Share

BAB 3

Penulis: Amanda13
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-02 16:58:49

Hari pertama Kirana di tim NextWave telah usai, tapi malam itu kepalanya dipenuhi daftar tugas yang belum selesai. Pagi harinya, Kirana tiba di kantor lebih awal. Ia yakin, untuk mengelola tim dengan baik, ia harus memulai dengan memberikan contoh. Namun, setibanya di sana, suasana kantor sudah lebih sibuk dari yang ia duga.

Amara terlihat asyik mendiskusikan desain antarmuka dengan Johan, sementara Rendy mengetik dengan cepat di laptopnya, ekspresinya serius seperti biasa. Arif, yang tampak ceria, sedang membagi hasil analisis awal kepada Tina. Kirana merasa lega melihat semangat awal ini, tapi ia tahu itu hanyalah permukaan.

“Pagi, Mbak Kirana!” sapa Arif dengan semangat. “Saya sudah menyiapkan laporan kecil untuk analisis kebutuhan klien. Ada beberapa poin yang sepertinya bisa kita tambahkan.”

Kirana tersenyum dan menerima dokumen itu. “Terima kasih, Arif. Kerja bagus.”

Namun, saat ia mulai membaca laporan itu, langkah cepat seseorang terdengar mendekati mejanya.

“Pagi, Kirana,” ujar Adrian tiba-tiba, berdiri di samping meja kerjanya. Semua orang langsung kembali bekerja, seolah berusaha menghindari perhatian.

“Pagi, Pak Adrian,” balas Kirana, mencoba terdengar tenang.

Adrian mengangkat sebuah map cokelat dan meletakkannya di meja Kirana. “Saya butuh Anda dan tim untuk mengevaluasi ulang dokumen ini. Klien meminta revisi pada beberapa fitur yang sebelumnya tidak kami sepakati. Pastikan revisi ini tidak mengganggu jadwal.”

Kirana membuka map itu dan matanya membesar. Revisi yang diminta klien mencakup fitur tambahan yang cukup kompleks. “Apakah mereka memberi tenggat waktu untuk revisi ini, Pak?”

Adrian mengangguk. “Mereka ingin hasilnya dalam waktu dua minggu.”

Dua minggu? Pikiran Kirana langsung berputar, memikirkan bagaimana caranya mengakomodasi perubahan besar ini tanpa menunda deadline utama. “Baik, Pak. Saya akan mendiskusikannya dengan tim hari ini.”

Adrian menatapnya dengan ekspresi sulit ditebak. “Saya harap Anda bisa mengelola ini dengan baik, Kirana. Saya tidak ingin ada alasan.”

Diskusi yang Menegangkan

Kirana memanggil seluruh tim ke ruang rapat kecil. Ia memutuskan untuk langsung memberi tahu mereka tentang perubahan permintaan klien.

“Baik, teman-teman,” Kirana memulai dengan nada serius. “Ada kabar baru. Klien meminta beberapa revisi yang cukup signifikan. Fitur tambahan ini harus diselesaikan dalam waktu dua minggu.”

Semua orang saling bertukar pandang. Johan langsung mengangkat tangan. “Dua minggu? Itu tidak mungkin, Mbak. Kita bahkan belum menyelesaikan struktur utama dari proyek ini.”

“Setuju,” tambah Rendy. “Kalau kita menerima permintaan ini, kita akan keluar dari jalur utama. Ini akan mengacaukan segalanya.”

Kirana mengangkat tangan untuk menenangkan. “Saya mengerti kekhawatiran kalian. Tapi kita tidak punya pilihan. Klien adalah prioritas utama. Saya pikir, jika kita mengatur ulang jadwal dan membagi tugas lebih rinci, kita bisa menyelesaikannya.”

Amara, yang biasanya lebih tenang, tampak ragu. “Tapi ini berarti kita harus bekerja lebih lama. Tim sudah cukup stres dengan deadline awal.”

Kirana menarik napas dalam-dalam. “Saya tahu ini akan sulit. Tapi saya percaya kita bisa melakukannya bersama-sama. Saya juga akan membantu sebanyak mungkin.”

Rendy menghela napas berat, lalu berkata dengan nada skeptis, “Baiklah. Kita lihat saja apakah ini benar-benar berhasil.”

Larut Malam Lagi

Malam itu, Kirana masih di kantornya, mencoba mengatur ulang jadwal proyek. Lampu-lampu kantor mulai mati satu per satu, tetapi ia tetap bekerja.

Pintu kaca tiba-tiba terbuka, dan Adrian masuk dengan map lain di tangannya. “Saya pikir Anda sudah pulang,” katanya sambil berjalan mendekat.

“Saya ingin memastikan semuanya siap sebelum tim mulai besok pagi,” jawab Kirana tanpa menoleh.

Adrian memperhatikan layar laptop Kirana sejenak sebelum berkata, “Anda tahu, Kirana, bekerja terlalu keras tidak selalu berarti hasilnya akan lebih baik.”

Kirana tersenyum kecil. “Saya hanya ingin memastikan tidak ada yang terlewat, Pak.”

Adrian meletakkan map di meja Kirana. “Saya menghargai dedikasi Anda. Tapi ingat, tim Anda juga perlu pemimpin yang tetap sehat. Jangan lupa beristirahat.”

Kirana menatap Adrian, sedikit terkejut dengan nada perhatiannya. “Terima kasih, Pak. Saya akan mengingatnya.”

Saat Adrian pergi, Kirana merasakan perasaan campur aduk. Ada sisi Adrian yang terlihat sangat menuntut, tapi di saat yang sama, ia juga menunjukkan sisi perhatian yang tidak terduga.

Kirana menutup laptopnya dan memutuskan untuk pulang. Ia tahu, tantangan baru ini akan menguji batas dirinya dan tim. Tapi ia juga merasa, semakin banyak ia bekerja dengan Adrian, semakin sulit baginya untuk memisahkan batas profesional dan personal.

Kirana melangkah keluar dari gedung NextWave, dan udara malam yang dingin menyambutnya. Setelah seharian penuh tekanan, pikirannya terus memutar strategi untuk menyelesaikan revisi proyek tanpa mengorbankan kualitas. Namun, bayangan wajah Adrian dan caranya menasihati untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri terus muncul.

“Kenapa dia begitu sulit dipahami?” Kirana bergumam, sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket. Langkahnya melambat ketika ia melewati kafe kecil yang masih buka. Ia memutuskan untuk masuk dan duduk sebentar, mencoba menenangkan pikirannya dengan secangkir cokelat panas.

Hari Kedua: Masalah Mulai Terlihat

Pagi hari di kantor, Kirana menemukan bahwa meskipun timnya berusaha untuk tetap tenang, ketegangan mulai terlihat. Amara terlihat sedikit kelelahan, sementara Johan lebih pendiam dari biasanya.

Saat mereka mulai bekerja, Kirana mendapati pesan dari Tina di aplikasi obrolan kantor:

Tina: Mbak, saya baru tahu kalau salah satu vendor utama kita belum mengirimkan data yang dibutuhkan untuk pengembangan fitur tambahan.

Pesan itu membuat Kirana tertegun. Ia langsung memanggil Tina ke ruangannya.

“Tina, apa yang terjadi dengan vendor itu? Bukankah mereka seharusnya mengirimkan data minggu lalu?”

Tina mengangguk dengan ekspresi menyesal. “Saya sudah menghubungi mereka, Mbak. Tapi mereka bilang ada masalah teknis, dan mereka butuh waktu tambahan untuk mengirimkan data.”

Kirana menekan pelipisnya. “Berapa lama waktu yang mereka butuhkan?”

“Mereka bilang tiga hari lagi.”

Kirana tahu ini adalah masalah besar. Tanpa data tersebut, tim pengembang tidak bisa memulai pekerjaan mereka, yang berarti jadwal akan tertunda lebih jauh. Ia segera memikirkan alternatif, mencoba mencari cara untuk tetap bergerak meski tanpa data itu.

“Tina, tolong hubungi mereka lagi. Pastikan kita mendapatkan data itu secepat mungkin. Kalau perlu, beri mereka tenggat waktu yang lebih ketat. Sementara itu, saya akan berdiskusi dengan tim untuk mencari solusi sementara.”

Diskusi di Ruang Tim

Kirana memanggil semua anggota tim ke ruang kerja bersama. Ia menjelaskan situasi terkait vendor yang terlambat dan meminta masukan.

“Kalau kita menunggu data dari vendor, kita pasti akan tertunda,” kata Johan dengan nada serius. “Tapi saya bisa mencoba membuat simulasi data sementara untuk mengisi kekosongan.”

“Itu ide bagus,” kata Kirana, mencoba memberi semangat. “Simulasi data bisa membantu kita tetap bergerak maju, setidaknya untuk sementara.”

“Masalahnya,” tambah Rendy, “simulasi data hanya akan membantu sampai batas tertentu. Kalau datanya nanti tidak sesuai, kita harus mulai dari awal lagi.”

“Memang ada risiko,” balas Kirana. “Tapi kalau kita tidak melakukan apa-apa sekarang, kerugian waktu akan jauh lebih besar.”

Tim akhirnya setuju untuk mencoba pendekatan simulasi. Kirana merasa lega karena setidaknya ada langkah konkret yang bisa mereka ambil, meski kecil.

Pertemuan Tak Terduga dengan Adrian (Lagi)

Saat siang menjelang, Kirana menerima undangan rapat dadakan dari Adrian. Ia berjalan menuju ruangannya dengan perasaan sedikit was-was.

Adrian langsung menyodorkan dokumen baru saat Kirana masuk. “Saya mendengar ada masalah dengan vendor.”

Kirana menatapnya, bingung bagaimana Adrian bisa tahu begitu cepat. “Ya, Pak. Mereka terlambat mengirim data yang kita butuhkan. Tapi saya sudah meminta tim untuk membuat simulasi data sementara.”

Adrian mengangguk kecil. “Itu solusi yang masuk akal. Tapi saya ingin memastikan Anda memiliki rencana cadangan lain. Dalam proyek sebesar ini, kita tidak bisa hanya mengandalkan simulasi.”

“Tim sedang bekerja keras untuk mencari alternatif lain, Pak. Kami juga terus menekan vendor agar mempercepat pengiriman data mereka.”

Adrian menatapnya tajam. “Bagus. Tapi saya ingin Anda tahu, jika ini gagal, Anda yang pertama akan dimintai pertanggungjawaban.”

Pernyataan itu membuat Kirana merasa terbebani, tetapi ia menatap Adrian tanpa gentar. “Saya mengerti, Pak. Saya akan memastikan ini tidak gagal.”

Adrian mengamati Kirana sejenak sebelum berkata, “Saya menghormati kepercayaan diri Anda, Kirana. Tapi ingat, kepercayaan diri tanpa hasil tidak berarti apa-apa.”

Setelah Adrian selesai berbicara, Kirana keluar dari ruangannya dengan perasaan campur aduk. Tekanan semakin besar, tetapi ia juga merasa semakin terdorong untuk membuktikan dirinya.

Malam yang Sibuk

Malam itu, Kirana kembali bekerja lembur bersama beberapa anggota tim, termasuk Johan dan Arif. Mereka berusaha menyempurnakan simulasi data sambil terus memantau komunikasi dengan vendor.

“Saya rasa simulasi ini cukup mendekati data sebenarnya,” kata Johan sambil menunjukkan hasil kerjanya di layar.

Arif mengangguk antusias. “Kalau kita bisa menyempurnakan algoritma ini, kita mungkin bisa menghemat waktu bahkan setelah data aslinya tiba.”

Kirana tersenyum, merasa bangga dengan kerja keras timnya. “Kerja bagus, kalian. Kita harus terus bergerak maju.”

Saat malam semakin larut, Kirana mendapati dirinya duduk sendirian di ruang rapat, memeriksa ulang semua jadwal dan rencana. Ia merasa kelelahan, tetapi ada sesuatu yang terus mendorongnya untuk tetap maju—sebuah dorongan untuk tidak hanya menyelesaikan proyek ini, tetapi juga membuktikan bahwa ia pantas berada di posisi ini.

Bagaimana menurutmu? Dengan tambahan ini, bab menjadi lebih panjang dan detail. Apakah ada elemen lain yang ingin ditambahkan?

Bab terkait

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 4

    Pagi di kantor NextWave dimulai dengan lebih ramai dari biasanya. Kirana memperhatikan anggota timnya terlihat lebih fokus, meskipun ada lingkaran gelap di bawah mata beberapa dari mereka. Itu bukan pertanda baik—tekanan pekerjaan mulai terlihat. Namun, Kirana tahu ia tidak bisa menunjukkan kelemahan. Sebagai pemimpin, ia harus menjaga semangat mereka tetap tinggi.Saat memulai briefing pagi, Kirana menatap satu per satu anggota timnya. “Kita telah membuat kemajuan yang signifikan dengan simulasi data, dan itu semua berkat kerja keras kalian. Tapi kita belum selesai. Hari ini, saya ingin memastikan semua komponen sudah sinkron sebelum data asli dari vendor tiba. Johan, bagaimana perkembangan sistem backend?”Johan mengusap wajahnya yang terlihat letih. “Backend sudah hampir selesai. Tapi ada beberapa fitur tambahan dari klien yang belum saya pahami secara teknis. Saya mungkin perlu waktu lebih untuk mendalaminya.”“Kita bisa atasi itu bersama,” balas Kirana. “Amara, desain antarmuka s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 5

    Keesokan paginya, Kirana tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Hawa dingin masih terasa, dan hanya beberapa lampu di lantai kantor yang sudah menyala. Dengan secangkir kopi di tangan, ia berjalan menuju ruang kerja bersama timnya.Hari ini adalah hari penting. Kirana dan tim harus menyelesaikan simulasi akhir sebelum data asli dari vendor tiba. Ia tahu bahwa setiap kesalahan kecil bisa menjadi bencana besar nantinya.Namun, begitu ia membuka laptop, sebuah pesan pop-up dari Tina langsung menarik perhatiannya.Tina: Mbak, saya baru saja mendapat kabar dari vendor. Data asli mereka tidak akan sesuai dengan format yang kita harapkan.Kirana membacanya dengan alis berkerut. “Tidak sesuai format? Apa maksudnya ini?” pikirnya.Tanpa membuang waktu, ia segera menelepon Tina, yang masih dalam perjalanan ke kantor.“Tina, apa maksud pesan kamu tadi? Kenapa datanya tidak sesuai?”“Mbak, mereka bilang ada perubahan dalam cara mereka menyimpan data. Saya juga baru tahu pagi ini,” jawab Tina de

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 6

    Pagi itu, Kirana bangun dengan rasa lelah yang masih tersisa dari hari sebelumnya. Namun, ia tahu tidak ada waktu untuk bermalas-malasan. Dengan secangkir kopi di tangan, ia memeriksa jadwal hari ini di ponselnya. Beberapa rapat, satu diskusi dengan tim, dan tentu saja, tindak lanjut dari presentasi kemarin dengan klien.Kirana tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Beberapa karyawan lain baru saja datang, termasuk Tina yang melambai sambil tersenyum.“Mbak Kirana, kemarin saya dengar dari Rendy, presentasi sama klien berjalan lancar ya?” tanya Tina dengan antusias.Kirana tersenyum tipis. “Lumayan lancar, walaupun banyak pertanyaan sulit. Tapi tim kita sudah melakukan yang terbaik.”“Syukurlah,” sahut Tina. “Oh ya, saya sudah susun laporan mingguan. Nanti tinggal Mbak review saja.”“Terima kasih, Tina. Kamu memang selalu bisa diandalkan,” jawab Kirana sebelum melangkah ke ruang kerjanya.Kehadiran yang MengejutkanSaat Kirana tengah sibuk membaca laporan mingguan dari Tina, sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 7

    Pagi itu, suasana kantor NextWave tidak seperti biasanya. Ada ketegangan yang tidak terlihat namun terasa di udara. Kirana merasakan ada sesuatu yang salah begitu ia masuk ke ruang kerja timnya.Amara dan Johan, yang biasanya terlihat akrab, kali ini saling diam di meja masing-masing. Rendy tampak sibuk dengan laptopnya, tetapi dari raut wajahnya, Kirana tahu pikirannya tidak sepenuhnya di sana.Kirana meletakkan tasnya, lalu berjalan mendekati meja Amara. “Pagi, Amara. Kamu kelihatan murung. Ada masalah?”Amara hanya menggeleng tanpa menoleh. “Tidak apa-apa, Mbak.”Kirana mengerutkan dahi. Ia tahu Amara tidak biasa bersikap seperti ini. Ia kemudian mendekati Johan.“Johan, ada yang terjadi?” tanyanya dengan nada lembut.Johan mendesah pelan. “Nggak tahu, Mbak. Tadi pagi Amara tiba-tiba jadi dingin sama saya. Saya rasa ini ada hubungannya dengan hasil revisi desain yang saya minta minggu lalu.”Kirana mulai memahami sumber masalahnya. Sebagai pemimpin tim, ia tahu konflik kecil sepert

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 8

    Kantor NextWave dipenuhi keheningan yang mencekam. Meski suara ketikan keyboard terdengar di mana-mana, atmosfernya berat, seperti tali yang terus ditarik hingga hampir putus. Kirana duduk di ruangannya, menatap papan tulis penuh dengan jadwal dan revisi. Waktunya semakin sempit, dan timnya berada di ambang kelelahan.Namun, siang itu, sebuah email dari klien masuk. Subjeknya membuat darah Kirana berdesir: “Urgent: Final Changes Discussion”.Ia membuka email itu dengan tangan gemetar. Isinya seperti pukulan keras:“Kami meminta perubahan tambahan yang harus disertakan dalam waktu 48 jam. Jika ini tidak dipenuhi, kami akan mempertimbangkan pihak lain untuk melanjutkan proyek.”Kirana terdiam. Napasnya terasa sesak. Ancaman ini tidak hanya mempertaruhkan proyek, tapi juga reputasi NextWave.Pertemuan DaruratKirana memanggil seluruh tim ke ruang rapat. Raut wajah mereka mencerminkan kelelahan dan kekhawatiran. Johan membawa laptopnya dengan langkah berat, sementara Amara hanya memandang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 9

    Pagi itu, Kirana datang ke kantor dengan semangat baru. Setelah malam panjang yang penuh perenungan, ia bertekad untuk memimpin dengan hati. Langkahnya lebih ringan meski beban kerja masih menumpuk.Saat ia membuka pintu ruangannya, ada sesuatu yang berbeda. Di atas mejanya, tergeletak secangkir kopi hangat dengan tulisan kecil di atas tutupnya: “Untuk penyemangat pagi. Jangan lupa tersenyum. – A”.Kirana tertegun. Tulisan itu jelas berasal dari Adrian. Tidak ada yang lain di kantor yang inisialnya “A”. Ia menatap cangkir kopi itu sambil tersenyum kecil, merasa ada sedikit kehangatan di tengah dinginnya tekanan kerja.Interaksi Tak TerdugaBeberapa jam kemudian, saat Kirana sibuk memeriksa jadwal revisi, pintu ruangannya diketuk pelan.“Masuk,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.Adrian muncul, membawa map tebal di tangannya. Ia mengenakan kemeja biru muda yang digulung hingga siku, terlihat santai namun tetap profesional.“Kirana, saya mau membahas rencana revis

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 10

    Pagi itu, Kirana masih memikirkan percakapannya dengan Adrian malam sebelumnya. Rasanya begitu nyata, begitu dekat, namun ia tahu batas-batas yang harus dijaga. Sebagai seorang bawahan, perasaan yang mulai tumbuh di hatinya adalah sesuatu yang berbahaya.Namun, apa yang ia rasakan sulit diabaikan. Setiap kali ia mengingat senyuman Adrian atau cara pria itu menatapnya, ada sesuatu yang menggeliat di dalam dirinya.Sebuah Kejutan dari AdrianSiang harinya, saat Kirana tengah memimpin rapat kecil dengan timnya, seorang kurir datang ke ruangannya membawa kotak kecil dengan pita berwarna biru.“Kirana Adiningrum?” tanya kurir itu.“Ya, saya,” jawab Kirana bingung.Kurir menyerahkan kotak itu dan pergi tanpa penjelasan lebih lanjut. Kirana membuka kotak tersebut dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat sebuah buku jurnal kulit berwarna cokelat dengan tulisan kecil di dalamnya: “Untuk seseorang yang selalu bekerja keras. Jangan lupa luangkan waktu untuk dirimu sendiri. – A”.Wajah Kirana m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 11

    Langkah Pertama yang Sulit Pagi itu, sinar matahari menerobos tirai kamar Kirana, membangunkannya dari tidur yang penuh mimpi tentang Adrian. Ia duduk di tempat tidur, memikirkan malam yang penuh emosi di taman. Pelukan Adrian masih terasa nyata, hangatnya seolah masih melekat di tubuhnya. Kirana menghela napas panjang. Hubungan ini bukan hanya tentang perasaan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan—tanggung jawab mereka, risiko yang akan dihadapi, dan bagaimana orang lain akan melihat mereka. Namun, di balik semua kekhawatiran itu, ia tahu satu hal pasti: ia tidak bisa mengabaikan apa yang dirasakannya. Ketegangan di Kantor Saat Kirana tiba di kantor, suasana terasa lebih sibuk dari biasanya. Tim sedang mempersiapkan presentasi besar untuk klien yang sangat penting, dan semua orang tampak tegang. Namun, yang membuat Kirana lebih gugup adalah kehadiran Adrian. Ia tahu mereka harus tetap profesional, tetapi bagaimana mungkin setelah semua yang terjadi antara mereka? “Kirana,”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05

Bab terbaru

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 25

    Kebenaran yang Mulai TerbukaSidang Internal yang MenegangkanPagi itu, Adrian memimpin rapat darurat di ruang rapat utama perusahaan. Hanya tim inti yang hadir: Kirana, Bima, Kevin, dan beberapa anggota tim hukum yang terpercaya. Di meja mereka, dokumen-dokumen penting dari brankas gudang tersusun rapi, siap untuk dianalisis lebih dalam.“Kita tidak punya banyak waktu,” ujar Adrian membuka rapat. “Pak Wisnu pasti sudah menyadari bahwa kita membawa sesuatu dari gudang. Kita harus bergerak cepat sebelum mereka menutup semua celah.”Salah satu anggota tim hukum, Maya, mengangkat tangan. “Dari dokumen yang sudah saya periksa, jelas ada keterlibatan Pak Wisnu dalam manipulasi data proyek dan aliran dana ilegal. Tapi kita perlu lebih banyak bukti untuk mengaitkan Rahman Kurnia alias Rizky Darmawan secara langsung.”“Kalau begitu, kita fokus pada aset mereka,” kata Adrian. “Bima, pastikan kamu memonitor semua transaksi mencurigakan. Kirana dan Kevin, coba cari informasi tambahan dari dokume

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 24

    Keberanian di Tengah AncamanPersiapan untuk Serangan BalikAncaman yang diterima Adrian membuat suasana di tim semakin tegang. Namun, ia tidak menunjukkan rasa gentarnya di depan tim. Kirana memperhatikan betapa tenangnya Adrian, meski jelas bahwa ia juga memikirkan keselamatan semua orang.“Kita tidak bisa berhenti sekarang,” ujar Adrian di depan Bima, Lani, Kirana, dan Pak Bram di ruang rapat. “Ancaman ini justru bukti bahwa mereka mulai goyah. Kita harus melanjutkan langkah kita dengan lebih hati-hati, tapi juga lebih cepat.”Pak Bram mengangguk. “Kita sudah punya cukup bukti untuk menggoyahkan mereka. Tapi yang kita butuhkan adalah langkah strategis. Jangan hanya mengandalkan dokumen-dokumen ini. Kita harus menguatkan dengan saksi.”“Bu Ratih sudah setuju untuk membantu,” kata Kirana. “Tapi kita harus melindunginya. Dia merasa ada risiko besar jika terlalu terlibat.”Adrian menatap Pak Bram. “Bisakah Anda mengatur perlindungan untuknya?”“Saya punya beberapa kenalan yang bisa mem

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 23

    Kebenaran yang Mulai TerkuakRencana StrategisKeesokan paginya, Adrian mengumpulkan seluruh timnya di ruang rapat kecil di kantor. Ia memutuskan untuk tidak membiarkan siapa pun tahu tentang penemuan di gudang malam sebelumnya, kecuali orang-orang yang benar-benar dipercayainya.“Aku sudah memeriksa dokumen-dokumen yang kita temukan di gudang,” ujar Adrian sambil meletakkan berkas-berkas di meja. “Ini bukan hanya soal sabotase terhadap aku, tapi ada indikasi korupsi besar yang melibatkan beberapa proyek perusahaan di masa lalu.”Bima menatap dokumen itu dengan serius. “Apa kamu yakin kita bisa melibatkan tim hukum tanpa memancing perhatian mereka?”Adrian mengangguk. “Kita harus melibatkan mereka. Tapi kita harus hati-hati memilih siapa yang akan kita ajak bicara. Tim hukum punya dua divisi, dan salah satunya berada di bawah pengaruh Pak Wisnu.”Kirana yang duduk di sisi Adrian angkat bicara. “Kalau begitu, kita hanya punya satu pilihan: langsung lapor ke kepala tim hukum yang netral

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 22

    Jejak yang TersisaPerburuan DimulaiSetelah mendapatkan petunjuk dari dokumen yang mereka temukan di gudang tua, Adrian segera menyusun langkah strategis. Nama Ardianto kini menjadi fokus utama mereka. Adrian meminta Bima untuk menggali lebih dalam aktivitas digital Ardianto.“Kalau dia benar pelakunya, pasti ada jejak yang dia tinggalkan di jaringan,” ujar Adrian sambil mengamati layar komputer Bima.Bima mengangguk dan mengetik cepat. “Aku akan coba melacak pola transaksi digitalnya. Kalau dia menggunakan perangkat atau akun palsu, kita bisa mencoba melacak sumber dana atau aktivitas lainnya.”Sementara itu, Kirana tetap terjaga di apartemennya. Pikirannya dipenuhi dengan spekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Adrian telah memberi tahu dia untuk beristirahat, tetapi ia tahu tidak mungkin baginya untuk benar-benar bersantai.Ponselnya berdering. Itu Adrian.“Ada perkembangan?” tanya Kirana.“Aku ingin kamu datang ke kantor pagi ini. Kita punya sesuatu yang penting,” jawab Ad

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 21

    Jaringan yang TersembunyiKejutan di Balik DataMalam itu, Adrian tidak bisa tidur. Kata-kata terakhir Pak Wisnu terus terngiang di kepalanya. “Ada orang lain yang jauh lebih kuat dari kamu.” Siapa yang dimaksud? Apa motif mereka?Bima, yang masih bekerja hingga larut, kembali menemukan sesuatu. “Adrian, aku baru saja memeriksa ulang seluruh log aktivitas jaringan. Ada pola aneh di sini.”Adrian bergegas menghampiri meja Bima. “Apa yang kamu temukan?”“Ada akses ke server dari lokasi yang tidak tercatat sebagai kantor atau rumah salah satu karyawan. Lokasinya berubah-ubah, seolah mereka menggunakan koneksi yang sulit dilacak. Tapi ada satu perangkat yang konsisten terhubung setiap kali ada transfer data.”Adrian mengamati layar dengan seksama. “Ini berarti ada pihak eksternal yang terlibat. Kita butuh bantuan dari luar untuk melacak ini lebih jauh.”“Kita bisa minta bantuan konsultan forensik IT,” saran Bima. “Tapi mereka pasti butuh waktu untuk memproses semuanya.”“Hubungi mereka,”

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 20

    Bayangan Musuh di Balik KegelapanRencana Adrian dan KiranaAdrian dan Kirana duduk berdampingan di ruang kerja Adrian. Di hadapan mereka adalah tumpukan dokumen proyek dan hasil analisis Bima tentang aktivitas mencurigakan yang melibatkan Pak Wisnu. Malam itu mereka memutuskan untuk menyusun rencana strategis.“Kalau laporan palsu ini sudah ada di tangan Wisnu, berarti dia punya tujuan lebih besar,” ujar Adrian sambil mengetuk-ketukkan jarinya di meja.Kirana mengangguk. “Tapi kenapa harus aku? Kalau dia ingin menjatuhkan tim, kenapa dia memilih nama aku yang jadi sasaran?”Adrian menatap Kirana dengan penuh perhatian. “Karena kamu kunci dari semua ini. Kamu orang yang paling menonjol di proyek ini. Kalau reputasimu rusak, proyek kita kehilangan fondasi utamanya.”Kirana terdiam, merasakan beratnya tanggung jawab yang ia pikul. “Jadi apa rencanamu?”Adrian menunjukkan rencana yang telah ia susun. “Kita butuh bukti konkret untuk mengaitkan Wisnu dengan laporan palsu ini. Aku sudah mem

  • Cinta Di Tengah Deadline   Bab 19

    Jejak di Balik Bayang-BayangKebingungan yang MenyeruakPernyataan Rendy meninggalkan ketegangan di udara. Kirana menatap Adrian, mencoba membaca pikirannya, tetapi Adrian hanya menggeleng pelan. “Dia tahu sesuatu yang tidak kita tahu,” katanya akhirnya. “Tapi aku nggak akan membiarkan dia dan yang lainnya lolos.”Kirana ingin berkata sesuatu, tetapi kelelahan dan kebingungan menguasainya. Malam itu, ketika semua orang mulai meninggalkan kantor, Adrian menghampiri Kirana di mejanya.“Kamu baik-baik saja?” tanyanya lembut.Kirana mengangguk, meskipun jelas raut wajahnya menunjukkan sebaliknya. “Aku cuma… merasa semuanya terlalu banyak. Kenapa ini terjadi? Apa salahku sampai harus menghadapi semua ini?”Adrian tersenyum tipis, lalu duduk di kursi di depannya. “Ini bukan salahmu, Kirana. Kadang, orang yang bekerja keras justru menjadi sasaran karena mereka terlihat menonjol.”Kirana menunduk, menahan air matanya agar tidak jatuh. “Aku cuma nggak mau orang-orang yang aku percayai ternyata

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 18

    Pengkhianatan di Tengah KepercayaanPetunjuk yang MengerucutPagi itu, Kirana menerima email anonim dengan subjek: “Berhenti sebelum semuanya hancur.” Isi email itu hanya satu kalimat: “Kamu tidak tahu siapa yang benar-benar ada di belakang semua ini.”Kirana membaca email itu berulang kali, hatinya dipenuhi kecemasan. Ia langsung menunjukkan pesan itu kepada Adrian, yang membacanya dengan ekspresi serius.“Ini bukan kebetulan,” kata Adrian. “Seseorang jelas ingin menakutimu, atau mungkin mencoba mengaburkan kebenaran.”“Tapi siapa? Dan kenapa mereka melakukan ini?” tanya Kirana, frustrasi.Adrian menghela napas, lalu berkata, “Kita sudah punya daftar kecil orang yang mungkin terlibat, termasuk Rendy. Tapi email ini menunjukkan kalau mungkin ada lebih dari satu orang yang bermain di balik layar.”Kirana menatap Adrian dengan ragu. “Kamu yakin kita bisa mengungkap semuanya? Aku takut ini akan membuat situasi semakin buruk.”Adrian menyentuh bahunya dengan lembut. “Aku janji, Kirana. Ki

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 17

    Jejak Misteri di Balik LayarE-mail AnonimPagi itu, saat Kirana sedang menyiapkan presentasi untuk pertemuan tim, sebuah e-mail misterius masuk ke inbox-nya. Subjek e-mail itu tertulis: “Hati-hati dengan orang yang kamu percaya.”Kirana mengernyit. Ia ragu untuk membukanya, tetapi rasa penasaran mengalahkan logikanya. Isi e-mail itu hanya berupa satu kalimat singkat:“Tidak semua yang terlihat mendukungmu benar-benar di pihakmu. Perhatikan baik-baik siapa yang bermain di belakang layar.”Tidak ada tanda pengirim, hanya sebuah alamat e-mail yang tampak dibuat secara acak. Kirana merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi kata-kata itu terus terngiang di kepalanya sepanjang pagi.Keanehan dalam ProyekDalam rapat siang hari, Kirana mempresentasikan laporan kemajuan proyek dengan percaya diri. Namun, ketika ia membuka file terakhir yang berisi data pendukung, file tersebut tidak dapat ditemukan.“Maaf, semuanya,” kata Kirana sambil berusaha tenang. “Sepert

DMCA.com Protection Status