Share

Cinta Kedua Kami
Cinta Kedua Kami
Penulis: Ambar_rawa

Bab 1 : Awal

Bab 1: Awal

Ajeng Wulandari, perempuan berusia 25 tahun, adalah seorang istri dari pria bernama Ardian Pratama, 28 tahun.

Ia juga ibu dari seorang bocah lucu dan cerdas bernama Kaisar Putra Pratama. Keduanya bekerja di sebuah pabrik tekstil yang sama, namun dengan jabatan yang berbeda.

Ajeng hanya seorang karyawan biasa yang mendapat giliran masuk atau shift, sementara suaminya adalah kepala mekanik yang hanya masuk kerja setiap pagi.

Karena perbedaan jam kerja dan pembagian shift, mereka jarang bertemu, kecuali pada hari Minggu yang menjadi quality time bagi mereka.

Hari ini Sabtu, sejak subuh Ajeng sudah disibukkan dengan persiapannya untuk berangkat kerja. Waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi.

"Mas, aku berangkat dulu ya? Aku nggak siapin bekal karena kamu nantikan setengah hari, karena hari ini pendek," kata Ajeng kepada suaminya.

"Iya, Dek, nggak usah siapin bekal. Eh, tapi nanti aku kayaknya lembur, Dek, tapi Tio mau traktir kita semua karena kemarin dia dapat job MC," jawab Ardi.

"Oh, oke deh. Tapi jangan malam-malam ya, Mas, pulangnya. Nanti sore kita jalan-jalan ke Taman Kota, kasihan Kai udah jarang banget kita ajak jalan-jalan. Aku pamit dulu ya, Mas," ucap Ajeng sambil mencium tangan suaminya.

Setelah itu, Ajeng berangkat dengan mengendarai motor matiknya. Sedangkan Ardi hanya diam dan menatap sang istri dengan dalam.

Kantin PT Maju Jaya Tekstil.

Keempat sahabat itu terlihat sedang menikmati makanan yang ada di depan mereka. Hanya Ajeng yang membawa bekal dari rumah.

Ia harus berhemat sampai gajian hari ini. Ya, Ajeng, Yuli, Dewi, dan Susi sedang menikmati istirahat pagi mereka.

"Eh, Jeng, kata Bang Toni, laki lu akhir-akhir ini deket banget sama karyawan baru, anak shift A, janda lagi," ucap Yuli memulai obrolan di kantin.

"Iya, lho, Jeng, Mas Agus juga bilang begitu," timpal Susi.

"Apaan sih, jangan bikin gosip yang aneh-aneh deh. Mas Ardi itu orangnya setia, nggak pernah macam-macam." Meskipun berkata demikian, dalam hati Ajeng sedikit risau.

"Udah, makan-makan... Jangan ngomongin hal yang bikin panas, ih!" Dewi mencoba meredakan situasi.

"Tapi saran gue, Jeng, jangan terlalu percaya sama laki-laki. Ntar sakit hati, tahu!" tambah Yuli.

Sambil makan, Ajeng memikirkan apa yang dikatakan teman-temannya, terutama karena sikap Ardi yang akhir-akhir ini sedikit berubah.

"Oh iya, guys, gimana kalau nanti sore kita ngumpul ngerumpi di Taman Kota? Sekalian ambil gaji, terus kita have fun. Oke nggak?"

Susi mencoba mengalihkan pembicaraan karena melihat Ajeng melamun.

"Kita sih oke aja, ya kan, guys?" tanya Dewi, yang dijawab anggukan oleh Yuli dan Ajeng.

Jam setengah dua belas siang, ponsel Ajeng bergetar dan berbunyi, ada pesan dari Ardi:

"Dek, nanti aku lembur. Banyak mesin yang trouble jadi harus segera dibenerin."

Setelah membacanya, Ajeng tidak langsung membalas karena masih sibuk dengan pekerjaannya.

Sekitar jam dua kurang sepuluh menit, semua karyawan yang masuk pagi bersiap untuk pulang, begitu pula dengan Ajeng.

Namun, sebelum pulang, Ajeng ingin menemui Ardi di kantor mekanik tempat suaminya bekerja.

Bunyi pintu diketuk dan dibuka. Yang terlihat oleh Ajeng hanya Tio, salah satu anak buah Ardi.

"Mas Tio, Mas Ardi-nya ke mana, ya?" tanya Ajeng.

"Eh, Ajeng, Mas Ardi-nya lagi di Line 1 Blok B, mesin di sana rusak. Ada apa?" jawab Tio.

"Nggak ada apa-apa sih, Mas. Ya udah, Ajeng pulang dulu. Ntar Ajeng kirim pesan aja. Makasih ya, Mas Tio, Ajeng permisi."

Ajeng menutup pintu dan berjalan pulang. Sambil berjalan, Ajeng mengirim pesan kepada suaminya:

"Mas, jangan malam-malam ya pulangnya. Ntar sore kita jadi lho jalan ke Taman Kota."

Pesan terkirim, dan Ajeng menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. Sampai di rumah, Ajeng disambut teriakan nyaring dari putra kesayangannya.

"Mamaaaa... yeee, Mama udah puyang!" teriak Kai dengan aksen cadelnya yang menggemaskan.

Buru-buru Ajeng memarkir motor dan menggendong Kai yang berlari ke arahnya.

"Eee... mmm... uuu... accc... Anak Mama yang tampan, Mama kangen banget!" ucap Ajeng sambil menciumi pipi chubby Kaisar.

Terlihat Narsih, ibu mertua Ajeng, duduk di kursi panjang di depan rumah. Memang beliau tadi menemani sang cucu bermain di depan rumah.

"Udah pulang, Jeng? Kok Ardi belum pulang? Bukannya hari Sabtu harusnya setengah hari ya?" tanya Bu Narsih.

"Iya, Bu, harusnya begitu, tapi Mas Ardi lembur. Banyak mesin yang rusak, jadi harus segera dibenerin," jelas Ajeng.

"Ajeng masuk dulu ya, Bu. Gerah, mau bersih-bersih dulu," kata Ajeng sambil menggendong Kai masuk ke kamarnya.

"Kai sayang, mau mandi dulu ya. Kai main dulu di sini."

Ajeng menurunkan Kaisar di atas kasur dan mengambil beberapa mainan untuk menemani sang anak.

Kemudian, dia mengambil handuk dan baju bersih lalu masuk ke kamar mandi.

Lima belas menit kemudian, Ajeng keluar sudah dalam keadaan bersih dan wangi. Segera ia menggendong Kaisar dan keluar menuju ruang tamu.

Terlihat ibu mertuanya sedang menonton TV. Ajeng mengecek ponselnya, terlihat di percakapan aplikasi berwarna hijau itu, pesan untuk suaminya belum dibaca.

"Bu, nanti nggak usah masak banyak-banyak, soalnya sore ini Ajeng mau ajak Mas Ardi dan Kai jalan ke Taman Kota. Sekalian mau ambil gaji, udah lama nggak ngajak Kai jalan-jalan."

"Iya... nanti ibu goreng telur aja. Sayur tadi juga masih ada. Kalian sudah jarang menghabiskan waktu bersama, kasihan Kaisar."

Bu Narsih memang tinggal bersama Ardi untuk menjaga Kaisar jika Ajeng dan Ardi bekerja masuk pagi.

"Mas Ardi sekarang kalau Sabtu sering lembur, Bu. Dan kalau hari Minggu udah malas diajak ke mana-mana," jawab Ajeng.

"Kai... nanti sore kita jalan-jalan ke Taman Kota ya? Kai mau naik apa di sana?" tanya Ajeng pada putranya yang sedang asyik bermain.

"Mau... Mau, Ma! Kai mau naik mobil lemot ya, Ma?" bocah lucu itu kegirangan.

"Iya, sayang, boleh. Nanti Kai main sepuasnya ya?"

"Asikkk!"

Ajeng dan Bu Narsih tersenyum melihat kegembiraan di wajah Kaisar.

Jam empat sore, Ajeng mengajak anaknya untuk mandi.

"Sayang, kita mandi dulu yuk, nanti kalau ayah pulang kita tinggal berangkat."

"Ayo, Ma!" Dengan semangat, Kaisar dan mamanya mandi.

Tapi sampai jam enam sore, Ardi masih belum pulang. Kaisar sudah merengek sejak tadi mencari ayahnya, hingga akhirnya dia menangis meronta-ronta dalam gendongan mamanya.

Ajeng sudah berkali-kali menghubungi nomor sang suami, tapi tidak tersambung.

Banyak pesan yang dikirim Ajeng, tapi hanya centang satu, menandakan nomor sang suami tidak aktif.

'Kemana sebenarnya kamu, Mas? Kenapa ponselmu tidak aktif?'

Banyak hal yang mengganggu pikiran Ajeng, tapi dia masih berusaha untuk berpikir positif.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status