Share

BAB 6

Author: Amanda13
last update Last Updated: 2024-12-02 19:08:54

Pagi itu, Kirana bangun dengan rasa lelah yang masih tersisa dari hari sebelumnya. Namun, ia tahu tidak ada waktu untuk bermalas-malasan. Dengan secangkir kopi di tangan, ia memeriksa jadwal hari ini di ponselnya. Beberapa rapat, satu diskusi dengan tim, dan tentu saja, tindak lanjut dari presentasi kemarin dengan klien.

Kirana tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Beberapa karyawan lain baru saja datang, termasuk Tina yang melambai sambil tersenyum.

“Mbak Kirana, kemarin saya dengar dari Rendy, presentasi sama klien berjalan lancar ya?” tanya Tina dengan antusias.

Kirana tersenyum tipis. “Lumayan lancar, walaupun banyak pertanyaan sulit. Tapi tim kita sudah melakukan yang terbaik.”

“Syukurlah,” sahut Tina. “Oh ya, saya sudah susun laporan mingguan. Nanti tinggal Mbak review saja.”

“Terima kasih, Tina. Kamu memang selalu bisa diandalkan,” jawab Kirana sebelum melangkah ke ruang kerjanya.

Kehadiran yang Mengejutkan

Saat Kirana tengah sibuk membaca laporan mingguan dari Tina, sebuah ketukan di pintu membuatnya mendongak.

“Masuk,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.

Pintu terbuka, dan suara yang familiar terdengar. “Pagi, Kirana.”

Kirana mendongak dan menemukan Adrian berdiri di ambang pintu dengan map di tangannya. Kehadiran Adrian pagi-pagi di ruangannya jelas bukan hal biasa.

“Pagi, Pak Adrian. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sambil berdiri.

Adrian berjalan masuk dan duduk di kursi di depan meja Kirana tanpa diminta. “Saya ingin membahas beberapa hal penting terkait proyek kita. Apakah Anda punya waktu sekarang?”

“Tentu, Pak. Silakan,” jawab Kirana sambil mempersiapkan diri untuk diskusi yang intens.

Adrian membuka map dan menunjukkan beberapa dokumen. “Ini laporan dari vendor. Saya sudah mempelajarinya, dan ada beberapa hal yang perlu kita revisi lagi. Saya ingin Anda meninjau ulang solusi teknis yang kita ajukan kemarin. Saya rasa masih ada ruang untuk perbaikan.”

Kirana menatap dokumen itu dengan serius. “Baik, Pak. Saya akan segera mengerjakannya.”

Namun, sebelum Adrian pergi, ia tiba-tiba berkata, “Oh ya, Kirana. Saya ingin mengucapkan terima kasih atas usaha Anda kemarin. Presentasi Anda sangat membantu.”

Kirana sedikit terkejut. “Terima kasih, Pak. Itu semua berkat kerja sama tim.”

Adrian mengangguk kecil, lalu pergi tanpa berkata apa-apa lagi.

Suasana yang Berubah

Hari itu berjalan dengan cepat. Kirana sibuk dengan revisi dokumen, koordinasi dengan tim, dan persiapan untuk diskusi teknis lanjutan. Namun, ada sesuatu yang berbeda di kantor hari ini. Suasana yang biasanya tegang perlahan terasa lebih ringan.

Amara bahkan sempat bercanda dengan Johan saat makan siang, sesuatu yang jarang terjadi. Kirana memperhatikan ini dengan senyum kecil. Ia merasa lega melihat timnya bisa sedikit lebih santai meskipun pekerjaan mereka masih menumpuk.

Namun, di sisi lain, ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Kata-kata Adrian tadi pagi, ucapan terima kasih yang tidak biasa itu, terus terngiang-ngiang di kepalanya.

“Kenapa aku merasa ada sesuatu di balik semua ini?” pikir Kirana sambil melamun di meja kerjanya.

Pertemuan di Kafe

Sore harinya, setelah menyelesaikan pekerjaannya, Kirana memutuskan untuk keluar sejenak. Ia butuh udara segar untuk meredakan pikirannya yang penat. Ia berjalan ke sebuah kafe kecil di dekat kantor, tempat favoritnya untuk bersantai.

Saat ia memesan latte dan duduk di pojokan, suara seseorang menyapanya dari belakang.

“Kirana?”

Kirana menoleh dan melihat Rendy berdiri di sana dengan senyum canggung.

“Rendy? Kamu juga sering ke sini?” tanya Kirana, terkejut melihat rekan kerjanya di luar jam kantor.

“Lumayan sering,” jawab Rendy sambil memegang cangkir kopinya. “Boleh gabung?”

“Tentu,” jawab Kirana sambil mempersilakan Rendy duduk di depannya.

Percakapan mereka awalnya terasa canggung, tetapi perlahan-lahan suasana menjadi lebih santai. Rendy bercerita tentang hobi barunya mencoba kopi dari berbagai daerah, sementara Kirana sesekali menimpali dengan tawa kecil.

“Mbak Kirana,” kata Rendy tiba-tiba dengan nada lebih serius.

“Ya?”

“Terima kasih karena selalu percaya pada kami. Meskipun banyak tekanan di kantor, saya merasa lebih kuat karena tahu kamu ada di sana untuk memimpin kami.”

Kirana tertegun. “Terima kasih, Rendy. Tapi sebenarnya, tanpa kalian, saya juga tidak akan bisa melakukan apa pun. Tim kita adalah kekuatan saya.”

Mereka tersenyum satu sama lain. Untuk pertama kalinya, Kirana merasa ada koneksi yang lebih dalam antara dirinya dan timnya.

Malam yang Tenang

Saat Kirana kembali ke apartemennya malam itu, ia merasa sedikit lebih lega. Hubungannya dengan tim semakin solid, dan meskipun Adrian masih menjadi teka-teki besar baginya, ia merasa lebih percaya diri menghadapi hari-hari ke depan.

Namun, saat ia merebahkan diri di tempat tidur, sebuah pesan masuk di ponselnya.

Adrian: Besok pagi saya ingin diskusi lebih lanjut soal revisi dokumen. Pastikan Anda sudah menyelesaikannya.

Kirana tersenyum kecil sambil meletakkan ponselnya. “Tentu saja, Pak Adrian. Besok akan jadi hari yang panjang lagi.”

Dengan pikiran yang lebih tenang, ia menutup matanya, bersiap menghadapi tantangan berikutnya.

Malam mulai turun ketika Kirana selesai membalas email terakhirnya. Sebagian besar karyawan sudah meninggalkan kantor, tetapi beberapa orang masih bekerja di ruang bersama. Dari balik dinding kaca ruangannya, Kirana bisa melihat Amara tertawa pelan sambil berbincang dengan Johan. Suasana hangat itu memberi Kirana sedikit kelegaan, tetapi ia tahu tekanan pekerjaan belum benar-benar usai.

Di luar ruangannya, Tina mengetuk pintu dengan lembut.

“Mbak, ini kopi yang Mbak minta tadi. Saya pikir Mbak pasti masih butuh tenaga tambahan,” kata Tina sambil meletakkan cangkir kopi di meja Kirana.

“Terima kasih, Tina. Kamu memang selalu perhatian,” balas Kirana dengan senyum hangat.

Tina tersipu. “Mbak, sebenarnya saya mau bilang sesuatu.”

“Apa itu?”

Tina ragu sejenak sebelum melanjutkan, “Mbak, saya tahu ini mungkin bukan tempat saya untuk bicara, tapi saya lihat Mbak akhir-akhir ini bekerja terlalu keras. Kami semua di tim sebenarnya khawatir, tapi kami juga nggak mau ganggu Mbak.”

Kirana terdiam sejenak. Kata-kata Tina mengingatkannya bahwa sebagai pemimpin, ia sering melupakan dirinya sendiri demi pekerjaan.

“Terima kasih sudah peduli, Tina. Saya akan mencoba lebih menjaga diri,” jawab Kirana akhirnya.

Kilasan Masa Lalu

Malam itu, ketika Kirana akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kantor, kenangan tentang masa-masa awalnya bekerja di NextWave kembali membanjiri pikirannya.

Ia ingat bagaimana ia pertama kali bertemu Adrian, sosok yang waktu itu terasa dingin dan sulit didekati. Namun, di balik sikap tegasnya, Adrian adalah orang yang selalu memberi kesempatan kepada mereka yang benar-benar ingin berkembang.

“Aku masih ingat ketika dia menegurku di rapat pertama,” gumam Kirana sambil tersenyum kecil. Teguran Adrian saat itu terasa keras, tetapi justru menjadi titik balik yang membuatnya lebih percaya diri dalam pekerjaannya.

Ketika lift membawanya turun ke lantai dasar, pikirannya kembali melayang ke tim yang kini berada di bawah pimpinannya. Ia merasa bersyukur memiliki orang-orang seperti Tina, Rendy, Amara, dan Johan yang selalu mendukung satu sama lain meskipun sering dihadapkan pada situasi sulit.

Diskusi Pagi dengan Adrian

Keesokan harinya, Kirana tiba di kantor lebih pagi dari biasanya, seperti yang diminta Adrian. Setelah meletakkan tas dan mempersiapkan materi diskusi, ia berjalan menuju ruang Adrian.

“Masuk,” terdengar suara tegas dari dalam ketika Kirana mengetuk pintu.

Adrian sedang duduk di kursinya, mengenakan kemeja biru gelap yang rapi, dengan setumpuk dokumen di mejanya.

“Pagi, Pak,” sapa Kirana sambil duduk di kursi di depannya.

“Pagi, Kirana. Sudah selesai revisi dokumen yang saya minta?”

“Sudah, Pak. Ini semua poin yang saya perbaiki sesuai masukan Anda,” jawab Kirana sambil menyerahkan file di laptopnya yang telah dipersiapkan.

Adrian memeriksa dokumen itu dengan seksama, sesekali mengangguk.

“Bagus,” katanya akhirnya. “Tapi saya masih ingin Anda menambahkan rincian tentang evaluasi risiko di bagian akhir. Klien kita cukup detail soal ini.”

“Tentu, Pak. Saya akan tambahkan hari ini juga,” jawab Kirana tanpa ragu.

Adrian memandangnya sejenak sebelum berkata, “Anda tahu, Kirana, salah satu alasan saya mempercayakan proyek ini kepada Anda adalah karena saya tahu Anda mampu menghadapi tekanan seperti ini. Jangan ragu untuk memberi tahu saya jika ada hal yang Anda butuhkan.”

Kirana terkejut mendengar ucapan itu. Selama ini, Adrian dikenal sebagai sosok yang jarang menunjukkan penghargaan secara langsung.

“Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha semaksimal mungkin,” jawab Kirana dengan nada tulus.

“Bagus,” balas Adrian singkat sebelum kembali fokus pada dokumen di tangannya.

Momen Kecil yang Bermakna

Sepulang dari ruang Adrian, Kirana merasa ada sedikit kehangatan yang tumbuh dalam hubungannya dengan atasannya itu. Ia menyadari bahwa di balik sikap tegas dan dinginnya, Adrian sebenarnya adalah pemimpin yang peduli pada hasil kerja timnya.

Di meja kerja, ia menemukan sebuah catatan kecil dari Rendy.

Mbak, terima kasih sudah selalu memotivasi kami. Ini hanya kopi instan, tapi semoga cukup membantu semangat Mbak hari ini. – Rendy

Kirana tersenyum sambil memegang cangkir kopi yang ditinggalkan Rendy di mejanya. Perhatian kecil seperti ini membuatnya merasa dihargai sebagai pemimpin.

Sambil menyeruput kopi itu, ia menatap layar laptopnya. Hari-hari penuh tekanan ini masih jauh dari selesai, tetapi ia merasa lebih kuat dari sebelumnya.

Related chapters

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 7

    Pagi itu, suasana kantor NextWave tidak seperti biasanya. Ada ketegangan yang tidak terlihat namun terasa di udara. Kirana merasakan ada sesuatu yang salah begitu ia masuk ke ruang kerja timnya.Amara dan Johan, yang biasanya terlihat akrab, kali ini saling diam di meja masing-masing. Rendy tampak sibuk dengan laptopnya, tetapi dari raut wajahnya, Kirana tahu pikirannya tidak sepenuhnya di sana.Kirana meletakkan tasnya, lalu berjalan mendekati meja Amara. “Pagi, Amara. Kamu kelihatan murung. Ada masalah?”Amara hanya menggeleng tanpa menoleh. “Tidak apa-apa, Mbak.”Kirana mengerutkan dahi. Ia tahu Amara tidak biasa bersikap seperti ini. Ia kemudian mendekati Johan.“Johan, ada yang terjadi?” tanyanya dengan nada lembut.Johan mendesah pelan. “Nggak tahu, Mbak. Tadi pagi Amara tiba-tiba jadi dingin sama saya. Saya rasa ini ada hubungannya dengan hasil revisi desain yang saya minta minggu lalu.”Kirana mulai memahami sumber masalahnya. Sebagai pemimpin tim, ia tahu konflik kecil sepert

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 8

    Kantor NextWave dipenuhi keheningan yang mencekam. Meski suara ketikan keyboard terdengar di mana-mana, atmosfernya berat, seperti tali yang terus ditarik hingga hampir putus. Kirana duduk di ruangannya, menatap papan tulis penuh dengan jadwal dan revisi. Waktunya semakin sempit, dan timnya berada di ambang kelelahan.Namun, siang itu, sebuah email dari klien masuk. Subjeknya membuat darah Kirana berdesir: “Urgent: Final Changes Discussion”.Ia membuka email itu dengan tangan gemetar. Isinya seperti pukulan keras:“Kami meminta perubahan tambahan yang harus disertakan dalam waktu 48 jam. Jika ini tidak dipenuhi, kami akan mempertimbangkan pihak lain untuk melanjutkan proyek.”Kirana terdiam. Napasnya terasa sesak. Ancaman ini tidak hanya mempertaruhkan proyek, tapi juga reputasi NextWave.Pertemuan DaruratKirana memanggil seluruh tim ke ruang rapat. Raut wajah mereka mencerminkan kelelahan dan kekhawatiran. Johan membawa laptopnya dengan langkah berat, sementara Amara hanya memandang

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 9

    Pagi itu, Kirana datang ke kantor dengan semangat baru. Setelah malam panjang yang penuh perenungan, ia bertekad untuk memimpin dengan hati. Langkahnya lebih ringan meski beban kerja masih menumpuk.Saat ia membuka pintu ruangannya, ada sesuatu yang berbeda. Di atas mejanya, tergeletak secangkir kopi hangat dengan tulisan kecil di atas tutupnya: “Untuk penyemangat pagi. Jangan lupa tersenyum. – A”.Kirana tertegun. Tulisan itu jelas berasal dari Adrian. Tidak ada yang lain di kantor yang inisialnya “A”. Ia menatap cangkir kopi itu sambil tersenyum kecil, merasa ada sedikit kehangatan di tengah dinginnya tekanan kerja.Interaksi Tak TerdugaBeberapa jam kemudian, saat Kirana sibuk memeriksa jadwal revisi, pintu ruangannya diketuk pelan.“Masuk,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.Adrian muncul, membawa map tebal di tangannya. Ia mengenakan kemeja biru muda yang digulung hingga siku, terlihat santai namun tetap profesional.“Kirana, saya mau membahas rencana revis

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 10

    Pagi itu, Kirana masih memikirkan percakapannya dengan Adrian malam sebelumnya. Rasanya begitu nyata, begitu dekat, namun ia tahu batas-batas yang harus dijaga. Sebagai seorang bawahan, perasaan yang mulai tumbuh di hatinya adalah sesuatu yang berbahaya.Namun, apa yang ia rasakan sulit diabaikan. Setiap kali ia mengingat senyuman Adrian atau cara pria itu menatapnya, ada sesuatu yang menggeliat di dalam dirinya.Sebuah Kejutan dari AdrianSiang harinya, saat Kirana tengah memimpin rapat kecil dengan timnya, seorang kurir datang ke ruangannya membawa kotak kecil dengan pita berwarna biru.“Kirana Adiningrum?” tanya kurir itu.“Ya, saya,” jawab Kirana bingung.Kurir menyerahkan kotak itu dan pergi tanpa penjelasan lebih lanjut. Kirana membuka kotak tersebut dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat sebuah buku jurnal kulit berwarna cokelat dengan tulisan kecil di dalamnya: “Untuk seseorang yang selalu bekerja keras. Jangan lupa luangkan waktu untuk dirimu sendiri. – A”.Wajah Kirana m

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 11

    Langkah Pertama yang Sulit Pagi itu, sinar matahari menerobos tirai kamar Kirana, membangunkannya dari tidur yang penuh mimpi tentang Adrian. Ia duduk di tempat tidur, memikirkan malam yang penuh emosi di taman. Pelukan Adrian masih terasa nyata, hangatnya seolah masih melekat di tubuhnya. Kirana menghela napas panjang. Hubungan ini bukan hanya tentang perasaan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan—tanggung jawab mereka, risiko yang akan dihadapi, dan bagaimana orang lain akan melihat mereka. Namun, di balik semua kekhawatiran itu, ia tahu satu hal pasti: ia tidak bisa mengabaikan apa yang dirasakannya. Ketegangan di Kantor Saat Kirana tiba di kantor, suasana terasa lebih sibuk dari biasanya. Tim sedang mempersiapkan presentasi besar untuk klien yang sangat penting, dan semua orang tampak tegang. Namun, yang membuat Kirana lebih gugup adalah kehadiran Adrian. Ia tahu mereka harus tetap profesional, tetapi bagaimana mungkin setelah semua yang terjadi antara mereka? “Kirana,”

    Last Updated : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 12

    Pertaruhan yang BerbahayaHari-hari setelah pengakuan Adrian terasa berbeda bagi Kirana. Ada kegugupan yang menyelinap setiap kali mereka berdua berada dalam satu ruangan. Tatapan Adrian yang dalam, cara dia memperhatikan Kirana dengan detail, semuanya membuat perempuan itu semakin sulit menjaga jarak.Namun, semua itu menjadi lebih rumit ketika gosip mulai beredar di kantor.Bisikan di KoridorKirana sedang duduk di pantry ketika Rendy, salah satu rekan kerjanya, masuk dengan senyum penuh arti.“Wah, kayaknya ada yang jadi favorit bos sekarang,” celetuknya sambil mengambil kopi.Kirana mengernyit, berusaha terlihat santai. “Apa maksudmu?”“Ah, pura-pura nggak tahu,” kata Rendy sambil menyeringai. “Aku lihat tadi pagi, Adrian mengantarkan dokumen langsung ke mejamu. Biasanya dia nggak pernah repot-repot begitu.”Kirana terdiam, merasa jantungnya berdebar lebih kencang. “Itu cuma dokumen biasa, Rendy. Jangan terlalu banyak berspekulasi.”Rendy mengangkat bahu, tapi senyumnya tidak hila

    Last Updated : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 13

    Bab 13: Retakan yang Tak TerlihatHari-hari setelah rapat tegang itu berubah menjadi medan penuh duri bagi Kirana. Atmosfer di kantor terasa berbeda. Tatapan kolega, desas-desus yang beredar, dan sikap dingin beberapa orang membuat Kirana merasa seperti berjalan di atas kaca.Di satu sisi, Adrian tetap berada di dekatnya, memberikan dukungan tanpa henti. Namun, di sisi lain, ia mulai merasakan tekanan yang semakin berat. Tidak hanya dari rekan-rekan kerjanya, tetapi juga dari dirinya sendiri—keraguan dan ketakutan yang terus menghantui pikirannya.Sikap Dingin RendyPagi itu, Kirana mencoba berbicara dengan Rendy, salah satu senior di tim yang sebelumnya selalu suportif terhadapnya. Ia menyadari sikap Rendy yang semakin jauh setelah rapat terakhir.“Rendy, ada waktu sebentar? Aku ingin bicara,” kata Kirana, mendekati meja kerjanya.Rendy mendongak, ekspresinya datar. “Ada apa, Kirana?”Kirana ragu sejenak, lalu berkata dengan hati-hati, “Aku merasa ada sesuatu yang berubah. Kalau aku

    Last Updated : 2024-12-06
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 14

    Antara Dua PilihanKirana memulai harinya dengan perasaan berat. Langkahnya ke kantor terasa lebih lambat dari biasanya. Di lift, ia berpapasan dengan Rendy yang hanya memberikan senyuman dingin sebelum berjalan keluar lebih dulu. Kirana tahu, gosip yang menyelimutinya belum juga reda.Ketika sampai di mejanya, ia mendapati sebuah amplop putih di atas keyboardnya. Perlahan, ia membukanya. Isinya adalah catatan kecil dengan tulisan tangan:“Terkadang, kemampuan saja tidak cukup. Dunia ini lebih menyukai yang tahu bagaimana bermain aman.”Kirana merasakan darahnya mendidih. Ia tahu ini bukan pesan motivasi, melainkan sindiran tajam.“Siapa yang berani melakukan ini?” pikirnya. Namun, ia memilih tidak menanggapinya, meskipun di dalam hatinya rasa frustrasi terus menumpuk.Ketegangan di Rapat TimDi ruang meeting, suasana semakin memanas. Adrian mencoba menjaga kendali, tetapi dinamika tim mulai terlihat terganggu.“Saya ingin kita fokus pada solusi, bukan masalah,” kata Adrian tegas. “P

    Last Updated : 2024-12-06

Latest chapter

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 68

    Setelah sukses memantapkan program Kampung Mandiri, Kirana dan Adrian mulai menyadari pentingnya membangun struktur komunitas yang lebih kokoh. Mereka memutuskan untuk membentuk dewan desa mandiri di setiap desa binaan, yang terdiri dari perwakilan masyarakat, tokoh adat, dan generasi muda.“Kita butuh sistem yang bisa berjalan bahkan tanpa kehadiran kita,” ujar Adrian dalam pertemuan bersama para pemimpin komunitas. “Desa-desa ini harus mampu mengelola dirinya sendiri.”Kirana menambahkan, “Kita hanya menanam benih, tapi akarnya harus tumbuh dari kekuatan komunitas itu sendiri.”Dewan desa ini bertugas mengawasi program-program yang sedang berjalan, memastikan pembagian sumber daya yang adil, dan memberikan pelatihan kepemimpinan bagi anggota baru. Dengan adanya dewan ini, desa-desa binaan menjadi lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan menjalankan program mereka.Selain itu, Kirana dan Adrian mulai memperkenalkan konsep keberlanjutan da

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 67

    Setelah keberhasilan Kampung Mandiri di desa percontohan, Kirana dan Adrian mulai menerima undangan dari desa-desa lain yang ingin mengadopsi konsep serupa. Mereka membentuk tim penggerak yang bertugas untuk melatih pemimpin lokal dan memastikan setiap program disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap desa.“Kita harus memastikan bahwa setiap desa memiliki kemandirian dalam menjalankan program ini,” kata Adrian dalam sebuah rapat dengan timnya. “Bukan hanya menyalin apa yang sudah kita lakukan, tetapi menciptakan solusi yang benar-benar relevan bagi mereka.”Untuk itu, Kirana dan Adrian memperkenalkan konsep Jembatan Komunitas, sebuah program di mana desa-desa yang telah sukses menjadi mentor bagi desa-desa baru. Program ini memungkinkan pengetahuan dan pengalaman mengalir dari satu komunitas ke komunitas lain, memperkuat rasa solidaritas di antara mereka.“Dengan begini, setiap desa bisa saling mendukung,” jelas Kirana. “Dan kita menciptakan jaringan yang saling menguatkan.”Adrian, y

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 66

    Setelah sukses dengan berbagai inisiatif, Kirana dan Adrian memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Mereka meluncurkan proyek baru yang mereka beri nama “Kampung Mandiri.” Proyek ini bertujuan untuk menciptakan komunitas yang sepenuhnya mandiri dalam hal ekonomi, pendidikan, dan lingkungan. “Kita ingin setiap desa bisa menjadi pusat perubahan,” jelas Adrian kepada timnya. “Bukan hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga penggerak bagi desa-desa di sekitarnya.” Sebagai langkah awal, mereka memilih tiga desa percontohan yang memiliki potensi besar namun menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Setiap desa diberikan kesempatan untuk menentukan prioritas mereka sendiri, apakah itu pengembangan usaha lokal, pendidikan, atau pelestarian lingkungan. “Kampung Mandiri ini bukan tentang kita,” kata Kirana dalam pertemuan dengan para pemimpin desa. “Tapi tentang bagaimana kalian, sebagai komunitas, mengambil kendali atas masa depan kalian sendiri.”

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 65

    Setelah keberhasilan konferensi pertama Ruang Harapan, Kirana dan Adrian memutuskan untuk memfokuskan tahun berikutnya pada memperkuat jaringan antar komunitas. Mereka percaya bahwa berbagi pengalaman dan praktik terbaik antara desa-desa yang tergabung dalam program akan mempercepat kemajuan secara kolektif.“Kita harus membuat mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri,” kata Adrian saat diskusi dengan tim. “Jika satu desa menemukan cara yang berhasil, desa lain juga bisa belajar darinya.”Mereka memulai inisiatif ini dengan mengadakan program pertukaran antar komunitas. Dalam program ini, warga dari satu desa akan mengunjungi desa lain untuk mempelajari cara kerja program mereka. Sebagai contoh, petani kopi dari Desa Asa mengunjungi petani kakao di Desa Citra untuk mempelajari teknik fermentasi yang lebih efisien.Pak Darman, salah satu petani kopi, merasa terinspirasi setelah kunjungan tersebut. “Saya pikir saya sudah tahu segalanya tentang kopi. Tapi ter

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 64

    Setelah berhasil membangun kolaborasi antar-desa dan memperkenalkan program pendidikan digital, Kirana dan Adrian menyadari bahwa fokus berikutnya adalah memastikan ketahanan komunitas dalam menghadapi perubahan global yang terus berkembang. Salah satu tantangan terbesar adalah perubahan iklim, yang mulai memengaruhi pola panen, sumber air, dan kestabilan ekonomi desa.“Kita harus mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian,” ujar Adrian dalam rapat bersama tim Ruang Harapan. “Ketahanan komunitas adalah kunci.”Langkah awal yang mereka ambil adalah memperkenalkan program pertanian berkelanjutan. Dengan menggandeng para ahli, mereka mengadakan pelatihan tentang penggunaan teknologi ramah lingkungan, seperti irigasi tetes, kompos organik, dan tanaman yang tahan terhadap perubahan cuaca ekstrem.Pak Budi, seorang petani kopi di Desa Asa, menjadi salah satu peserta pertama. “Awalnya saya ragu, tetapi setelah mencoba, saya melihat

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 63

    Setelah melihat dampak signifikan dari program Ruang Harapan di Desa Asa, Kirana dan Adrian mulai merancang langkah untuk menjangkau desa-desa yang lebih terpencil. Mereka sadar bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Infrastruktur yang minim, akses komunikasi yang sulit, dan jarak yang jauh menjadi tantangan besar. Namun, tekad mereka untuk membawa perubahan lebih luas terus membara.“Kita harus percaya bahwa di setiap desa, selalu ada potensi tersembunyi,” kata Adrian saat mempresentasikan rencana ekspansi mereka kepada tim.Desa pertama yang mereka tuju adalah Desa Langkat, yang terletak di perbukitan dengan akses jalan yang rusak parah. Perjalanan ke desa itu memakan waktu hampir sepuluh jam, tetapi setibanya di sana, mereka disambut dengan antusias oleh para warga yang telah mendengar kisah sukses Desa Asa.“Selamat datang di Desa Langkat,” kata seorang pemuda bernama Arga, yang kemudian menjadi perwakilan komunitas setempat. “Kami sudah menunggu kesempatan ini.”Kirana tersenyum.

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 62

    Setelah bertahun-tahun mengembangkan Ruang Harapan, Kirana dan Adrian akhirnya mencapai titik di mana program mereka mulai dikenal secara internasional. Sejumlah organisasi global mengundang mereka untuk berbagi pengalaman tentang pemberdayaan komunitas dan pengembangan desa berbasis kearifan lokal.Salah satu undangan datang dari sebuah konferensi besar di Eropa yang membahas pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas. Kirana awalnya ragu untuk menerima undangan itu. “Aku tidak terbiasa berbicara di depan banyak orang, apalagi di tingkat internasional,” katanya pada Adrian.“Tapi kamu adalah inti dari semua ini, Kirana,” ujar Adrian meyakinkan. “Tidak ada yang lebih tahu tentang perjalanan kita selain kamu.”Setelah berdiskusi panjang, Kirana akhirnya setuju untuk berbicara di konferensi tersebut. Ia menganggap ini sebagai kesempatan untuk membawa cerita komunitas mereka ke dunia yang lebih luas.Pada hari konferensi, Kirana berdiri di panggung

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 61

    Setelah berbagai pencapaian yang mereka raih, Kirana dan Adrian menyadari bahwa langkah berikutnya adalah memastikan keberlanjutan Ruang Harapan. Mereka mengadakan rapat besar bersama para pemimpin lokal dan tim inti untuk menyusun strategi jangka panjang.“Kita tidak hanya bisa bergantung pada semangat awal,” ujar Kirana dengan nada serius. “Kita perlu membangun sistem yang dapat berjalan meski tanpa keterlibatan langsung kita di masa depan.”Adrian menambahkan, “Langkah pertama adalah menciptakan struktur organisasi yang lebih solid. Kita butuh pemimpin lokal yang benar-benar memahami visi kita, dan yang terpenting, mampu menginspirasi orang lain.”Dalam diskusi tersebut, mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah lembaga pelatihan kepemimpinan yang akan melatih generasi muda dari berbagai desa untuk mengambil peran sebagai pemimpin komunitas.Namun, tidak semua rencana berjalan mulus. Ketika Ruang Harapan mulai berkembang lebih besar, muncu

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 60

    Setelah bertahun-tahun membangun Ruang Harapan dari nol, Kirana dan Adrian akhirnya diundang untuk berbicara di sebuah konferensi internasional tentang pembangunan berkelanjutan di Jenewa, Swiss. Acara ini mempertemukan para pemimpin dari berbagai negara yang memiliki visi untuk menciptakan dunia yang lebih baik.“Ini kesempatan besar untuk membagikan kisah kita,” ujar Adrian dengan semangat.Namun, Kirana merasa gugup. “Apa yang bisa kita sampaikan di panggung sebesar itu? Kita hanya memulai dari desa kecil.”Adrian menggenggam tangannya. “Justru itu yang membuat cerita kita istimewa. Kita membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil.”Di konferensi tersebut, mereka berbicara tentang pentingnya melibatkan komunitas lokal dalam setiap proses pembangunan. Presentasi mereka, yang dilengkapi dengan cerita nyata dari desa-desa yang mereka bantu, mendapat tepuk tangan meriah dari audiens.Salah satu peserta dari sebuah organisasi internasional mendekati mereka setelah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status