“Saya juga mendengar kalau kamu kemarin melakukan operasi caesar bersama dokter Ruben, tanpa sepengetahuan rumah sakit. Bukankah itu melanggar peraturan di rumah sakit?” Tuan Milano mengingatkan lagi kesalahan Emery beberapa hari yang lalu.“Maafkan saya, Tuan. Saya terpaksa melakukannya karena pasien ingin saya mendampinginya pada saat operasi itu berlangsung.” Emery sama sekali tidak menyangkalnya. Justru, dia memberikan penjelasan dan bisa dimaklumi oleh Tuan Milano.“Bukankah keselamatan pasien lebih penting dibandingkan status saya yang merupakan mantan pegawai di rumah sakit?” Emery membela dirinya sendiri.“Wow, berani sekali kamu berpendapat seperti itu di depan saya,” kagum Tuan Milano.“Ayah, maafkan temanku ini,” bela Adrian.“Tidak apa-apa. Justru Ayah butuh orang sepertimu, Emery. Jadi, maukah kamu kembali ke rumah sakit dan bekerja lagi di sana?” tawar Tuan Milano.“Tuan, benarkah Anda menerima saya kembali di sana?” Emery berkaca-kaca mendengarnya.“Tentu saja. Buktikan
“Bagaimana dengan kuliahku?” tanya Emery. Raut wajahnya terlihat cukup serius pada saat menanyakan pendapat Ruben.“Aku sudah tidak memedulikannya. Aku hanya ingin hidup bersamamu,” sahut Ruben.“Lalu, ayahmu? Bagaimana dengannya? Dia pasti tidak akan merestui pernikahan kita jika kita melakukannya secara mendadak.” Emery menundukkan pandangannya dan memainkan jari jemarinya dengan canggung. Ruben meraih tangan Emery dan berusaha meyakinkannya lagi.“Kamu benar. Kita harus merencanakannya lagi nanti. Tapi sekarang, aku membutuhkan sentuhanmu, Sayang.” Ruben mendesah manja ketika dia mencium bibir Emery lagi.Ruben hilang kendali. Dia menanggalkan pakaian tidur yang dikenakan Emery. Lalu, Emery pun membantunya melepas kancing kemejanya satu per satu. Napas keduanya saling memburu. Bibir mereka pun saling bertautan.Malam ini mereka bercinta di ruang tamu dengan penuh gairah. Keduanya saling melepas rindu satu sama lain. Emery kini mendominasi permainan. Dia duduk di atas tubuh Ruben da
Selama beberapa menit, Emery menemani Ruben di sana. Tidak ada tempat untuk bersandar bagi Ruben selain Emery.“Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?” Emery memastikan. Ruben mengangguk.“Ya, aku merasa jauh lebih baik saat ini. Terima kasih sudah mendengarkanku, Sayang,” ucap Ruben.“Aku akan selalu menjadi rumahmu. Apa pun masalahmu, kamu hanya boleh menceritakannya padaku. Bukan pada orang lain.”Ruben manggut-manggut. Dia menoleh ke arah Emery dan memiringkan wajahnya. Kode itu berhasil diterka oleh Emery. Wanita itu mencium bibir Ruben dengan lembut.“Kamu adalah pria terhebat di hidupku. Jadilah dokter yang kuat dalam menghadapi semua permasalahan pasien-pasienmu. Aku akan selalu ada di sampingmu,” hibur Emery kembali.“Aku harus pergi. Ada kelas di kampusku,” kata Emery memberitahu.“Apa sudah waktunya kamu kuliah?” Ruben melirik ke arah jam tangannya. Emery mengangguk.“Kita bertemu di rumah saja. Kamu akan pulang ke rumah malam ini, kan?” Emery memastikannya.“Iya, aku a
“Tidak apa-apa. Ayah hanya demam biasa. Istirahat sebentar juga sudah baikan lagi nanti,” ucap profesor Rudiana sembari menghibur putranya yang sedang mencemaskan keadaannya.“Ayah, aku akan memeriksamu terlebih dahulu. Tunggu sebentar! Aku akan memerintahkan pelayan membawakan peralatan medis di mobilku.”“Tidak usah repot-repot. Ayah sudah diperiksa kemarin dan minum obat,” tolak profesor Rudiana.“Benarkah? Ayah tidak bohong padaku?” Ruben memastikan.“Kalau kamu tidak percaya pada Ayah, kamu bisa tanyakan pada beberapa pelayan di rumah ini.”“Baiklah. Aku percaya kalau begitu.” Ruben mengalah demi menghibur ayahnya yang sedang sakit.“Jadi, apa yang ingin Ayah bicarakan denganku?” desak Ruben. Dia penasaran sekali dengan pembicaraan ayahnya di telepon.“Apa kamu masih berhubungan dengan wanita itu? Emery,” tanya profesor Rudiana.Ruben menoleh. “Kenapa Ayah mempertanyakan hal itu? Bukankah sudah jelas bahwa sekarang dia menjadi rekan kerjaku di rumah sakit.”“Berhati-hatilah kepad
“Makanlah dulu! Nanti kita akan membicarakannya lagi di rumah,” balas Ruben.“Aku akan makan yang banyak. Wah, kelihatannya lezat sekali semua makanan ini!”“Jangan lupa, habiskan ya!”“Tentu. Aku lapar sekali dan tidak sabar ingin segera makan semuanya.”“Selamat makan, Sayang.”“Kamu tidak ikut makan bersamaku?”Ruben menggeleng. “Aku ingin kamu menyuapiku. Baru aku akan makan.”“Hah? Apa? Kenapa kamu tiba-tiba jadi manja sekali seperti ini?”“Aku suamimu. Jadi, lakukan apa yang suamimu perintahkan!”“Baiklah! Aku akan menyuapimu.” Emery mengambil sendok dan garpu makanannya. Lalu, dia menyuapi Ruben.“Bagaimana rasanya Spagheti ini?” Emery menanyakan pendapat Ruben.“Lumayan enak,” kata Ruben. “Aku akan makan yang ini saja.”Ruben balas menyuapi Emery. Mereka berdua terlihat senang sekali pada saat makan bersama. Meskipun mereka melakukannya secara diam-diam, mereka menikmati setiap kebersamaannya.Tanpa mereka sadari, seorang pria di luar sana tengah mengamati keduanya di dalam ru
“Iya, benar. Putra saya sangat menyukai dokter Emery. Jadi, sebelum mereka lulus nanti dan menikah, kami akan menjodohkan mereka terlebih dahulu,” jelas Tuan Milano.“Kelihatannya mereka saling menyukai satu sama lain meski masih malu-malu,” tambah istri Tuan Milano.Pernyataan dari suami istri itu mampu membakar api cemburu yang ada di dalam hati Ruben saat ini. Pertunangan? Ruben syok sekali mendengarnya. Dia tak banyak bicara setelah itu.‘Jadi, itu rencana Tuan Milano. Pantas saja, ada yang aneh ketika Tuan Milano mempekerjakan Emery kembali ke rumah sakit,’ pikir Ruben.“Silakan Dokter Ruben, jangan sungkan! Habiskan makananmu!” kata istri Tuan Milano yang sempat melihat raut wajah Ruben berubah seketika. Setelah mendengar kabar pertunangan Emery dengan Adrian.Usai makan malam, Ruben pulang ke rumah dalam keadaan kalut. Dia sempat uring-uringan sepanjang perjalanan pulang. Dia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Dia tidak rela pria lain menyentuh Emery.“Emery hanya milikku,”
“Aku suka gaun yang ini,” kata Emery.“Tentu. Itu gaun terindah yang pernah kulihat saat kamu mengenakannya, Sayang,” balas Ruben. Emery sampai terharu mendengar pujian Ruben.“Benarkah?” Emery tersenyum sumringah. “Kalau begitu, aku akan memakainya di sesi pemotretan foto prewedding kita.”“Aku akan senang sekali karena kamu yang memakai gaun itu. Lakukan apa yang kamu suka, Sayang,” kata Ruben menyetujuinya.“Lalu, bagaimana dengan tuxedomu? Apa kamu akan memakai itu?” tunjuk Emery. Tuxedo yang dia gunakan tidak serasi dengan gaun yang dipakai Emery saat ini.“Kamu tidak suka?” Ruben menanyakan pendapatnya.“Aku akan memilihkannya untukmu. Tunggu sebentar!” Emery segera memilih-milih tuxedonya. Sementara, Ruben masih belum bisa beranjak dari pandangannya saat ini. Dia masih memandangi Emery.“Coba pakai yang ini saja!” kata Emery memilih. Lalu, dia menyerahkannya pada Ruben untuk segera menggantinya.“Tuan, permisi. Sesi pemotretannya akan segera dimulai,” Fotografer memberitahu mer
Ruben diam saja. Dia bingung harus menjelaskannya dari mana dulu. Lalu, perhatian Sean teralihkan oleh penampilan Emery yang berdiri di samping Ruben.“Apa kalian sekarang terang-terangan sedang berkencan?” tanya Sean agak sinis ke arah Emery.Dokter yang memeriksa profesor Rudiana keluar dari ruangannya dan segera memberitahukan keadaannya pada Ruben.“Ayah Anda harus segera mendapatkan perawatan intensif di sini. Sesak napas yang sering dialaminya kini sudah mencapai tahap yang membahayakan paru-parunya,” jelas dokter.“Baik, saya mengerti. Saya akan mempersiapkan semuanya. Mohon rawat dia dengan baik, Dokter Daniel,” mohon Ruben dengan mata berkaca-kaca. Dia panik sekali, takut terjadi sesuatu pada ayahnya.Dokter Daniel hanya mengangguk. Lalu, dia menyarankan Ruben supaya mulai memerhatikan kesehatan ayahnya yang makin memburuk. Tidak hanya itu, Ruben juga diajak bicara empat mata mengenai kesehatan ayahnya.Ruben yang panik bergegas pergi tanpa menghiraukan Emery. Setelah Ruben d