Share

2. I Found You

Acara gathering yang diikuti sebagian besar karyawan D'Moiz Company akan berakhir besok. Hari ini panitia berniat mengajak seluruh peserta melihat air terjun setelah itu pergi ke kebun stroberi.

Pukul delapan pagi seluruh peserta diharapkan sudah berkumpul di lapangan. Beberapa karyawan terlihat antusias mengikuti acara, tapi ada juga yang malas dan ingin lebih memilih merebahkan diri di hotel.

Suasana yang ramai mendadak hening ketika seorang lelaki berambut hitam dengan tubuhnya yang tegap dan atletis berjalan memasuki lapangan diikuti sang sekretaris di belakang. Aura lelaki tersebut terasa sangat dominan membuat semua peserta gathering sontak menundukkan kepala.

"Selamat pagi, Pak Daniel."

Daniel mengangguk sekilas untuk menanggapi sapaan general manager setelah itu menatap orang yang berdiri di hadapannya satu-persatu.

"Apa semuanya sudah berkumpul?"

Semua peserta sontak melihat sisi kanan dan kiri masing-masing untuk memastikan anggota mereka sudah berkumpul di lapangan.

Karena tidak ada yang menjawab Daniel pun berpikir kalau semua peserta sudah berkumpul.

"Baiklah kalau begitu, kalian bisa—"

"Maaf, Pak. Teman saya tidak bisa ikut ke air terjun."

Daniel sontak berhenti bicara lalu menatap gadis berambut hitam sebahu yang berdiri tidak jauh darinya dengan alis terangkat sebelah.

"Kenapa temanmu tidak ikut?"

"Teman saya sedang kurang enak badan, Pak."

Daniel terkejut mendengar jawaban salah satu karyawannya itu, tapi hanya sesaat. Setelah itu dia mengubah wajahnya kembali tenang.

"Siapa nama temanmu?"

"Bellia, Pak."

Daniel terdiam sebentar.

"Baiklah, kalian bisa berangkat sekarang. Dan Khai ...."

Teman sekaligus yang sudah tiga tahun ini menjadi sekretaris Daniel itu mendekat. "Iya, Pak."

"Tolong gantikan aku mengawasi kegiatan mereka. Aku tidak bisa ikut karena salah satu karyawan sedang sakit."

"What the ...." Khai nyaris mengumpat mendengar ucapan Daniel barusan, untung saja dia bisa menahannya. "Maaf sebelumnya, Niel—em, maksud saya, Pak Daniel. Anda tidak bisa membatalkan begitu saja karena ini undangan khusus dari klien penting kita, Pak."

Khai mencoba mengendalikan emosinya. Lagi pula sejak kapan Daniel peduli dengan karyawannya? Apa lagi Bellia hanya karyawan biasa.

"Sudah lakukan saja pekerjaanmu. Lagi pula ini bukan kali pertama aku memintamu untuk menggantikan pekerjaanku. Aku pergi dulu." Daniel menepuk bahu Khai sekilas sebelum beranjak meninggalkan lapangan.

Bukan perkara sulit bagi seorang Daniel Moiz untuk mengetahui di mana kamar karyawannya yang katanya sedang sakit itu. Setelah mendapat informasi dari resepsionis dia langsung pergi ke kamar Bellia yang ada di lantai empat lalu mengetuk pintu kayu yang ada di hadapan.

Sebenarnya Daniel bisa langsung masuk ke kamar Bellia karena hotel yang mereka tempati sekarang adalah miliknya. Namun, Daniel pria yang berpendidikan dan patuh pada aturan. Akhirnya dia memilih untuk mengetuk pintu kayu bercat putih itu lebih dulu.

Bellia yang sedang berbaring di tempat tidur mengerutkan dahi heran ketika mendengar pintu kamarnya di ketuk dari luar. Bellia sempat berpikir yang datang adalah Lisa, tapi temannya itu tidak mungkin mengetuk pintu jika ingin masuk.

Bellia pun menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya lalu beranjak ke depan untuk membuka pintu padahal kepalanya terasa sangat sakit.

"Pak Daniel ...?!" Bellia nyaris ambruk ketika melihat lelaki yang berdiri di hadapannya sekarang. Untung saja dia cepat-cepat bersandar pada dinding sehingga tidak jatuh.

Daniel menatap Bellia dengan lekat. Wajah gadis itu terlihat sangat pucat, bibirnya kering, dan pipinya tirus. Jujur, penampilan Bellia sekarang terlihat sangat memprihatinkan.

Sepertinya apa yang temannya katakan tadi benar kalau Bellia memang sedang kurang enak badan.

"Ada hal penting yang ingin aku tanyakan padamu."

"Em, apa, Pak?" Bellia tidak mampu menyembunyikan kegugupannya meskipun dia sudah berusaha keras menutupinya.

Bagaimana bisa lelaki yang paling dia hindari muncul di hadapannya sekarang?

Ya Tuhan ....

"Apa kamu masuk ke kamarku semalam?"

Bellia tersentak, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat. Bellia bergeming, kaku, dan tidak bisa memikirkan apa pun.

Apa Daniel tahu kalau dia yang tidur bersama lelaki itu semalam?

"Em, ti-tidak."

"Kamu yakin?" Tatapan Daniel semakin tajam membuat jantung Bellia berdetak tidak nyaman.

"I-iya." Bellia mengangguk kaku.

Daniel menghela napas panjang lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya dan menunjukkan benda tersebut pada Bellia.

"Jepit rambut ini punyamu?"

Tubuh Bellia menegang bagai tersambar petir melihat jepit rambut yang ada di tangan Daniel. Jepit rambut pemberian sang nenek ketika dia berulang tahun yang kesepuluh.

Kenapa jepit rambut tersebut bisa tertinggal di kamar Daniel?

Ah, dia memang ceroboh!

"Jawab pertanyaanku, Bellia," ucap Daniel tenang tapi terdengar menyeramkan di telinga Bellia.

Bagaimana bisa Daniel mengetahui namanya padahal dia tidak pernah memperkenalkan diri pada lelaki itu?

"Sa-saya ...." Bellia memegangi kepalanya yang semakin terasa berat.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Daniel khawatir.

Bellia tidak menjawab karena pandangan matanya tiba-tiba berkunang, napas pun satu-satu.

Bellia sempat mendengar Daniel menyebut kembali namanya sebelum kegelapan merenggut kesadarannya.

Daniel refleks menangkap tubuh Bellia sebelum jatuh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status