Share

BAB 5

Author: Amanda13
last update Last Updated: 2024-12-02 17:12:17

Keesokan paginya, Kirana tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Hawa dingin masih terasa, dan hanya beberapa lampu di lantai kantor yang sudah menyala. Dengan secangkir kopi di tangan, ia berjalan menuju ruang kerja bersama timnya.

Hari ini adalah hari penting. Kirana dan tim harus menyelesaikan simulasi akhir sebelum data asli dari vendor tiba. Ia tahu bahwa setiap kesalahan kecil bisa menjadi bencana besar nantinya.

Namun, begitu ia membuka laptop, sebuah pesan pop-up dari Tina langsung menarik perhatiannya.

Tina: Mbak, saya baru saja mendapat kabar dari vendor. Data asli mereka tidak akan sesuai dengan format yang kita harapkan.

Kirana membacanya dengan alis berkerut. “Tidak sesuai format? Apa maksudnya ini?” pikirnya.

Tanpa membuang waktu, ia segera menelepon Tina, yang masih dalam perjalanan ke kantor.

“Tina, apa maksud pesan kamu tadi? Kenapa datanya tidak sesuai?”

“Mbak, mereka bilang ada perubahan dalam cara mereka menyimpan data. Saya juga baru tahu pagi ini,” jawab Tina dengan nada penuh penyesalan.

Kirana merasa pusing seketika. Ini bukan sekadar keterlambatan—ini masalah besar yang bisa memengaruhi semua pekerjaan tim.

Rapat Dadakan

Begitu semua anggota tim tiba di kantor, Kirana segera mengumpulkan mereka di ruang rapat. Suasana tegang terasa sejak awal.

“Teman-teman, kita punya masalah baru,” kata Kirana, membuka pembicaraan. “Data dari vendor tidak sesuai format yang kita siapkan. Artinya, kita harus menyesuaikan sistem kita dengan format baru ini, dan itu berarti lebih banyak pekerjaan.”

Semua orang langsung terlihat panik. Amara memegang kepalanya, sementara Johan menatap layar presentasi dengan mata lelah.

“Ini gila,” keluh Rendy. “Bagaimana bisa vendor melakukan perubahan seperti ini tanpa memberitahu kita sebelumnya?”

“Kita tidak punya waktu untuk menyalahkan siapa pun,” potong Kirana tegas. “Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita bisa menyesuaikan sistem dengan format baru ini.”

“Tapi Mbak,” tambah Johan, “itu berarti kita harus mengubah hampir semua modul utama di backend.”

“Saya tahu,” jawab Kirana, mencoba tetap tenang meskipun pikirannya kacau. “Kita akan bekerja secara bertahap. Johan, kamu fokus pada backend. Amara, pastikan desain antarmuka tetap kompatibel dengan perubahan ini. Rendy, saya butuh kamu untuk membantu dokumentasi teknis agar semuanya terstruktur.”

“Lalu apa yang akan kamu lakukan, Mbak?” tanya Rendy dengan nada sedikit skeptis.

Kirana menatapnya tajam. “Saya akan menghubungi vendor untuk mendapatkan rincian lengkap tentang perubahan ini dan memastikan tidak ada kejutan lagi. Saya juga akan berbicara dengan Adrian untuk membahas langkah berikutnya.”

Tekanan dari Adrian

Setelah rapat selesai, Kirana menuju ruang Adrian untuk melaporkan masalah baru ini. Ia mengetuk pintu dengan hati-hati sebelum masuk.

“Adrian,” sapanya, mencoba terdengar percaya diri meskipun hatinya penuh kekhawatiran.

Adrian menatapnya dari balik meja. “Ada apa lagi, Kirana?”

“Data dari vendor tidak sesuai format yang kita siapkan. Mereka mengubah sistem penyimpanan mereka tanpa memberitahu kita sebelumnya,” jelas Kirana.

Adrian menyandarkan diri di kursinya, ekspresinya tetap tenang meskipun kabar ini jelas serius. “Apa yang sudah Anda lakukan untuk mengatasi ini?”

“Saya sudah menginstruksikan tim untuk mulai menyesuaikan sistem kita, dan saya akan menghubungi vendor untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut,” jawab Kirana cepat.

Adrian mengangguk kecil. “Baik. Pastikan Anda mendapatkan detail lengkap dari vendor. Dan Kirana…”

“Ya, Pak?”

“Jangan biarkan masalah ini mengganggu tenggat waktu kita. Klien tidak peduli apa yang terjadi di balik layar.”

Kirana mengangguk, meskipun dalam hatinya ia merasa tekanan semakin berat.

Ketegangan di Tim

Sore harinya, suasana di ruang kerja tim semakin tegang. Johan terlihat frustrasi saat mencoba menyesuaikan modul backend dengan format baru. Amara mulai merasa kewalahan dengan revisi yang terus berubah.

“Aku tidak tahu bagaimana kita bisa menyelesaikan ini tepat waktu,” keluh Amara sambil melemparkan diri ke kursinya.

“Kita hanya perlu fokus,” sahut Johan, meskipun nada suaranya menunjukkan bahwa ia juga mulai kehilangan kesabaran.

Melihat suasana timnya semakin kacau, Kirana memutuskan untuk mengambil inisiatif.

“Teman-teman, mari kita istirahat sebentar,” katanya. “Saya tahu ini berat, tapi kita tidak akan menyelesaikan apa pun kalau kita terus bekerja dalam kondisi seperti ini.”

Semua anggota tim saling bertukar pandang, lalu setuju untuk berhenti sejenak.

Kirana memanfaatkan waktu itu untuk berbicara dengan Tina tentang rincian terbaru dari vendor. Setelah beberapa kali menelepon, akhirnya ia mendapatkan dokumen lengkap yang menjelaskan perubahan format data.

Langkah Baru

Malam itu, Kirana memimpin rapat kecil untuk menyusun strategi baru. Dengan dokumen dari vendor di tangannya, ia menjelaskan perubahan yang perlu dilakukan pada sistem.

“Kita mungkin harus bekerja lebih keras dari sebelumnya,” katanya, “tapi saya yakin kita bisa melewati ini. Johan, kamu mulai dengan modul paling kritis. Amara, buat desain sementara yang fleksibel dengan perubahan apa pun. Rendy, pastikan semuanya terdokumentasi dengan rapi.”

Tim mulai bekerja lagi, kali ini dengan arah yang lebih jelas. Meskipun kelelahan, Kirana merasa ada semangat baru dalam timnya.

Namun, di tengah kesibukannya, ia menerima pesan singkat dari Adrian:

Adrian: Besok kita rapat langsung dengan klien. Pastikan Anda siap.

Kirana menatap pesan itu dengan campuran perasaan. Besok akan menjadi hari yang menentukan—bukan hanya untuk proyek ini, tetapi juga untuk dirinya sendiri.

Malam semakin larut, tetapi suasana di kantor NextWave tetap terasa hidup. Suara ketikan keyboard memenuhi ruang kerja tim Kirana. Di satu sisi, Johan masih bergulat dengan kode-kode yang harus diperbaiki, sementara Amara terlihat sibuk menggambar ulang desain di tablet grafiknya.

Di tengah kesibukan, Kirana memutuskan untuk membawa kopi dan camilan ke meja timnya. Ia tahu ini hanya langkah kecil, tetapi ia ingin memastikan semua orang merasa dihargai, meskipun dalam tekanan sebesar ini.

“Ini, istirahat sebentar,” katanya sambil menaruh nampan berisi kopi dan biskuit di meja kerja mereka.

Amara tersenyum lelah. “Terima kasih, Mbak. Saya rasa saya butuh ini.”

Johan hanya mengangguk kecil tanpa mengalihkan pandangan dari layar, tetapi ia tetap mengambil cangkir kopi yang disodorkan Kirana.

“Rendy mana?” tanya Kirana sambil melirik ke sekeliling ruangan.

“Kayaknya dia keluar untuk udara segar,” jawab Amara. “Tadi dia kelihatan stres banget.”

Percakapan di Balkon

Kirana memutuskan untuk mencari Rendy di balkon kantor, tempat yang sering digunakan karyawan untuk mencari udara segar. Benar saja, ia menemukan Rendy berdiri di sana, menatap ke kejauhan dengan tangan menyelip di saku celana.

“Rendy,” panggil Kirana pelan.

Rendy menoleh, sedikit terkejut, tetapi segera kembali menatap ke depan. “Ada apa, Mbak?”

“Saya hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja,” jawab Kirana sambil mendekat.

Rendy menghela napas panjang. “Saya hanya… bingung, Mbak. Semua ini terasa terlalu berat. Tugas yang terus bertambah, tekanan dari klien, dan tenggat waktu yang tidak masuk akal.”

Kirana menatapnya dengan penuh empati. “Saya mengerti apa yang kamu rasakan, Rendy. Tapi ingat, kita bukan bekerja sendiri. Kita adalah tim. Kalau ada yang sulit, kita hadapi bersama.”

“Tapi Mbak, kadang saya merasa seperti tidak ada habisnya,” balas Rendy. “Begitu satu masalah selesai, masalah baru muncul lagi.”

“Itulah dunia kerja,” jawab Kirana dengan senyum kecil. “Tapi saya percaya pada kemampuan kamu. Kamu sudah melakukan pekerjaan luar biasa sejauh ini, dan saya yakin kita bisa menyelesaikan ini.”

Rendy akhirnya tersenyum tipis. “Terima kasih, Mbak. Saya akan coba lebih tenang.”

“Bagus,” kata Kirana sambil menepuk bahunya. “Sekarang, ayo kembali. Masih banyak yang harus kita selesaikan.”

Persiapan Rapat dengan Klien

Setelah memastikan semua anggota tim kembali fokus pada tugas masing-masing, Kirana meluangkan waktu untuk mempersiapkan presentasi untuk rapat dengan klien esok hari. Ia tahu ini bukan hanya soal memberikan laporan kemajuan proyek, tetapi juga tentang membangun kepercayaan bahwa timnya mampu menghadapi setiap tantangan.

Pukul sudah menunjukkan jam satu pagi ketika ia selesai menyusun semua materi. Kirana meregangkan tubuhnya, merasa sedikit lega meskipun lelah. Namun, sebelum ia sempat mematikan laptop, sebuah pesan masuk dari Adrian.

Adrian: Saya ingin lihat materi presentasi Anda sebelum rapat besok. Kirimkan ke email saya sekarang.

Kirana tersenyum tipis. “Tentu saja,” gumamnya, sedikit menggerutu. Ia segera mengirimkan file tersebut ke Adrian, lalu membereskan mejanya.

Saat ia bersiap untuk pulang, suara notifikasi di ponselnya berbunyi. Pesan dari Adrian lagi:

Adrian: Materinya sudah cukup bagus. Tapi tambahkan penjelasan tentang solusi teknis untuk format baru dari vendor. Klien pasti akan menanyakannya.

Kirana mengangguk pada dirinya sendiri. Pesan Adrian itu memberikan petunjuk yang berguna, tetapi juga mengingatkan betapa detail dan kritisnya pria itu dalam menangani segala sesuatu.

Hari yang Menentukan

Keesokan harinya, suasana kantor terasa lebih sunyi dari biasanya. Semua orang sibuk di meja masing-masing, tetapi ketegangan jelas terlihat. Hari ini adalah hari di mana mereka akan menghadapi klien secara langsung, dan setiap orang tahu betapa pentingnya pertemuan ini.

Kirana mengenakan blazer hitam favoritnya, berusaha tampil profesional dan percaya diri meskipun rasa gugup mulai menyerangnya. Sebelum menuju ruang rapat, ia berbicara sebentar dengan timnya.

“Teman-teman, saya tahu kita semua sedang dalam tekanan besar. Tapi saya ingin kalian tahu, saya sangat menghargai kerja keras kalian. Tidak peduli apa pun hasil dari rapat ini, saya bangga pada kalian.”

Amara dan Johan tersenyum kecil, sementara Rendy hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa.

“Doakan semuanya berjalan lancar,” tambah Kirana sebelum melangkah pergi.

Di ruang rapat, Adrian sudah menunggu bersama dua perwakilan dari klien. Mereka adalah orang-orang penting dari perusahaan besar yang menjadi mitra NextWave.

Pertemuan dimulai dengan pembahasan formal, tetapi tidak butuh waktu lama sebelum salah satu perwakilan klien mulai mengajukan pertanyaan yang sulit.

“Bagaimana tim Anda menangani perubahan format data dari vendor? Apakah itu akan memengaruhi tenggat waktu proyek ini?”

Kirana merasa seluruh perhatian tertuju padanya. Dengan tenang, ia menjelaskan langkah-langkah yang telah diambil timnya, termasuk penyesuaian sistem yang sedang berlangsung dan rencana untuk memastikan semua tetap sesuai jadwal.

Adrian hanya diam, membiarkan Kirana memimpin pembicaraan. Ketika Kirana selesai berbicara, pria itu menambahkan, “Kami sangat percaya pada kemampuan tim kami. Apa yang Kirana sampaikan tadi adalah bukti bahwa kami selalu siap menghadapi tantangan.”

Klien terlihat cukup puas dengan penjelasan tersebut. Namun, rapat itu berlangsung lebih lama dari yang Kirana perkirakan, dengan berbagai diskusi teknis dan permintaan klarifikasi tambahan.

Malam yang Melegakan

Setelah pertemuan selesai, Adrian memanggil Kirana ke ruangannya.

“Kerja bagus hari ini,” katanya tanpa basa-basi.

“Terima kasih, Pak,” jawab Kirana, merasa sedikit terkejut dengan pujian itu.

“Tapi ingat, ini baru permulaan,” tambah Adrian. “Masih banyak yang harus dilakukan, dan saya harap Anda tetap konsisten.”

“Saya mengerti, Pak. Saya akan berusaha semaksimal mungkin.”

Adrian mengangguk sebelum melanjutkan pekerjaannya, meninggalkan Kirana dengan rasa lega sekaligus semangat baru.

Saat keluar dari ruangannya, Kirana tersenyum pada dirinya sendiri. Ia tahu perjalanan ini masih panjang, tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa yakin bahwa ia bisa melewati semuanya.

Related chapters

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 6

    Pagi itu, Kirana bangun dengan rasa lelah yang masih tersisa dari hari sebelumnya. Namun, ia tahu tidak ada waktu untuk bermalas-malasan. Dengan secangkir kopi di tangan, ia memeriksa jadwal hari ini di ponselnya. Beberapa rapat, satu diskusi dengan tim, dan tentu saja, tindak lanjut dari presentasi kemarin dengan klien.Kirana tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Beberapa karyawan lain baru saja datang, termasuk Tina yang melambai sambil tersenyum.“Mbak Kirana, kemarin saya dengar dari Rendy, presentasi sama klien berjalan lancar ya?” tanya Tina dengan antusias.Kirana tersenyum tipis. “Lumayan lancar, walaupun banyak pertanyaan sulit. Tapi tim kita sudah melakukan yang terbaik.”“Syukurlah,” sahut Tina. “Oh ya, saya sudah susun laporan mingguan. Nanti tinggal Mbak review saja.”“Terima kasih, Tina. Kamu memang selalu bisa diandalkan,” jawab Kirana sebelum melangkah ke ruang kerjanya.Kehadiran yang MengejutkanSaat Kirana tengah sibuk membaca laporan mingguan dari Tina, sebuah

    Last Updated : 2024-12-02
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 7

    Pagi itu, suasana kantor NextWave tidak seperti biasanya. Ada ketegangan yang tidak terlihat namun terasa di udara. Kirana merasakan ada sesuatu yang salah begitu ia masuk ke ruang kerja timnya.Amara dan Johan, yang biasanya terlihat akrab, kali ini saling diam di meja masing-masing. Rendy tampak sibuk dengan laptopnya, tetapi dari raut wajahnya, Kirana tahu pikirannya tidak sepenuhnya di sana.Kirana meletakkan tasnya, lalu berjalan mendekati meja Amara. “Pagi, Amara. Kamu kelihatan murung. Ada masalah?”Amara hanya menggeleng tanpa menoleh. “Tidak apa-apa, Mbak.”Kirana mengerutkan dahi. Ia tahu Amara tidak biasa bersikap seperti ini. Ia kemudian mendekati Johan.“Johan, ada yang terjadi?” tanyanya dengan nada lembut.Johan mendesah pelan. “Nggak tahu, Mbak. Tadi pagi Amara tiba-tiba jadi dingin sama saya. Saya rasa ini ada hubungannya dengan hasil revisi desain yang saya minta minggu lalu.”Kirana mulai memahami sumber masalahnya. Sebagai pemimpin tim, ia tahu konflik kecil sepert

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 8

    Kantor NextWave dipenuhi keheningan yang mencekam. Meski suara ketikan keyboard terdengar di mana-mana, atmosfernya berat, seperti tali yang terus ditarik hingga hampir putus. Kirana duduk di ruangannya, menatap papan tulis penuh dengan jadwal dan revisi. Waktunya semakin sempit, dan timnya berada di ambang kelelahan.Namun, siang itu, sebuah email dari klien masuk. Subjeknya membuat darah Kirana berdesir: “Urgent: Final Changes Discussion”.Ia membuka email itu dengan tangan gemetar. Isinya seperti pukulan keras:“Kami meminta perubahan tambahan yang harus disertakan dalam waktu 48 jam. Jika ini tidak dipenuhi, kami akan mempertimbangkan pihak lain untuk melanjutkan proyek.”Kirana terdiam. Napasnya terasa sesak. Ancaman ini tidak hanya mempertaruhkan proyek, tapi juga reputasi NextWave.Pertemuan DaruratKirana memanggil seluruh tim ke ruang rapat. Raut wajah mereka mencerminkan kelelahan dan kekhawatiran. Johan membawa laptopnya dengan langkah berat, sementara Amara hanya memandang

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 9

    Pagi itu, Kirana datang ke kantor dengan semangat baru. Setelah malam panjang yang penuh perenungan, ia bertekad untuk memimpin dengan hati. Langkahnya lebih ringan meski beban kerja masih menumpuk.Saat ia membuka pintu ruangannya, ada sesuatu yang berbeda. Di atas mejanya, tergeletak secangkir kopi hangat dengan tulisan kecil di atas tutupnya: “Untuk penyemangat pagi. Jangan lupa tersenyum. – A”.Kirana tertegun. Tulisan itu jelas berasal dari Adrian. Tidak ada yang lain di kantor yang inisialnya “A”. Ia menatap cangkir kopi itu sambil tersenyum kecil, merasa ada sedikit kehangatan di tengah dinginnya tekanan kerja.Interaksi Tak TerdugaBeberapa jam kemudian, saat Kirana sibuk memeriksa jadwal revisi, pintu ruangannya diketuk pelan.“Masuk,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.Adrian muncul, membawa map tebal di tangannya. Ia mengenakan kemeja biru muda yang digulung hingga siku, terlihat santai namun tetap profesional.“Kirana, saya mau membahas rencana revis

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 10

    Pagi itu, Kirana masih memikirkan percakapannya dengan Adrian malam sebelumnya. Rasanya begitu nyata, begitu dekat, namun ia tahu batas-batas yang harus dijaga. Sebagai seorang bawahan, perasaan yang mulai tumbuh di hatinya adalah sesuatu yang berbahaya.Namun, apa yang ia rasakan sulit diabaikan. Setiap kali ia mengingat senyuman Adrian atau cara pria itu menatapnya, ada sesuatu yang menggeliat di dalam dirinya.Sebuah Kejutan dari AdrianSiang harinya, saat Kirana tengah memimpin rapat kecil dengan timnya, seorang kurir datang ke ruangannya membawa kotak kecil dengan pita berwarna biru.“Kirana Adiningrum?” tanya kurir itu.“Ya, saya,” jawab Kirana bingung.Kurir menyerahkan kotak itu dan pergi tanpa penjelasan lebih lanjut. Kirana membuka kotak tersebut dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat sebuah buku jurnal kulit berwarna cokelat dengan tulisan kecil di dalamnya: “Untuk seseorang yang selalu bekerja keras. Jangan lupa luangkan waktu untuk dirimu sendiri. – A”.Wajah Kirana m

    Last Updated : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 11

    Langkah Pertama yang Sulit Pagi itu, sinar matahari menerobos tirai kamar Kirana, membangunkannya dari tidur yang penuh mimpi tentang Adrian. Ia duduk di tempat tidur, memikirkan malam yang penuh emosi di taman. Pelukan Adrian masih terasa nyata, hangatnya seolah masih melekat di tubuhnya. Kirana menghela napas panjang. Hubungan ini bukan hanya tentang perasaan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan—tanggung jawab mereka, risiko yang akan dihadapi, dan bagaimana orang lain akan melihat mereka. Namun, di balik semua kekhawatiran itu, ia tahu satu hal pasti: ia tidak bisa mengabaikan apa yang dirasakannya. Ketegangan di Kantor Saat Kirana tiba di kantor, suasana terasa lebih sibuk dari biasanya. Tim sedang mempersiapkan presentasi besar untuk klien yang sangat penting, dan semua orang tampak tegang. Namun, yang membuat Kirana lebih gugup adalah kehadiran Adrian. Ia tahu mereka harus tetap profesional, tetapi bagaimana mungkin setelah semua yang terjadi antara mereka? “Kirana,”

    Last Updated : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 12

    Pertaruhan yang BerbahayaHari-hari setelah pengakuan Adrian terasa berbeda bagi Kirana. Ada kegugupan yang menyelinap setiap kali mereka berdua berada dalam satu ruangan. Tatapan Adrian yang dalam, cara dia memperhatikan Kirana dengan detail, semuanya membuat perempuan itu semakin sulit menjaga jarak.Namun, semua itu menjadi lebih rumit ketika gosip mulai beredar di kantor.Bisikan di KoridorKirana sedang duduk di pantry ketika Rendy, salah satu rekan kerjanya, masuk dengan senyum penuh arti.“Wah, kayaknya ada yang jadi favorit bos sekarang,” celetuknya sambil mengambil kopi.Kirana mengernyit, berusaha terlihat santai. “Apa maksudmu?”“Ah, pura-pura nggak tahu,” kata Rendy sambil menyeringai. “Aku lihat tadi pagi, Adrian mengantarkan dokumen langsung ke mejamu. Biasanya dia nggak pernah repot-repot begitu.”Kirana terdiam, merasa jantungnya berdebar lebih kencang. “Itu cuma dokumen biasa, Rendy. Jangan terlalu banyak berspekulasi.”Rendy mengangkat bahu, tapi senyumnya tidak hila

    Last Updated : 2024-12-05
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 13

    Bab 13: Retakan yang Tak TerlihatHari-hari setelah rapat tegang itu berubah menjadi medan penuh duri bagi Kirana. Atmosfer di kantor terasa berbeda. Tatapan kolega, desas-desus yang beredar, dan sikap dingin beberapa orang membuat Kirana merasa seperti berjalan di atas kaca.Di satu sisi, Adrian tetap berada di dekatnya, memberikan dukungan tanpa henti. Namun, di sisi lain, ia mulai merasakan tekanan yang semakin berat. Tidak hanya dari rekan-rekan kerjanya, tetapi juga dari dirinya sendiri—keraguan dan ketakutan yang terus menghantui pikirannya.Sikap Dingin RendyPagi itu, Kirana mencoba berbicara dengan Rendy, salah satu senior di tim yang sebelumnya selalu suportif terhadapnya. Ia menyadari sikap Rendy yang semakin jauh setelah rapat terakhir.“Rendy, ada waktu sebentar? Aku ingin bicara,” kata Kirana, mendekati meja kerjanya.Rendy mendongak, ekspresinya datar. “Ada apa, Kirana?”Kirana ragu sejenak, lalu berkata dengan hati-hati, “Aku merasa ada sesuatu yang berubah. Kalau aku

    Last Updated : 2024-12-06

Latest chapter

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 68

    Setelah sukses memantapkan program Kampung Mandiri, Kirana dan Adrian mulai menyadari pentingnya membangun struktur komunitas yang lebih kokoh. Mereka memutuskan untuk membentuk dewan desa mandiri di setiap desa binaan, yang terdiri dari perwakilan masyarakat, tokoh adat, dan generasi muda.“Kita butuh sistem yang bisa berjalan bahkan tanpa kehadiran kita,” ujar Adrian dalam pertemuan bersama para pemimpin komunitas. “Desa-desa ini harus mampu mengelola dirinya sendiri.”Kirana menambahkan, “Kita hanya menanam benih, tapi akarnya harus tumbuh dari kekuatan komunitas itu sendiri.”Dewan desa ini bertugas mengawasi program-program yang sedang berjalan, memastikan pembagian sumber daya yang adil, dan memberikan pelatihan kepemimpinan bagi anggota baru. Dengan adanya dewan ini, desa-desa binaan menjadi lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan menjalankan program mereka.Selain itu, Kirana dan Adrian mulai memperkenalkan konsep keberlanjutan da

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 67

    Setelah keberhasilan Kampung Mandiri di desa percontohan, Kirana dan Adrian mulai menerima undangan dari desa-desa lain yang ingin mengadopsi konsep serupa. Mereka membentuk tim penggerak yang bertugas untuk melatih pemimpin lokal dan memastikan setiap program disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap desa.“Kita harus memastikan bahwa setiap desa memiliki kemandirian dalam menjalankan program ini,” kata Adrian dalam sebuah rapat dengan timnya. “Bukan hanya menyalin apa yang sudah kita lakukan, tetapi menciptakan solusi yang benar-benar relevan bagi mereka.”Untuk itu, Kirana dan Adrian memperkenalkan konsep Jembatan Komunitas, sebuah program di mana desa-desa yang telah sukses menjadi mentor bagi desa-desa baru. Program ini memungkinkan pengetahuan dan pengalaman mengalir dari satu komunitas ke komunitas lain, memperkuat rasa solidaritas di antara mereka.“Dengan begini, setiap desa bisa saling mendukung,” jelas Kirana. “Dan kita menciptakan jaringan yang saling menguatkan.”Adrian, y

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 66

    Setelah sukses dengan berbagai inisiatif, Kirana dan Adrian memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Mereka meluncurkan proyek baru yang mereka beri nama “Kampung Mandiri.” Proyek ini bertujuan untuk menciptakan komunitas yang sepenuhnya mandiri dalam hal ekonomi, pendidikan, dan lingkungan. “Kita ingin setiap desa bisa menjadi pusat perubahan,” jelas Adrian kepada timnya. “Bukan hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga penggerak bagi desa-desa di sekitarnya.” Sebagai langkah awal, mereka memilih tiga desa percontohan yang memiliki potensi besar namun menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Setiap desa diberikan kesempatan untuk menentukan prioritas mereka sendiri, apakah itu pengembangan usaha lokal, pendidikan, atau pelestarian lingkungan. “Kampung Mandiri ini bukan tentang kita,” kata Kirana dalam pertemuan dengan para pemimpin desa. “Tapi tentang bagaimana kalian, sebagai komunitas, mengambil kendali atas masa depan kalian sendiri.”

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 65

    Setelah keberhasilan konferensi pertama Ruang Harapan, Kirana dan Adrian memutuskan untuk memfokuskan tahun berikutnya pada memperkuat jaringan antar komunitas. Mereka percaya bahwa berbagi pengalaman dan praktik terbaik antara desa-desa yang tergabung dalam program akan mempercepat kemajuan secara kolektif.“Kita harus membuat mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri,” kata Adrian saat diskusi dengan tim. “Jika satu desa menemukan cara yang berhasil, desa lain juga bisa belajar darinya.”Mereka memulai inisiatif ini dengan mengadakan program pertukaran antar komunitas. Dalam program ini, warga dari satu desa akan mengunjungi desa lain untuk mempelajari cara kerja program mereka. Sebagai contoh, petani kopi dari Desa Asa mengunjungi petani kakao di Desa Citra untuk mempelajari teknik fermentasi yang lebih efisien.Pak Darman, salah satu petani kopi, merasa terinspirasi setelah kunjungan tersebut. “Saya pikir saya sudah tahu segalanya tentang kopi. Tapi ter

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 64

    Setelah berhasil membangun kolaborasi antar-desa dan memperkenalkan program pendidikan digital, Kirana dan Adrian menyadari bahwa fokus berikutnya adalah memastikan ketahanan komunitas dalam menghadapi perubahan global yang terus berkembang. Salah satu tantangan terbesar adalah perubahan iklim, yang mulai memengaruhi pola panen, sumber air, dan kestabilan ekonomi desa.“Kita harus mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian,” ujar Adrian dalam rapat bersama tim Ruang Harapan. “Ketahanan komunitas adalah kunci.”Langkah awal yang mereka ambil adalah memperkenalkan program pertanian berkelanjutan. Dengan menggandeng para ahli, mereka mengadakan pelatihan tentang penggunaan teknologi ramah lingkungan, seperti irigasi tetes, kompos organik, dan tanaman yang tahan terhadap perubahan cuaca ekstrem.Pak Budi, seorang petani kopi di Desa Asa, menjadi salah satu peserta pertama. “Awalnya saya ragu, tetapi setelah mencoba, saya melihat

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 63

    Setelah melihat dampak signifikan dari program Ruang Harapan di Desa Asa, Kirana dan Adrian mulai merancang langkah untuk menjangkau desa-desa yang lebih terpencil. Mereka sadar bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Infrastruktur yang minim, akses komunikasi yang sulit, dan jarak yang jauh menjadi tantangan besar. Namun, tekad mereka untuk membawa perubahan lebih luas terus membara.“Kita harus percaya bahwa di setiap desa, selalu ada potensi tersembunyi,” kata Adrian saat mempresentasikan rencana ekspansi mereka kepada tim.Desa pertama yang mereka tuju adalah Desa Langkat, yang terletak di perbukitan dengan akses jalan yang rusak parah. Perjalanan ke desa itu memakan waktu hampir sepuluh jam, tetapi setibanya di sana, mereka disambut dengan antusias oleh para warga yang telah mendengar kisah sukses Desa Asa.“Selamat datang di Desa Langkat,” kata seorang pemuda bernama Arga, yang kemudian menjadi perwakilan komunitas setempat. “Kami sudah menunggu kesempatan ini.”Kirana tersenyum.

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 62

    Setelah bertahun-tahun mengembangkan Ruang Harapan, Kirana dan Adrian akhirnya mencapai titik di mana program mereka mulai dikenal secara internasional. Sejumlah organisasi global mengundang mereka untuk berbagi pengalaman tentang pemberdayaan komunitas dan pengembangan desa berbasis kearifan lokal.Salah satu undangan datang dari sebuah konferensi besar di Eropa yang membahas pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas. Kirana awalnya ragu untuk menerima undangan itu. “Aku tidak terbiasa berbicara di depan banyak orang, apalagi di tingkat internasional,” katanya pada Adrian.“Tapi kamu adalah inti dari semua ini, Kirana,” ujar Adrian meyakinkan. “Tidak ada yang lebih tahu tentang perjalanan kita selain kamu.”Setelah berdiskusi panjang, Kirana akhirnya setuju untuk berbicara di konferensi tersebut. Ia menganggap ini sebagai kesempatan untuk membawa cerita komunitas mereka ke dunia yang lebih luas.Pada hari konferensi, Kirana berdiri di panggung

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 61

    Setelah berbagai pencapaian yang mereka raih, Kirana dan Adrian menyadari bahwa langkah berikutnya adalah memastikan keberlanjutan Ruang Harapan. Mereka mengadakan rapat besar bersama para pemimpin lokal dan tim inti untuk menyusun strategi jangka panjang.“Kita tidak hanya bisa bergantung pada semangat awal,” ujar Kirana dengan nada serius. “Kita perlu membangun sistem yang dapat berjalan meski tanpa keterlibatan langsung kita di masa depan.”Adrian menambahkan, “Langkah pertama adalah menciptakan struktur organisasi yang lebih solid. Kita butuh pemimpin lokal yang benar-benar memahami visi kita, dan yang terpenting, mampu menginspirasi orang lain.”Dalam diskusi tersebut, mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah lembaga pelatihan kepemimpinan yang akan melatih generasi muda dari berbagai desa untuk mengambil peran sebagai pemimpin komunitas.Namun, tidak semua rencana berjalan mulus. Ketika Ruang Harapan mulai berkembang lebih besar, muncu

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 60

    Setelah bertahun-tahun membangun Ruang Harapan dari nol, Kirana dan Adrian akhirnya diundang untuk berbicara di sebuah konferensi internasional tentang pembangunan berkelanjutan di Jenewa, Swiss. Acara ini mempertemukan para pemimpin dari berbagai negara yang memiliki visi untuk menciptakan dunia yang lebih baik.“Ini kesempatan besar untuk membagikan kisah kita,” ujar Adrian dengan semangat.Namun, Kirana merasa gugup. “Apa yang bisa kita sampaikan di panggung sebesar itu? Kita hanya memulai dari desa kecil.”Adrian menggenggam tangannya. “Justru itu yang membuat cerita kita istimewa. Kita membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil.”Di konferensi tersebut, mereka berbicara tentang pentingnya melibatkan komunitas lokal dalam setiap proses pembangunan. Presentasi mereka, yang dilengkapi dengan cerita nyata dari desa-desa yang mereka bantu, mendapat tepuk tangan meriah dari audiens.Salah satu peserta dari sebuah organisasi internasional mendekati mereka setelah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status