Share

BAB 8

Author: Amanda13
last update Last Updated: 2024-12-03 08:06:12

Kantor NextWave dipenuhi keheningan yang mencekam. Meski suara ketikan keyboard terdengar di mana-mana, atmosfernya berat, seperti tali yang terus ditarik hingga hampir putus. Kirana duduk di ruangannya, menatap papan tulis penuh dengan jadwal dan revisi. Waktunya semakin sempit, dan timnya berada di ambang kelelahan.

Namun, siang itu, sebuah email dari klien masuk. Subjeknya membuat darah Kirana berdesir: “Urgent: Final Changes Discussion”.

Ia membuka email itu dengan tangan gemetar. Isinya seperti pukulan keras:

“Kami meminta perubahan tambahan yang harus disertakan dalam waktu 48 jam. Jika ini tidak dipenuhi, kami akan mempertimbangkan pihak lain untuk melanjutkan proyek.”

Kirana terdiam. Napasnya terasa sesak. Ancaman ini tidak hanya mempertaruhkan proyek, tapi juga reputasi NextWave.

Pertemuan Darurat

Kirana memanggil seluruh tim ke ruang rapat. Raut wajah mereka mencerminkan kelelahan dan kekhawatiran. Johan membawa laptopnya dengan langkah berat, sementara Amara hanya memandang lantai.

“Ada berita buruk,” Kirana membuka pembicaraan. “Klien meminta revisi tambahan, dan kita hanya punya waktu 48 jam.”

Ruang rapat langsung dipenuhi gumaman protes.

“Ini sudah keterlaluan, Mbak!” Johan berseru. “Kita sudah kerja siang malam, dan mereka terus menuntut lebih.”

“Saya setuju,” timpal Amara. “Mereka tidak tahu seberapa keras kita sudah berusaha.”

“Saya tahu ini tidak adil,” kata Kirana, mencoba menenangkan suasana. “Tapi ini adalah kenyataan yang harus kita hadapi. Jika kita gagal, bukan hanya proyek ini yang hancur, tapi juga reputasi kita.”

“Lalu apa rencananya, Mbak?” Rendy bertanya, nadanya sinis. “Kita kerja sampai jatuh sakit?”

“Rendy, saya tahu kalian lelah,” jawab Kirana dengan nada tegas. “Tapi kita tidak punya pilihan lain. Kita harus menyelesaikan ini, dan kita harus melakukannya bersama-sama.”

Konflik Memuncak

Diskusi yang awalnya dimulai dengan tenang berubah menjadi ajang konfrontasi.

“Saya merasa seperti robot, Mbak,” kata Amara dengan suara bergetar. “Apa kami ini hanya alat untuk menyelesaikan proyek ini? Tidak ada yang peduli dengan kesehatan atau perasaan kami.”

“Itu bukan maksud saya, Amara,” balas Kirana. “Saya peduli pada kalian, tapi…”

“Kalau Mbak peduli, kenapa kita terus dipaksa bekerja seperti ini?” potong Amara, air mata mulai menggenang di matanya.

“Amara, cukup!” Johan angkat bicara. “Kirana juga berada di bawah tekanan. Dia sudah berusaha sebaik mungkin.”

“Tapi tetap saja, kita ini manusia, Johan!” Amara membalas, suaranya semakin tinggi.

Kirana hanya bisa terdiam. Ia tahu timnya lelah, dan semua emosi itu adalah akumulasi dari tekanan yang mereka hadapi selama berminggu-minggu.

Adrian Masuk Campur

Di tengah ketegangan, Adrian tiba-tiba masuk ke ruang rapat. Semua orang langsung diam, suasana menjadi dingin.

“Ada apa ini?” tanyanya, suaranya rendah namun tajam.

Kirana berdiri, mencoba menjelaskan. “Kami sedang membahas revisi tambahan dari klien, Pak. Ada sedikit ketegangan di tim.”

Adrian menatap satu per satu anggota tim sebelum akhirnya berkata, “Kirana, ikut saya ke ruang saya sekarang.”

Pertemuan dengan Adrian

Di ruang Adrian, Kirana berdiri dengan gelisah. Adrian duduk di kursinya, menatapnya dengan ekspresi serius.

“Kirana, apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya.

Kirana menghela napas panjang sebelum menjawab. “Tim saya sudah bekerja sangat keras, Pak. Mereka lelah, dan sekarang klien meminta revisi tambahan. Saya mencoba menjaga mereka tetap termotivasi, tapi saya rasa saya mulai kehilangan kendali.”

Adrian terdiam sejenak sebelum berkata, “Kirana, saya tahu tekanan ini berat. Tapi Anda harus ingat, seorang pemimpin tidak hanya bertanggung jawab atas hasil, tetapi juga kesejahteraan timnya. Jika tim Anda hancur, proyek ini tidak akan pernah selesai.”

“Saya tahu, Pak,” jawab Kirana dengan suara lemah. “Tapi saya tidak tahu harus bagaimana lagi.”

Adrian menatapnya dengan tajam. “Dengarkan saya baik-baik. Anda harus berbicara dengan tim Anda, bukan sebagai atasan, tapi sebagai rekan. Tunjukkan bahwa Anda benar-benar peduli pada mereka. Jika Anda berhasil memulihkan kepercayaan mereka, mereka akan mengikuti Anda ke mana pun.”

Kirana mengangguk, meskipun hatinya masih diliputi keraguan.

Langkah Baru

Malam itu, Kirana memutuskan untuk mengadakan pertemuan informal di ruang santai kantor. Ia membawa kopi dan makanan ringan, sesuatu yang jarang ia lakukan.

Ketika semua orang berkumpul, ia mulai berbicara.

“Saya tahu beberapa minggu terakhir ini sangat berat untuk kita semua. Saya tahu kalian lelah, frustrasi, dan mungkin marah pada saya.”

Amara menatapnya dengan mata yang masih merah. Johan dan Rendy saling bertukar pandang.

“Tapi saya ingin kalian tahu bahwa saya benar-benar menghargai usaha kalian. Kalian adalah inti dari tim ini, dan tanpa kalian, saya tidak akan bisa melakukan apa pun. Saya minta maaf jika saya terlalu menekan kalian.”

Hening sejenak. Lalu, Amara berbicara pelan, “Mbak, kami tahu Mbak juga di bawah tekanan. Tapi kadang kami butuh seseorang yang mengingatkan kami bahwa kami bukan hanya pekerja.”

Kirana mengangguk, matanya mulai basah. “Kalian benar. Mulai sekarang, saya akan lebih mendengarkan kalian. Kita akan melewati ini bersama, bukan sebagai atasan dan bawahan, tapi sebagai tim.”

Suasana mulai mencair. Johan tersenyum tipis, Rendy mengangguk pelan, dan Amara terlihat lebih tenang.

Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, mereka merasa seperti tim yang utuh lagi.

Kantor NextWave dipenuhi keheningan yang mencekam. Meski suara ketikan keyboard terdengar di mana-mana, atmosfernya berat, seperti tali yang terus ditarik hingga hampir putus. Kirana duduk di ruangannya, menatap papan tulis penuh dengan jadwal dan revisi. Waktunya semakin sempit, dan timnya berada di ambang kelelahan.

Namun, siang itu, sebuah email dari klien masuk. Subjeknya membuat darah Kirana berdesir: “Urgent: Final Changes Discussion”.

Ia membuka email itu dengan tangan gemetar. Isinya seperti pukulan keras:

“Kami meminta perubahan tambahan yang harus disertakan dalam waktu 48 jam. Jika ini tidak dipenuhi, kami akan mempertimbangkan pihak lain untuk melanjutkan proyek.”

Kirana terdiam. Napasnya terasa sesak. Ancaman ini tidak hanya mempertaruhkan proyek, tapi juga reputasi NextWave.

Pertemuan Darurat

Kirana memanggil seluruh tim ke ruang rapat. Raut wajah mereka mencerminkan kelelahan dan kekhawatiran. Johan membawa laptopnya dengan langkah berat, sementara Amara hanya memandang lantai.

“Ada berita buruk,” Kirana membuka pembicaraan. “Klien meminta revisi tambahan, dan kita hanya punya waktu 48 jam.”

Ruang rapat langsung dipenuhi gumaman protes.

“Ini sudah keterlaluan, Mbak!” Johan berseru. “Kita sudah kerja siang malam, dan mereka terus menuntut lebih.”

“Saya setuju,” timpal Amara. “Mereka tidak tahu seberapa keras kita sudah berusaha.”

“Saya tahu ini tidak adil,” kata Kirana, mencoba menenangkan suasana. “Tapi ini adalah kenyataan yang harus kita hadapi. Jika kita gagal, bukan hanya proyek ini yang hancur, tapi juga reputasi kita.”

“Lalu apa rencananya, Mbak?” Rendy bertanya, nadanya sinis. “Kita kerja sampai jatuh sakit?”

“Rendy, saya tahu kalian lelah,” jawab Kirana dengan nada tegas. “Tapi kita tidak punya pilihan lain. Kita harus menyelesaikan ini, dan kita harus melakukannya bersama-sama.”

Konflik Memuncak

Diskusi yang awalnya dimulai dengan tenang berubah menjadi ajang konfrontasi.

“Saya merasa seperti robot, Mbak,” kata Amara dengan suara bergetar. “Apa kami ini hanya alat untuk menyelesaikan proyek ini? Tidak ada yang peduli dengan kesehatan atau perasaan kami.”

“Itu bukan maksud saya, Amara,” balas Kirana. “Saya peduli pada kalian, tapi…”

“Kalau Mbak peduli, kenapa kita terus dipaksa bekerja seperti ini?” potong Amara, air mata mulai menggenang di matanya.

“Amara, cukup!” Johan angkat bicara. “Kirana juga berada di bawah tekanan. Dia sudah berusaha sebaik mungkin.”

“Tapi tetap saja, kita ini manusia, Johan!” Amara membalas, suaranya semakin tinggi.

Kirana hanya bisa terdiam. Ia tahu timnya lelah, dan semua emosi itu adalah akumulasi dari tekanan yang mereka hadapi selama berminggu-minggu.

Adrian Masuk Campur

Di tengah ketegangan, Adrian tiba-tiba masuk ke ruang rapat. Semua orang langsung diam, suasana menjadi dingin.

“Ada apa ini?” tanyanya, suaranya rendah namun tajam.

Kirana berdiri, mencoba menjelaskan. “Kami sedang membahas revisi tambahan dari klien, Pak. Ada sedikit ketegangan di tim.”

Adrian menatap satu per satu anggota tim sebelum akhirnya berkata, “Kirana, ikut saya ke ruang saya sekarang.”

Pertemuan dengan Adrian

Di ruang Adrian, Kirana berdiri dengan gelisah. Adrian duduk di kursinya, menatapnya dengan ekspresi serius.

“Kirana, apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya.

Kirana menghela napas panjang sebelum menjawab. “Tim saya sudah bekerja sangat keras, Pak. Mereka lelah, dan sekarang klien meminta revisi tambahan. Saya mencoba menjaga mereka tetap termotivasi, tapi saya rasa saya mulai kehilangan kendali.”

Adrian terdiam sejenak sebelum berkata, “Kirana, saya tahu tekanan ini berat. Tapi Anda harus ingat, seorang pemimpin tidak hanya bertanggung jawab atas hasil, tetapi juga kesejahteraan timnya. Jika tim Anda hancur, proyek ini tidak akan pernah selesai.”

“Saya tahu, Pak,” jawab Kirana dengan suara lemah. “Tapi saya tidak tahu harus bagaimana lagi.”

Adrian menatapnya dengan tajam. “Dengarkan saya baik-baik. Anda harus berbicara dengan tim Anda, bukan sebagai atasan, tapi sebagai rekan. Tunjukkan bahwa Anda benar-benar peduli pada mereka. Jika Anda berhasil memulihkan kepercayaan mereka, mereka akan mengikuti Anda ke mana pun.”

Kirana mengangguk, meskipun hatinya masih diliputi keraguan.

Langkah Baru

Malam itu, Kirana memutuskan untuk mengadakan pertemuan informal di ruang santai kantor. Ia membawa kopi dan makanan ringan, sesuatu yang jarang ia lakukan.

Ketika semua orang berkumpul, ia mulai berbicara.

“Saya tahu beberapa minggu terakhir ini sangat berat untuk kita semua. Saya tahu kalian lelah, frustrasi, dan mungkin marah pada saya.”

Amara menatapnya dengan mata yang masih merah. Johan dan Rendy saling bertukar pandang.

“Tapi saya ingin kalian tahu bahwa saya benar-benar menghargai usaha kalian. Kalian adalah inti dari tim ini, dan tanpa kalian, saya tidak akan bisa melakukan apa pun. Saya minta maaf jika saya terlalu menekan kalian.”

Hening sejenak. Lalu, Amara berbicara pelan, “Mbak, kami tahu Mbak juga di bawah tekanan. Tapi kadang kami butuh seseorang yang mengingatkan kami bahwa kami bukan hanya pekerja.”

Kirana mengangguk, matanya mulai basah. “Kalian benar. Mulai sekarang, saya akan lebih mendengarkan kalian. Kita akan melewati ini bersama, bukan sebagai atasan dan bawahan, tapi sebagai tim.”

Suasana mulai mencair. Johan tersenyum tipis, Rendy mengangguk pelan, dan Amara terlihat lebih tenang.

Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, mereka merasa seperti tim yang utuh lagi.

Related chapters

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 9

    Pagi itu, Kirana datang ke kantor dengan semangat baru. Setelah malam panjang yang penuh perenungan, ia bertekad untuk memimpin dengan hati. Langkahnya lebih ringan meski beban kerja masih menumpuk.Saat ia membuka pintu ruangannya, ada sesuatu yang berbeda. Di atas mejanya, tergeletak secangkir kopi hangat dengan tulisan kecil di atas tutupnya: “Untuk penyemangat pagi. Jangan lupa tersenyum. – A”.Kirana tertegun. Tulisan itu jelas berasal dari Adrian. Tidak ada yang lain di kantor yang inisialnya “A”. Ia menatap cangkir kopi itu sambil tersenyum kecil, merasa ada sedikit kehangatan di tengah dinginnya tekanan kerja.Interaksi Tak TerdugaBeberapa jam kemudian, saat Kirana sibuk memeriksa jadwal revisi, pintu ruangannya diketuk pelan.“Masuk,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.Adrian muncul, membawa map tebal di tangannya. Ia mengenakan kemeja biru muda yang digulung hingga siku, terlihat santai namun tetap profesional.“Kirana, saya mau membahas rencana revis

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 10

    Pagi itu, Kirana masih memikirkan percakapannya dengan Adrian malam sebelumnya. Rasanya begitu nyata, begitu dekat, namun ia tahu batas-batas yang harus dijaga. Sebagai seorang bawahan, perasaan yang mulai tumbuh di hatinya adalah sesuatu yang berbahaya.Namun, apa yang ia rasakan sulit diabaikan. Setiap kali ia mengingat senyuman Adrian atau cara pria itu menatapnya, ada sesuatu yang menggeliat di dalam dirinya.Sebuah Kejutan dari AdrianSiang harinya, saat Kirana tengah memimpin rapat kecil dengan timnya, seorang kurir datang ke ruangannya membawa kotak kecil dengan pita berwarna biru.“Kirana Adiningrum?” tanya kurir itu.“Ya, saya,” jawab Kirana bingung.Kurir menyerahkan kotak itu dan pergi tanpa penjelasan lebih lanjut. Kirana membuka kotak tersebut dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat sebuah buku jurnal kulit berwarna cokelat dengan tulisan kecil di dalamnya: “Untuk seseorang yang selalu bekerja keras. Jangan lupa luangkan waktu untuk dirimu sendiri. – A”.Wajah Kirana m

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 11

    Langkah Pertama yang Sulit Pagi itu, sinar matahari menerobos tirai kamar Kirana, membangunkannya dari tidur yang penuh mimpi tentang Adrian. Ia duduk di tempat tidur, memikirkan malam yang penuh emosi di taman. Pelukan Adrian masih terasa nyata, hangatnya seolah masih melekat di tubuhnya. Kirana menghela napas panjang. Hubungan ini bukan hanya tentang perasaan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan—tanggung jawab mereka, risiko yang akan dihadapi, dan bagaimana orang lain akan melihat mereka. Namun, di balik semua kekhawatiran itu, ia tahu satu hal pasti: ia tidak bisa mengabaikan apa yang dirasakannya. Ketegangan di Kantor Saat Kirana tiba di kantor, suasana terasa lebih sibuk dari biasanya. Tim sedang mempersiapkan presentasi besar untuk klien yang sangat penting, dan semua orang tampak tegang. Namun, yang membuat Kirana lebih gugup adalah kehadiran Adrian. Ia tahu mereka harus tetap profesional, tetapi bagaimana mungkin setelah semua yang terjadi antara mereka? “Kirana,”

    Last Updated : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 12

    Pertaruhan yang BerbahayaHari-hari setelah pengakuan Adrian terasa berbeda bagi Kirana. Ada kegugupan yang menyelinap setiap kali mereka berdua berada dalam satu ruangan. Tatapan Adrian yang dalam, cara dia memperhatikan Kirana dengan detail, semuanya membuat perempuan itu semakin sulit menjaga jarak.Namun, semua itu menjadi lebih rumit ketika gosip mulai beredar di kantor.Bisikan di KoridorKirana sedang duduk di pantry ketika Rendy, salah satu rekan kerjanya, masuk dengan senyum penuh arti.“Wah, kayaknya ada yang jadi favorit bos sekarang,” celetuknya sambil mengambil kopi.Kirana mengernyit, berusaha terlihat santai. “Apa maksudmu?”“Ah, pura-pura nggak tahu,” kata Rendy sambil menyeringai. “Aku lihat tadi pagi, Adrian mengantarkan dokumen langsung ke mejamu. Biasanya dia nggak pernah repot-repot begitu.”Kirana terdiam, merasa jantungnya berdebar lebih kencang. “Itu cuma dokumen biasa, Rendy. Jangan terlalu banyak berspekulasi.”Rendy mengangkat bahu, tapi senyumnya tidak hila

    Last Updated : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 13

    Bab 13: Retakan yang Tak TerlihatHari-hari setelah rapat tegang itu berubah menjadi medan penuh duri bagi Kirana. Atmosfer di kantor terasa berbeda. Tatapan kolega, desas-desus yang beredar, dan sikap dingin beberapa orang membuat Kirana merasa seperti berjalan di atas kaca.Di satu sisi, Adrian tetap berada di dekatnya, memberikan dukungan tanpa henti. Namun, di sisi lain, ia mulai merasakan tekanan yang semakin berat. Tidak hanya dari rekan-rekan kerjanya, tetapi juga dari dirinya sendiri—keraguan dan ketakutan yang terus menghantui pikirannya.Sikap Dingin RendyPagi itu, Kirana mencoba berbicara dengan Rendy, salah satu senior di tim yang sebelumnya selalu suportif terhadapnya. Ia menyadari sikap Rendy yang semakin jauh setelah rapat terakhir.“Rendy, ada waktu sebentar? Aku ingin bicara,” kata Kirana, mendekati meja kerjanya.Rendy mendongak, ekspresinya datar. “Ada apa, Kirana?”Kirana ragu sejenak, lalu berkata dengan hati-hati, “Aku merasa ada sesuatu yang berubah. Kalau aku

    Last Updated : 2024-12-06
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 14

    Antara Dua PilihanKirana memulai harinya dengan perasaan berat. Langkahnya ke kantor terasa lebih lambat dari biasanya. Di lift, ia berpapasan dengan Rendy yang hanya memberikan senyuman dingin sebelum berjalan keluar lebih dulu. Kirana tahu, gosip yang menyelimutinya belum juga reda.Ketika sampai di mejanya, ia mendapati sebuah amplop putih di atas keyboardnya. Perlahan, ia membukanya. Isinya adalah catatan kecil dengan tulisan tangan:“Terkadang, kemampuan saja tidak cukup. Dunia ini lebih menyukai yang tahu bagaimana bermain aman.”Kirana merasakan darahnya mendidih. Ia tahu ini bukan pesan motivasi, melainkan sindiran tajam.“Siapa yang berani melakukan ini?” pikirnya. Namun, ia memilih tidak menanggapinya, meskipun di dalam hatinya rasa frustrasi terus menumpuk.Ketegangan di Rapat TimDi ruang meeting, suasana semakin memanas. Adrian mencoba menjaga kendali, tetapi dinamika tim mulai terlihat terganggu.“Saya ingin kita fokus pada solusi, bukan masalah,” kata Adrian tegas. “P

    Last Updated : 2024-12-06
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 15

    Retakan Halus di Antara KitaKeesokan harinya, suasana kantor terasa lebih dingin dari biasanya. Gosip di antara rekan-rekan kerja semakin merajalela, meskipun tidak ada yang berani mengatakannya langsung. Tatapan-tatapan tajam itu cukup menyiksa Kirana. Ia mencoba fokus pada pekerjaannya, tapi pikiran-pikiran negatif terus mengganggu.Di sisi lain, Adrian berusaha menjalani hari seperti biasa, meskipun ia bisa merasakan ketegangan yang melingkupi ruangan. Ia tahu bahwa tindakannya belakangan ini mungkin memicu lebih banyak masalah untuk Kirana, dan rasa bersalah itu mulai menggerogoti pikirannya.Interaksi yang Tak TerdugaKetika jam makan siang tiba, Kirana memutuskan untuk makan sendiri di pantry kantor. Ia berharap bisa menikmati sedikit waktu tenang. Namun, harapannya sirna ketika Rendy masuk dengan senyum yang tampak dipaksakan.“Kirana, boleh ngobrol sebentar?” tanyanya, menyandarkan diri pada pintu pantry.Kirana mengangkat alis. “Ada apa, Rendy?”Rendy mendekat, menatapnya de

    Last Updated : 2024-12-06
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 16

    Di Ambang PilihanHari itu dimulai seperti biasa, dengan hiruk pikuk pekerjaan dan suasana kantor yang tegang. Namun, bagi Kirana, perasaan jengah terhadap situasi yang terus memburuk mulai menumpuk. Gosip yang terus bergulir, sindiran-sindiran halus, serta tatapan mencemooh dari beberapa rekan kerja membuatnya merasa terkekang.Di sisi lain, perhatian Adrian yang konsisten menjadi pedang bermata dua. Meskipun itu memberinya kekuatan, perhatian itu juga menjadi bahan bakar gosip yang tak kunjung padam.Kehilangan Kendali di RapatPagi itu, Kirana menghadiri rapat proyek baru. Adrian memimpin rapat seperti biasa, dengan gaya tegas namun penuh kehangatan. Namun, di tengah rapat, Rendy lagi-lagi melemparkan sindiran yang membuat suasana semakin panas.“Pak Adrian, apakah Kirana yang akan memimpin proyek ini?” tanya Rendy dengan nada datar. “Atau kita perlu konfirmasi dulu soal… kelayakan lainnya?”Suasana di ruangan langsung berubah kaku. Beberapa rekan kerja saling bertukar pandang, sem

    Last Updated : 2024-12-06

Latest chapter

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 27

    Jalan Tanpa KembaliMalam yang SunyiHujan turun perlahan, menyelimuti kota dengan suasana yang kelam. Kirana berdiri di depan jendela penginapan, memandang tetesan air yang jatuh tanpa henti. Di baliknya, Adrian duduk di sofa kecil, mengamati berkas-berkas yang menumpuk di meja. Setiap dokumen yang mereka temukan di gudang seolah menjadi potongan puzzle yang perlahan menyusun gambaran besar kejahatan yang dilakukan Rahman dan jaringannya.“Kamu yakin dengan semua ini, Adrian?” tanya Kirana, suaranya hampir tenggelam dalam suara rintik hujan.Adrian mendongak dari dokumen yang tengah ia baca. Matanya memancarkan keyakinan, meskipun terlihat lelah. “Ini bukan lagi soal yakin atau tidak. Kita tidak bisa mundur. Kalau kita berhenti sekarang, mereka akan terus melakukan kejahatan ini tanpa ada yang menghentikan.”Kirana melangkah mendekat, duduk di samping Adrian. Ia menatapnya dalam-dalam, mencoba memahami keputusan yang telah mereka ambil. “Aku hanya ingin memastikan kamu tahu risikonya

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 26

    Langkah BerisikoAncaman yang Semakin DekatSetelah pertemuan mengejutkan dengan Pak Wisnu, Adrian langsung memanggil Bima dan Kirana ke ruangannya. Dengan wajah tegang, Adrian menjelaskan apa yang baru saja terjadi.“Dia datang untuk mengancam,” kata Adrian dengan nada marah, sembari berjalan mondar-mandir di ruangan. “Mereka tahu kita semakin dekat dengan inti masalah ini.”Kirana mencoba menenangkan Adrian. “Ini berarti kita membuat mereka merasa terancam, Adrian. Mereka tidak akan bertindak seperti ini kalau tidak merasa posisinya mulai goyah.”Bima, yang sedari tadi mendengarkan, tiba-tiba berkata, “Kalau begitu, kita harus bertindak lebih cepat. Aku punya ide, tapi ini cukup berisiko.”Adrian dan Kirana memandangnya penuh harap.“Apa idemu, Bima?” tanya Adrian.“Kalau kita bisa menyusup ke salah satu server utama perusahaan, ada kemungkinan kita menemukan data rahasia yang selama ini mereka sembunyikan. Data itu mungkin cukup untuk menjatuhkan mereka sekaligus,” jelas Bima.“Tap

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 25

    Kebenaran yang Mulai TerbukaSidang Internal yang MenegangkanPagi itu, Adrian memimpin rapat darurat di ruang rapat utama perusahaan. Hanya tim inti yang hadir: Kirana, Bima, Kevin, dan beberapa anggota tim hukum yang terpercaya. Di meja mereka, dokumen-dokumen penting dari brankas gudang tersusun rapi, siap untuk dianalisis lebih dalam.“Kita tidak punya banyak waktu,” ujar Adrian membuka rapat. “Pak Wisnu pasti sudah menyadari bahwa kita membawa sesuatu dari gudang. Kita harus bergerak cepat sebelum mereka menutup semua celah.”Salah satu anggota tim hukum, Maya, mengangkat tangan. “Dari dokumen yang sudah saya periksa, jelas ada keterlibatan Pak Wisnu dalam manipulasi data proyek dan aliran dana ilegal. Tapi kita perlu lebih banyak bukti untuk mengaitkan Rahman Kurnia alias Rizky Darmawan secara langsung.”“Kalau begitu, kita fokus pada aset mereka,” kata Adrian. “Bima, pastikan kamu memonitor semua transaksi mencurigakan. Kirana dan Kevin, coba cari informasi tambahan dari dokume

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 24

    Keberanian di Tengah AncamanPersiapan untuk Serangan BalikAncaman yang diterima Adrian membuat suasana di tim semakin tegang. Namun, ia tidak menunjukkan rasa gentarnya di depan tim. Kirana memperhatikan betapa tenangnya Adrian, meski jelas bahwa ia juga memikirkan keselamatan semua orang.“Kita tidak bisa berhenti sekarang,” ujar Adrian di depan Bima, Lani, Kirana, dan Pak Bram di ruang rapat. “Ancaman ini justru bukti bahwa mereka mulai goyah. Kita harus melanjutkan langkah kita dengan lebih hati-hati, tapi juga lebih cepat.”Pak Bram mengangguk. “Kita sudah punya cukup bukti untuk menggoyahkan mereka. Tapi yang kita butuhkan adalah langkah strategis. Jangan hanya mengandalkan dokumen-dokumen ini. Kita harus menguatkan dengan saksi.”“Bu Ratih sudah setuju untuk membantu,” kata Kirana. “Tapi kita harus melindunginya. Dia merasa ada risiko besar jika terlalu terlibat.”Adrian menatap Pak Bram. “Bisakah Anda mengatur perlindungan untuknya?”“Saya punya beberapa kenalan yang bisa mem

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 23

    Kebenaran yang Mulai TerkuakRencana StrategisKeesokan paginya, Adrian mengumpulkan seluruh timnya di ruang rapat kecil di kantor. Ia memutuskan untuk tidak membiarkan siapa pun tahu tentang penemuan di gudang malam sebelumnya, kecuali orang-orang yang benar-benar dipercayainya.“Aku sudah memeriksa dokumen-dokumen yang kita temukan di gudang,” ujar Adrian sambil meletakkan berkas-berkas di meja. “Ini bukan hanya soal sabotase terhadap aku, tapi ada indikasi korupsi besar yang melibatkan beberapa proyek perusahaan di masa lalu.”Bima menatap dokumen itu dengan serius. “Apa kamu yakin kita bisa melibatkan tim hukum tanpa memancing perhatian mereka?”Adrian mengangguk. “Kita harus melibatkan mereka. Tapi kita harus hati-hati memilih siapa yang akan kita ajak bicara. Tim hukum punya dua divisi, dan salah satunya berada di bawah pengaruh Pak Wisnu.”Kirana yang duduk di sisi Adrian angkat bicara. “Kalau begitu, kita hanya punya satu pilihan: langsung lapor ke kepala tim hukum yang netral

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 22

    Jejak yang TersisaPerburuan DimulaiSetelah mendapatkan petunjuk dari dokumen yang mereka temukan di gudang tua, Adrian segera menyusun langkah strategis. Nama Ardianto kini menjadi fokus utama mereka. Adrian meminta Bima untuk menggali lebih dalam aktivitas digital Ardianto.“Kalau dia benar pelakunya, pasti ada jejak yang dia tinggalkan di jaringan,” ujar Adrian sambil mengamati layar komputer Bima.Bima mengangguk dan mengetik cepat. “Aku akan coba melacak pola transaksi digitalnya. Kalau dia menggunakan perangkat atau akun palsu, kita bisa mencoba melacak sumber dana atau aktivitas lainnya.”Sementara itu, Kirana tetap terjaga di apartemennya. Pikirannya dipenuhi dengan spekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Adrian telah memberi tahu dia untuk beristirahat, tetapi ia tahu tidak mungkin baginya untuk benar-benar bersantai.Ponselnya berdering. Itu Adrian.“Ada perkembangan?” tanya Kirana.“Aku ingin kamu datang ke kantor pagi ini. Kita punya sesuatu yang penting,” jawab Ad

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 21

    Jaringan yang TersembunyiKejutan di Balik DataMalam itu, Adrian tidak bisa tidur. Kata-kata terakhir Pak Wisnu terus terngiang di kepalanya. “Ada orang lain yang jauh lebih kuat dari kamu.” Siapa yang dimaksud? Apa motif mereka?Bima, yang masih bekerja hingga larut, kembali menemukan sesuatu. “Adrian, aku baru saja memeriksa ulang seluruh log aktivitas jaringan. Ada pola aneh di sini.”Adrian bergegas menghampiri meja Bima. “Apa yang kamu temukan?”“Ada akses ke server dari lokasi yang tidak tercatat sebagai kantor atau rumah salah satu karyawan. Lokasinya berubah-ubah, seolah mereka menggunakan koneksi yang sulit dilacak. Tapi ada satu perangkat yang konsisten terhubung setiap kali ada transfer data.”Adrian mengamati layar dengan seksama. “Ini berarti ada pihak eksternal yang terlibat. Kita butuh bantuan dari luar untuk melacak ini lebih jauh.”“Kita bisa minta bantuan konsultan forensik IT,” saran Bima. “Tapi mereka pasti butuh waktu untuk memproses semuanya.”“Hubungi mereka,”

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 20

    Bayangan Musuh di Balik KegelapanRencana Adrian dan KiranaAdrian dan Kirana duduk berdampingan di ruang kerja Adrian. Di hadapan mereka adalah tumpukan dokumen proyek dan hasil analisis Bima tentang aktivitas mencurigakan yang melibatkan Pak Wisnu. Malam itu mereka memutuskan untuk menyusun rencana strategis.“Kalau laporan palsu ini sudah ada di tangan Wisnu, berarti dia punya tujuan lebih besar,” ujar Adrian sambil mengetuk-ketukkan jarinya di meja.Kirana mengangguk. “Tapi kenapa harus aku? Kalau dia ingin menjatuhkan tim, kenapa dia memilih nama aku yang jadi sasaran?”Adrian menatap Kirana dengan penuh perhatian. “Karena kamu kunci dari semua ini. Kamu orang yang paling menonjol di proyek ini. Kalau reputasimu rusak, proyek kita kehilangan fondasi utamanya.”Kirana terdiam, merasakan beratnya tanggung jawab yang ia pikul. “Jadi apa rencanamu?”Adrian menunjukkan rencana yang telah ia susun. “Kita butuh bukti konkret untuk mengaitkan Wisnu dengan laporan palsu ini. Aku sudah mem

  • Cinta Di Tengah Deadline   Bab 19

    Jejak di Balik Bayang-BayangKebingungan yang MenyeruakPernyataan Rendy meninggalkan ketegangan di udara. Kirana menatap Adrian, mencoba membaca pikirannya, tetapi Adrian hanya menggeleng pelan. “Dia tahu sesuatu yang tidak kita tahu,” katanya akhirnya. “Tapi aku nggak akan membiarkan dia dan yang lainnya lolos.”Kirana ingin berkata sesuatu, tetapi kelelahan dan kebingungan menguasainya. Malam itu, ketika semua orang mulai meninggalkan kantor, Adrian menghampiri Kirana di mejanya.“Kamu baik-baik saja?” tanyanya lembut.Kirana mengangguk, meskipun jelas raut wajahnya menunjukkan sebaliknya. “Aku cuma… merasa semuanya terlalu banyak. Kenapa ini terjadi? Apa salahku sampai harus menghadapi semua ini?”Adrian tersenyum tipis, lalu duduk di kursi di depannya. “Ini bukan salahmu, Kirana. Kadang, orang yang bekerja keras justru menjadi sasaran karena mereka terlihat menonjol.”Kirana menunduk, menahan air matanya agar tidak jatuh. “Aku cuma nggak mau orang-orang yang aku percayai ternyata

DMCA.com Protection Status