Beranda / CEO / Cinta Setelah Luka / Bab 2 Kemelut Hati

Share

Bab 2 Kemelut Hati

Kaira bersama gadis itu menoleh ke arah pintu dan langsung mendekatinya. Empat orang pria tampak mendorong sebuah brankar dan menerobos masuk ruangan IGD.

"Suster, dokter! Tolong bantu kami! Ada korban kecelakaan," seru salah seorang dari mereka.

""Apa yang terjadi?" tanya Kaira sambil mengambil stetoskop dari saku jasnya.

"Pasien mengalami luka memar pada kening. Patah pada tangan dan kaki kiri. Pendarahan pada tangan Kiri. Paha kanan sobek cukup dalam," jelas salah seorang dari petugas paramedis yang membawa orang itu ke rumah sakit.

Sekujur tubuh orang itu berlumur darah hingga sulit di kenali. Kondisinya sangat memprihatinkan sekali.

Berapa suhu dan tekanan darahnya? Sudah menghubungi keluarganya?" tanya Kaira kembali sambil memeriksa denyut nadinya.

"Mereka masih di jalan. Suhu tubuhnya tiga puluh tujuh derajat. Tekanan darahnya tujuh puluh per seratus.

"Pindahkan ke ruang pemeriksaan itensif. siapkan larutan Nacl 0,9 persen infus 500 mili liter. Kasa, obat merah, dan alkohol," pinta Kaira pada Nuning, seorang perawat yang bersamanya.

NaCl 0.9% Infus 500 mili liter merupakan cairan kristaloid yang sering digunakan secara intravena untuk resusitasi cairan. Misalnya : pada kasus dehidrasi berat, syok hipovolemia, alkalosis metabolik yang disertai kehilangan cairan dan deplesi natrium ringan.

"Baik, Dok."

Perawat itu menyiapkan semua yang diperlukan. Kemudian, membantu Kaira membersihkan pasien. Saat wajahnya sudah terlihat, Kaira menghentikan aktivitasnya. Membulatkan dengan sempurna kedua matanya.

'Dia ... tidak mungkin,' batin Kaira sambil sedikit menggeleng dan memejamkan matanya yang sempat terbelalak.

"Dok, pasien kritis. Detak jantung melemah," ucap Nuning setelah memasang ventilator serta monitor holter yang merupakan alat perekam ritme jantung secara terus-menerus dan alat bantu pernapasaan.

Kaira bergeming. Wanita itu masih larut dalam lamunan. Mengabaikan perkataan perawat di sebrangnya.

"Dok," panggil Nuning sambil menatap bingung ke arah Kaira.

"Ahh, iya."

Kaira tersentak dengan perkataan Nuning. Seketika, lamunannya pun membuyar. Membuat wanita itu kembali tersadar.

"Dokter baik-baik saja?" tanya Nuning khawatir.

"I--iya. Saya hanya tiba-tiba merasa sedikit pusing saja," bohong Kaira yang tidak ingin Nuning mengetahui kondisi dirinya.

Dokter Harun yang sedang memeriksa pasien tak jauh dari tempat Kaira berada menoleh ke arah mereka. Memperhatikan yang sedang terjadi.

"Dina, kau urus pasien ini dulu," ucap Harun sambil melangkah ke arah Kaira.

"Baik, Dok," ucap perawat yang bernama Dina sambil mengangguk.

Harun mendekati Kaira dan Perawat Nuning. Kemudian, menatap Kaira dengan bingung.

"Apa yang terjadi?' tanya Harun saat tiba di tempat Kaira.

"Tidak ada. Kepalaku sedikit sakit."

"Istirahatlah, biar aku yang mengurus pasien ini," ucap Harun sambil melihat wajah Kaira yang tampak pucat. Kaira mengangguk dan berlalu.

"Dok, jantung pasien terhenti," ucap Nuning panik.

"Pasang intubasi. Saya akan melakukan CPR," ucap Dokter Harun sambil naik ke atas ranjang dan menekan dada kiri pasien. Lalu, memompanya.

Kemudian, melakukan tindakan medis ablasi jantung. Yaitu, prosedur memperbaiki aritma yang dilakukan dengan cara membuat jaringan parut di jantung, untuk memblokir sinyal listrik yang tidak beraturan dan menggembalikan detak jantung menjadi normal.

Dokter Harun turun dari ranjang dan mengambil defibrillator. Yaitu, alat kejut listrik ke jantung. Berfungsi untuk mengatasi irama jantung abnormal yang berpotensi fatal atau aritma. Sehingga, membuat detak jantung kembali berdetak saat pasien mengalami jantung berhenti.

"Deflibrillator 200 joule!"

"Siap!"

"Shock!"

Kembali Harun melakukan ablasi untuk aritma jantung, setelah melakukan deflibrillator sebanyak dua kali.

"Tekanan darah 120-100/90-60 mmHg, denyut jantung 60-100bpm/beat per minute, SpO2 di atas 95%, dan frekuensi napas antara 12-20 kali per menit," ucap perawaat Nuning, menjelaskan kondisi pasien setelah mengecek melalui monitor.

Dokter Harun bernapas lega karena jantung pasien kembali berdetak normal. Mengatur napas yang sedikit tersengal dan membasuh kening yang dipenuhi peluh dengan kerah jasnya.

~~~~~~

Usai melakukan penyelamatan yang cukup menegangakan, Dokter Harun meninggalkan ruangan IGD dan melangkah ke ruangannya sambil membawa berkas berisi hasil ct scean pasien kecelakaan tersebut.

Dokter Harun melihat Kaira menangis terisak di ruangannya. Pria berparas manis itu mendekati. Lalu, duduk di sebelah Kaira.

"Ada apa? Kenapa menangis?" tanya Harun lembut sambil menepuk pelan sebelah pundak Kaira.

"Ka--Kak Harun," ucap Kaira dengan gugup, mendapati sang kakak tengah berada di sampingnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kau tampak aneh akhir-akhir ini. apa ada yng mengusik pikiranmu?" tanya dokter muda itu kembali, menatap Kaira penasaran.

"Aku--"

"Apa kau mengenal pasien di ruangan IGD itu?" sela Harun dengan tidak sabar.

"Tidak," bohong Kaira yang tidak ingin Harun mengetahuinya.

"Baiklah. Ini hasil ct scean pasien itu," ucap harun sambil menyerahkan berkas di tangannya. Kaira menerima dan melihatnya.

"Separah ini kah kondisinya?" tanya Kaira yang terkejut dengan keadaan pasien tersebut.

"Begitulah. Harus dilakukan opersai secepatnya. Kepala bagian depan dan lengan kirinya cukup parah. Patah kaki dan tangan kirinya pun harus segera di tangani. Jika tidak, pasien bisa mengalami lumpuh permanen."

"Apa pihak keluarganya sudah mengetahui hal ini?"

"Aku sudah menjelaskannya tadi."

"Lalu?"

"Kita akan melakukan operasi itu segera."

"Apa? Kita?"

"Ya, kita. Kau dan aku."

"Tapi--"

"Sepuluh menit lagi. Aku tunggu di ruang operasi. Jangan terlalu memaksakan diri, jika tidak sanggup tidak perlu melakukannya."

Kaira terdiam mendengar ucapan Harun yang begitu tegas terhadapnya. Kaira bergeming. Seluruh syarafnya terasa mati, terlihat lemas dan kembali pucat.

'Ya Tuhan, haruskah aku mengoperasi dirinya?' batin Kaira sambil memejamkan mata. Mencoba untuk menetralisir tubuhnya yang sempat kaku dan sesak napas.

~~~~~~

Kaira kembali terdiam di ruang operasi. Menatap nanar ke arah pasien di hadapannya. Dadanya terasa sesak, jantung Kaira berdetak dua kali lebih cepat dari normal. Napas kaira pun tak beraturan.

'Kenapa harus kau yang berada di sini?' batin Kaira yang semakin bergemuruh.

Harun memicingkan matanya. Menatap Kaira penuh kebingungan dari sebrang. Pria berparas manis itu semakin merasa aneh dengan sikap tak biasa Kaira.

"Ada apa? Apa kau baik-baik saja?" tanya Harun dengan curiga.

Kaira tersentak. Lamunannya membuyar. Kalimat Harun cukup mengejutkannya meski pelan. Wanita itu mengangguk.

"Bisa kita mulai mengoperasi pasien ini sekarang?" tanya Harun yang sudah siap sejak dokter anastesis selesai melakukan tugasnya. Lagi-lagi hanya anggukkan kecil terlihat dari Kaira.

Kaira pun akhirnya memimpin jalannya operasi meski ia harus berhadapan dengan pasien tersebut. Tugas seorang dokter pun harus ia jalani tanpa memilih siapa pasiennya.

~~~~~~

Empat jam berlalau, operasi pun selesai. Lampu ruangan bedah itu mati. Seorang pria yang menunggu sejak operasi berlangsung tersebut bernapas sedikit lega setelah penantian cukup lama. Harun keluar ruangan dan langsung di hadang oleh pemuda itu.

"Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya pemuda itun penasaran.

"Syukurlah, operasi berjalan lancar. Namun, pasien masih dalam kondisi koma. jadi, harus di rawat secara intensif di ruang ICU," jelas Harun sambil membuka kacamatanya.

"Lalu, kapan pasien akan sadar?" tanya pemuda itu semakin penasaran.

"Tergantung bagaimana pasien merespons. Semoga saja tidak berlangsung lama," jelas Harun kembali.

"Aamiin."

"Sebaiknya Anda menunggu di depan ruangan ICU saja."

"Baik, Dok."

Harun dan pemuda itu pun meninggalkan ruangan operasi dan berjalan menuju ruang ICU. Sementara Kaira, wanita tersebut kembali ke ruangannya, ia ingin memulihkan kondisi yang sempat tegang dan kemelut yang berkecamuk di dalam hati dan pikirannya. Begitu syoknya Kaira saat melihat pasien itu dan harus mengoperasinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status