, walaupun awalnya berat baginya menerima pemindahan itu tapi dia tidak bisa melakukan apapun karena syarat utama di awal dia bekerja adalah bersedia ditempatkan di wilayah manapun.Amanda memandang sekeliling stasiun, Banyak hal yang dirasakannya berubah setelah tiga tahun meninggalkan kota jakarta. Ada perasaan haru, gugup dan menegangkan yang dirasakan Amanda ketika menginjakkan kaki di kota kelahirannya ini. yah Amanda lahir dan besar di Jakarta, tapi karena masalah yang dihadapinya beberapa tahun yang lalu membuatnya memutuskan untuk menjauhi kota kelahirannya ini.'Baiklah Amanda, Jakarta kota besar tidak mungkin kamu akan bertemu Arvan secara kebetulan kecuali dengan izin takdir. Dan kamu bukanlah orang yang dengan mudah percaya akan takdir,' ucap Amanda dalam hati meyakinkan pilihannya untuk kembali ke Jakarta.Panas terik kota jakarta membuat amanda menyerngitkan
Hampir sebulan lamanya Amanda bekerja di Jakarta. Amanda mulai merasa nyaman dan mulai menyesuaikan diri dengan ritme kerja yang ada di kantor barunya. Hari ini dia kebagian shift malam hingga besok pukul 8 pagi. Meskipun swalayan itu tidak berada di jalur utama, pembelinya tidak pernah sepi. Bahkan di malam hari. Amanda harus selalu menampilkan wajah ramah penuh senyuman meskipun sedang mengantuk. dia bersama dika dan ratna rekan shiftnya. Malam ini amanda mendapat tugas sebagai kasir."Selamat datang," ucap Amanda ketika seseorang masuk kedalam swalayan. Amanda seketika membisu begitu mengenali siapa yang datang.Semoga dia tidak mengenaliku. batin Amanda sambil menundukkan wajahnya.Orang yang dikenalnya itu mulai berjalan dan menghampiri meja kasir. "Rokok satu yah mbak," ucapnya menunjuk rak rokok yang tersedia di meja kasir. Amanda segera mengambil pesanan. Merasa lega karena sepertinya wanita di depannya sudah tidak mengenalnya lagi"Ada la