Beranda / CEO / Cinta Setelah Luka / Bab 1 Malam Mencekam

Share

Cinta Setelah Luka
Cinta Setelah Luka
Penulis: Tri naya

Bab 1 Malam Mencekam

Kaira berjalan sambil menangis di tengah rinai hujan yang turun cukup deras. Wanita itu menyeret dengan malas koper, mengangklek tas berukuran sedang di pundak kirinya. Tangis Kaira semakin menjadi kala ia harus kembali teringat peristiwa beberapa waktu lalu.

Perempuan berambut hitam sepinggang dengan tinggi semampai tersebut di usir keluarganya dari rumah karena perbuatan yang tidak sengaja dan bukan kehendaknya terjadi.

"Pergi kau dari sini! Rumah ini tidak pantas di huni perempuan hina sepertimu!" usir wanita setengah baya yang berdiri di hadapan Kaira dengan lantang dan tatapan menyeringai.

"Jangan usir aku dari rumah. Aku mohon. Papa, Mama, Kak Karin, dan Kak Kevin," mohon Kaira dengan mengiba sambil bersimpuh di kaki sang kakak perempuannya.

"Jangan tunjukkan wajah sok polosmu di hadapan kami! Kau telah mencoreng nama baik keluarga ini dengan perbuatan kotor dan hinamu! Kami tidak ingin menanggung aibmu!" ucap Karin semakin menunjukkan amarahnya, dengan suara yang lantang.

"Sebaiknya kau keluar dari rumah ini dan jangan pernah kembali lagi. Kau telah mengecewakan kami semua. Papa sama Mama berharap banyak darimu. Akan tetapi, kau telah mengecewakan kami," ucap Kamran, ayahnya Kaira dengan wajah kecewa.

"Pa--"

"Pergi!"

Karin menarik paksa Kaira dan menyeret dengan kasar Kaira keluar rumah. Lalu, melempar koper serta tas wanita itu. Kemudian, menutup keras pintu rumah. Kaira bangkit dengan cepat berjalan ke arah pintu. Mengetuk-ngetuk pintu cukup kencang sambil berteriak.

"Buka pintunya! Aku mohon, buka!" teriak Kaira menggedor kuat pintu.

Namun, tidak ada satu pun yang mau membuka hingga akhirnya Kaira menyerah dan memungut koper serta tasnya. Melangkah dengan gamang tanpa arah dan tujuan.

Air mata Kaira terus mengalir meski tersapu air hujan. Hawa dingin mulai terasa, ketika embusan angin menerpa, menyentuh permukaan kulit wajah, leher, dan tangan wanita itu. Namun, tak di rasakannya.

Rasa sakit yang ia rasakan mengalahkan semua. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah nasib Kaira. Berjalan sendirian di tengah malam yang mencekam.

Wanita itu berdiri di tepi jembatan yang di laluinya kini. Kaira merentangkan kedua tangan hendak melompat, ia membiarkan begitu saja koper dan tasnya tergeletak di tepi jembatan.

Tinggal selangkah lagi untuk Kiara bisa terjun bebas ke sungai. Namun, seseorang meraih tubuh Kaira dengan cepat. Lalu, menariknya ke tepian. Mereka terjatuh terjerembab di trotoar. Kaira tak sadarkan diri dan langsung di bawa pergi orang tersebut.

~~~~~~

Delapan taun kemudian.

Terdengar suara riuh dari dalam kamar. Bunyi benda-benda terjatuh dari meja rias, menyentuh lantai. Serpihan beling berhambur dengan bebas mengelilingi Kaira yang kini tersungkur di sudut meja kamarnya. Wanita itu meringkuk, membenamkan kepalanya pada kedua lutut yang tertekuk.

Tubuhnya bergetar cukup kuat. Kedua tangan Kaira gemetar menyentuh pecahan beling tersebut. Darah segar menetes dari kedua telapak tangannya.

"Aww!"

Wanita itu berteriak menahan sakit. Suara riuh dan teriakkan terdengar hingga ke kamar sebelah. Seorang pria muda melangkah cepat keluar kamar. Mencari tahu apa yang terjadi.

Pemuda tersebut mengetuk keras pintu kamar Kaira. Namun, tidak ada jawaban. Kepanikan melandanya, ia pun mendobrak paksa pintu agar terbuka. Kedua matanya terbelalak melihat apa yang terjadi.

"Kaira!" teriak pria itu yang langsung berlari menghampiri Kaira yang sudah tergeletak tak sadarkan diri di lantai.

Pemuda berkacamata dengan kumis tipis tersebut menggendong tubuh Kaira dan merebahkannya di ranjang. Kemudian, ia mengambil kotak P3K dari dalam laci, serta stetoskop. Lalu, memeriksa denyut nadi juga tubuh Kaira. Setelah itu, membersihkan luka wanita itu dengan alkohol.

Lepas itu, ia membalut luka Kiara dengan perban dan memasang infus berupa cairan NaCl untuk menghindari dehidrasi. Setelah selesai, pria itu duduk di samping Kaira, menunggu wanita cantik berbulu mata lentik tersebut kembali sadarkan driri.

Dua jam berlalu, Kaira pun tersadar. Perlahan menggerakkan jari-jemarinya dan membuka kedua mata. Pria di sampingnya langsung bangkit, kemudian menyentuh kening Kaira yang sudah tidak demam lagi.

"Syukurlah kau sudah sadarkan diri," ucap pria itu sambil kembali memeriksa denyut nadi Kaira.

"Kak Harun. Kenapa ada di sini? Apa yang terjadi denganku?" tanya Kaira dengn bingung sambil menatap Ke arah sekeliling.

"Kau pingsan. Apa yang terjadi padamu sampai seperti itu?" tanya Harun dengan wajah serius.

"Maaf, sudah buat Kakak khawatir," ucap Kaira lirih tanpa memberitahukan yang sebenarnya terjadi pada sang kakak.

Harun mendekat. Pria itu mngusap lembut kepala Kaira dan menatapnya dalam.

"Istirahatlah. Jangan terlalu banyak pikiran. Jangn lupa minum obatnya dan ingat! Jangan pernah melakukan hal bodoh lagi," ucapnya sambil menyelimuti tubuh Kaira.

"Aku akan kembali dua jam lagi untuk memeriksa infusmu," lanjut Harun sambil melangkah keluar kamar. Kaira mengangguk dan memejamkan matanya kembali.

Keesokan harinya, wajah Kaira sudah kembali segar setelah di infus semalaman. Harun mengtuk pintu kamar Kaira perlahan kemudian masuk. Pria itu tersenyum sambil menatap Kaira, ia mengerutkan kedua alisnya melihat sang adik sudah berdandan rapi dan bersiap pergi.

"Mau ke mana? Rapi sekali," ucap Harun mendekati Kaira.

"Bekerja," jawab Kaira singkat.

"Istirahatlah dua tiga hari sampai kondisimu pulih," ucap Harun memberi saran sambil duduk di atas meja rias menghadap Kaira.

"Aku baik-baik saja. Tak perlu khawatirkan aku," ucap Kaira sambil menopangkan dagunya pada tangan yang bersandar di meja sambil menatap Harun.

"Tanganmu masih di perban. Bagaimana kau akan bekerja dengan tangan seperti ini?" ucap Harun kembali sambil memegang kedua tangan Kaira yang terbalut perban.

"Tapi masih bisa digerakkan, bukan?" bela Kaira yang tidak mau di anggap lemah dengan kondisinya tersebut.

"Tidak ada tapi. Istirahat di rumah sampai pulih. Jangan masuk kerja sampai aku mengizinkanmu."

"Kak, aku--"

"No debat! Atau aku akan beritahu ayah untuk memberimu cuti panjang!"

Harun mencegah Kaira bekerja karena khawatir dengan kondisi kesehatan wanita itu. Kaira mendengkus kesal, tetapi tidak berani melawan perkataan Harun. Lelaki berkumis tipis tersebut mengacak pelan rambut Kaira.

"Jadilah adik yang baik," ucap Harun sambil melangkah keluar kamar.

~~~~~~

Dua hari berlalu, kondisi Kaira sudah mulai membaik. Harun pun sudah mengizinkannya kembali bekerja, meski kedua tangan Kaira masih terbalut perban. Jika bukan karena rengekan wanita itu yang memaksa Harun mengizinkannya bekerja, pasti kaira masih berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa pun yang membuat jenuh.

"Apa obatmu sudah di minum?" tanya Harun di ruangannya. Kaira mengangguk tanpa kata.

"Apa tanganmu merasa membaik?" tanya pria itu kembali. Masih anggukkan yang Kaira berikan sebagai jawaban.

Harun menghela napas dalam. "JIka tidak bersemangat, pulanglah. Istirahatkan tubuhmu," ucap Harun yang mulai kesal dengan jawaban Kaira.

"Aku mau kembali bekerja dulu," ucap Kaira berjalan malas keluar ruangan. Harun menautkan alisnya dan menggelengkan kepala melihat kelakuan sang adik.

'Aku harus kuat. Sebisa mungkin aku harus bisa menggerakkan kedua tanganku dengan baik. Semangat Kaira,' batin wanita itu saat hendak memasuki tempat kerjanya.

"Bagaimana situasi di sini?" tanya Kiara menghampiri seorang gadis yang tengah membawa kertas di tangannya.

"Semua baik. Tidak ada yang mengkhawatirkan. Aman terkendali," ucap gadis itu sambil senyum.

"Syukurlah," ucap Kaira merasa lega.

"Tolong! Bantu kami!" teriak seseorang dari depan ruangan tiba-tiba. Menghentikan pembicara Kaira dengan gadis itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status