Satu jam kemudian, Emery sudah tidur di kamarnya ketika Ruben tiba di rumah mereka. Ruben hanya melihatnya sekilas ketika membukakan pintu kamar Emery. Dia tidak ingin membangunkan kekasihnya itu. Hanya dengan melihatnya tertidur pulas, sudah cukup bagi Ruben. Dia juga sangat kelelahan sekali malam ini.Ruben menutup kembali pintu kamar Emery. Lalu, dia berjalan lunglai dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur sesampainya di kamar. Ada yang tengah dia pikirkan saat ini. Besok, dia harus bertanggung jawab pada pihak rumah sakit. Karena sudah mengizinkan Emery memasuki ruang operasi dan membantu persalinan pasien.Ruben termenung sendirian sambil menerawang ke langit-langit kamarnya. Dia memikirkan alasan untuk membela dan melindungi Emery dari ayahnya.***“Selamat pagi!” sapa Emery pada Ruben. Dia sedang di dapur, memasak dan menyiapkan sarapan pagi.Ruben berjalan cepat menghampiri Emery. Tiba-tiba, dia memeluk Emery dari belakang. Di saat Emery sedang memegang wajan panas.“Aku sanga
“Ayah, aku mohon! Tolong maafkan aku sekali ini saja,” mohon Ruben.“Semua karena ulahmu, Ben. Kamu yang berbuat, Ayah yang harus bertanggung jawab pada pihak rumah sakit. Apa kamu senang mempermainkan hidup Ayah yang sudah tua ini?” Profesor Rudiana menyalahkan Ruben.“Tidak Ayah. Aku tidak bermaksud mempermainkan Ayah. Tadinya, aku tidak akan mengizinkan Emery memasuki ruang operasi. Tapi, pasien itu terus memohon padaku. Ada banyak saksinya di ruang operasi itu. Jika Ayah butuh bukti, Ayah bisa menanyakan langsung pada mereka,” jelas Ruben panjang lebar. Dia sedang berusaha membela dirinya sendiri.“Kamu tetap bersalah, Ruben. Pihak rumah sakit tidak akan tinggal diam. Karena kamu memasukkan orang secara ilegal ke ruang operasi. Bahkan, wanita itu sudah membantu persalinan pasien tanpa izin.”“Aku mengerti Ayah.” Ruben pun menyadari kesalahannya. Percuma saja dia panjang lebar menjelaskan keadaan yang sebenarnya pada profesor Rudiana. Hasilnya tetap dia yang disalahkan.“Pergilah!
“Apa?” Ruben membelalak kaget.Tidak hanya Ruben, profesor Rudiana, dan seluruh staf rumah sakit menyaksikannya. Tuan Milano dengan tegas mengumumkan pemberhentian profesor Rudiana secara mendadak, dengan lisannya langsung.Mau tidak mau, dokter Ruben yang akan mengambil alih tugas profesor Rudiana di rumah sakit. Selain menjadi dokter senior, dia juga akan menjabat posisi tertinggi di rumah sakit. Profesor Rudiana agak sedih mendengarnya. Namun, di sisi lain, dia juga begitu bangga pada putranya.Profesor Rudiana merasa tenang jika orang yang menggantikan posisinya adalah putranya sendiri. Dia tidak khawatir lagi sekarang. Memang sudah saatnya dia berhenti bekerja dan pekerjaannya diteruskan oleh Ruben.Antara senang dan cemas, perasaan itulah yang kini dirasakan oleh Ruben. Keputusan Tuan Milano yang memilihnya menjadi direktur utama sementara di rumah sakit sudah tidak bisa diganggu gugat lagi. Dalam beberapa hari ke depan mungkin akan ada peresmian pergantian direktur utama rumah
“Saya juga mendengar kalau kamu kemarin melakukan operasi caesar bersama dokter Ruben, tanpa sepengetahuan rumah sakit. Bukankah itu melanggar peraturan di rumah sakit?” Tuan Milano mengingatkan lagi kesalahan Emery beberapa hari yang lalu.“Maafkan saya, Tuan. Saya terpaksa melakukannya karena pasien ingin saya mendampinginya pada saat operasi itu berlangsung.” Emery sama sekali tidak menyangkalnya. Justru, dia memberikan penjelasan dan bisa dimaklumi oleh Tuan Milano.“Bukankah keselamatan pasien lebih penting dibandingkan status saya yang merupakan mantan pegawai di rumah sakit?” Emery membela dirinya sendiri.“Wow, berani sekali kamu berpendapat seperti itu di depan saya,” kagum Tuan Milano.“Ayah, maafkan temanku ini,” bela Adrian.“Tidak apa-apa. Justru Ayah butuh orang sepertimu, Emery. Jadi, maukah kamu kembali ke rumah sakit dan bekerja lagi di sana?” tawar Tuan Milano.“Tuan, benarkah Anda menerima saya kembali di sana?” Emery berkaca-kaca mendengarnya.“Tentu saja. Buktikan
“Bagaimana dengan kuliahku?” tanya Emery. Raut wajahnya terlihat cukup serius pada saat menanyakan pendapat Ruben.“Aku sudah tidak memedulikannya. Aku hanya ingin hidup bersamamu,” sahut Ruben.“Lalu, ayahmu? Bagaimana dengannya? Dia pasti tidak akan merestui pernikahan kita jika kita melakukannya secara mendadak.” Emery menundukkan pandangannya dan memainkan jari jemarinya dengan canggung. Ruben meraih tangan Emery dan berusaha meyakinkannya lagi.“Kamu benar. Kita harus merencanakannya lagi nanti. Tapi sekarang, aku membutuhkan sentuhanmu, Sayang.” Ruben mendesah manja ketika dia mencium bibir Emery lagi.Ruben hilang kendali. Dia menanggalkan pakaian tidur yang dikenakan Emery. Lalu, Emery pun membantunya melepas kancing kemejanya satu per satu. Napas keduanya saling memburu. Bibir mereka pun saling bertautan.Malam ini mereka bercinta di ruang tamu dengan penuh gairah. Keduanya saling melepas rindu satu sama lain. Emery kini mendominasi permainan. Dia duduk di atas tubuh Ruben da
Selama beberapa menit, Emery menemani Ruben di sana. Tidak ada tempat untuk bersandar bagi Ruben selain Emery.“Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?” Emery memastikan. Ruben mengangguk.“Ya, aku merasa jauh lebih baik saat ini. Terima kasih sudah mendengarkanku, Sayang,” ucap Ruben.“Aku akan selalu menjadi rumahmu. Apa pun masalahmu, kamu hanya boleh menceritakannya padaku. Bukan pada orang lain.”Ruben manggut-manggut. Dia menoleh ke arah Emery dan memiringkan wajahnya. Kode itu berhasil diterka oleh Emery. Wanita itu mencium bibir Ruben dengan lembut.“Kamu adalah pria terhebat di hidupku. Jadilah dokter yang kuat dalam menghadapi semua permasalahan pasien-pasienmu. Aku akan selalu ada di sampingmu,” hibur Emery kembali.“Aku harus pergi. Ada kelas di kampusku,” kata Emery memberitahu.“Apa sudah waktunya kamu kuliah?” Ruben melirik ke arah jam tangannya. Emery mengangguk.“Kita bertemu di rumah saja. Kamu akan pulang ke rumah malam ini, kan?” Emery memastikannya.“Iya, aku a
“Tidak apa-apa. Ayah hanya demam biasa. Istirahat sebentar juga sudah baikan lagi nanti,” ucap profesor Rudiana sembari menghibur putranya yang sedang mencemaskan keadaannya.“Ayah, aku akan memeriksamu terlebih dahulu. Tunggu sebentar! Aku akan memerintahkan pelayan membawakan peralatan medis di mobilku.”“Tidak usah repot-repot. Ayah sudah diperiksa kemarin dan minum obat,” tolak profesor Rudiana.“Benarkah? Ayah tidak bohong padaku?” Ruben memastikan.“Kalau kamu tidak percaya pada Ayah, kamu bisa tanyakan pada beberapa pelayan di rumah ini.”“Baiklah. Aku percaya kalau begitu.” Ruben mengalah demi menghibur ayahnya yang sedang sakit.“Jadi, apa yang ingin Ayah bicarakan denganku?” desak Ruben. Dia penasaran sekali dengan pembicaraan ayahnya di telepon.“Apa kamu masih berhubungan dengan wanita itu? Emery,” tanya profesor Rudiana.Ruben menoleh. “Kenapa Ayah mempertanyakan hal itu? Bukankah sudah jelas bahwa sekarang dia menjadi rekan kerjaku di rumah sakit.”“Berhati-hatilah kepad
“Makanlah dulu! Nanti kita akan membicarakannya lagi di rumah,” balas Ruben.“Aku akan makan yang banyak. Wah, kelihatannya lezat sekali semua makanan ini!”“Jangan lupa, habiskan ya!”“Tentu. Aku lapar sekali dan tidak sabar ingin segera makan semuanya.”“Selamat makan, Sayang.”“Kamu tidak ikut makan bersamaku?”Ruben menggeleng. “Aku ingin kamu menyuapiku. Baru aku akan makan.”“Hah? Apa? Kenapa kamu tiba-tiba jadi manja sekali seperti ini?”“Aku suamimu. Jadi, lakukan apa yang suamimu perintahkan!”“Baiklah! Aku akan menyuapimu.” Emery mengambil sendok dan garpu makanannya. Lalu, dia menyuapi Ruben.“Bagaimana rasanya Spagheti ini?” Emery menanyakan pendapat Ruben.“Lumayan enak,” kata Ruben. “Aku akan makan yang ini saja.”Ruben balas menyuapi Emery. Mereka berdua terlihat senang sekali pada saat makan bersama. Meskipun mereka melakukannya secara diam-diam, mereka menikmati setiap kebersamaannya.Tanpa mereka sadari, seorang pria di luar sana tengah mengamati keduanya di dalam ru