Tiga tahun kemudian
Di sebuah swalayan 24 jam Amanda sedang duduk jongkok merapikan deretan makanan yang tidak tersusun rapi. Hal yang selalu dilakukannya di awal pergantian piket. Amanda merapikannya dengan sedikit rasa bosan. Sudah 10 bulan dia bekerja di swalayan ini. tapi Amanda merasa gajinya masih belum cukup memenuhi kebutuhan hidup dan melunasi hutang pada rentenir. Dia sudah kebingungan harus mencari pekerjaan dimana lagi.
Apalagi tempatnya berada sekarang bukanlah di kota besar. Tentunya sangat sulit mencari pekerjaan dengan keahliannya saat ini. Amanda kembali teringat kehidupannya tiga tahun lalu ketika masih di Jakarta. Dia merasa saat itu hidupnya baik-baik saja. Saat itu, dia tidak perlu bersembunyi dari kejaran para penagih hutang. meskipun hidup sebatang karang setidaknya dia tidak perlu merasa ketakutan sewaktu-waktu rentenir datang. Ada kegetiran dalam senyum Amanda saat mengingat kehidupannya yang dulu.
Suara lonceng penanda seseorang membuka pintu swalayan menyadarkan Amanda dari lamunannya. "Selamat malam, selamat datang di sindomart," ucapnya ramah walaupun hanya diacuhkan oleh pembeli. Amanda tidak ambil pusing. Hal itu sudah biasa bagi amanda. Dia memilih untuk memfokuskan pikirannya pada kerjaan yang ada di depannya
Hari ini dia mendapatkan jadwal piket malam. Biasanya dia akan piket dari jam sepuluh malam hingga jam delapan keesokkan harinya. Walaupun terkesan berbahaya bagi seorang gadis namun pembeli saat malam tidak sebanyak pagi hari. Dia justru bisa tertidur sebentar di gudang. Karena biasanya rekan piket mereka yang pria akan meminta rekan wanitanya untuk mencatat stok di gudang. Hal itu agar tidak ada pembeli iseng yang akan menggoda mereka.
Keesokan paginya, Amanda sedang bersiap akan pulang. Satu malam terlewati dengan baik. Rasa pegal masih terasa di tubuhnya karena kurang tidur, namun Amanda tidak mempedulikannya. Dia sudah terbiasa dengan berbagai macam jenis pekerjaan berat. Bahkan dia pernah mengambil tiga pekerjaan dalam satu hari demi menyambung hidup. Baginya, setiap waktu sangat berharga dan dia tidak ingin membuangnya dengan bermalas-malasan.
"Amanda, kamu butuh tumpangan? Aku bisa mengantarmu," ucap seorang pria saat Amanda keluar dari gudang mengambil tasnya.
"Terima kasih mas Fandy. Tapi aku akan naik angkot saja. Aku harus ke pasar terlebih dahulu," balas Amanda masih berusaha terlihat kuat walaupun tubuhnya sangat lelah.
"Tidak masalah. kita bisa pulang bersama. Aku sungguh tidak keberatan mengantarmu," ucap Fandy mengikuti langkah Amanda yang akan keluar minimarket itu.
"Aku baik-baik saja mas Fandy. Terima kasih tawarannya," Amanda bersikeras. Amanda lalu membuka pintu swalayan tempatnya bekerja dan keluar mencari pangkalan angkot yang biasa ditumpanginya. Dia sungguh tidak ingin menyusahkan orang lain.
Amanda berjalan di sebuah gang sempit. Jalan itu hanya cukup dilalui kendaraan roda dua. Jalan juga sedikit becek karena hujan semalam yang turun cukup deras. Sambil membawa beberapa kantong belanjaan di tangannya Amanda menelusuri gang dan terkadang berpapasan dengan anak-anak yang sedang bermain.
"hei.. pria brengsek. Yang bisa kau lakukan hanya tidur dan berjudi. Kau sungguh menyusahkan," teriak seorang wanita paruh baya pada seorang pria yang sedang berjalan ke arah Amanda. pria itu berpenampilan berantakan. Dia bertelanjang dada dengan baju yang digantung di salah satu pundaknya.
"Amanda, bagi uang," Ucap pria itu singkat pada Amanda dengan nada sedikit mengancam. Amanda yang sedikit ketakutan merogoh saku celananya dan menemukan uang pecahan 50 ribuan dan 20 ribuan. Dengan cekatan pria itu mengambil semuanya dan berjalan melewati Amanda tanpa sepatah katapun. Amanda hanya bisa menarik nafasnya dalam.
"Kau gajian hari inikan? Bagi uang," ucap wanita paruh baya yang berteriak tadi kepada Amanda begitu Amanda masuk ke dalam rumah. Wanita itu juga memeriksa barang belanjaan Amanda.
"Kau hanya membawa ini? Memangnya di toko tempatmu bekerja tidak ada diskon untuk pegawainya," lanjut wanita itu dengan nada sinis. Jelas dia kecewa dengan belanjaan Amanda yang hanya berisi sayuran, ikan, ayam dan beberapa bumbu dapur lainnya.
"Hutangku di toko bulan kemarin masih cukup banyak tante. Jadi aku tidak bisa ngutang lagi tante," jawab Amanda sambil merapikan belanjaannya.
"Alasan. Seingatku, barang yang kamu bawa bulan kemarin juga tidak mahal," Sungut wanita itu.
Amanda hanya menanggapinya dengan tersenyum. Percuma menjawab tante Ana, karena dia juga tidak akan percaya.
"mana uang?" Desak Ana pada Amanda.
Amanda segera mengambil dompetnya. Namun belum sempat Amanda mengeluarkan isinya, Ana sudah merampas dompet tersebut dan mengosongkan isinya. Beberapa lembar uang ratusan ribu dan puluhan ribu. Amanda terlihat terkejut tapi tidak bisa berbuat banyak.
"Tante, jangan diambil semua.. mama masih,"
"Cerewet,,, aku tidak akan mengambil semuanya," potong Ana.
Dia lalu menyisakan selembar uang ratusan ribu dan beberapa lembar uang puluhan ribu yang jumlahnya bahkan tidak sampai tiga ratus ribu.
"Itu cukup untukmu sebulan ke depan," ucap Ana acuh.
"Yah Tuhan Tante. Bagaimana dengan pengobatan mama?" Amanda masih menolak tindakan Ana yang mengambil hampir semua sisa gajinya bulan ini.
"Gajimu ini bahkan terlalu sedikit, Nona. Apa kau bekerja dengan fokus selama ini?" Hardik Ana lalu melengos pergi meninggalkan Amanda di dapur berukuran sempit itu.
Amanda menarik nafas dalam. Berusaha menenangkan emosinya yang bergejolak. Dia harus bersabar. Dia harus sadar diri bahwa dirinya sekarang menumpang hidup pada tantenya. Dirinya yang tidak memiliki siapapun di Pati, kalau bukan karena tante Anna yang mau menampungnya tentu dia akan kesulitan menanggung biaya kontrakan, makan dan pengobatan mamanya.
Langit kota jakarta sudah sedari tadi menghitam. Lampu lampu kota sudah mengambil alih tugas untuk membagi cahaya bagi mereka yang masih beraktivitas di malam hari. walaupun tidak sepadat disiang hari, masih terlihat silih berganti orang- orang melintasi jalan. Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam namun di beberapa sudut kota masih terlihat hingar bingar anak manusia mencari peruntungannya.Di ruangan yang tidak terlalu terang tampak pria dan wanita tengah larut menikmati keintiman mereka di atas ranjang. Terlihat sepasang anak manusia terlarut dengan posisi sang wanita berada diatas. Erangan bahkan terdengar beberapa kali di antara keduanya. Keintiman yang terjadi diantara keduanya mengisyaratkan seakan keduanya saling membutuhkan.Tidak ingin hanya menjadi penikmat, si pria mengubah posisinya menjadi di atas si wanita dan mulai melakukan aksinya lagi dengan menyerang wanita itu hingga yang dapat terdengar dari mulut si wanita hanya desahan.“Kau suka?” tany
Arvan terlihat sangat rapi. Dia menatap pantulan dirinya di cermin. Mengenakan kemeja putih dengan celana bahan berwarna beige dan rompi tanpa lengan berwarna senada. Tidak ada yang salah dengan tubuhnya yang bahkan tetap terlihat menonjol dibalik kemeja pas body yang dia kenakan. Dia hanya tidak nyaman dengan rompi yang saat ini melekat di tubuhnya. Arvan mengambil sebuah dasi kupu-kupu dan menghela nafasnya pelan sambil melihat dasi di tangannya. Rasanya dia ingin melempar dasi itu ke cermin saat ini juga.Dengan malas dia mengenakan dasi tersebut. Setelah itu dia mengenakan sepatu dan melihat lagi bayangan dirinya di cermin. Setelah merasa penampilan cukup baik Arvan meninggalkan walk in closet. Dia harus bergegas dan tidak boleh terlambat.***Arvan tiba di aula sebuah gedung yang sudah didesain dengan banyak bunga dengan ornamen dominan berwarna rose gold. Arvan memperhatikan sekeliling lalu memilih keluar dan mencari ruang khusus di
Arvan Aditya Baskoro. seorang CEO muda yang sukses di umurnya yang genap 32 tahun. Dia pernah merintis usahanya dari bawah sebelum mengambil alih bisnis ayahnya. Dengan pengalaman yang dimilikinya, Arvan terkenal sebagai seorang pengusaha yang sangat teliti dalam mengambil setiap keputusan. Dia juga dikenal sebagai seorang yang handal dalam menilai perkembangan bisnis yang akan sukses dikemudian hari. Arvan ibarat "cenayang" di kalangan rekan dan koleganya. semua itu tidak terlepas dari ketelitian dan kepandaiannya membaca peluang bisnis yang ada.Dengan gaya penampilan yang selalu menggunakan kemeja ditambah dengan postur tubuh tinggi sedikit berotot yang dimilikinya membuat dadanya terlihat bidang. Selain itu perawakannya yang tegas dengan netra hitam pekat yang mampu mencuri hati siapa saja yang memandangnya. ditambah cambang tipis yang menghiasi rahangnya membuat banyak wanita mengidamkan s
Diatas mejanya, Arvan mengambil setumpuk berkas yang diserahkan oleh pihak HRD tadi pagi. Berkas itu berisi laporan kinerja karyawan yang ada di berbagai cabang perusahaan. Dia harus memeriksa daftar nama para karyawannya sebelum nanti mengambil keputusan apakah memberi surat peringatan atau melakukan pemutusan kerja.Sebenarnya dia malas melakukan ini, dirinya bisa saja menyerahkannya kepada HDR untuk memvalidasi dan segera melakukan pemutusan kerja pada pegawai yang namanya ada di atas mejanya sekarang. Surat peringatan baginya hanya basa-basi dan kurang memberi efek jera. Dia lebih memilih langsung mengambil sikap dengan memutuskan kontrak.Tapi sebagai pemilik perusahaan tentu memerlukan izin darinya jika ingin melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan yang dianggap tidak kompeten dalam mempertahankan kinerjanya. Hanya memerlukan tanda tangannya.
“Pindah?” Amanda terkejut dengan ucapan Fandy Barusan.“Iya. Pindah. Karena itu aku ingin dengar dari kamu langsung, apa kamu ada masalah dengan rekan yang lain sampai kamu ingin pindah dari tempat ini?" Ucap Fandy sambil menatap Amanda serius.Sebagai kepala cabang dia tidak melihat ada masalah yang berarti selama ini diantara rekan timnya sehingga dia penasaran alasan Amanda mengajukan kepindahan hingga disetujui oleh CEO mereka. Bahkan dia pindah ke Jakarta. Setahunya untuk pindah ke kota besar seperti Jakarta bukan hal yang mudah. Setidaknya dia harus melewati beberapa jenjang karir misalnya kepala toko atau supervisor wilayah. Sedangkan Amanda masih berstatus staf.Amanda benar-benar tidak mengerti maksud pembicaraan Fandy tentang pindah karena dia tidak mengajukan kepindahan. Dia sudah merasa nyaman disini dan dia tidak memiliki masalah apapun.“aku nggak ngerti deh maksud mas apa, aku sama sekali
Amanda pulang ke rumahnya dengan wajah lesu. Dia menatap hampa pada rumah satu lantai dengan pekarangan yang tidak terlalu luas. Dengan dinding berwarna hijau yang sudah sedikit memudar. Ini bukan rumahnya atau rumah peninggalan orangtuanya. Ini rumah seseorang yang dianggapnya tante. Seseorang yang sudah mau menampungnya selama tiga tahun berada di Pati."Apa yang kamu lakukan disana, Amanda. Bantu tante angkat jemuran," ucap Anna sambil berteriak menunjuk Amanda.Amanda tersadar dari lamunannya dan segera membantu tantenya mengangkat jemuran dan meletakkannya di keranjang."Heran deh.. anak muda jaman sekarang bukannya pulang langsung bantuin orang tua. Malah melamun, tidak ada kerjaaan," gerutu Anna di depan Amanda yang sudah membantunya mengangkat jemuran.Tanpa memperdulikan ocehan tantenya amanda mengangkat keranjang berisi pakaian bersih ke dalam rumah. Lebih baik tidak meladeni tantenya. Biarkan saja dia mengomel sesuka hati. Amanda sudah
Amanda menatap rekan- rekan di outlet tempatnya bekerja satu per satu. Akhirnya dia memutuskan untuk mengambil tawaran itu dan bersiap pindah ke Jakarta. Hari ini adalah hari terakhirnya dan dia ingin berpamitan dengan rekan- rekannya.Ada perasaan sedih yang menghinggapinya. Bagaimanapun mereka adalah orang- orang yang bersamanya selama dia mencari nafkah. Memberikan semangat saat dirinya merasa lelah serta tempat curhat saat masalah yang dihadapi terasa buntu dan dirinya membutuhkan saran atau sekedar pendengar untuk ceritanya."Aku akan merindukan kalian semua," ucap Amanda berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.Retno maju menghampiri Amanda dan memeluknya. "Mbak… Retno akan sangat rindu dengan mbak Manda," ucao Retno sambil menangis. Retno adalah karyawan termuda di swalayan tempat Amanda bekerja.Amanda memeluk Retno sambil sesegukan. Akhirnya dirinya tidak dapat menahan air matanya untuk keluar walaupun sudah di cobanya.A
Arvan merasa gusar. Pikirannya sedang tidak berada di otaknya saat ini. Sebagai orang yang memindahkan Amanda kembali ke Jakarta dia tentu tahu kapan seharusnya gadis itu sudah berada di Jakarta. mengingat surat keputusan telah diterima outlet cabang Pati dan Amanda sudah menandatangani surat pemindahan setidaknya Amanda sudah berada di Jakarta hari ini, paling lambat besok karena lusa dia sudah mulai bekerja di cabang baru.Rasanya Arvan ingin berdiam di Stasiun Pasar Senen mengamati wajah para penumpang kereta satu persatu untuk memastikan kalau Amanda sudah tiba di Jakarta. Tapi hal itu tidak mungkin dia lakukan. Merasa penasaran dengan kondisi terbaru mantan tunangannya namun dia mengingatkan dirinya untuk menahan diri membuat Arvan menjadi badmood. Rasanya waktu hari ini berjalan sangat lambat dan semua pekerjaan seolah berantakan. Beberapa kali Arvan bahkan terdengar menggebrak meja hanya karena stafnya kurang teliti atau melakukan tindakan yang seharusnya b