Delapan tahun bukanlah waktu singkat untuk bisa kembali berhadapan dengan masa lalu. Melupakan trauma yang pernah di alami. Membalut luka yang tergores begitu dalam. Trauma di alami hingga nyaris bunuh diri. Itulah yang di alami Kaira Jharna Fahar. Mampukah bertahan? Bagaimana menghadapi kemelut di dalam hati yang selama ini membelenggunya? Di hadapkan dengan orang di masa lalunya. Temukan jawabannya, hanya di 'Cinta Setelah Luka'
Lihat lebih banyakKaira berjalan sambil menangis di tengah rinai hujan yang turun cukup deras. Wanita itu menyeret dengan malas koper, mengangklek tas berukuran sedang di pundak kirinya. Tangis Kaira semakin menjadi kala ia harus kembali teringat peristiwa beberapa waktu lalu.
Perempuan berambut hitam sepinggang dengan tinggi semampai tersebut di usir keluarganya dari rumah karena perbuatan yang tidak sengaja dan bukan kehendaknya terjadi."Pergi kau dari sini! Rumah ini tidak pantas di huni perempuan hina sepertimu!" usir wanita setengah baya yang berdiri di hadapan Kaira dengan lantang dan tatapan menyeringai."Jangan usir aku dari rumah. Aku mohon. Papa, Mama, Kak Karin, dan Kak Kevin," mohon Kaira dengan mengiba sambil bersimpuh di kaki sang kakak perempuannya."Jangan tunjukkan wajah sok polosmu di hadapan kami! Kau telah mencoreng nama baik keluarga ini dengan perbuatan kotor dan hinamu! Kami tidak ingin menanggung aibmu!" ucap Karin semakin menunjukkan amarahnya, dengan suara yang lantang."Sebaiknya kau keluar dari rumah ini dan jangan pernah kembali lagi. Kau telah mengecewakan kami semua. Papa sama Mama berharap banyak darimu. Akan tetapi, kau telah mengecewakan kami," ucap Kamran, ayahnya Kaira dengan wajah kecewa."Pa--""Pergi!"Karin menarik paksa Kaira dan menyeret dengan kasar Kaira keluar rumah. Lalu, melempar koper serta tas wanita itu. Kemudian, menutup keras pintu rumah. Kaira bangkit dengan cepat berjalan ke arah pintu. Mengetuk-ngetuk pintu cukup kencang sambil berteriak."Buka pintunya! Aku mohon, buka!" teriak Kaira menggedor kuat pintu.Namun, tidak ada satu pun yang mau membuka hingga akhirnya Kaira menyerah dan memungut koper serta tasnya. Melangkah dengan gamang tanpa arah dan tujuan.Air mata Kaira terus mengalir meski tersapu air hujan. Hawa dingin mulai terasa, ketika embusan angin menerpa, menyentuh permukaan kulit wajah, leher, dan tangan wanita itu. Namun, tak di rasakannya.Rasa sakit yang ia rasakan mengalahkan semua. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah nasib Kaira. Berjalan sendirian di tengah malam yang mencekam.Wanita itu berdiri di tepi jembatan yang di laluinya kini. Kaira merentangkan kedua tangan hendak melompat, ia membiarkan begitu saja koper dan tasnya tergeletak di tepi jembatan.Tinggal selangkah lagi untuk Kiara bisa terjun bebas ke sungai. Namun, seseorang meraih tubuh Kaira dengan cepat. Lalu, menariknya ke tepian. Mereka terjatuh terjerembab di trotoar. Kaira tak sadarkan diri dan langsung di bawa pergi orang tersebut.~~~~~~Delapan taun kemudian.Terdengar suara riuh dari dalam kamar. Bunyi benda-benda terjatuh dari meja rias, menyentuh lantai. Serpihan beling berhambur dengan bebas mengelilingi Kaira yang kini tersungkur di sudut meja kamarnya. Wanita itu meringkuk, membenamkan kepalanya pada kedua lutut yang tertekuk.Tubuhnya bergetar cukup kuat. Kedua tangan Kaira gemetar menyentuh pecahan beling tersebut. Darah segar menetes dari kedua telapak tangannya."Aww!"Wanita itu berteriak menahan sakit. Suara riuh dan teriakkan terdengar hingga ke kamar sebelah. Seorang pria muda melangkah cepat keluar kamar. Mencari tahu apa yang terjadi.Pemuda tersebut mengetuk keras pintu kamar Kaira. Namun, tidak ada jawaban. Kepanikan melandanya, ia pun mendobrak paksa pintu agar terbuka. Kedua matanya terbelalak melihat apa yang terjadi."Kaira!" teriak pria itu yang langsung berlari menghampiri Kaira yang sudah tergeletak tak sadarkan diri di lantai.Pemuda berkacamata dengan kumis tipis tersebut menggendong tubuh Kaira dan merebahkannya di ranjang. Kemudian, ia mengambil kotak P3K dari dalam laci, serta stetoskop. Lalu, memeriksa denyut nadi juga tubuh Kaira. Setelah itu, membersihkan luka wanita itu dengan alkohol.Lepas itu, ia membalut luka Kiara dengan perban dan memasang infus berupa cairan NaCl untuk menghindari dehidrasi. Setelah selesai, pria itu duduk di samping Kaira, menunggu wanita cantik berbulu mata lentik tersebut kembali sadarkan driri.Dua jam berlalu, Kaira pun tersadar. Perlahan menggerakkan jari-jemarinya dan membuka kedua mata. Pria di sampingnya langsung bangkit, kemudian menyentuh kening Kaira yang sudah tidak demam lagi."Syukurlah kau sudah sadarkan diri," ucap pria itu sambil kembali memeriksa denyut nadi Kaira."Kak Harun. Kenapa ada di sini? Apa yang terjadi denganku?" tanya Kaira dengn bingung sambil menatap Ke arah sekeliling."Kau pingsan. Apa yang terjadi padamu sampai seperti itu?" tanya Harun dengan wajah serius."Maaf, sudah buat Kakak khawatir," ucap Kaira lirih tanpa memberitahukan yang sebenarnya terjadi pada sang kakak.Harun mendekat. Pria itu mngusap lembut kepala Kaira dan menatapnya dalam."Istirahatlah. Jangan terlalu banyak pikiran. Jangn lupa minum obatnya dan ingat! Jangan pernah melakukan hal bodoh lagi," ucapnya sambil menyelimuti tubuh Kaira."Aku akan kembali dua jam lagi untuk memeriksa infusmu," lanjut Harun sambil melangkah keluar kamar. Kaira mengangguk dan memejamkan matanya kembali.Keesokan harinya, wajah Kaira sudah kembali segar setelah di infus semalaman. Harun mengtuk pintu kamar Kaira perlahan kemudian masuk. Pria itu tersenyum sambil menatap Kaira, ia mengerutkan kedua alisnya melihat sang adik sudah berdandan rapi dan bersiap pergi."Mau ke mana? Rapi sekali," ucap Harun mendekati Kaira."Bekerja," jawab Kaira singkat."Istirahatlah dua tiga hari sampai kondisimu pulih," ucap Harun memberi saran sambil duduk di atas meja rias menghadap Kaira."Aku baik-baik saja. Tak perlu khawatirkan aku," ucap Kaira sambil menopangkan dagunya pada tangan yang bersandar di meja sambil menatap Harun."Tanganmu masih di perban. Bagaimana kau akan bekerja dengan tangan seperti ini?" ucap Harun kembali sambil memegang kedua tangan Kaira yang terbalut perban."Tapi masih bisa digerakkan, bukan?" bela Kaira yang tidak mau di anggap lemah dengan kondisinya tersebut."Tidak ada tapi. Istirahat di rumah sampai pulih. Jangan masuk kerja sampai aku mengizinkanmu.""Kak, aku--""No debat! Atau aku akan beritahu ayah untuk memberimu cuti panjang!"Harun mencegah Kaira bekerja karena khawatir dengan kondisi kesehatan wanita itu. Kaira mendengkus kesal, tetapi tidak berani melawan perkataan Harun. Lelaki berkumis tipis tersebut mengacak pelan rambut Kaira."Jadilah adik yang baik," ucap Harun sambil melangkah keluar kamar.~~~~~~Dua hari berlalu, kondisi Kaira sudah mulai membaik. Harun pun sudah mengizinkannya kembali bekerja, meski kedua tangan Kaira masih terbalut perban. Jika bukan karena rengekan wanita itu yang memaksa Harun mengizinkannya bekerja, pasti kaira masih berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa pun yang membuat jenuh."Apa obatmu sudah di minum?" tanya Harun di ruangannya. Kaira mengangguk tanpa kata."Apa tanganmu merasa membaik?" tanya pria itu kembali. Masih anggukkan yang Kaira berikan sebagai jawaban.Harun menghela napas dalam. "JIka tidak bersemangat, pulanglah. Istirahatkan tubuhmu," ucap Harun yang mulai kesal dengan jawaban Kaira."Aku mau kembali bekerja dulu," ucap Kaira berjalan malas keluar ruangan. Harun menautkan alisnya dan menggelengkan kepala melihat kelakuan sang adik.'Aku harus kuat. Sebisa mungkin aku harus bisa menggerakkan kedua tanganku dengan baik. Semangat Kaira,' batin wanita itu saat hendak memasuki tempat kerjanya."Bagaimana situasi di sini?" tanya Kiara menghampiri seorang gadis yang tengah membawa kertas di tangannya."Semua baik. Tidak ada yang mengkhawatirkan. Aman terkendali," ucap gadis itu sambil senyum."Syukurlah," ucap Kaira merasa lega."Tolong! Bantu kami!" teriak seseorang dari depan ruangan tiba-tiba. Menghentikan pembicara Kaira dengan gadis itu.Rumah sakit dalam keadaan sibuk sekali, pasien terus berdatangan di ruang IGD, bahkan ada yang di tempatkan pada tenda darurat karena keterbatasan ruangan. Para pasien juga sudah menggunakan tanda berupa pita di lengan sesuai dengan kondisi masing-masing.Wajah Harun dan Kaira tampak lelah sekali karena telah lakukan operasi lebih dari enam kali sehari. Bukan hanya kedua orang itu, para perawat yang membantu jalannya operasi pun terlihat letih. Namun, mereka harus tetap bersemangat demi menyelamatkan raga yang lain.Kaira dan Harun baru saja keluar dari ruang operasi untuk beristirahat sejenak, setelah operasi terakhir di lakukan. Sudah sekitar hampir dua puluh jam melakukan operasi dengan sekitar tujuh pasien korban tanah longsor yang dibawa ke rumah sakit kemarin siang. Ke tujuh korban mengalami luka berat tertimpa reruntuhan dan matrial. Menjalankan operasi sekitar dua sampai tiga jam per pasien. Meski tampak leah, tetapi Kaira dan Harun berusaha tegar dan kuat. Beruntung, kali in
Harun semakin mendekati Kaira. Pemuda itu sedikit berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan wanita itu. Meraih kepala Kaira dan menghadapkan ke arahnya."Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membentakmu apalagi di depan yang lain. Aku hanya sedang panik dengan kondisi pasienku," jelas Harun sambil menangkupkan wajah Kaira.Kaira terdiam. Mulutnya enggan bersuara. Wanita cantik itu masih kesal dengan sikap Harun meski pemuda tersebut sudah memberikan penjelasan.Harun kembali menghela napas. "Kau masih merajuk meski aku sudah meminta maaf dan menjelaskan semuanya padamu?" tanyanya dengan wajah serius.Kaira masih bergeming, ia masih merajuk pada Harun. Pasalnya, pemuda itu memang tidak pernah membentaknya, apalagi di depan umum. Kaira merasa sakit hati dan malu sekali dibuat oleh Harun."Aku akan menebus kesalahanku. Aku traktir kau belanja di mal. Kau boleh membeli apa saja yang kau mau. Aku akan bayar semuanya, asal kau tidak marah lagi denganku," ucap Harun berusaha membujuk Kaira."Per
Kaira melangkah menuju ruangannya usai mengumpulkan laporan di ruang IGD. Wajahnya tampak sedikit lelah. Pandangannya pun tidak fokus sampai ia menabrak seseorang yang tengah berjalan berlawanan arah dengannya."Ups, ma--maaf, saya tidak ... Kak Erlan." "Kaira ...." Ternyata Kaira menabrak Erlan. Mantan pacar Kaira sekaligus mantan suami Karin. Keduanya terdiam sejenak. Menata hati masing-masing yang bergemuruh menahan rasa."Ma--maaf, Kak. Aku tidak fokus melangkah sampai menabrak Kak Erlan," jelas Kaira memulai kembali pembicaraan.Erlangga tersenyum. "Tidak apa. Kau tampak lelah sekali, apa kau baik-baik saja?" tanya Erlan dengan curiga."Aku baik-baik saja. Hanya kurang fokus saja," jelas Kaira sambil menunduk. Tidak berani menatap Erlan."Baiklah. Emm, omong-omong, bagaimana kabar keluargamu? Aku dengar, belum lama ini, kau baru melahirkan anak keduamu?" Erlan mengubah topik pembicaraan karena tidak ingin berdebat dengan Kaira. Wanita berparas cantik itu mendongak dan berusaha
Kaira mulai melakukan aktivitas seperti biasa, setelah hampir empat bulan beristirahat di rumah pasca melahirkan. Wanita berparas cantik itu melangkah dengan anggun di lorong Rumah Sakit Kusuma Pratama Hospital. Mengenakan dress berwarna biru langit, dipadukan dengan jas putih, seragam rumah sakit.Rambut sepinggangnya ia sanggul dan hells berwarna senada dengan pakaiannya, di tambah anting kecil menghiasi kedua telinga Kaira, menambah pesona perempuan tersebut. Meski sudah memiliki dua anak. Akan tetapi, Kaira masih terlihat cantik dan menawan. Wanita itu merawat tubuhnya dengan sangat baik. Mengatur pola makan yang baik pula demi kesehatan dirinya.Wanita berparas cantik itu memasuki ruang IGD. Semua mata tertuju padanya. Mereka tetap mengagumi Kaira yang memiliki postur tubuh bak model internasional. Senyum terukir di bibirnya. Membalas sapaan dari petugas yang berada di ruangan tersebut.Kaira terus melangkah ke dalam. Memasuki sebuah ruangan yang menjadi tempatnya untuk mengecek
Setelah mendapatkan perawatan selama satu Minggu, Kaira sudah diizinkan pulang ke rumah. Kaivan tampak sedang menimang-nimang putranya, sementara Kaira berbaring di ranjang karena merasakan nyeri pada perutnya.Harun tampak memeriksa obat-obatan Kaira dan memberikan beberapa butir pada adiknya tersebut agar di minum, untuk meredakan nyeri pada perutnya.Usai minum obat, Kaira tertidur di samping putranya. Kaivan dan Harun keluar kamar dan berbincang di ruang tamu sambil menikmati teh dan kudapan buatan Bi Inah."Kenapa Kaira tampak kesakitan sekali?" tanya Kaivan dengan penasaran.Harun menghela napas. "Itu biasa terjadi pasca operasi. Penyebabnya bisa karena terlalu banyak melakukan pergerakan sehingga ada bagian otot yang terluka ikut tertarik. Oleh karena itulah, rasa nyeri itu datang," jelas pemuda berkumis tipis itu dengan wajah serius."Sampai kapan itu terjadi?" tanya Kaivan kembali semakin penasaran."Sampai luka bekas operasi itu mengering. Bahkan terkadang sudah kering dan b
Kaira sedang merapikan mainan milik Kiara, tiba-tiba, perutnya terasa sakit. Wanita itu menghentikan aktivitasnya dan meringis sambil memegangi perutnya. Bi Inah yang baru saja hendak membantu Kaira terkejut melihat majikannya tampak kesakitan."Nyonya, Nyonya kenapa?" ucap Bi Inah dengan raut wajah panik."Pe--perut aku sakit, Bi. Aww!" ucap Senja sambil terus memegangi perutnya."Sebentar, Nyonya. Bibi telepon Tuan Kaivan dulu," ucap Bi Inah sambil merogoh saku bajunya dan mengambil benda pipih di dalamnya."Halo, Bi. Ada apa?""Tu--Tuan. Ny--Nyonya ....""Kaira kenapa, Bi? Pelan-pelan saja bicaranya.""Nyonya, Tuan. Nyonya kesakitan. Sepertinya mau melahirkan." "Apa? Ya sudah, Bibi jaga Kaira, saya telepon ambulans.""Baik, Tuan."Sambungan telepon pun terputus. Kaivan segera menelepon rumah sakit dan meminta mengirimkan ambulans untuk membawa istrinya. Pemuda itu langsung gegas menyusul sang istri bersama dengan Ferdinan yang menemani karena khawatir terjadi sesuatu pada Kaivan.
Karin dan Tasya tampak melangkah menuju gagang pintu ruang tamu setelah mendengar deru mobil dan mengintip siapa yang datang. Begitu pintu terbuka, seorang pria mengenakan jaket hitam, celana panjang hitam, masker, serta topi, dan kacamata berwarna sama langsung masuk ke dalam."Kenapa lama sekali? Kita sudah hampir mati kelaparan di sini," omel Karin sambil mengambil kardus yang dibawa orang itu dan meletakkannya di meja."Kau pikir mudah untuk bisa sampai ke sini? Aku harus memastikan situasi aman. Lagipula, askes ke sini juga sulit, butuh waktu lama untuk bisa sampai," jelas orang itu sambil mengambil lagi kardus yang lain."Kau sudah pastikan aman selama perjalanan ke sini? Tidak ada yang mengikutimu?" tanya Tasya curiga."Aku pastikan aman. Sepertinya, Kaivan dan anak buahnya belum mencium keberadaan kalian di sini," jelas orang yang ternyata lelaki tersebut kembali."Syukurlah. Kapan kami bisa keluar dari sini? Kami sudah tidak betah tinggal di hutan belantara ini. Tidak ada sin
Kaivan kembali memegang kedua pundak Kaira dan memijitnya lembut. Kaira menghela napas sambil sesekali memejamkan kedua matanya. Menikmati setiap pijitan Kaivan."Kasihan sekali istriku. Pasti kelelahan bekerja sampai seperti ini," ucap Kaivan sambil terus memijit."Tadi banyak pasien. Ruang IGD pun ramai. Jadi, memang agak sibuk hingga kurang beristirahat," jelas Kaira sambil menenglengkan kepalanya."Jangan terlalu capai, kau sedang hamil. Apalagi, kandunganmu sudah besar. Apa tidak sebaiknya mengambil cuti dan beristirahat saja di rumah," saran Kaivan."Waktu melahirkan masih lama. Kalau aku ambil cuti sekarang, akan lama di rumah. Aku pasti akan bosan," tolak Kaira."Sayang, kalau kau bosan kan bisa jalan-jalan. Ke mall, atau ke mana saja. Aku akan mengantarmu. Kalau terlalu lelah seperti ini, calon bayi kita pasti akan semakin aktif dan itu akan membahayakan kalian," jelas Kaivan yang masih berusaha membujuk Kaira."Tapi, Mas ....""Kau bisa sibuk mengantar jemput Kiara. Bisa ber
Seorang wanita paruh baya yang meski tidak muda lagi. Namun, masih tetap terlihat cantik tampak sedang mondar-mandir di dalam kamarnya. Kekhawatiran tampak di balik wajah setengah keriputnya. Sesekali, ia melirik ke arah ponsel yang di genggamnya. Sudah hampir satu jam perempuan tersebut seperti itu. Karan, sang suami tampak memasuki kamar tersebut. Pria tua itu mengerutkan kedua alisnya. Merasa heran dengan apa yang telah istrinya lakukan. Lelaki itu mendekati dan menepuk pelan pundak Kanza, nama wanita tersebut. "Mam, ada apa? Kau tampak gelisah sekali?" tanya Karan dengan curiga. Wanita itu terperanjat. Kemudian, menghela napas dan mengeluarkannya kasar. Menelan ludah dan menatap ke arah suaminya dengan raut wajah panik. "Pa--Papi, mengejutkan Mami saja," ucap Kanza dengan gugup. "Maaf, Mam. Dari tadi, Papi perhatikan Mami mondar-mandir sambil melirik ponsel. Ada apa? Siapa yang sedang Mami tunggu teleponnya?" tanya Karan semakin penasaran. "Tidak ada, Pap," bohong Kanza
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen