Share

BAB 4

Penulis: Amanda13
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-02 17:04:34

Pagi di kantor NextWave dimulai dengan lebih ramai dari biasanya. Kirana memperhatikan anggota timnya terlihat lebih fokus, meskipun ada lingkaran gelap di bawah mata beberapa dari mereka. Itu bukan pertanda baik—tekanan pekerjaan mulai terlihat. Namun, Kirana tahu ia tidak bisa menunjukkan kelemahan. Sebagai pemimpin, ia harus menjaga semangat mereka tetap tinggi.

Saat memulai briefing pagi, Kirana menatap satu per satu anggota timnya. “Kita telah membuat kemajuan yang signifikan dengan simulasi data, dan itu semua berkat kerja keras kalian. Tapi kita belum selesai. Hari ini, saya ingin memastikan semua komponen sudah sinkron sebelum data asli dari vendor tiba. Johan, bagaimana perkembangan sistem backend?”

Johan mengusap wajahnya yang terlihat letih. “Backend sudah hampir selesai. Tapi ada beberapa fitur tambahan dari klien yang belum saya pahami secara teknis. Saya mungkin perlu waktu lebih untuk mendalaminya.”

“Kita bisa atasi itu bersama,” balas Kirana. “Amara, desain antarmuka sudah sesuai dengan spesifikasi baru?”

Amara mengangguk, meskipun ekspresinya tampak kurang puas. “Sudah 90 persen, Mbak. Tapi saya masih merasa ada yang kurang pas. Mungkin perlu diuji lagi setelah data aslinya masuk.”

Kirana tersenyum kecil. “Itu sudah kemajuan besar. Saya percaya pada naluri kamu.”

Namun, sebelum ia sempat melanjutkan, Rendy yang sejak tadi diam tiba-tiba berbicara. “Mbak, saya tidak bermaksud meremehkan usaha semua orang, tapi menurut saya, terlalu banyak perubahan ini membuat pekerjaan kita semakin sulit. Saya rasa klien tidak realistis dengan permintaan mereka.”

Ruangan menjadi hening. Semua mata tertuju pada Kirana.

“Saya paham kekhawatiranmu, Rendy,” jawab Kirana dengan tenang. “Tapi tugas kita adalah menyelesaikan proyek ini, bukan untuk mengeluh. Jika ada masalah, kita selesaikan bersama. Saya percaya kita mampu.”

Rendy mendengus pelan, tetapi ia tidak berkata apa-apa lagi. Kirana tahu, membangun kepercayaan di tim ini tidak akan mudah, terutama dengan anggota seperti Rendy.

Keputusan Berat

Siang harinya, Kirana memutuskan untuk berbicara dengan Adrian mengenai kondisi tim. Ia mengetuk pintu ruangannya dengan hati-hati, dan Adrian mempersilakannya masuk.

“Ada apa, Kirana?” tanyanya tanpa basa-basi.

“Saya ingin melaporkan perkembangan terbaru, Pak. Tim sudah membuat simulasi data yang cukup baik, tetapi kami masih mengalami tekanan besar karena tenggat waktu yang ketat.”

Adrian menatap Kirana dengan ekspresi datar. “Tekanan adalah bagian dari pekerjaan, Kirana. Saya yakin Anda tahu itu saat menerima tanggung jawab ini.”

“Saya tahu, Pak. Tapi saya khawatir jika tekanan ini dibiarkan, hasil akhir proyek bisa terpengaruh. Apakah ada kemungkinan kita meminta klien untuk memperpanjang waktu?”

Adrian menyandarkan diri ke kursinya, menatap Kirana dengan tajam. “Meminta perpanjangan waktu akan membuat kita terlihat tidak profesional. Klien tidak ingin mendengar alasan, Kirana. Mereka hanya ingin hasil.”

“Tapi, Pak—”

Adrian mengangkat tangan untuk menghentikannya. “Anda diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan proyek ini. Jangan datang ke saya dengan masalah. Datanglah dengan solusi.”

Kirana menggigit bibirnya, menahan rasa frustrasi. Ia tahu Adrian benar, tetapi ia juga merasa kesulitan ini harus dibicarakan.

“Saya mengerti, Pak. Saya akan mencari cara agar proyek ini tetap berjalan lancar.”

Adrian mengangguk kecil. “Bagus. Itu yang ingin saya dengar.”

Malam yang Menegangkan

Hari itu berlanjut dengan atmosfer yang semakin tegang di tim. Kirana berusaha mendekati Rendy, berharap bisa meredakan ketegangan. Ia menemukan Rendy sedang bekerja di ruangannya sendiri.

“Rendy,” panggil Kirana dengan nada lembut.

Rendy menoleh, lalu kembali fokus pada layar laptopnya. “Ada apa, Mbak?”

“Saya tahu kamu merasa frustasi dengan semua tekanan ini. Tapi saya ingin kamu tahu bahwa saya menghargai kerja kerasmu.”

Rendy mendengus. “Mbak Kirana, saya tidak masalah dengan kerja keras. Yang membuat saya kesal adalah kurangnya kejelasan dari klien. Mereka terus meminta tambahan, tapi tidak pernah memberikan panduan yang jelas.”

“Itu sebabnya kita harus lebih solid sebagai tim,” jawab Kirana dengan tegas. “Kalau kita terus bekerja seperti sekarang, saya yakin kita bisa melewati ini.”

Rendy menatapnya sejenak, lalu mengangguk kecil. “Baiklah, Mbak. Saya akan coba lebih fokus.”

Kejutan Tengah Malam

Pukul sebelas malam, Kirana masih berada di kantornya. Semua anggota tim sudah pulang, kecuali dia. Saat ia sedang fokus pada dokumen di layar laptopnya, suara pintu terbuka membuatnya menoleh.

Adrian muncul, membawa secangkir kopi di tangannya.

“Anda lagi-lagi lembur,” komentarnya sambil berjalan mendekat.

Kirana tersenyum tipis. “Saya hanya ingin memastikan semuanya sesuai jadwal.”

Adrian menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Kirana, Anda harus belajar bagaimana mempercayai tim Anda. Kalau Anda terus bekerja seperti ini, Anda akan kelelahan sebelum proyek selesai.”

“Saya tidak bisa tenang jika ada yang belum selesai, Pak,” jawab Kirana jujur.

Adrian meletakkan kopinya di meja Kirana. “Saya menghormati dedikasi Anda. Tapi ingat, pemimpin yang baik tahu kapan harus beristirahat.”

Kirana menatap Adrian, merasa ada sesuatu yang lebih di balik ucapannya. Meskipun sering terlihat keras, Adrian menunjukkan sisi yang berbeda malam itu.

“Terima kasih, Pak,” kata Kirana akhirnya.

Adrian tersenyum kecil, lalu berjalan keluar. Kirana menatap cangkir kopi yang ditinggalkannya, merasa sedikit terhibur di tengah tekanan yang memuncak.

Kirana duduk diam sejenak, memandangi cangkir kopi yang ditinggalkan Adrian di mejanya. Pikiran-pikirannya bercampur aduk—tentang proyek, timnya, dan Adrian sendiri. Ada sisi dirinya yang merasa frustrasi dengan pendekatan Adrian yang sering kali dingin dan menuntut, tetapi ada juga sisi lain yang mulai menyadari bahwa pria itu mungkin lebih dari sekadar bos yang keras kepala.

Ia menghela napas panjang, lalu menyeruput kopi tersebut. Aromanya kuat, pahit, tetapi entah bagaimana menenangkan. “Mungkin dia benar,” gumamnya pelan. “Aku harus belajar membagi beban ini dengan tim.”

Namun, sebelum ia bisa benar-benar merenungkan nasihat Adrian, notifikasi pesan di laptopnya berbunyi. Itu dari Johan.

Johan: Mbak, saya menemukan bug di sistem backend tadi. Saya sudah coba perbaiki, tapi ada kemungkinan ini akan memengaruhi simulasi data kita.

Mata Kirana langsung terpaku pada layar. Masalah ini bisa menjadi kendala besar. Ia segera mengetik balasan.

Kirana: Baik, Johan. Saya akan lihat detailnya sekarang. Kita bisa rapat kecil besok pagi untuk menyelesaikan ini.

Krisis di Backend

Pagi harinya, Kirana memulai hari dengan mengumpulkan tim untuk membahas masalah yang dilaporkan Johan. Semua anggota tim hadir, termasuk Tina yang biasanya jarang terlibat langsung dalam pengembangan teknis.

“Masalahnya ada di bagian mana?” tanya Kirana sambil menatap layar presentasi yang diproyeksikan Johan.

Johan menunjuk pada salah satu modul utama dalam sistem backend. “Ini, Mbak. Sistem tidak bisa membaca beberapa variabel yang kita gunakan dalam simulasi. Kalau kita tidak memperbaikinya sekarang, data asli dari vendor mungkin juga tidak akan bisa diproses dengan benar.”

Rendy langsung mengangkat tangan. “Tapi kalau kita memfokuskan waktu untuk memperbaiki ini sekarang, pekerjaan lain bisa tertunda lagi.”

“Tidak ada pilihan lain,” jawab Johan dengan tegas. “Kalau bug ini dibiarkan, dampaknya akan lebih besar nanti.”

Kirana mengangguk, mencoba membuat keputusan cepat. “Kita fokuskan sebagian tim untuk menangani masalah ini. Johan, kamu yang pimpin. Rendy, sementara itu, kamu tetap lanjutkan fitur tambahan sesuai rencana. Tina, bantu Johan untuk mendokumentasikan langkah-langkah perbaikannya.”

Semua orang mulai bergerak, meskipun ada ketegangan yang jelas terasa di ruangan itu.

Tekanan di Balik Layar

Saat makan siang, Kirana kembali ke ruangannya untuk mengecek email. Sebuah pesan baru dari klien membuatnya tertegun.

Subjek: Permintaan Perubahan Tambahan

Isi email itu adalah daftar permintaan revisi baru dari klien, termasuk penyesuaian fitur yang sedang dikerjakan. Kirana menutup email itu dan menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai kusut.

“Ini tidak bisa terus seperti ini,” gumamnya.

Ia segera menghubungi Adrian melalui telepon internal.

“Adrian,” sapanya ketika panggilan diangkat, suaranya lebih serius dari biasanya. “Klien baru saja mengirimkan permintaan perubahan lagi. Saya pikir kita perlu batasan yang jelas untuk revisi ini. Kalau tidak, proyek ini akan terus tertunda.”

Suara Adrian di ujung telepon tetap tenang. “Kirimkan detail permintaan itu ke saya. Saya akan berbicara langsung dengan klien. Tapi ingat, Anda tetap harus menyiapkan tim untuk menghadapi kemungkinan apa pun.”

Kirana merasa lega mendengar Adrian akan menangani klien secara langsung. Namun, ia tahu tekanan di dalam tim tetap menjadi tanggung jawabnya.

Ketegangan dengan Rendy

Sore itu, Kirana memanggil Rendy ke ruangannya untuk membahas progres pekerjaannya. Namun, Rendy masuk dengan wajah masam.

“Ada apa, Rendy?” tanya Kirana, mencoba terdengar ramah.

“Mbak, saya merasa kita tidak punya arah yang jelas dalam proyek ini. Klien terus mengubah permintaan, dan kita yang harus menanggung bebannya. Saya tidak tahu sampai kapan ini bisa bertahan.”

Nada suara Rendy jelas menunjukkan frustrasi. Kirana menarik napas panjang sebelum menjawab.

“Saya mengerti apa yang kamu rasakan, Rendy. Tapi sebagai tim, kita harus menghadapi ini bersama. Saya sedang berusaha agar permintaan klien tidak terlalu membebani kita, dan Adrian juga akan membantu berbicara dengan mereka.”

“Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa kita kelelahan, Mbak,” balas Rendy. “Kalau terus seperti ini, saya tidak yakin proyek ini akan selesai tepat waktu.”

Kirana menatap Rendy dengan tegas. “Saya tahu ini sulit, Rendy. Tapi saya butuh kamu untuk tetap fokus. Saya percaya pada kemampuan kamu, dan saya yakin kita bisa menyelesaikan ini.”

Rendy hanya mengangguk kecil sebelum meninggalkan ruangan, tetapi Kirana tahu ketegangan di antara mereka belum sepenuhnya hilang.

Pertemuan Larut Malam

Malam itu, seperti biasa, Kirana masih berada di kantor. Kali ini ia sedang mempersiapkan laporan untuk Adrian terkait perkembangan proyek. Saat ia sedang mengetik, pintu ruangannya diketuk pelan.

“Kirana,” suara Adrian terdengar dari balik pintu.

“Masuk, Pak,” jawabnya, sedikit terkejut.

Adrian melangkah masuk, membawa sebuah map di tangannya. “Saya sudah berbicara dengan klien. Beberapa permintaan perubahan mereka bisa ditunda hingga fase berikutnya. Itu harus memberi Anda sedikit ruang bernapas.”

Kirana menghela napas lega. “Terima kasih, Pak. Itu sangat membantu.”

Adrian mengamati Kirana sejenak sebelum berkata, “Saya tahu ini bukan tugas yang mudah. Tapi Anda melakukannya dengan baik.”

Kirana tertegun mendengar pujian itu, meskipun disampaikan dengan nada datar. “Saya hanya mencoba melakukan yang terbaik, Pak.”

Adrian tersenyum tipis. “Tetap jaga semangat Anda, Kirana. Ini baru permulaan.”

Saat Adrian pergi, Kirana merasa semangatnya kembali terisi. Ia menatap layar laptopnya, lalu melanjutkan pekerjaannya dengan tekad baru.

Bab terkait

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 5

    Keesokan paginya, Kirana tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Hawa dingin masih terasa, dan hanya beberapa lampu di lantai kantor yang sudah menyala. Dengan secangkir kopi di tangan, ia berjalan menuju ruang kerja bersama timnya.Hari ini adalah hari penting. Kirana dan tim harus menyelesaikan simulasi akhir sebelum data asli dari vendor tiba. Ia tahu bahwa setiap kesalahan kecil bisa menjadi bencana besar nantinya.Namun, begitu ia membuka laptop, sebuah pesan pop-up dari Tina langsung menarik perhatiannya.Tina: Mbak, saya baru saja mendapat kabar dari vendor. Data asli mereka tidak akan sesuai dengan format yang kita harapkan.Kirana membacanya dengan alis berkerut. “Tidak sesuai format? Apa maksudnya ini?” pikirnya.Tanpa membuang waktu, ia segera menelepon Tina, yang masih dalam perjalanan ke kantor.“Tina, apa maksud pesan kamu tadi? Kenapa datanya tidak sesuai?”“Mbak, mereka bilang ada perubahan dalam cara mereka menyimpan data. Saya juga baru tahu pagi ini,” jawab Tina de

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 6

    Pagi itu, Kirana bangun dengan rasa lelah yang masih tersisa dari hari sebelumnya. Namun, ia tahu tidak ada waktu untuk bermalas-malasan. Dengan secangkir kopi di tangan, ia memeriksa jadwal hari ini di ponselnya. Beberapa rapat, satu diskusi dengan tim, dan tentu saja, tindak lanjut dari presentasi kemarin dengan klien.Kirana tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Beberapa karyawan lain baru saja datang, termasuk Tina yang melambai sambil tersenyum.“Mbak Kirana, kemarin saya dengar dari Rendy, presentasi sama klien berjalan lancar ya?” tanya Tina dengan antusias.Kirana tersenyum tipis. “Lumayan lancar, walaupun banyak pertanyaan sulit. Tapi tim kita sudah melakukan yang terbaik.”“Syukurlah,” sahut Tina. “Oh ya, saya sudah susun laporan mingguan. Nanti tinggal Mbak review saja.”“Terima kasih, Tina. Kamu memang selalu bisa diandalkan,” jawab Kirana sebelum melangkah ke ruang kerjanya.Kehadiran yang MengejutkanSaat Kirana tengah sibuk membaca laporan mingguan dari Tina, sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 7

    Pagi itu, suasana kantor NextWave tidak seperti biasanya. Ada ketegangan yang tidak terlihat namun terasa di udara. Kirana merasakan ada sesuatu yang salah begitu ia masuk ke ruang kerja timnya.Amara dan Johan, yang biasanya terlihat akrab, kali ini saling diam di meja masing-masing. Rendy tampak sibuk dengan laptopnya, tetapi dari raut wajahnya, Kirana tahu pikirannya tidak sepenuhnya di sana.Kirana meletakkan tasnya, lalu berjalan mendekati meja Amara. “Pagi, Amara. Kamu kelihatan murung. Ada masalah?”Amara hanya menggeleng tanpa menoleh. “Tidak apa-apa, Mbak.”Kirana mengerutkan dahi. Ia tahu Amara tidak biasa bersikap seperti ini. Ia kemudian mendekati Johan.“Johan, ada yang terjadi?” tanyanya dengan nada lembut.Johan mendesah pelan. “Nggak tahu, Mbak. Tadi pagi Amara tiba-tiba jadi dingin sama saya. Saya rasa ini ada hubungannya dengan hasil revisi desain yang saya minta minggu lalu.”Kirana mulai memahami sumber masalahnya. Sebagai pemimpin tim, ia tahu konflik kecil sepert

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 8

    Kantor NextWave dipenuhi keheningan yang mencekam. Meski suara ketikan keyboard terdengar di mana-mana, atmosfernya berat, seperti tali yang terus ditarik hingga hampir putus. Kirana duduk di ruangannya, menatap papan tulis penuh dengan jadwal dan revisi. Waktunya semakin sempit, dan timnya berada di ambang kelelahan.Namun, siang itu, sebuah email dari klien masuk. Subjeknya membuat darah Kirana berdesir: “Urgent: Final Changes Discussion”.Ia membuka email itu dengan tangan gemetar. Isinya seperti pukulan keras:“Kami meminta perubahan tambahan yang harus disertakan dalam waktu 48 jam. Jika ini tidak dipenuhi, kami akan mempertimbangkan pihak lain untuk melanjutkan proyek.”Kirana terdiam. Napasnya terasa sesak. Ancaman ini tidak hanya mempertaruhkan proyek, tapi juga reputasi NextWave.Pertemuan DaruratKirana memanggil seluruh tim ke ruang rapat. Raut wajah mereka mencerminkan kelelahan dan kekhawatiran. Johan membawa laptopnya dengan langkah berat, sementara Amara hanya memandang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 9

    Pagi itu, Kirana datang ke kantor dengan semangat baru. Setelah malam panjang yang penuh perenungan, ia bertekad untuk memimpin dengan hati. Langkahnya lebih ringan meski beban kerja masih menumpuk.Saat ia membuka pintu ruangannya, ada sesuatu yang berbeda. Di atas mejanya, tergeletak secangkir kopi hangat dengan tulisan kecil di atas tutupnya: “Untuk penyemangat pagi. Jangan lupa tersenyum. – A”.Kirana tertegun. Tulisan itu jelas berasal dari Adrian. Tidak ada yang lain di kantor yang inisialnya “A”. Ia menatap cangkir kopi itu sambil tersenyum kecil, merasa ada sedikit kehangatan di tengah dinginnya tekanan kerja.Interaksi Tak TerdugaBeberapa jam kemudian, saat Kirana sibuk memeriksa jadwal revisi, pintu ruangannya diketuk pelan.“Masuk,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.Adrian muncul, membawa map tebal di tangannya. Ia mengenakan kemeja biru muda yang digulung hingga siku, terlihat santai namun tetap profesional.“Kirana, saya mau membahas rencana revis

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 10

    Pagi itu, Kirana masih memikirkan percakapannya dengan Adrian malam sebelumnya. Rasanya begitu nyata, begitu dekat, namun ia tahu batas-batas yang harus dijaga. Sebagai seorang bawahan, perasaan yang mulai tumbuh di hatinya adalah sesuatu yang berbahaya.Namun, apa yang ia rasakan sulit diabaikan. Setiap kali ia mengingat senyuman Adrian atau cara pria itu menatapnya, ada sesuatu yang menggeliat di dalam dirinya.Sebuah Kejutan dari AdrianSiang harinya, saat Kirana tengah memimpin rapat kecil dengan timnya, seorang kurir datang ke ruangannya membawa kotak kecil dengan pita berwarna biru.“Kirana Adiningrum?” tanya kurir itu.“Ya, saya,” jawab Kirana bingung.Kurir menyerahkan kotak itu dan pergi tanpa penjelasan lebih lanjut. Kirana membuka kotak tersebut dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat sebuah buku jurnal kulit berwarna cokelat dengan tulisan kecil di dalamnya: “Untuk seseorang yang selalu bekerja keras. Jangan lupa luangkan waktu untuk dirimu sendiri. – A”.Wajah Kirana m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 11

    Langkah Pertama yang Sulit Pagi itu, sinar matahari menerobos tirai kamar Kirana, membangunkannya dari tidur yang penuh mimpi tentang Adrian. Ia duduk di tempat tidur, memikirkan malam yang penuh emosi di taman. Pelukan Adrian masih terasa nyata, hangatnya seolah masih melekat di tubuhnya. Kirana menghela napas panjang. Hubungan ini bukan hanya tentang perasaan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan—tanggung jawab mereka, risiko yang akan dihadapi, dan bagaimana orang lain akan melihat mereka. Namun, di balik semua kekhawatiran itu, ia tahu satu hal pasti: ia tidak bisa mengabaikan apa yang dirasakannya. Ketegangan di Kantor Saat Kirana tiba di kantor, suasana terasa lebih sibuk dari biasanya. Tim sedang mempersiapkan presentasi besar untuk klien yang sangat penting, dan semua orang tampak tegang. Namun, yang membuat Kirana lebih gugup adalah kehadiran Adrian. Ia tahu mereka harus tetap profesional, tetapi bagaimana mungkin setelah semua yang terjadi antara mereka? “Kirana,”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 12

    Pertaruhan yang BerbahayaHari-hari setelah pengakuan Adrian terasa berbeda bagi Kirana. Ada kegugupan yang menyelinap setiap kali mereka berdua berada dalam satu ruangan. Tatapan Adrian yang dalam, cara dia memperhatikan Kirana dengan detail, semuanya membuat perempuan itu semakin sulit menjaga jarak.Namun, semua itu menjadi lebih rumit ketika gosip mulai beredar di kantor.Bisikan di KoridorKirana sedang duduk di pantry ketika Rendy, salah satu rekan kerjanya, masuk dengan senyum penuh arti.“Wah, kayaknya ada yang jadi favorit bos sekarang,” celetuknya sambil mengambil kopi.Kirana mengernyit, berusaha terlihat santai. “Apa maksudmu?”“Ah, pura-pura nggak tahu,” kata Rendy sambil menyeringai. “Aku lihat tadi pagi, Adrian mengantarkan dokumen langsung ke mejamu. Biasanya dia nggak pernah repot-repot begitu.”Kirana terdiam, merasa jantungnya berdebar lebih kencang. “Itu cuma dokumen biasa, Rendy. Jangan terlalu banyak berspekulasi.”Rendy mengangkat bahu, tapi senyumnya tidak hila

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05

Bab terbaru

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 68

    Setelah sukses memantapkan program Kampung Mandiri, Kirana dan Adrian mulai menyadari pentingnya membangun struktur komunitas yang lebih kokoh. Mereka memutuskan untuk membentuk dewan desa mandiri di setiap desa binaan, yang terdiri dari perwakilan masyarakat, tokoh adat, dan generasi muda.“Kita butuh sistem yang bisa berjalan bahkan tanpa kehadiran kita,” ujar Adrian dalam pertemuan bersama para pemimpin komunitas. “Desa-desa ini harus mampu mengelola dirinya sendiri.”Kirana menambahkan, “Kita hanya menanam benih, tapi akarnya harus tumbuh dari kekuatan komunitas itu sendiri.”Dewan desa ini bertugas mengawasi program-program yang sedang berjalan, memastikan pembagian sumber daya yang adil, dan memberikan pelatihan kepemimpinan bagi anggota baru. Dengan adanya dewan ini, desa-desa binaan menjadi lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan menjalankan program mereka.Selain itu, Kirana dan Adrian mulai memperkenalkan konsep keberlanjutan da

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 67

    Setelah keberhasilan Kampung Mandiri di desa percontohan, Kirana dan Adrian mulai menerima undangan dari desa-desa lain yang ingin mengadopsi konsep serupa. Mereka membentuk tim penggerak yang bertugas untuk melatih pemimpin lokal dan memastikan setiap program disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap desa.“Kita harus memastikan bahwa setiap desa memiliki kemandirian dalam menjalankan program ini,” kata Adrian dalam sebuah rapat dengan timnya. “Bukan hanya menyalin apa yang sudah kita lakukan, tetapi menciptakan solusi yang benar-benar relevan bagi mereka.”Untuk itu, Kirana dan Adrian memperkenalkan konsep Jembatan Komunitas, sebuah program di mana desa-desa yang telah sukses menjadi mentor bagi desa-desa baru. Program ini memungkinkan pengetahuan dan pengalaman mengalir dari satu komunitas ke komunitas lain, memperkuat rasa solidaritas di antara mereka.“Dengan begini, setiap desa bisa saling mendukung,” jelas Kirana. “Dan kita menciptakan jaringan yang saling menguatkan.”Adrian, y

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 66

    Setelah sukses dengan berbagai inisiatif, Kirana dan Adrian memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Mereka meluncurkan proyek baru yang mereka beri nama “Kampung Mandiri.” Proyek ini bertujuan untuk menciptakan komunitas yang sepenuhnya mandiri dalam hal ekonomi, pendidikan, dan lingkungan. “Kita ingin setiap desa bisa menjadi pusat perubahan,” jelas Adrian kepada timnya. “Bukan hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga penggerak bagi desa-desa di sekitarnya.” Sebagai langkah awal, mereka memilih tiga desa percontohan yang memiliki potensi besar namun menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Setiap desa diberikan kesempatan untuk menentukan prioritas mereka sendiri, apakah itu pengembangan usaha lokal, pendidikan, atau pelestarian lingkungan. “Kampung Mandiri ini bukan tentang kita,” kata Kirana dalam pertemuan dengan para pemimpin desa. “Tapi tentang bagaimana kalian, sebagai komunitas, mengambil kendali atas masa depan kalian sendiri.”

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 65

    Setelah keberhasilan konferensi pertama Ruang Harapan, Kirana dan Adrian memutuskan untuk memfokuskan tahun berikutnya pada memperkuat jaringan antar komunitas. Mereka percaya bahwa berbagi pengalaman dan praktik terbaik antara desa-desa yang tergabung dalam program akan mempercepat kemajuan secara kolektif.“Kita harus membuat mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri,” kata Adrian saat diskusi dengan tim. “Jika satu desa menemukan cara yang berhasil, desa lain juga bisa belajar darinya.”Mereka memulai inisiatif ini dengan mengadakan program pertukaran antar komunitas. Dalam program ini, warga dari satu desa akan mengunjungi desa lain untuk mempelajari cara kerja program mereka. Sebagai contoh, petani kopi dari Desa Asa mengunjungi petani kakao di Desa Citra untuk mempelajari teknik fermentasi yang lebih efisien.Pak Darman, salah satu petani kopi, merasa terinspirasi setelah kunjungan tersebut. “Saya pikir saya sudah tahu segalanya tentang kopi. Tapi ter

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 64

    Setelah berhasil membangun kolaborasi antar-desa dan memperkenalkan program pendidikan digital, Kirana dan Adrian menyadari bahwa fokus berikutnya adalah memastikan ketahanan komunitas dalam menghadapi perubahan global yang terus berkembang. Salah satu tantangan terbesar adalah perubahan iklim, yang mulai memengaruhi pola panen, sumber air, dan kestabilan ekonomi desa.“Kita harus mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian,” ujar Adrian dalam rapat bersama tim Ruang Harapan. “Ketahanan komunitas adalah kunci.”Langkah awal yang mereka ambil adalah memperkenalkan program pertanian berkelanjutan. Dengan menggandeng para ahli, mereka mengadakan pelatihan tentang penggunaan teknologi ramah lingkungan, seperti irigasi tetes, kompos organik, dan tanaman yang tahan terhadap perubahan cuaca ekstrem.Pak Budi, seorang petani kopi di Desa Asa, menjadi salah satu peserta pertama. “Awalnya saya ragu, tetapi setelah mencoba, saya melihat

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 63

    Setelah melihat dampak signifikan dari program Ruang Harapan di Desa Asa, Kirana dan Adrian mulai merancang langkah untuk menjangkau desa-desa yang lebih terpencil. Mereka sadar bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Infrastruktur yang minim, akses komunikasi yang sulit, dan jarak yang jauh menjadi tantangan besar. Namun, tekad mereka untuk membawa perubahan lebih luas terus membara.“Kita harus percaya bahwa di setiap desa, selalu ada potensi tersembunyi,” kata Adrian saat mempresentasikan rencana ekspansi mereka kepada tim.Desa pertama yang mereka tuju adalah Desa Langkat, yang terletak di perbukitan dengan akses jalan yang rusak parah. Perjalanan ke desa itu memakan waktu hampir sepuluh jam, tetapi setibanya di sana, mereka disambut dengan antusias oleh para warga yang telah mendengar kisah sukses Desa Asa.“Selamat datang di Desa Langkat,” kata seorang pemuda bernama Arga, yang kemudian menjadi perwakilan komunitas setempat. “Kami sudah menunggu kesempatan ini.”Kirana tersenyum.

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 62

    Setelah bertahun-tahun mengembangkan Ruang Harapan, Kirana dan Adrian akhirnya mencapai titik di mana program mereka mulai dikenal secara internasional. Sejumlah organisasi global mengundang mereka untuk berbagi pengalaman tentang pemberdayaan komunitas dan pengembangan desa berbasis kearifan lokal.Salah satu undangan datang dari sebuah konferensi besar di Eropa yang membahas pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas. Kirana awalnya ragu untuk menerima undangan itu. “Aku tidak terbiasa berbicara di depan banyak orang, apalagi di tingkat internasional,” katanya pada Adrian.“Tapi kamu adalah inti dari semua ini, Kirana,” ujar Adrian meyakinkan. “Tidak ada yang lebih tahu tentang perjalanan kita selain kamu.”Setelah berdiskusi panjang, Kirana akhirnya setuju untuk berbicara di konferensi tersebut. Ia menganggap ini sebagai kesempatan untuk membawa cerita komunitas mereka ke dunia yang lebih luas.Pada hari konferensi, Kirana berdiri di panggung

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 61

    Setelah berbagai pencapaian yang mereka raih, Kirana dan Adrian menyadari bahwa langkah berikutnya adalah memastikan keberlanjutan Ruang Harapan. Mereka mengadakan rapat besar bersama para pemimpin lokal dan tim inti untuk menyusun strategi jangka panjang.“Kita tidak hanya bisa bergantung pada semangat awal,” ujar Kirana dengan nada serius. “Kita perlu membangun sistem yang dapat berjalan meski tanpa keterlibatan langsung kita di masa depan.”Adrian menambahkan, “Langkah pertama adalah menciptakan struktur organisasi yang lebih solid. Kita butuh pemimpin lokal yang benar-benar memahami visi kita, dan yang terpenting, mampu menginspirasi orang lain.”Dalam diskusi tersebut, mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah lembaga pelatihan kepemimpinan yang akan melatih generasi muda dari berbagai desa untuk mengambil peran sebagai pemimpin komunitas.Namun, tidak semua rencana berjalan mulus. Ketika Ruang Harapan mulai berkembang lebih besar, muncu

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 60

    Setelah bertahun-tahun membangun Ruang Harapan dari nol, Kirana dan Adrian akhirnya diundang untuk berbicara di sebuah konferensi internasional tentang pembangunan berkelanjutan di Jenewa, Swiss. Acara ini mempertemukan para pemimpin dari berbagai negara yang memiliki visi untuk menciptakan dunia yang lebih baik.“Ini kesempatan besar untuk membagikan kisah kita,” ujar Adrian dengan semangat.Namun, Kirana merasa gugup. “Apa yang bisa kita sampaikan di panggung sebesar itu? Kita hanya memulai dari desa kecil.”Adrian menggenggam tangannya. “Justru itu yang membuat cerita kita istimewa. Kita membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil.”Di konferensi tersebut, mereka berbicara tentang pentingnya melibatkan komunitas lokal dalam setiap proses pembangunan. Presentasi mereka, yang dilengkapi dengan cerita nyata dari desa-desa yang mereka bantu, mendapat tepuk tangan meriah dari audiens.Salah satu peserta dari sebuah organisasi internasional mendekati mereka setelah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status