Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
"Hai siska, arvan ada didalam?" Tanya wanita muda pada seorang wanita muda lain yang sedang sibuk di depan laptop. Seorang wanita dengan kemeja biru langit dan rambut di ikat tinggi. penampilannya sepertinya seorang sekretaris."Sedang ada rapat mbak, sebentar lagi selesai. silahkan tunggu di dalam mbak manda," balas wanita bernama siska sambil berdiri hendak membuka pintu tapi di hentikan oleh Amanda."Kamu lanjutin aja kerjaan kamu, aku akan tunggu Arvan di dalam ruangnnya," ucap Amanda sambil berjalan kearah pintu. "Ohya..., boleh aku minta teh hangat, Siska. tenggorokannku sedikit kering," lanjut Amanda pada siska sambil tersenyum.Siskapun tersenyum dan segera beranjak dari duduknya. Siska mengenal Amanda karena dia sering datang berkunjung. sebagai tunangan bosnya bukan hal asing melihat Amanda dikantor bosnya.Amanda masuk kedalam ruang
Tiga tahun kemudianDi sebuah swalayan 24 jam Amanda sedang duduk jongkok merapikan deretan makanan yang tidak tersusun rapi. Hal yang selalu dilakukannya di awal pergantian piket. Amanda merapikannya dengan sedikit rasa bosan. Sudah 10 bulan dia bekerja di swalayan ini. tapi Amanda merasa gajinya masih belum cukup memenuhi kebutuhan hidup dan melunasi hutang pada rentenir. Dia sudah kebingungan harus mencari pekerjaan dimana lagi.Apalagi tempatnya berada sekarang bukanlah di kota besar. Tentunya sangat sulit mencari pekerjaan dengan keahliannya saat ini. Amanda kembali teringat kehidupannya tiga tahun lalu ketika masih di Jakarta. Dia merasa saat itu hidupnya baik-baik saja. Saat itu, dia tidak perlu bersembunyi dari kejaran para penagih hutang. meskipun hidup sebatang karang setidaknya dia tidak perlu merasa ketakutan sewaktu-waktu rentenir dat
Langit kota jakarta sudah sedari tadi menghitam. Lampu lampu kota sudah mengambil alih tugas untuk membagi cahaya bagi mereka yang masih beraktivitas di malam hari. walaupun tidak sepadat disiang hari, masih terlihat silih berganti orang- orang melintasi jalan. Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam namun di beberapa sudut kota masih terlihat hingar bingar anak manusia mencari peruntungannya.Di ruangan yang tidak terlalu terang tampak pria dan wanita tengah larut menikmati keintiman mereka di atas ranjang. Terlihat sepasang anak manusia terlarut dengan posisi sang wanita berada diatas. Erangan bahkan terdengar beberapa kali di antara keduanya. Keintiman yang terjadi diantara keduanya mengisyaratkan seakan keduanya saling membutuhkan.Tidak ingin hanya menjadi penikmat, si pria mengubah posisinya menjadi di atas si wanita dan mulai melakukan aksinya lagi dengan menyerang wanita itu hingga yang dapat terdengar dari mulut si wanita hanya desahan.“Kau suka?” tany
Arvan terlihat sangat rapi. Dia menatap pantulan dirinya di cermin. Mengenakan kemeja putih dengan celana bahan berwarna beige dan rompi tanpa lengan berwarna senada. Tidak ada yang salah dengan tubuhnya yang bahkan tetap terlihat menonjol dibalik kemeja pas body yang dia kenakan. Dia hanya tidak nyaman dengan rompi yang saat ini melekat di tubuhnya. Arvan mengambil sebuah dasi kupu-kupu dan menghela nafasnya pelan sambil melihat dasi di tangannya. Rasanya dia ingin melempar dasi itu ke cermin saat ini juga.Dengan malas dia mengenakan dasi tersebut. Setelah itu dia mengenakan sepatu dan melihat lagi bayangan dirinya di cermin. Setelah merasa penampilan cukup baik Arvan meninggalkan walk in closet. Dia harus bergegas dan tidak boleh terlambat.***Arvan tiba di aula sebuah gedung yang sudah didesain dengan banyak bunga dengan ornamen dominan berwarna rose gold. Arvan memperhatikan sekeliling lalu memilih keluar dan mencari ruang khusus di
Arvan Aditya Baskoro. seorang CEO muda yang sukses di umurnya yang genap 32 tahun. Dia pernah merintis usahanya dari bawah sebelum mengambil alih bisnis ayahnya. Dengan pengalaman yang dimilikinya, Arvan terkenal sebagai seorang pengusaha yang sangat teliti dalam mengambil setiap keputusan. Dia juga dikenal sebagai seorang yang handal dalam menilai perkembangan bisnis yang akan sukses dikemudian hari. Arvan ibarat "cenayang" di kalangan rekan dan koleganya. semua itu tidak terlepas dari ketelitian dan kepandaiannya membaca peluang bisnis yang ada.Dengan gaya penampilan yang selalu menggunakan kemeja ditambah dengan postur tubuh tinggi sedikit berotot yang dimilikinya membuat dadanya terlihat bidang. Selain itu perawakannya yang tegas dengan netra hitam pekat yang mampu mencuri hati siapa saja yang memandangnya. ditambah cambang tipis yang menghiasi rahangnya membuat banyak wanita mengidamkan s
Diatas mejanya, Arvan mengambil setumpuk berkas yang diserahkan oleh pihak HRD tadi pagi. Berkas itu berisi laporan kinerja karyawan yang ada di berbagai cabang perusahaan. Dia harus memeriksa daftar nama para karyawannya sebelum nanti mengambil keputusan apakah memberi surat peringatan atau melakukan pemutusan kerja.Sebenarnya dia malas melakukan ini, dirinya bisa saja menyerahkannya kepada HDR untuk memvalidasi dan segera melakukan pemutusan kerja pada pegawai yang namanya ada di atas mejanya sekarang. Surat peringatan baginya hanya basa-basi dan kurang memberi efek jera. Dia lebih memilih langsung mengambil sikap dengan memutuskan kontrak.Tapi sebagai pemilik perusahaan tentu memerlukan izin darinya jika ingin melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan yang dianggap tidak kompeten dalam mempertahankan kinerjanya. Hanya memerlukan tanda tangannya.
“Pindah?” Amanda terkejut dengan ucapan Fandy Barusan.“Iya. Pindah. Karena itu aku ingin dengar dari kamu langsung, apa kamu ada masalah dengan rekan yang lain sampai kamu ingin pindah dari tempat ini?" Ucap Fandy sambil menatap Amanda serius.Sebagai kepala cabang dia tidak melihat ada masalah yang berarti selama ini diantara rekan timnya sehingga dia penasaran alasan Amanda mengajukan kepindahan hingga disetujui oleh CEO mereka. Bahkan dia pindah ke Jakarta. Setahunya untuk pindah ke kota besar seperti Jakarta bukan hal yang mudah. Setidaknya dia harus melewati beberapa jenjang karir misalnya kepala toko atau supervisor wilayah. Sedangkan Amanda masih berstatus staf.Amanda benar-benar tidak mengerti maksud pembicaraan Fandy tentang pindah karena dia tidak mengajukan kepindahan. Dia sudah merasa nyaman disini dan dia tidak memiliki masalah apapun.“aku nggak ngerti deh maksud mas apa, aku sama sekali