Bab 26
Usai semua drama, aku kembali pulang ke rumah bersama Bayu yang tadi sempat kujemput ke penitipan. Semua kembali kujalani seperti biasa
Sambil menunggu mata mengantuk, kuselesaikan semua pekerjaan rumah yang tadi masih terbengkalai. Kutidurkan Bayu di kamar mewahku, yang gorden dan pintunya kubuka lebar.
Beberapa saat disibukkan aktivitas beres-beres, tiba-tiba langkahku terhenti.
Sejenak aku terpaku. Lintasan peristiwa-peristiwa kembali melintas di labirin ingatanku. Teringat kembali siklus kehidupan yang telah kulewati. Betapa terlalu cepat semua berubah dalam sekejap mata.
Aku berdiri dengan tatapan nanar ke arah salah satu dinding rumahku. Menggigit ujung jemari, kemudian melangkah pelan dan menghenyakkan bobotku di sofa.
Untuk beberapa saat lamanya terdiam di sana. Mengingat kembali apa yang sudah terjadi. Semua bagai teka-teki yang mengejutkan serta cukup membingungkan dalam siklus hidupku.
Aku yang dulu mer
Bab 27Pertemuan dengan Orang MisteriusMalam ini aku ikut Mas Divo, makan malam dengan seseorang yang ingin bertemu denganku. Walau merasa tak pernah mengenal siapa pun di sini apalagi teman Mas Divo. Namun, sesuai saran Mas Dion, aku harus menjadi istri yang baik untuknya, harus nurut.Mobil yang ditumpangi berhenti di sebuah kafe pinggiran kota yang di pinggir jalannya dipenuhi pohon Mahoni besar. Setelah kuamati lebih seksama, baru aku sadari, lokasi ini ternyata lokasi yang pernah aku kunjungi bersama Mas Dion beberapa bulan lalu. Kunjungan yang membuat hidup berubah seratus delapan puluh derjat.“Kunanti.”Huh! Tanpa sadar aku mendengkus saat mataku membaca Neon Box yang terpampang di pinggir jalan. Kemudian pandanganku beralih pada merek besar yang terukir di dinding rukonya.Pikiran sedikit terusik dengan merek itu—Kunanti. Kenapa diri ini baru menyadarinya? Kunanti? Bukankah ini sebuah isyarat cinta m
Bab 28 Permintaan Tante Tiara Perlahan Tante Tiara menelungkupkan sendok dan garpunya di piring, kemudian mendorong piring ke itu ke tengah dengan tenang dan menatapiku dengan sudut bibirnya yang sedikit terangkat. Aku yang masih menyuap sendokan terakhir, balas menatapnya heran. Kemudian memilih menyelesaikan makan malamku ini. Sikap dan ucapan wanita perlente itu cukup mengusik pikiranku. Sementara itu, Mas Divo sibuk bercengkrama dengan Bayu. Setidaknya kurasa itu caranya menetralkan diri dari ketegangan ini. Itu dapat kulihat jelas dari tawa dan senyum yang ia tampilkan penuh keterpaksaan. Tante Tiara menopang dagu lancipnya dengan dua tangannya yang putih, halus mulus dan terawatt itu. Ia menatapku masih dengan senyuman penuh kharismanya. Kuraih air mineral yang ada di hadapan kemudian dan meneguknya pelan. Kemudian kudengar Tante Tiara memanggil seorang pelayan yang ada di belakangku. Ia mengisyaratkan agar pelayan itu membe
Bab 29MelepaskanAku kembali mengangkat kepala. “Baik, Tan. Aku terima!” Aku menarik napas panjang, berupaya menetralkan hati yang bergemuruh. “Aku siap menjual suamiku untuk putri kesayangan, Tante”Mas Divo menatap dengan keterkejutan. Ia tampak ternganga. Tante Tiara dan Om Thomas tersenyum puas. Ya! aku akan meletakkan posisinya bagai barang rongsokan yang harus kujual, agar berguna bagi orang yang membutuhkan seperti Vera—wanita yang tidak mempunyai kemampuan mendapatkan pasangan hidupnya.Tante Tiara menyodorkan berkar itu makin mendekat padaku.“Kamu boleh mempelajarinya dulu. Setelah itu, kita bisa bawa pengacara untuk dapat membuat pengalihan kepemilikan. Ohya, semua asset yang ada di berkas kebetulan ada di sini.”Tanpa pikir panjang, aku menanda-tangangi semua surat yang telah disediakan Tante Tiara. Mungkin memang ini jalannya. Percuma rasa
Bab 30MelepaskanGawaiku berdering. Nama Mas Dion muncul di layar. Segera kuambil dan usap panggilan itu.“Assalammualaikum, Mas.” jawabku sendu.{“Waalaikum salam, Vi. Ada apa?”}“Semalam aku bertemu dengan orang tua Mbak Vera.”{“Kok bisa? Setahuku orang tuanya di Singapura.”}“Mas Dion yang membawaku padanya. Dia ke sini, sengaja ingin ketemu aku.”{“Ohya?! Mau ngapain dia?”} Suara Mas Dion penuh tanya. Aku mendekus dan menghempaskan nafas berat.“Mereka ingin membuat kesepakatan denganku.”{“Kesepakatan?”}“Ya! Mereka ingin menikahkan Mas Divo dan Mbak Vera secepat mungkin. Andai aku tak mau berpoligami, aku harus rela melepaskan Mas Divo. Dan mereka memberikan imbalannya.”{“Imbalan?”} lagi-lagi Mas Dion terheran.“I
Bab 31 Kejutan “Ada satu hal yang sebenarnya ingin aku katakan sedari kemaren, tapi aku takut ini membuat kita salah arah. Bagaimana pun aku masih menghargaimu sebagai adik iparku, Vi.” Keningku mengernyit. Tak paham dengan yang ia katakan. “Maksud Mas apa?” “Aku ingin terus bisa melindungimu, hingga kamu benar-benar mampu berdiri tegar, Vi. Aku harap kamu bisa bangkit dari masalah berat ini.” Aku menekurkan wajahku. Memang, aku harus kuat. hanya itu pilihan terbaikku saat ini agar aku tetap bisa merasakan hidup. “Vi …,” paggilnya kemudian. aku mengangkat wajahku. Kini sepasang netra kami benar-benar saling bertemu. Dadaku berdegup saat dua netra coklat itu menatapku dengan wajah seriusnya. “ Aku sayang sama kamu, Vi.” Deg! Dadaku makin bergemuruh. Sungguh! Aku tak menyangka mendengar kalimat ini dari bibir simterisnya. Napasku terasa sesak. Dadaku ber
#Cinta Ipar Duda Season 2#Part 32+ 18*** Bissmillah. Assalammualaikum, Teman-teman. Kisah Dion Season 2 telah hadir. Semoga masih bisa menghiburKBMaap sudah part 34 *** Delapan belas bulan kemudian. Pagi ini, aku datang lebih awal dari biasanya. Usai mengantarkan Bayu ke sekolah, langsung menuju D-Vion. Semua tim sibuk menyiapkan ruangan, peralatan dan mengecek bahan-bahan baku. Aku mengamati mereka dan memberikan saran apabila ada yang mereka lewati. Aku tersenyum kala melihat Mas Ferri telah lebih dulu berdiri di antara mereka. Menyadari kehadirannya, aku langsung melangkah ke tangga menuju ruanganku. Aku percaya Mas Ferri telaten kalau soal itu. Kunaiki tangga menuju ruanganku. Membuka pintu yang tak terkunci dan langsung memposisikan tubuh di kursi empukku, setelah meletakkan tas mungil dan kunci mobil di meja. Kutekan tombo
Seketika gerakanku terhenti, jantung berhenti berdetak. Netraku menyipit. Setahuku tak ada orang asing yang mengenalku. Karena aku jarang memunculkan diri, kecuali orang-orang yang intens berinteraksi dengan D-Vion.Bagaimana mungkin orang asing yang menelpon ini tahu namaku? Sementara, sebelumnya aku memiliki staf yang membantu di bidang ini. Aku hanya menggantikan ia beberapa hari saja, karena ia cuti. Lalu, bagaimana mungkin orang di luar sana mengenali suaraku sebagai Viona?Aku menarik nafas dan menetralkan hati.“Masf, anda mengenal saya?”Ia tertawa pelan. Aku terdiam.“Siapa sih yang tidak kenal Viona, owner muda dan cantik D-Vion?”Dadaku mulai bergemuruh. Aneh dengan ucapannya barusan. Sejak D-Vion kukelola, Aku nyaris tak mempunyai teman. Ketika baru pindah ke kota ini pun, dulu aku tak mempunyai teman. Menterakan namaku sebagai owner di tempat yang bersifat public, aku tak p
“Assalammualaikum, Viona.”Suara berat seorang lelaki mengejutkanku. Suara yang berasal dari belakangku. Aku bingung, tak menyangka ada lelaki yang mengenaliku di tempat ini. Setahuku aku bukan wanita yang dikenal orang, apalagi lelaki. Seluruh hari-hariku hanya berkutat di D-Vion. Selebihnya untuk Bayu. Adapun aktivitas-aktivitas yang kulakukan untuk kebtuhanku seperti belanja ke mall dan urusan lainnya, semua kulakukan konsisten dengan waktu. Aku nyaris tak punya kenalan. Dari awal aku hadir di kota ini, tetap sama. Lalu siapa lelaki yang mengenaliku di tempat ini?Dan suara itu?“Senang bertemu lagi denganmu, Viona” desis orang itu kemudian yang berhasil membuatku serta merta menolehkan wajah padanya.DEG!Jantungku serasa mau copot saat mata ini bertubrukan dengan sosok lelaki itu. Dadaku berdegub kencang, netraku membulat, nafas serasa sesak dan wajah pun kurasa memucat. Aku
Beberapa saat menunggu, akhirnya sebuah mobil Avanza keluaran lama muncul dari gerbang masuk. Mas Danny melangkah beberapa langkah mendekat sambil melirik ke mobil itu. kaca mobil terbuka, seraut wajah melongok di sana. Kemudian mobil berhenti di hadapan kami. Laki-laki yang tadinya berada di balik kemudi menyerahkan kunci mobil pada Mas Danny. “Sekalian, gue isikan bahan bakar tadi. Ada apaan, sih? Masa’, malam pertama lu masih ada urusan emergency begini?” tanya lelaki itu. “Saudara bini gue masuk rumah sakit, Gem. Sedang darurat,” sahut Mas Danny. Lelaki itu menoleh padaku dan mengangguk sopan. Aku membalasnya dengan senyum sungkan. “Okey! Hati-hati, ya? Mobil gue udah tua. Kebetulan yang stand by tinggal ini. Take care.” Habis berkata begitu lelaki itu berpamitan dan menaiki sebuah motor yang sudah menantinya di gerbang hotel. Mas Danny kemudian mengajakku naik ke mobil. Mobil pun melaju keluar dari pelataran. Belum beberapa menit
Semua telah usai, juga pestaku. Malam ini kami sekeluarga masih menginap di hotel ini, termasuk aku dan Mas Danny yang mendapat kamar khusus penganten. Aku yang masih dibingungkan dengan kejadian tadi siang masih terpana memikirkan semua yang terjadi. Sementara, Mas Danny masih sedang membereskan diri di kamar mandi yang ada di room penganten tempat kami menghabiskan malam ini.Mas Danny keluar sambil mengibaskan handuk berwarna putih bersih di rambutnya yang basah. Tubuh berototnya yang hanya tertutup sebatas pinggang membuat aku sedikit merasakan sesuatu yang tak bisa aku ungkapkan. Tubuh tinggi itu benar-benar sempurna dan penuh pesona.“Hai! Ngapain bengong? Kaget melihat tubuh suami sendiri?” ujarnya mengejutkan lamunanku. Aku yang duduk di bibir ranjang ukuran king size itu segera mengalihkan pandangan sambil tersipu. Wajahku memerah kurasa. Masih sempat kulihat senyum terkembang di wajah tampan itu.Detik berikutnya aku terkejut saat merasakan
Hari pernikahanku dengan Mas Danny, sekaligus resepsi pernikahan akhirnya datang juga. Semua persiapan sudah sangat rampung. Seluruh dekorasi dan segala pernak pernik pernikahan telah tertata dengan indah di ball room hotel yang cukup luas itu. Aku duduk anggun di kursi penganten yang diapit Mas Danny dan Mama yang tak henti tersenyum sumringah menatapi suasana pesta yang cukup elegan ini. Sementara aku juga ikut menatapi suasana pesta yang terkesan lumayan akbar itu dari tempat aku duduk.Menatapi suasana pesta dengan dekorasi interior bernuansa out door itu membuat rasa haruku bermunculan. Tatanan yang didominasi warna putih dipadu cream dan lumut itu sangat menyejukkan mata. Semua persiapan ini hanya inisiatif Mas Danny tanpa sepengetahuanku. Aku salut dengan nilai estetika yang dia miliki. Iringan Sound system ruangan yang menyentuh telinga dengan kekuatan yang nyaman untuk di dengar membuat aku kian terbuai. Aku merasa sangat beruntung bisa menjadi ratu di pesta in
"Hai!" sapanya sambil membuka kaca mata hitam yang menutupi dua netranya itu pelan. Dua sudut bibirnya langsung merekah di rahang kokohnya. Namun, senyum itu seketika memudar seiring tatapannya yang makin lekat ke arahku. Dua netranya menyipit.“Kamu kenapa?” tanyanya heran. Aku menggeleng lemah sambil pura-pura mengalihkan wajah ke samping dan menghapus jejak air mata yang masih terasa basah di antara bulu mata.“Nggak, Mas! Nggak ada apa-apa, kok! Ayo, masuk!” ajakku mengalihkan. Namun, lelaki itu masih terpaku di tempatnya, menatapku dengan raut heran. Beberapa detik kemudian, ia juga mengikutiku masuk ke dalam ruang tamu dan duduk di sofa berseberangan denganku. “Ada apa, Vi?” tanyanya kemudian dengan nada pelan. Membuat aku luruh juga, tak mungkin lagi menyembunyikan keadaan ini pada calon suamiku sendiri. Sebuah permulaan yang didasari kebohongan tentu akan mendatangkan permasalahan di waktu mendatang. Lagia
"Hai!" sapanya sambil membuka kaca mata hitam yang menutupi dua netranya itu pelan. Dua sudut bibirnya langsung merekah di rahang kokohnya. Namun, senyum itu seketika memudar seiring tatapannya yang makin lekat ke arahku. Dua netranya menyipit.“Kamu kenapa?” tanyanya heran. Aku menggeleng lemah sambil pura-pura mengalihkan wajah ke samping dan menghapus jejak air mata yang masih terasa basah di antara bulu mata.“Nggak, Mas! Nggak ada apa-apa, kok! Ayo, masuk!” ajakku mengalihkan. Namun, lelaki itu masih terpaku di tempatnya, menatapku dengan raut heran. Beberapa detik kemudian, ia juga mengikutiku masuk ke dalam ruang tamu dan duduk di sofa berseberangan denganku. “Ada apa, Vi?” tanyanya kemudian dengan nada pelan. Membuat aku luruh juga, tak mungkin lagi menyembunyikan keadaan ini pada calon suamiku sendiri. Sebuah permulaan yang didasari kebohongan tentu akan mendatangkan permasalahan di waktu mendatang. Lagia
“Ma!” ucapku tanpa menoleh pada Mama. “Mama kenal ‘kan sama Tante Widia Anggita? Putri tunggal Bapak Baskoro, teman SMA Mama dulu!” ucapku dengan nada dingin.Ada api benci yang tiba-tiba menjalar mengingat apa yang pernah Mama lakukan dulu, sehngga aku juga mendapatkan hal yang sama dalam hidupku ini. Namun, yang paling aku benci, aku tidak suka penjahat wanita itu ternyata mamaku. Aku benci mengingat rasa sakit yang Mama Mbak Venya rasakan dahulu. Aku benci mengingat kakakku yang baik itu sekian lama harus meredam rasa sakit karena orang yang kupanggil Mama ini.Tak ada jawaban yang bisa aku dengar dari mulut Mama. Hanya suara hening malam yang kian beranjak. Aku menoleh ke arah Mama, setelah beberapa detik jawaban yang kunanati tak kunjung ada. Kutatapi Mama yang terdiam dengan wajah terpekur ke lantai dengan wajah sendu. Aku ikut terpaku menatapnya.“Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi? Ada hubungan apa Mama sama Tante Wd
Usai menjaga Mbak Venya beberapa hari dan sempat juga menjaga bayinya di ruang rawat bayi, aku kembali ke rumah. Usaha yang telah hampir semnggu kutinggalkan tidak kuketahui lagi bagaimana perkembangannya. Kepulanganku ke kampung halaman yang sempat kuberitahukan pada Mama, ternyata juga diketahui oleh Mas Danny. Sesampai di rumah, aku sudah disambut dengan kehadirannya di ruang tamuku. Ia menatapku dengan wajah tenang. Seonggok undangan pernkahan telah tergeletak di atas meja tamuku. Aku menatapinya dengan keheranan .“Mas Danny?” tanyaku dengan langkah terhenti beberapa langkah dari pintu rumahku. Bayu yang langsung riang melihat kemunculan Mama di pintu pembatas ruang tamu dan ruang tengah, langsung saja melepaskan genggamanku. Ia memeluk Mama dengan hangat yang dibalas Mama dengan manis pula.“Sayang, cucu Oma. Oma kangen,” ucap Mama sambil memeluk Bayu. Kemudian membawa Bayu ke dalam, meninggalkan aku dan Mas Danny yang masih menatapku deng
“Vi, Mbak senang kamu masih di sini,” ucap Mbak Venya kala aku mendampinginya saat ia sudah berada di tempat yang baru. Ia mash terlihat lemah. Namun, beberapa selang sudah tidak terpasang di tubuhnya. Mas Dion duduk di sisi kanannya, sementara aku berada di sisi kiri. Ia tersenyum padaku kemudian pada Mas Dion.“Aku ingin Mbak cepat sembuh,” ujarku. Ia kembali tersenyum padaku. Mas Dion meraih jemarinya dan mengusap punggung tangan Mbak Venya.“Mengapa kamu selalu berusaha menyembunyikan semua dariku, Ve? Bukankah aku suamimu, aku berhak tahu tentang semuanya,” sela Mas Dion dengan tatapan penuh kasih. Mbak Venya kembali tersenyum.“Aku cuma tidak anak keberadaan anak kita terancam, Mas. Aku ingin bayi kita baik-baik saja,” sambungnya lagi. Mas Dion bangkit dari duduknya dan mengecup kening Mbak Venya hangat. Kemudian, kembali duduk di bangku yang ada di samping ranjang Mbak Venya. Mbak Venya memejamkan mata
Seorang lelaki berwajah tampan dan bertubuh tegap melangkah ke arahku dan Mas Dion. Lelaki yang ditemani wanita paruh baya itu berbelok dari persimpangan yang ada di belakangku. Ternyata ia melihatku ketika melangkah melintasi persimpangan itu. Karena ia berasal dari arah kiriku. Wajahnya terlihat menahan geram menatapku kemudian Mas Dion yang ada di sampingku. Sementara, wanita yang berjalan di sampingnya menatap dengan wajah tegang. Wanita itu bermata sembab dan berusaha menahan lengan lelak itu. Tanpa di duga, sebuah bogem mentah mendarat di pipi Mas Dion yang tetap menatapnya tenang.Aku terperanjat melihat hal itu. Demikian juga wanita yang ada di sebelahnya. Ia bahkan sempat berteriak ketika lelaki itu mendekat dan melayangkan sebuah pukulan di wajah Mas Dion. Seakan ingin menghentikan gerakan lelaki yang ada di sampingnya. Sementara, Bayu yang berada di sampingku juga tak luput dari keterkejutan. Ia terlihat ketakutan dan berbalik menyembunyikan wajah di tubuhku