Share

Bab 10

Ketika Elvina akhirnya tersadar, dia merasakan kepala, leher, dan lengannya dibalut perban. Setiap gerakan yang dilakukannya membuatnya kesakitan. Saat ini dirinya berada di dalam sel tahanan.

Seorang polisi yang mengantarkan makanan memberitahunya, "Kamu dituduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap Presdir Grup Libertix, Dexton. Tunggu saja di sini sampai pengadilan memanggilmu!"

Elvina merasa sangat kesal pada dirinya sendiri karena tidak lebih teliti dalam mengejar mobil Dexton dan membiarkannya lolos! Elvina tentu saja tidak mau tinggal di sini menunggu mati. Dia memanggil polisi itu, "Aku mau telepon pengacara."

Namun, polisi itu hanya tertawa dingin dan mengabaikannya.

Malamnya, polisi yang sebelumnya tidak terlihat tiba-tiba muncul kembali. Kali ini, dia membawa dua wanita yang dikawal ke dalam ruang tahanan. Setelah mereka masuk, borgol mereka dilepas dan mereka segera melirik Elvina dengan tatapan jahat. Elvina yang mulai merasa tidak nyaman, bergerak mundur dan tetap waspada.

Menjelang tengah malam, Elvina yang kelelahan akhirnya terlelap. Namun, tiba-tiba rasa sakit menusuk lengannya membuatnya terbangun. Ketika membuka matanya, Elvina menyadari mulutnya telah dibungkam hingga tidak bisa berteriak.

"Jangan salahkan kami, kami cuma jalankan tugas kami," kata salah satu wanita sambil memukul wajah Elvina dan tersenyum sinis. "Dia bilang, kita bisa siksa kamu sesuka hati, asalkan kamu masih tetap hidup!"

Dexton ingin membunuhnya!

Mata Elvina memerah dan berusaha untuk melawan sekuat tenaga. Dia menekuk lutut dan menendang perut salah satu wanita itu hingga membuatnya terhuyung-huyung kesakitan.

Namun, sebelum Elvina bisa bangkit dari lantai, dia merasakan sakit yang tajam di bagian belakang kepalanya. Wanita lainnya menjambak rambutnya dan menampar wajahnya berulang kali, sedangkan dua jarinya menekan luka di tubuh Elvina yang masih berdarah.

"Ugh!!" Elvina kesakitan hingga jatuh pingsan.

Sejak dua wanita itu dimasukkan ke dalam ruang tahanan, para polisi yang biasanya berpatroli setiap beberapa jam tampaknya sudah berhenti. Setiap kali mereka datang, mereka hanya menaruh makanan, lalu pergi begitu saja tanpa memedulikan kondisi Elvina yang terkapar di lantai.

Dalam hitungan hari, Elvina disiksa hingga babak belur. Perban yang membalut lukanya telah dibasahi darah, lalu mengering dan menempel di kulitnya. Mereka menggunakan sikat gigi untuk menusuk tenggorokan Elvina, sehingga setiap kali dia menelan, mulutnya dipenuhi dengan bau anyir darah. Sampai akhirnya, Elvina bahkan tidak bisa lagi berbicara.

Hari itu, setelah disiksa lagi oleh dua wanita tersebut, penglihatan Elvina mulai kabur. Dia tergeletak di lantai dan samar-samar mendengar suara sepatu hak tinggi yang mendekat.

"Siapa yang siksa kamu sampai bengkak begini, Elvina?" Terdengar suara seorang wanita. Dia berjongkok di samping Elvina, lalu menyentuh pipinya dengan lembut dan tiba-tiba mencubitnya dengan kasar.

Elvina meringis kesakitan, tubuhnya meringkuk gemetaran.

Melihat Elvina yang sekarat, Yessi merasa sangat puas. "Bukannya kamu pernah nanya, kenapa aku melakukan semua ini padamu? Karena ...."

Yessi mendekatkan dirinya ke jeruji besi dan berbisik pelan, "Karena aku benci kamu! Aku benci kamu dilahirkan di keluarga yang kaya raya dan punya keluarga yang bahagia! Sekarang kamu sudah kehilangan segalanya. Pria yang kamu cintai jadi milikku dan kami punya seorang anak. Keluarga kami sangat bahagia ... aah!"

Sebelum Yessi bisa menyelesaikan kalimatnya, Elvina yang putus asa langsung menggigit jari Yessi dengan sekuat tenaga.

Kedua wanita yang ada di ruang tahanan itu mencoba menarik Elvina dan memukulnya lagi. Namun, Elvina terus menggigit hingga Yessi akhirnya berhasil menarik tangannya yang berlumuran darah.

"Elvina, dasar gila!" teriak Yessi dengan marah sambil meraih tisu dari tasnya untuk menghentikan pendarahan.

Setelah darah berhenti, Yessi mendekati jeruji besi lagi dan berkata, "Hari ini ulang tahun Dexton. Aku pikir, nggak lengkap kalau nggak ada perayaan darimu. Jadi, aku bawakan hadiah untukmu."

Yessi mengeluarkan sebuah foto dari tasnya dan mengangkatnya agar Elvina bisa melihatnya. Di foto tersebut, terlihat nenek Elvina yang menutupi dadanya dengan satu tangan dan matanya membelalak lebar. Namun, pupilnya tampak kosong, seolah-olah sudah tidak bernyawa.

Melihat foto itu, Elvina berjuang sekuat tenaga untuk meronta. Matanya membelalak dengan penuh kengerian.

"Ya, nenekmu sudah mati!" Yessi mengulurkan foto itu ke dalam jeruji besi agar Elvina bisa melihatnya dalam jarak dekat.

"Setelah tahu kamu mencoba untuk membunuh orang dan dijatuhi hukuman mati, dia langsung kena serangan jantung dan meninggal. Lihat betapa baiknya diriku, menyuruh orang untuk memotret nenekmu sebelum dia meninggal dan mengantarkannya padamu."

"Kamu bohong ...." Saat berbicara, sudut bibir Elvina mulai meneteskan darah.

Elvina ingat saat dia meninggalkan rumah sakit waktu itu, kondisi neneknya sudah mulai pulih. Jadi, tidak mungkin akan terjadi sesuatu padanya!

Yessi tersenyum sinis. "Aku nggak pernah bercanda denganmu!"

Tidak mungkin! Elvina tiba-tiba teringat dengan nomor ponsel yang diberikan Owen. Seketika, muncul secercah harapan dalam hatinya. Setelah melepaskan diri dari cengkeraman kedua wanita itu, Elvina berbalik menangkap salah satu wanita itu dan mencekik lehernya.

Elvina tahu bahwa leher adalah bagian paling lemah dari tubuh manusia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status