Share

BAB 10

Penulis: Amanda13
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 20:01:10

Pagi itu, Kirana masih memikirkan percakapannya dengan Adrian malam sebelumnya. Rasanya begitu nyata, begitu dekat, namun ia tahu batas-batas yang harus dijaga. Sebagai seorang bawahan, perasaan yang mulai tumbuh di hatinya adalah sesuatu yang berbahaya.

Namun, apa yang ia rasakan sulit diabaikan. Setiap kali ia mengingat senyuman Adrian atau cara pria itu menatapnya, ada sesuatu yang menggeliat di dalam dirinya.

Sebuah Kejutan dari Adrian

Siang harinya, saat Kirana tengah memimpin rapat kecil dengan timnya, seorang kurir datang ke ruangannya membawa kotak kecil dengan pita berwarna biru.

“Kirana Adiningrum?” tanya kurir itu.

“Ya, saya,” jawab Kirana bingung.

Kurir menyerahkan kotak itu dan pergi tanpa penjelasan lebih lanjut. Kirana membuka kotak tersebut dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat sebuah buku jurnal kulit berwarna cokelat dengan tulisan kecil di dalamnya: “Untuk seseorang yang selalu bekerja keras. Jangan lupa luangkan waktu untuk dirimu sendiri. – A”.

Wajah Kirana memerah. Tidak salah lagi, ini dari Adrian. Hatinya berdebar, tapi ia berusaha menyembunyikan rasa senangnya dari rekan-rekannya.

“Kado dari siapa, Mbak?” tanya Rendy penasaran.

“Ah, hanya… teman,” jawab Kirana cepat, mencoba mengalihkan perhatian mereka kembali ke rapat.

Namun, pikirannya terus melayang ke Adrian. Apa maksud pria itu dengan kejutan ini?

Pertemuan yang Lebih Dekat

Sore itu, Adrian mengundang Kirana ke ruangannya untuk membahas rencana pertemuan dengan klien besar. Kirana masuk dengan sikap profesional, meskipun hatinya berdebar saat melihat pria itu berdiri di dekat jendela, mengenakan kemeja putih yang lengan bajunya tergulung, memperlihatkan otot lengannya.

“Silakan duduk, Kirana,” katanya sambil menunjuk kursi di depan mejanya.

Kirana duduk dengan tenang, membuka laptopnya untuk mencatat poin-poin penting. Namun, Adrian tidak langsung membahas pekerjaan.

“Kamu suka jurnal itu?” tanyanya tiba-tiba.

Kirana terkejut, tapi ia berusaha tersenyum. “Ya, Pak. Sangat suka. Terima kasih banyak. Tapi… kenapa Bapak memberikannya kepada saya?”

Adrian berjalan mendekat, berdiri di sisi meja, tidak terlalu jauh darinya. “Karena saya ingin kamu tahu bahwa saya menghargai usahamu, Kirana. Dan saya ingin kamu mengingat bahwa pekerjaan bukan segalanya.”

Kirana menelan ludah, merasakan atmosfer di ruangan itu berubah. Ada sesuatu dalam nada suara Adrian, sesuatu yang lebih dari sekadar perhatian profesional.

“Terima kasih, Pak. Saya sangat menghargainya,” katanya dengan suara pelan.

Adrian tersenyum tipis. “Kirana, kamu tidak harus memanggil saya ‘Pak’ kalau kita sedang berdua. Cukup Adrian.”

Kirana membelalakkan mata. “Tapi, saya…”

Adrian menunduk sedikit, tatapannya menjadi lebih lembut. “Kirana, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya hanya ingin kita bisa berbicara lebih santai, lebih jujur.”

Kirana merasakan jantungnya berdebar keras. Ia tahu ada batas yang sedang ia dekati, tapi tatapan Adrian membuatnya sulit berpikir jernih.

“Baik… Adrian,” jawabnya akhirnya, suaranya hampir berbisik.

Sebuah Malam yang Lain

Setelah pertemuan itu, Adrian menawarkan untuk mengantar Kirana pulang lagi. Kali ini, Kirana tidak menolak. Perjalanan pulang di dalam mobil terasa lebih sunyi, tapi bukan karena canggung—melainkan karena ada ketegangan yang sulit dijelaskan.

Saat mereka tiba di apartemen Kirana, Adrian mematikan mesin mobil, tapi tidak langsung berbicara. Ia menatap lurus ke depan, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.

“Kirana,” katanya akhirnya, menoleh padanya.

“Ya?”

“Saya tahu ini mungkin tidak tepat, tapi saya tidak bisa mengabaikan apa yang saya rasakan. Saya peduli padamu, lebih dari sekadar rekan kerja.”

Kirana terkejut, hatinya melompat-lompat. “Adrian, saya… saya tidak tahu harus berkata apa.”

Adrian mendekat sedikit, menjaga jarak yang masih sopan, tapi cukup untuk membuat Kirana merasakan kehangatan keberadaannya. “Saya tidak mengharapkan jawaban sekarang. Saya hanya ingin kamu tahu. Apa yang terjadi antara kita ini, saya tidak pernah merencanakannya. Tapi saya juga tidak ingin berpura-pura bahwa saya tidak merasakannya.”

Kirana menatapnya, matanya mulai berkaca-kaca. “Adrian, ini sulit. Kita punya tanggung jawab besar. Bagaimana jika…”

Adrian mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Kirana berhenti berbicara. “Kirana, saya tahu risikonya. Tapi kadang, beberapa hal lebih berarti daripada aturan atau tanggung jawab. Saya hanya ingin kamu tahu bahwa saya ada di sini, dan saya tidak akan memaksakan apa pun.”

Mata mereka saling bertemu dalam hening. Kirana merasakan emosi yang begitu kuat—campuran antara ketakutan, kebingungan, dan kehangatan.

Adrian perlahan menyentuh tangannya, gerakan yang lembut namun penuh makna. Kirana tidak menolak, meskipun pikirannya dipenuhi pertanyaan.

“Aku percaya padamu, Adrian,” bisiknya akhirnya, membiarkan dirinya menikmati momen itu.

Malam itu, meskipun tidak ada kata-kata lebih lanjut, ada sesuatu yang berubah. Hubungan mereka telah melangkah ke wilayah yang belum pernah mereka jelajahi sebelumnya.

Setelah Adrian menyentuh tangannya, keheningan kembali memenuhi mobil. Namun, itu bukan keheningan yang canggung. Itu adalah keheningan yang sarat dengan perasaan yang tidak terucapkan. Kirana merasakan sentuhan itu seperti aliran listrik yang merambat ke seluruh tubuhnya—hangat, namun juga menggetarkan.

“Adrian,” Kirana memanggil namanya dengan pelan. Ia masih belum terbiasa menggunakan nama itu tanpa embel-embel “Pak,” namun malam ini, situasinya terasa berbeda.

Adrian mengangguk, senyumnya lembut. “Ya?”

Kirana menghela napas, mencoba menyusun kata-kata. “Apa yang kita lakukan ini… saya tidak tahu apakah ini benar atau salah. Saya takut, Adrian. Saya takut apa yang akan terjadi jika orang lain tahu.”

Adrian menggenggam tangannya lebih erat, menatapnya dengan pandangan penuh ketulusan. “Kirana, tidak ada yang salah dengan apa yang kita rasakan. Apa pun yang akan terjadi, kita akan melaluinya bersama. Saya tidak akan membiarkan kamu menghadapi ini sendirian.”

Kirana terdiam. Kata-kata Adrian membawa kehangatan sekaligus ketakutan. Ia tahu pria itu tulus, tetapi risiko yang ada begitu nyata. Dunia kerja mereka penuh dengan penilaian, dan hubungan seperti ini bisa menimbulkan masalah besar.

Namun, saat ia melihat mata Adrian yang jernih dan penuh perhatian, sebagian dari dirinya ingin percaya.

Keputusan yang Sulit

Setelah percakapan itu, Adrian akhirnya turun dari mobil untuk mengantarnya sampai ke depan pintu apartemen.

“Selamat malam, Kirana,” katanya sambil tersenyum tipis. “Jangan pikirkan terlalu banyak. Tidurlah dengan nyenyak. Besok adalah hari baru.”

Kirana mengangguk pelan, masih merasakan hangatnya genggaman tangan Adrian yang barusan dilepas. “Selamat malam, Adrian. Terima kasih untuk semuanya.”

Setelah Adrian pergi, Kirana berdiri di depan pintu apartemennya selama beberapa detik. Ia memegang dadanya, mencoba menenangkan debaran jantungnya yang tidak berhenti.

Malam itu, Kirana tidak bisa tidur dengan mudah. Pikiran tentang Adrian terus menghantuinya—senyumnya, tatapannya, dan cara ia membuatnya merasa istimewa.

“Apakah ini salah?” bisiknya pada dirinya sendiri, menatap langit-langit kamar.

Hari yang Baru

Keesokan paginya, Kirana datang ke kantor lebih awal dari biasanya, berharap bisa menenangkan pikirannya sebelum bertemu Adrian. Namun, takdir berkata lain. Begitu ia masuk ke ruangannya, Adrian sudah ada di sana, duduk di sofa dengan sebuah map di tangannya.

“Adrian?” tanya Kirana terkejut.

Adrian menoleh dan tersenyum. “Pagi, Kirana. Maaf, saya masuk tanpa izin. Saya ingin membahas rencana hari ini sebelum kita bertemu klien nanti.”

Kirana mengangguk, mencoba menjaga sikap profesional meskipun hatinya kembali berdebar melihat pria itu.

Mereka mulai membahas detail proyek dengan serius, namun suasana terasa berbeda. Ada sesuatu yang tidak terucapkan di antara mereka, sesuatu yang hanya mereka berdua yang tahu.

Ketika rapat selesai, Adrian berdiri dan berjalan mendekat ke meja Kirana. “Kirana, saya tahu apa yang saya katakan tadi malam mungkin membuatmu bingung. Saya hanya ingin kamu tahu, apa pun yang kamu putuskan, saya akan menghormatinya.”

Kirana menatapnya, mata mereka bertemu dalam keheningan. Ia ingin berkata sesuatu, tetapi kata-katanya terhenti di tenggorokan.

“Terima kasih, Adrian,” akhirnya ia berkata dengan suara pelan. “Saya hanya butuh waktu untuk memikirkan semuanya.”

Adrian mengangguk, senyumnya tetap lembut. “Ambil waktu yang kamu butuhkan. Saya di sini, Kirana.”

Malam yang Panjang

Hari itu berlalu dengan cepat, namun pikirannya terus tertuju pada Adrian. Ketika malam tiba, Kirana memutuskan untuk keluar sebentar, mencari udara segar di taman dekat apartemennya.

Namun, saat ia sampai di sana, ia dikejutkan oleh sosok Adrian yang sudah berdiri di bawah pohon besar, menatap langit malam.

“Adrian?” panggil Kirana, bingung bagaimana pria itu bisa ada di sana.

Adrian menoleh, tersenyum kecil. “Saya pikir kamu mungkin butuh teman. Saya tahu ini tempat favoritmu.”

Kirana mendekat, merasa bingung tapi juga tersentuh oleh perhatian Adrian. “Bagaimana kamu tahu saya sering ke sini?”

Adrian tertawa pelan. “Saya punya mata yang tajam, Kirana. Dan saya memperhatikan hal-hal kecil tentangmu.”

Mereka berdiri berdampingan, menikmati angin malam yang sejuk. Suasana terasa intim, seolah dunia hanya milik mereka berdua.

“Kirana,” kata Adrian akhirnya, memecah keheningan. “Saya tahu ini tidak mudah bagimu. Tapi saya tidak ingin berpura-pura. Apa yang saya rasakan terhadapmu adalah sesuatu yang nyata, dan saya ingin memperjuangkannya.”

Kirana merasa matanya memanas, air mata menggenang tanpa ia sadari. “Adrian, saya juga merasakan hal yang sama. Tapi saya takut. Saya tidak ingin ini menghancurkan apa yang sudah kita bangun di kantor.”

Adrian menoleh padanya, mengambil tangannya dengan lembut. “Kirana, hidup ini terlalu singkat untuk mengabaikan apa yang membuat kita bahagia. Saya tidak peduli apa yang akan terjadi. Yang penting, saya ada untukmu, dan kita akan melalui ini bersama.”

Kirana menatap Adrian, merasakan kehangatan di balik kata-katanya. Untuk pertama kalinya, ia merasa yakin bahwa mungkin, hanya mungkin, mereka bisa menemukan cara untuk menjalani ini tanpa kehilangan segalanya.

Malam itu, di bawah bintang-bintang, Adrian menarik Kirana ke dalam pelukannya. Pelukan itu penuh dengan rasa aman dan kasih sayang, seolah dunia di luar mereka tidak lagi penting.

“Terima kasih, Adrian,” bisik Kirana. “Karena percaya padaku. Karena memilihku.”

Adrian tersenyum, membelai rambutnya dengan lembut. “Kamu lebih dari pantas untuk itu, Kirana. Kamu berharga.”

Bab terkait

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 11

    Langkah Pertama yang Sulit Pagi itu, sinar matahari menerobos tirai kamar Kirana, membangunkannya dari tidur yang penuh mimpi tentang Adrian. Ia duduk di tempat tidur, memikirkan malam yang penuh emosi di taman. Pelukan Adrian masih terasa nyata, hangatnya seolah masih melekat di tubuhnya. Kirana menghela napas panjang. Hubungan ini bukan hanya tentang perasaan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan—tanggung jawab mereka, risiko yang akan dihadapi, dan bagaimana orang lain akan melihat mereka. Namun, di balik semua kekhawatiran itu, ia tahu satu hal pasti: ia tidak bisa mengabaikan apa yang dirasakannya. Ketegangan di Kantor Saat Kirana tiba di kantor, suasana terasa lebih sibuk dari biasanya. Tim sedang mempersiapkan presentasi besar untuk klien yang sangat penting, dan semua orang tampak tegang. Namun, yang membuat Kirana lebih gugup adalah kehadiran Adrian. Ia tahu mereka harus tetap profesional, tetapi bagaimana mungkin setelah semua yang terjadi antara mereka? “Kirana,”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 12

    Pertaruhan yang BerbahayaHari-hari setelah pengakuan Adrian terasa berbeda bagi Kirana. Ada kegugupan yang menyelinap setiap kali mereka berdua berada dalam satu ruangan. Tatapan Adrian yang dalam, cara dia memperhatikan Kirana dengan detail, semuanya membuat perempuan itu semakin sulit menjaga jarak.Namun, semua itu menjadi lebih rumit ketika gosip mulai beredar di kantor.Bisikan di KoridorKirana sedang duduk di pantry ketika Rendy, salah satu rekan kerjanya, masuk dengan senyum penuh arti.“Wah, kayaknya ada yang jadi favorit bos sekarang,” celetuknya sambil mengambil kopi.Kirana mengernyit, berusaha terlihat santai. “Apa maksudmu?”“Ah, pura-pura nggak tahu,” kata Rendy sambil menyeringai. “Aku lihat tadi pagi, Adrian mengantarkan dokumen langsung ke mejamu. Biasanya dia nggak pernah repot-repot begitu.”Kirana terdiam, merasa jantungnya berdebar lebih kencang. “Itu cuma dokumen biasa, Rendy. Jangan terlalu banyak berspekulasi.”Rendy mengangkat bahu, tapi senyumnya tidak hila

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 13

    Bab 13: Retakan yang Tak TerlihatHari-hari setelah rapat tegang itu berubah menjadi medan penuh duri bagi Kirana. Atmosfer di kantor terasa berbeda. Tatapan kolega, desas-desus yang beredar, dan sikap dingin beberapa orang membuat Kirana merasa seperti berjalan di atas kaca.Di satu sisi, Adrian tetap berada di dekatnya, memberikan dukungan tanpa henti. Namun, di sisi lain, ia mulai merasakan tekanan yang semakin berat. Tidak hanya dari rekan-rekan kerjanya, tetapi juga dari dirinya sendiri—keraguan dan ketakutan yang terus menghantui pikirannya.Sikap Dingin RendyPagi itu, Kirana mencoba berbicara dengan Rendy, salah satu senior di tim yang sebelumnya selalu suportif terhadapnya. Ia menyadari sikap Rendy yang semakin jauh setelah rapat terakhir.“Rendy, ada waktu sebentar? Aku ingin bicara,” kata Kirana, mendekati meja kerjanya.Rendy mendongak, ekspresinya datar. “Ada apa, Kirana?”Kirana ragu sejenak, lalu berkata dengan hati-hati, “Aku merasa ada sesuatu yang berubah. Kalau aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 14

    Antara Dua PilihanKirana memulai harinya dengan perasaan berat. Langkahnya ke kantor terasa lebih lambat dari biasanya. Di lift, ia berpapasan dengan Rendy yang hanya memberikan senyuman dingin sebelum berjalan keluar lebih dulu. Kirana tahu, gosip yang menyelimutinya belum juga reda.Ketika sampai di mejanya, ia mendapati sebuah amplop putih di atas keyboardnya. Perlahan, ia membukanya. Isinya adalah catatan kecil dengan tulisan tangan:“Terkadang, kemampuan saja tidak cukup. Dunia ini lebih menyukai yang tahu bagaimana bermain aman.”Kirana merasakan darahnya mendidih. Ia tahu ini bukan pesan motivasi, melainkan sindiran tajam.“Siapa yang berani melakukan ini?” pikirnya. Namun, ia memilih tidak menanggapinya, meskipun di dalam hatinya rasa frustrasi terus menumpuk.Ketegangan di Rapat TimDi ruang meeting, suasana semakin memanas. Adrian mencoba menjaga kendali, tetapi dinamika tim mulai terlihat terganggu.“Saya ingin kita fokus pada solusi, bukan masalah,” kata Adrian tegas. “P

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 15

    Retakan Halus di Antara KitaKeesokan harinya, suasana kantor terasa lebih dingin dari biasanya. Gosip di antara rekan-rekan kerja semakin merajalela, meskipun tidak ada yang berani mengatakannya langsung. Tatapan-tatapan tajam itu cukup menyiksa Kirana. Ia mencoba fokus pada pekerjaannya, tapi pikiran-pikiran negatif terus mengganggu.Di sisi lain, Adrian berusaha menjalani hari seperti biasa, meskipun ia bisa merasakan ketegangan yang melingkupi ruangan. Ia tahu bahwa tindakannya belakangan ini mungkin memicu lebih banyak masalah untuk Kirana, dan rasa bersalah itu mulai menggerogoti pikirannya.Interaksi yang Tak TerdugaKetika jam makan siang tiba, Kirana memutuskan untuk makan sendiri di pantry kantor. Ia berharap bisa menikmati sedikit waktu tenang. Namun, harapannya sirna ketika Rendy masuk dengan senyum yang tampak dipaksakan.“Kirana, boleh ngobrol sebentar?” tanyanya, menyandarkan diri pada pintu pantry.Kirana mengangkat alis. “Ada apa, Rendy?”Rendy mendekat, menatapnya de

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 16

    Di Ambang PilihanHari itu dimulai seperti biasa, dengan hiruk pikuk pekerjaan dan suasana kantor yang tegang. Namun, bagi Kirana, perasaan jengah terhadap situasi yang terus memburuk mulai menumpuk. Gosip yang terus bergulir, sindiran-sindiran halus, serta tatapan mencemooh dari beberapa rekan kerja membuatnya merasa terkekang.Di sisi lain, perhatian Adrian yang konsisten menjadi pedang bermata dua. Meskipun itu memberinya kekuatan, perhatian itu juga menjadi bahan bakar gosip yang tak kunjung padam.Kehilangan Kendali di RapatPagi itu, Kirana menghadiri rapat proyek baru. Adrian memimpin rapat seperti biasa, dengan gaya tegas namun penuh kehangatan. Namun, di tengah rapat, Rendy lagi-lagi melemparkan sindiran yang membuat suasana semakin panas.“Pak Adrian, apakah Kirana yang akan memimpin proyek ini?” tanya Rendy dengan nada datar. “Atau kita perlu konfirmasi dulu soal… kelayakan lainnya?”Suasana di ruangan langsung berubah kaku. Beberapa rekan kerja saling bertukar pandang, sem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 17

    Jejak Misteri di Balik LayarE-mail AnonimPagi itu, saat Kirana sedang menyiapkan presentasi untuk pertemuan tim, sebuah e-mail misterius masuk ke inbox-nya. Subjek e-mail itu tertulis: “Hati-hati dengan orang yang kamu percaya.”Kirana mengernyit. Ia ragu untuk membukanya, tetapi rasa penasaran mengalahkan logikanya. Isi e-mail itu hanya berupa satu kalimat singkat:“Tidak semua yang terlihat mendukungmu benar-benar di pihakmu. Perhatikan baik-baik siapa yang bermain di belakang layar.”Tidak ada tanda pengirim, hanya sebuah alamat e-mail yang tampak dibuat secara acak. Kirana merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi kata-kata itu terus terngiang di kepalanya sepanjang pagi.Keanehan dalam ProyekDalam rapat siang hari, Kirana mempresentasikan laporan kemajuan proyek dengan percaya diri. Namun, ketika ia membuka file terakhir yang berisi data pendukung, file tersebut tidak dapat ditemukan.“Maaf, semuanya,” kata Kirana sambil berusaha tenang. “Sepert

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 18

    Pengkhianatan di Tengah KepercayaanPetunjuk yang MengerucutPagi itu, Kirana menerima email anonim dengan subjek: “Berhenti sebelum semuanya hancur.” Isi email itu hanya satu kalimat: “Kamu tidak tahu siapa yang benar-benar ada di belakang semua ini.”Kirana membaca email itu berulang kali, hatinya dipenuhi kecemasan. Ia langsung menunjukkan pesan itu kepada Adrian, yang membacanya dengan ekspresi serius.“Ini bukan kebetulan,” kata Adrian. “Seseorang jelas ingin menakutimu, atau mungkin mencoba mengaburkan kebenaran.”“Tapi siapa? Dan kenapa mereka melakukan ini?” tanya Kirana, frustrasi.Adrian menghela napas, lalu berkata, “Kita sudah punya daftar kecil orang yang mungkin terlibat, termasuk Rendy. Tapi email ini menunjukkan kalau mungkin ada lebih dari satu orang yang bermain di balik layar.”Kirana menatap Adrian dengan ragu. “Kamu yakin kita bisa mengungkap semuanya? Aku takut ini akan membuat situasi semakin buruk.”Adrian menyentuh bahunya dengan lembut. “Aku janji, Kirana. Ki

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07

Bab terbaru

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 25

    Kebenaran yang Mulai TerbukaSidang Internal yang MenegangkanPagi itu, Adrian memimpin rapat darurat di ruang rapat utama perusahaan. Hanya tim inti yang hadir: Kirana, Bima, Kevin, dan beberapa anggota tim hukum yang terpercaya. Di meja mereka, dokumen-dokumen penting dari brankas gudang tersusun rapi, siap untuk dianalisis lebih dalam.“Kita tidak punya banyak waktu,” ujar Adrian membuka rapat. “Pak Wisnu pasti sudah menyadari bahwa kita membawa sesuatu dari gudang. Kita harus bergerak cepat sebelum mereka menutup semua celah.”Salah satu anggota tim hukum, Maya, mengangkat tangan. “Dari dokumen yang sudah saya periksa, jelas ada keterlibatan Pak Wisnu dalam manipulasi data proyek dan aliran dana ilegal. Tapi kita perlu lebih banyak bukti untuk mengaitkan Rahman Kurnia alias Rizky Darmawan secara langsung.”“Kalau begitu, kita fokus pada aset mereka,” kata Adrian. “Bima, pastikan kamu memonitor semua transaksi mencurigakan. Kirana dan Kevin, coba cari informasi tambahan dari dokume

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 24

    Keberanian di Tengah AncamanPersiapan untuk Serangan BalikAncaman yang diterima Adrian membuat suasana di tim semakin tegang. Namun, ia tidak menunjukkan rasa gentarnya di depan tim. Kirana memperhatikan betapa tenangnya Adrian, meski jelas bahwa ia juga memikirkan keselamatan semua orang.“Kita tidak bisa berhenti sekarang,” ujar Adrian di depan Bima, Lani, Kirana, dan Pak Bram di ruang rapat. “Ancaman ini justru bukti bahwa mereka mulai goyah. Kita harus melanjutkan langkah kita dengan lebih hati-hati, tapi juga lebih cepat.”Pak Bram mengangguk. “Kita sudah punya cukup bukti untuk menggoyahkan mereka. Tapi yang kita butuhkan adalah langkah strategis. Jangan hanya mengandalkan dokumen-dokumen ini. Kita harus menguatkan dengan saksi.”“Bu Ratih sudah setuju untuk membantu,” kata Kirana. “Tapi kita harus melindunginya. Dia merasa ada risiko besar jika terlalu terlibat.”Adrian menatap Pak Bram. “Bisakah Anda mengatur perlindungan untuknya?”“Saya punya beberapa kenalan yang bisa mem

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 23

    Kebenaran yang Mulai TerkuakRencana StrategisKeesokan paginya, Adrian mengumpulkan seluruh timnya di ruang rapat kecil di kantor. Ia memutuskan untuk tidak membiarkan siapa pun tahu tentang penemuan di gudang malam sebelumnya, kecuali orang-orang yang benar-benar dipercayainya.“Aku sudah memeriksa dokumen-dokumen yang kita temukan di gudang,” ujar Adrian sambil meletakkan berkas-berkas di meja. “Ini bukan hanya soal sabotase terhadap aku, tapi ada indikasi korupsi besar yang melibatkan beberapa proyek perusahaan di masa lalu.”Bima menatap dokumen itu dengan serius. “Apa kamu yakin kita bisa melibatkan tim hukum tanpa memancing perhatian mereka?”Adrian mengangguk. “Kita harus melibatkan mereka. Tapi kita harus hati-hati memilih siapa yang akan kita ajak bicara. Tim hukum punya dua divisi, dan salah satunya berada di bawah pengaruh Pak Wisnu.”Kirana yang duduk di sisi Adrian angkat bicara. “Kalau begitu, kita hanya punya satu pilihan: langsung lapor ke kepala tim hukum yang netral

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 22

    Jejak yang TersisaPerburuan DimulaiSetelah mendapatkan petunjuk dari dokumen yang mereka temukan di gudang tua, Adrian segera menyusun langkah strategis. Nama Ardianto kini menjadi fokus utama mereka. Adrian meminta Bima untuk menggali lebih dalam aktivitas digital Ardianto.“Kalau dia benar pelakunya, pasti ada jejak yang dia tinggalkan di jaringan,” ujar Adrian sambil mengamati layar komputer Bima.Bima mengangguk dan mengetik cepat. “Aku akan coba melacak pola transaksi digitalnya. Kalau dia menggunakan perangkat atau akun palsu, kita bisa mencoba melacak sumber dana atau aktivitas lainnya.”Sementara itu, Kirana tetap terjaga di apartemennya. Pikirannya dipenuhi dengan spekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Adrian telah memberi tahu dia untuk beristirahat, tetapi ia tahu tidak mungkin baginya untuk benar-benar bersantai.Ponselnya berdering. Itu Adrian.“Ada perkembangan?” tanya Kirana.“Aku ingin kamu datang ke kantor pagi ini. Kita punya sesuatu yang penting,” jawab Ad

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 21

    Jaringan yang TersembunyiKejutan di Balik DataMalam itu, Adrian tidak bisa tidur. Kata-kata terakhir Pak Wisnu terus terngiang di kepalanya. “Ada orang lain yang jauh lebih kuat dari kamu.” Siapa yang dimaksud? Apa motif mereka?Bima, yang masih bekerja hingga larut, kembali menemukan sesuatu. “Adrian, aku baru saja memeriksa ulang seluruh log aktivitas jaringan. Ada pola aneh di sini.”Adrian bergegas menghampiri meja Bima. “Apa yang kamu temukan?”“Ada akses ke server dari lokasi yang tidak tercatat sebagai kantor atau rumah salah satu karyawan. Lokasinya berubah-ubah, seolah mereka menggunakan koneksi yang sulit dilacak. Tapi ada satu perangkat yang konsisten terhubung setiap kali ada transfer data.”Adrian mengamati layar dengan seksama. “Ini berarti ada pihak eksternal yang terlibat. Kita butuh bantuan dari luar untuk melacak ini lebih jauh.”“Kita bisa minta bantuan konsultan forensik IT,” saran Bima. “Tapi mereka pasti butuh waktu untuk memproses semuanya.”“Hubungi mereka,”

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 20

    Bayangan Musuh di Balik KegelapanRencana Adrian dan KiranaAdrian dan Kirana duduk berdampingan di ruang kerja Adrian. Di hadapan mereka adalah tumpukan dokumen proyek dan hasil analisis Bima tentang aktivitas mencurigakan yang melibatkan Pak Wisnu. Malam itu mereka memutuskan untuk menyusun rencana strategis.“Kalau laporan palsu ini sudah ada di tangan Wisnu, berarti dia punya tujuan lebih besar,” ujar Adrian sambil mengetuk-ketukkan jarinya di meja.Kirana mengangguk. “Tapi kenapa harus aku? Kalau dia ingin menjatuhkan tim, kenapa dia memilih nama aku yang jadi sasaran?”Adrian menatap Kirana dengan penuh perhatian. “Karena kamu kunci dari semua ini. Kamu orang yang paling menonjol di proyek ini. Kalau reputasimu rusak, proyek kita kehilangan fondasi utamanya.”Kirana terdiam, merasakan beratnya tanggung jawab yang ia pikul. “Jadi apa rencanamu?”Adrian menunjukkan rencana yang telah ia susun. “Kita butuh bukti konkret untuk mengaitkan Wisnu dengan laporan palsu ini. Aku sudah mem

  • Cinta Di Tengah Deadline   Bab 19

    Jejak di Balik Bayang-BayangKebingungan yang MenyeruakPernyataan Rendy meninggalkan ketegangan di udara. Kirana menatap Adrian, mencoba membaca pikirannya, tetapi Adrian hanya menggeleng pelan. “Dia tahu sesuatu yang tidak kita tahu,” katanya akhirnya. “Tapi aku nggak akan membiarkan dia dan yang lainnya lolos.”Kirana ingin berkata sesuatu, tetapi kelelahan dan kebingungan menguasainya. Malam itu, ketika semua orang mulai meninggalkan kantor, Adrian menghampiri Kirana di mejanya.“Kamu baik-baik saja?” tanyanya lembut.Kirana mengangguk, meskipun jelas raut wajahnya menunjukkan sebaliknya. “Aku cuma… merasa semuanya terlalu banyak. Kenapa ini terjadi? Apa salahku sampai harus menghadapi semua ini?”Adrian tersenyum tipis, lalu duduk di kursi di depannya. “Ini bukan salahmu, Kirana. Kadang, orang yang bekerja keras justru menjadi sasaran karena mereka terlihat menonjol.”Kirana menunduk, menahan air matanya agar tidak jatuh. “Aku cuma nggak mau orang-orang yang aku percayai ternyata

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 18

    Pengkhianatan di Tengah KepercayaanPetunjuk yang MengerucutPagi itu, Kirana menerima email anonim dengan subjek: “Berhenti sebelum semuanya hancur.” Isi email itu hanya satu kalimat: “Kamu tidak tahu siapa yang benar-benar ada di belakang semua ini.”Kirana membaca email itu berulang kali, hatinya dipenuhi kecemasan. Ia langsung menunjukkan pesan itu kepada Adrian, yang membacanya dengan ekspresi serius.“Ini bukan kebetulan,” kata Adrian. “Seseorang jelas ingin menakutimu, atau mungkin mencoba mengaburkan kebenaran.”“Tapi siapa? Dan kenapa mereka melakukan ini?” tanya Kirana, frustrasi.Adrian menghela napas, lalu berkata, “Kita sudah punya daftar kecil orang yang mungkin terlibat, termasuk Rendy. Tapi email ini menunjukkan kalau mungkin ada lebih dari satu orang yang bermain di balik layar.”Kirana menatap Adrian dengan ragu. “Kamu yakin kita bisa mengungkap semuanya? Aku takut ini akan membuat situasi semakin buruk.”Adrian menyentuh bahunya dengan lembut. “Aku janji, Kirana. Ki

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 17

    Jejak Misteri di Balik LayarE-mail AnonimPagi itu, saat Kirana sedang menyiapkan presentasi untuk pertemuan tim, sebuah e-mail misterius masuk ke inbox-nya. Subjek e-mail itu tertulis: “Hati-hati dengan orang yang kamu percaya.”Kirana mengernyit. Ia ragu untuk membukanya, tetapi rasa penasaran mengalahkan logikanya. Isi e-mail itu hanya berupa satu kalimat singkat:“Tidak semua yang terlihat mendukungmu benar-benar di pihakmu. Perhatikan baik-baik siapa yang bermain di belakang layar.”Tidak ada tanda pengirim, hanya sebuah alamat e-mail yang tampak dibuat secara acak. Kirana merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi kata-kata itu terus terngiang di kepalanya sepanjang pagi.Keanehan dalam ProyekDalam rapat siang hari, Kirana mempresentasikan laporan kemajuan proyek dengan percaya diri. Namun, ketika ia membuka file terakhir yang berisi data pendukung, file tersebut tidak dapat ditemukan.“Maaf, semuanya,” kata Kirana sambil berusaha tenang. “Sepert

DMCA.com Protection Status