Kaira lagi-lagi terkejut dengan ucapan Kaivan yang begitu terbuka tanpa berbasa-basi. Kaivan mendorong kursi rodanya ke hadapan Kaira dan mendekati wanita itu. Meraih cepat kedua tangan Kaira saat perempuan tersebut lengah."Apa aku harus mengulangi perkataanku? Aku rasa kau tidak tuli, bukan?" tanya Kaivan sambil menatap Kaira tajam."Kau pikir pernikahan itu sebuah permainan? Kau pikir aku ini kupon undian yang baru saja kau menangkan? Sehingga, dengan mudahnya mulutmu berkata seperti itu," ucap Kaira membalas tatapan Kaivan tajam."Apa kau pikir aku sedang bermain-main denganmu? Kau pikir penantian ku selama ini untukmu hanya sandiwara? Kaira, cincin yang melekat di jari manis kirimu itu adalah bukti, kalau aku serius padamu. Kau tahu kenapa aku ingin cepat sembuh? Itu karena aku tidak mau kehilanganmu. Apa kau mengerti?" jelas Kaivan tanpa melepaskan genggaman dan tatapannya pada Kaira."Terlalu dini untuk mengatakan itu. Kau pikir aku sudah menerima dan memaafkan-mu? Apa luka dal
Kaira menjalani hari-hari seperti biasa dengan tenang setelah Kaivan melanjutkan pengobatan ke Singapura. Setidaknya, ia tidak di ganggu terus-menerus oleh pria itu. Kaira pun jauh lebih baik dan fokus dalam bekerja. Meski, trauma dalam dirinya belum hilang. Namun, tetap saja ia memikirkan perkataan Kaivan soal pernikahan yang di janjikan pria itu pada Kaira.'Apa Kaivan bersungguh-sungguh dengan ucapannya? Atau, dia hanya ingin mengancamku saja?' batin Kaira sambil meremas rambutnya dan menunduk.Lamunannya membuyar saat ada yang masuk ke ruangannya dengan paksa dan tergesa. Membuat Kaira mendongak dan menatap curiga ke arah orang itu."Si--siapa kau? Kenapa masuk ruanganku tanpa izin?" tanya Kaira dengan sedikit gugup karena terkejut."Apa kau Dokter Kaira?" tanya orang itu sambil menatap tajam ke arah Kaira."Iya, Anda siapa?" tanya Kaira kembali semakin penasaran."Saya Tasya. Tunangan Kaivan. Saya minta sama Anda, jauhi Kaivan. Jangan merusak pertunanganku dengannya," ucap orang
Satu tahun kemudian.Kaira tampak sibuk memilih pakaian pada sebuah pusat perbelanjaan. Sementara, Kiara sang putri sedang asyik duduk di kursi menunggu bundanya memilih baju sambil menggoyang-goyangkan kedua kaki kecilnya dan bermain boneka juga bola kecil.Namun, ketika sedang asyik bermain, bola Kiara terjatuh dan menggelinding. Gadis kecil itu turun dari kursi meletakkan bonekanya di sana dan mengejar bola kecil itu. Cukup jauh bola itu bergelinding hingga tanpa sengaja mengenai kaki seorang pria yang tengah berjalan.Kiara berhenti di hadapan orang itu yang tengah memungut bolanya sambil meremas ujung pakaiannya. Kiara dan orang itu saling beradu tatap. Kedua mata Kiara berkaca menahan tangis dan takut. Terlihat memerah seperti tomat yang baru saja di petik.Kiara tertunduk sambil terus meremas ujung roknya. Poni tipis di kening menutupi kedua mata yang tak berani menatap pria itu.Pria itu mendekat dan sedikit berjongkok di hadapan Kiara. Mensejajarkan tubuhnya dengan gadis keci
Ruang IGD tampak sepi. Kaira duduk di depan layar komputer. Mengecek hasil pemeriksaan. Beberapa data pasien yang ia operasi. Mulai dari riwayat penyakit sampai operasi yang di jalani. Wanita itu begitu serius dan teliti sekali.Namun, fokusnya terganggu saat ia teringat akan pertemuannya dengan Kaivan di pusat perbelanjaan kemarin. Kaira khawatir Kaivan akan benar-benar mengejarnya. Apalagi, pria itu sudah tahu jika Kiara adalah putrinya yang ternyata masih hidup. Tentu, Kaivan tidak akan begitu saja melepaskan Kaira.'Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau Kaivan terus mengusikku? Apalagi dia sudah tahu tentang Kiara. Aku harus bagaimana menghadapinya?' monolog Kaira dalam hati sambil menopang sebelah wajahnya pada tangan yang bersandar di meja.'Kenapa dia harus hadir di hidupku?' batinnya dengan wajah kesal.Harun berdiri tidak jauh dari tempatnya berada. Memperhatikan Kaira yang tampak gelisah. Pria itu melangkah mendekati Kaira dan berdiri di sampingnya. Wanita itu sibuk de
Pria itu terus menatap Kaira tajam sambil memberi sedikit ancaman. Kaira yang sedang fokus bekerja merasa kesal dan ingin sekali mengusirnya dengan paksa. Namun, ia tahu itu tidak akan berhasil. Laki-laki keras kepala seperti orang tersebut tidak akan mudah menyerah.Kaira berusaha bertahan. Wanita itu kembali fokus pada pekerjaannya tanpa memedulikan pria yang sedang menatap dirinya tersebut."Baiklah, itu pilihanmu. Aku akan meminta perhatian mereka untuk mendengarkan apa yang ingin aku katakan padamu," ucap pria itu kembali sambil berdiri tegap dan menatap ke arah sekitar."Kaira, aku ...."Dengan cepat Kaira bangkit dari kursi dan menutup mulut pria itu dengan sebelah tangannya. Menghentikan kalimat lelaki tersebut yang berbicara cukup keras. Kaira tidak ingin ada keributan di sana."Hentikan kekonyolanmu! Oke, kita keluar sekarang," ucap Kaira dengan kesal sambil menghela napas, ia pun terpaksa mengikuti keinginan pria itu daripada membuat onar di rumah sakit dan mengganggu pasie
"Akan apa? Membunuhku?"Seolah tahu apa yang ada dalam pikiran Kiara. Kaivan melontarkan pertanyaan yang cukup membuat Kaira terkejut. Wanita itu memejamkan kedua mata. Menetralisir dan mengontrol amarahnya agar tidak meluap.Kaivan mendekati Kaira dan menegakkan dagu lancip milik Kaira. Memaksa wanita itu menatapnya dan mendekatkan sedikit wajahnya."Kau punya dua pilihan. Menikah denganku dan kau bisa bertemu Kiara, atau tetap kukuh pada pendirian ku dan kau tidak akan bisa bertemu dengan anak kita untuk selamanya," ucap Kaivan penuh ancaman."Kau tidak bisa memaksaku untuk memilih. Kau tidak berhak untuk melakukannya!" seru Kaira yang kini menatap tajam ke arah Kaivan.Kaivan tersenyum kecut. "Hidup itu pilihan, Sayang. Kau harus memilihnya. Aku telah menyelidiki dan mengetahui semua tentangmu. Termasuk keluarga yang saat ini bersamamu. Aku juga tahu di mana Kiara bersekolah dan kapan dia pulang. Aku sudah memerintahkan anak buahku membawanya ke suatu tempat. Kau lihatlah sendiri."
Kaira terus memikirkan semua perkataan Kaivan hingga tidak berkonsentrasi dalam bekerja. Tangannya sempat terluka saat melakukan operasi. Beruntung ia di dampingi Harun yang bisa mengatasi situasi.Kaira berjalan kesal menuju ruang perawatan untuk mengobati lukanya. Harun mengikutinya dari belakang. Darah segar tampak menetes ke lantai meski sudah dibendung. Kaira membuka pintu ruangan sedikit kasar dan masuk. Kemudian, mengambil kotak obat di lemari. Lalu, melangkah menuju brankar dan duduk di atasnya.Harun langsung mengambil kotak obat itu dan membantu Kaira tanpa persetujuan wanita itu, ia tidak perduli wajah masam yang di tunjukan Kaira padanya. Harun paham, Kaira masih kesal dan marah dengan kejadian semalam di rumahnya.Kaira menolak diobati Harun. Namun, pria itu memaksa dan berhasil meraih tangan Kaira. Membuka paksa jari-jemarinya yang terkepal. Mencuci luka Kaira dengan alkohol dan mengambil alat jahit. Harun menyuntikkan obat pereda sakit agar tidak perih saat di jahit.L
Kaivan semakin panik melihat Kaira yang tampak aneh. Kaira berusaha terus menahan agar tidak meledak. Namun, ia tidak sanggup dan akhirnya meluap."Arghhh!" Kaira menepis kasar tangan Kaivan dari pundaknya dan meremas kuat rambutnya. Kaivan semakin panik dan bingung. Ini, pertama kalinya Kaivan melihat Kaira seperti itu."Kaira," panggilnya lembut."Pergi kau dari sini," usir Kaira pelan. Namun, Kaivan tidak mengindahkan malah ingin menyentuh kembali pundak Kaira."Aku bilang pergi!" seru Kaira menepis tangan Kaivan."Kaira, a--aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu. Namun, aku mohon tenangkan dirimu," ucap Kaivan dengan gugup."Pergi dari sini.""Kaira.""Pergi! Pergi! Pergi!""Kaira."Kaivan refleks langsung memeluk tubuh Kaira. Berusaha menenangkannya meski Kaira terus memberontak."Aku mohon, tenangkan dirimu," ucap Kaivan selembut mungkin."Pergilah. Pergi.""Kaira!"Tubuh Kaira melemas dalam pelukan Kaivan dan wanita itu pun tak sadarkan diri. Harun datang untuk mengecek kead
Kaira mulai melakukan aktivitas seperti biasa, setelah hampir empat bulan beristirahat di rumah pasca melahirkan. Wanita berparas cantik itu melangkah dengan anggun di lorong Rumah Sakit Kusuma Pratama Hospital. Mengenakan dress berwarna biru langit, dipadukan dengan jas putih, seragam rumah sakit.Rambut sepinggangnya ia sanggul dan hells berwarna senada dengan pakaiannya, di tambah anting kecil menghiasi kedua telinga Kaira, menambah pesona perempuan tersebut. Meski sudah memiliki dua anak. Akan tetapi, Kaira masih terlihat cantik dan menawan. Wanita itu merawat tubuhnya dengan sangat baik. Mengatur pola makan yang baik pula demi kesehatan dirinya.Wanita berparas cantik itu memasuki ruang IGD. Semua mata tertuju padanya. Mereka tetap mengagumi Kaira yang memiliki postur tubuh bak model internasional. Senyum terukir di bibirnya. Membalas sapaan dari petugas yang berada di ruangan tersebut.Kaira terus melangkah ke dalam. Memasuki sebuah ruangan yang menjadi tempatnya untuk mengecek
Setelah mendapatkan perawatan selama satu Minggu, Kaira sudah diizinkan pulang ke rumah. Kaivan tampak sedang menimang-nimang putranya, sementara Kaira berbaring di ranjang karena merasakan nyeri pada perutnya.Harun tampak memeriksa obat-obatan Kaira dan memberikan beberapa butir pada adiknya tersebut agar di minum, untuk meredakan nyeri pada perutnya.Usai minum obat, Kaira tertidur di samping putranya. Kaivan dan Harun keluar kamar dan berbincang di ruang tamu sambil menikmati teh dan kudapan buatan Bi Inah."Kenapa Kaira tampak kesakitan sekali?" tanya Kaivan dengan penasaran.Harun menghela napas. "Itu biasa terjadi pasca operasi. Penyebabnya bisa karena terlalu banyak melakukan pergerakan sehingga ada bagian otot yang terluka ikut tertarik. Oleh karena itulah, rasa nyeri itu datang," jelas pemuda berkumis tipis itu dengan wajah serius."Sampai kapan itu terjadi?" tanya Kaivan kembali semakin penasaran."Sampai luka bekas operasi itu mengering. Bahkan terkadang sudah kering dan b
Kaira sedang merapikan mainan milik Kiara, tiba-tiba, perutnya terasa sakit. Wanita itu menghentikan aktivitasnya dan meringis sambil memegangi perutnya. Bi Inah yang baru saja hendak membantu Kaira terkejut melihat majikannya tampak kesakitan."Nyonya, Nyonya kenapa?" ucap Bi Inah dengan raut wajah panik."Pe--perut aku sakit, Bi. Aww!" ucap Senja sambil terus memegangi perutnya."Sebentar, Nyonya. Bibi telepon Tuan Kaivan dulu," ucap Bi Inah sambil merogoh saku bajunya dan mengambil benda pipih di dalamnya."Halo, Bi. Ada apa?""Tu--Tuan. Ny--Nyonya ....""Kaira kenapa, Bi? Pelan-pelan saja bicaranya.""Nyonya, Tuan. Nyonya kesakitan. Sepertinya mau melahirkan." "Apa? Ya sudah, Bibi jaga Kaira, saya telepon ambulans.""Baik, Tuan."Sambungan telepon pun terputus. Kaivan segera menelepon rumah sakit dan meminta mengirimkan ambulans untuk membawa istrinya. Pemuda itu langsung gegas menyusul sang istri bersama dengan Ferdinan yang menemani karena khawatir terjadi sesuatu pada Kaivan.
Karin dan Tasya tampak melangkah menuju gagang pintu ruang tamu setelah mendengar deru mobil dan mengintip siapa yang datang. Begitu pintu terbuka, seorang pria mengenakan jaket hitam, celana panjang hitam, masker, serta topi, dan kacamata berwarna sama langsung masuk ke dalam."Kenapa lama sekali? Kita sudah hampir mati kelaparan di sini," omel Karin sambil mengambil kardus yang dibawa orang itu dan meletakkannya di meja."Kau pikir mudah untuk bisa sampai ke sini? Aku harus memastikan situasi aman. Lagipula, askes ke sini juga sulit, butuh waktu lama untuk bisa sampai," jelas orang itu sambil mengambil lagi kardus yang lain."Kau sudah pastikan aman selama perjalanan ke sini? Tidak ada yang mengikutimu?" tanya Tasya curiga."Aku pastikan aman. Sepertinya, Kaivan dan anak buahnya belum mencium keberadaan kalian di sini," jelas orang yang ternyata lelaki tersebut kembali."Syukurlah. Kapan kami bisa keluar dari sini? Kami sudah tidak betah tinggal di hutan belantara ini. Tidak ada sin
Kaivan kembali memegang kedua pundak Kaira dan memijitnya lembut. Kaira menghela napas sambil sesekali memejamkan kedua matanya. Menikmati setiap pijitan Kaivan."Kasihan sekali istriku. Pasti kelelahan bekerja sampai seperti ini," ucap Kaivan sambil terus memijit."Tadi banyak pasien. Ruang IGD pun ramai. Jadi, memang agak sibuk hingga kurang beristirahat," jelas Kaira sambil menenglengkan kepalanya."Jangan terlalu capai, kau sedang hamil. Apalagi, kandunganmu sudah besar. Apa tidak sebaiknya mengambil cuti dan beristirahat saja di rumah," saran Kaivan."Waktu melahirkan masih lama. Kalau aku ambil cuti sekarang, akan lama di rumah. Aku pasti akan bosan," tolak Kaira."Sayang, kalau kau bosan kan bisa jalan-jalan. Ke mall, atau ke mana saja. Aku akan mengantarmu. Kalau terlalu lelah seperti ini, calon bayi kita pasti akan semakin aktif dan itu akan membahayakan kalian," jelas Kaivan yang masih berusaha membujuk Kaira."Tapi, Mas ....""Kau bisa sibuk mengantar jemput Kiara. Bisa ber
Seorang wanita paruh baya yang meski tidak muda lagi. Namun, masih tetap terlihat cantik tampak sedang mondar-mandir di dalam kamarnya. Kekhawatiran tampak di balik wajah setengah keriputnya. Sesekali, ia melirik ke arah ponsel yang di genggamnya. Sudah hampir satu jam perempuan tersebut seperti itu. Karan, sang suami tampak memasuki kamar tersebut. Pria tua itu mengerutkan kedua alisnya. Merasa heran dengan apa yang telah istrinya lakukan. Lelaki itu mendekati dan menepuk pelan pundak Kanza, nama wanita tersebut. "Mam, ada apa? Kau tampak gelisah sekali?" tanya Karan dengan curiga. Wanita itu terperanjat. Kemudian, menghela napas dan mengeluarkannya kasar. Menelan ludah dan menatap ke arah suaminya dengan raut wajah panik. "Pa--Papi, mengejutkan Mami saja," ucap Kanza dengan gugup. "Maaf, Mam. Dari tadi, Papi perhatikan Mami mondar-mandir sambil melirik ponsel. Ada apa? Siapa yang sedang Mami tunggu teleponnya?" tanya Karan semakin penasaran. "Tidak ada, Pap," bohong Kanza
Kaira tampak termenung di kamar. Wanita berparas cantik itu duduk di balkon sambil menatap ke arah langit. Napasnya terdengar berat. Terlintas dalam pikirannya akan bayangan masa lalunya. Ketika pertama kali ia mengenal Kaivan hingga kejadian malam itu terjadi yang membuat dirinya kehilangan keluarga kandungnya.Napas Kaira semakin bergemuruh, kedua tangannya mencengkeram kuat pinggiran kursi. Keringat dingin mengucur membasahi wajah cantiknya. Kaivan yang baru saja datang, terkejut dengan ekspresi dari istrinya dan langsung mendekatinya."Sayang, kau kenapa?" tanya pemuda itu sambil berjongkok di hadapan Kaira.Wanita itu memejamkan kedua mata dan menggeleng ketakutan. Napas Kaira semakin sesak. Ketakutan itu semakin menyiksanya. Kaivan langsung memeluknya."Tenanglah, Sayang. Ini aku, Kaivan, suamimu. Aku mohon tenanglah," ucap Kaivan sambil mengusap-usap punggung Kaira. Berusaha menenangkannya.Kaira berusaha melepaskan pelukan Kaivan. Namun, pria itu mempererat pelukannya, ia tahu
Kaira dan Kaivan terdiam. Keduanya masih syok dengan apa yang menimpa Kiara. Harun yang masih penasaran pun kembali bertanya."Kaira, jawab!" seru Harun semakin penasaran.Kembali Kaira dan Kaivan saling beradu tatap, kemudian menatap ke arah Harun. Menatap pemuda berkumis tipis berparas manis tersebut."ki--Kiara yang ada di dalam," jawab Kaivan dengan gugup."Apa? Ki--Kiara? A--apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Harun dengan terkejut dan penasaran."Kiara tadi diculik saat pulang sekolah oleh Karin dan Tasya. Kami berhasil menggagalkannya, tetapi Kiara terluka karena terkena pecahan beling yang ditodongkan ke arah leher Kiara oleh Tasya," jelas Kaivan, menceritakan kronologi kejadiannya."Apa? Ini semua ulah Tasya dan Karin?" tanya Harun kembali yang tidak menyangka."Iya.""Lalu, ke mana mereka? Apa berhasil ditangkap?""Mereka berhasil meloloskan diirketika kami fokus pada Kiara.""kurang ajar! Berani sekali mereka menyakiti keponakanku! Aku akan menca
Kaivan menelan ludah. Menghela napas, mencoba menahan amarahnya. Bukan tidak berani mendekat ke arah Tasya dan Karin. Namun, ia tidak ingin gegabah dan membuat putrinya terluka. Karin tampak tersenyum melihat wajah menyedihkan Kaira."Lihatlah, Kaira. Kau akan kehilangan putrimu. Itu semua hukuman yang setimpal dari semua yang sudah kau lakukan padaku dan Tasya. Terutama, Kau, Kaivan! Kau sudah buat hidup kami menderita cukup lama di pulau terpencil. Kalian harus membayar mahal untuk itu," ucap Karin dengan tatapan menyeringai."Apa yang kalian inginkan? Lepaskan putriku! Jangan sakiti dia. Urusan kalian denganku, bukan dengannya," ucap Kaira berusaha untuk berbicara baik-baik."Aku ingin kau hancur, Kaira. Tanda tangani surat ini," ucap Karin sambil melemparkan map cokelat ke arah Kaira.'Rupanya mereka sudah menyiapkan dan merencanakan semuanya. Aku harus cari cara membuat Karin dan Tasya lengah hingga bisa menyelamatkan Kiara,' monolog Kaivan dalam hati.Kaivan mengambil map cokela