Share

Bab 8

Di saat mobil itu hampir saja menabrak Elvina, muncul seseorang dari samping yang menariknya. Mobil itu hanya berjarak beberapa inci dari mereka sebelum melaju cepat dan menghilang.

"Bu Elvina, nggak pantas bunuh diri cuma karena seorang pria," kata orang yang menyelamatkannya. Ternyata orang itu adalah sopir Raiden, Owen. "Kalau kamu meninggal, siapa yang merawat nenekmu?"

Elvina yang sebelumnya merasa kehilangan arah, kini mulai tersadar. Benar juga, jika dia mati sekarang, bagaimana dengan neneknya?

Tak lama kemudian, sebuah mobil mendekati mereka. Owen membuka pintu belakang dan mengisyaratkan agar Elvina masuk. "Bos kami mau menemuimu. Apa pun yang kamu butuhkan, dia bisa memberikannya."

Elvina tersenyum getir. "Kalau dia bisa memberikan apa yang kubutuhkan, apa yang bisa kuberikan padanya?"

Elvina tahu bahwa pria itu tidak akan membantu tanpa pamrih, apalagi setelah malam itu. Dengan reputasi yang hancur dan tidak punya apa pun lagi, Elvina merasa tidak ada yang bisa diberikannya kepada pria itu.

Sambil memeluk dirinya sendiri, Elvina berkata dengan suara pelan, "Terima kasih sudah menyelamatkanku dan terima kasih untuk bosmu. Tapi, aku nggak mau kehilangan martabatku yang terakhir."

Melihat Elvina seperti itu, Owen tidak berkomentar lebih lanjut. Dia mengeluarkan kartu nama dari sakunya dan menyerahkannya kepada Elvina. "Bu Elvina, ini nomor teleponku. Kalau butuh bantuan, kamu bisa menghubungiku."

"Baik," jawab Elvina sambil menerima kartu itu dengan acuh tak acuh, lalu berbalik dan pergi.

Tak lama setelah itu, Owen kembali ke Vila Swallow dan melaporkan semuanya kepada Raiden, termasuk kata-kata Elvina. "Pak Raiden, mobil tadi memang sengaja menargetkan Bu Elvina."

Mata Raiden memicing tajam. "Selidiki siapa di baliknya dan kirim seseorang untuk mengawasi Elvina diam-diam. Wanita itu butuh diasah harga dirinya."

....

Elvina pergi ke rumah sakit. Setelah serangan jantung yang dialami neneknya beberapa waktu lalu, kini kondisinya telah membaik perlahan-lahan. Meski masih belum bisa bangun dari tempat tidur, neneknya terlihat jauh lebih segar dan sudah bisa bernapas tanpa alat bantu.

"Nenek." Elvina berusaha tersenyum ketika dia memasuki kamar. "Gimana perasaanmu sekarang?"

"Sudah jauh lebih baik," jawab neneknya. Begitu melihat wajah Elvina, neneknya langsung tahu bahwa Elvina baru saja menangis. Dia mengerutkan kening dan bertanya, "Kamu pergi temui Dexton, 'kan? Dia jahat sama kamu?"

Elvina menggelengkan kepala, lalu berjalan mendekat dan menggenggam tangan neneknya. "Nggak, aku cuma khawatir sama Nenek. Kamu harus jaga kesehatanmu dengan baik."

Mungkin karena akting Elvina cukup baik, neneknya pun tidak mencurigainya. "Elvina, cari waktu yang tepat untuk cerai sama Dexton. Pria itu nggak tahu diri. Kalau sudah berhasil rebut perusahaan, dia pasti nggak akan berbelaskasihan sama kamu!"

"Ya, Nek ...."

Neneknya tidak tahu bahwa Elvina sudah tertipu habis-habisan oleh Dexton dan bahkan telah mengetahui kebenaran di balik kematian orang tuanya.

Selama beberapa hari berikutnya, Elvina menemani neneknya di rumah sakit. Dia bahkan berusaha merusak televisi di kamar agar neneknya tidak bisa menonton berita dan dia juga melarang perawat memberikan koran agar neneknya tidak mengetahui skandal yang terjadi.

Melihat kondisi neneknya yang pulih perlahan-lahan, Elvina merasa lega. Sedikit kebahagiaan mulai kembali menghiasi wajahnya karena merasa masih punya alasan untuk bertahan hidup.

Suatu hari, seorang pelayan dari rumah menghubungi Elvina. "Bu, ada banyak sekali orang yang datang ke rumah dan sedang pindahin barang-barang ...."

Namun, sebelum pelayan itu bisa melanjutkan ucapannya, panggilan itu tiba-tiba terputus.

Dengan cemas, Elvina langsung memanggil taksi dan bergegas ke vila. Begitu tiba, dia melihat bahwa vila itu dalam keadaan kacau balau. Beberapa pria sedang mengangkut barang-barang antik yang mahal, termasuk lukisan dan kaligrafi berharga.

Di lantai dua, orang-orang yang sedang menggeledah tempat itu mulai melempar barang-barang yang tidak mereka inginkan ke bawah.

Tak lama kemudian, dua papan nisan orang tua Elvina dilemparkan ke bawah dengan kasar. Elvina langsung berlari ke arah mereka untuk menghalangi, tapi gerakannya terlalu lambat. Papan nama itu telah pecah akibat benturan keras. Dengan mata berkaca-kaca, Elvina memeluk papan nisaan orang tuanya erat-erat.

Elvina memandang pekerja itu dengan tatapan penuh kebencian. "Kamu nggak takut kena azab merusak papan nisan orang lain?"

"Bos yang bilang, barang-barang yang nggak diperlukan boleh dibuang saja." Pekerja itu terkejut dan buru-buru pergi.

"Ayah, Ibu, maafkan aku ...." Elvina mengusap lumpur di papan nisan itu sambil meneteskan air mata. Saat berbicara, Elvina tak kuasa menggertakkan giginya dan membatin, 'Dexton, kamu ini benar-benar kejam! Sudah bunuh orang tuaku, sekarang kamu bahkan hancurin papan nisan mereka!'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status